Hari ini adalah hari Rabu, Sari pergi ke sekolah dengan penuh semangat, Sari permisi berangkat ke sekolah kepada Alex, ayahnya dan Santi, ibunya.
"Bu, hari ini ibu ke pekan (pasar) kan?, jangan lupa beli ikan kesukaan ku ya Bu, dan jangan lupa beli jajanan yang banyak" pesan Sari kepada Santi, ibunya.
"Iya, kamu yang rajin ya belajar nya, supaya adik-adikmu bisa ngikutin kamu nantinya, karena kamu adalah ibu bagi adik-adik mu nantinya" nasihat Santi kepada Sari.
"Ibunya adik-adik kan ibu, kenapa jadi Sari Bu" protes Sari.
"Sudah kamu berangkat sana, nanti terlambat" ucap Santi mengingatkan Sari.
Tidak ada pirasatnya bahwa itu adalah hari terakhir nya untuk ketemu dengan ibunya.
Dibayangan Sari, hari ini ia akan makan ikan kesukaannya, karena setiap hari Rabu ibunya akan membelikan ikan mas kesukaan nya, dan akan membelikan jajanan, seperti pisang, martabak, dan popcorn kampung atau rondang rondang.
Sepulang sekolah Sari sangat bersemangat karena ingin cepat cepat sampai di rumah, biasanya setelah Sari sampai di rumah, tinggal 2 jam lagi ibunya akan tiba.
Sebelum ibunya tiba dari pekan, Sari beberes rumah, mengangkat air dari danau, memasak nasi, kemudian langsung memberi makan adik adiknya.
Tidak sabar rasanya menunggu ibunya akan tiba membawa ikan kesukaannya dan berbagai jajanan, karena ini hanya dinikmati nya sekali seminggu.
Tetapi 2 jam berlalu ibunya belum juga datang. Tiba tiba tetangga pada berlarian menuju danau tempat kapal yang mengangkut warga berlabuh, Sari bingung dan bertanya kepada warga yang bernama ibu Tio.
"Bu Tio, ada apa ya, kok semua warga pada teriak teriak sambil berlari ke arah pelabuhan?", tanya Sari penuh tanda tanya kepada seorang warga yang kebetulan lewat dan akan pergi ke dermaga.
"Ada kapal pengangkut warga yang datang dari pekan pulang menuju dermaga ini, terbakar kemudian hanyut, ceritanya tidak ada korban yang selamat" ucap ibu Tio menjelaskan.
Jantung Sari berdegup kencang, ia segera menyingkirkan prasangkanya, 'apakah itu ibuku salah satu korbannya', terlintas pertanyaan itu di dalam hatinya, tetapi buru buru sari membuang prasangka itu. 'tidak tidak' gumannya dalam hati sambil geleng geleng kepala. Kembali sari bertanya kepada ibu Tio
"Apakah sudah ada warga yang membantu untuk mencari korban?" tanya Sari penasaran.
"Sudah, sudah ada korban yang ditemukan sekarang sedang di dermaga, warga juga sudah banyak berdatangan ke dermaga" jelas Bu Tio kepada Sari.
"Iya ya, ok lah terima kasih banyak ya Bu Tio atas informasi nya" balas Sari. Bu Tio langsung pamit mau pergi ke dermaga untuk melihat siapa saja korban dalam tragedi kapal terbakar itu.
Sari bingung antara mau pergi melihat ke dermaga dan mencari tahu siapa korban dalam tragedi terbakarnya kapal tersebut, karena firasatnya tidak enak, entah kenapa perasaannya pengen mau menangis saja.
Sari pamit kepada adik ke dua perempuannya Siti, "Dek, aku pamit pergi dulu ke dermaga ya, kamu gantikan kakak menyuapi makan Ita ya!" pamit Sari kepada adiknya Siti, belum lagi adiknya bilang iya, Sari sudah berlari meninggalkan Siti untuk menuju Dermaga.
Sari berlari sekencang kencangnya, entah mengapa Sari ingin sekali mengetahui siapa korban dalam kecelakaan terbakarnya kapal ke pekan tersebut, kenyataan nya ibunya memang belum kembali, seperti biasanya ibunya seharusnya sudah kembali dari pekan.
Ternyata betul, orang orang sudah pada ramai di dermaga, Sari menanyakan siapa korban yang telah ditemukan, ternyata tetanggaku ibu Dewi, ibuku sering pergi bersamanya kalau pergi ke pekan, Sari menanyakan orang yang sedang berkumpul di dermaga itu, "Apakah mereka ada melihat ibuku?, apakah ibuku ikut dalam satu kapal yang terbakar ini?, tanya Sari kepada ibu Horas, tetangga depan rumah Sari.
"Iya Sari, seharusnya aku tadi ikut dalam satu kapal yang terbakar tersebut, tetapi karena barang dagangan ku ketinggalan, aku tidak jadi naik, dan bermaksud untuk ikut trip berikutnya saja, ketika aku turun dari kapal, aku berpapasan dengan ibumu dan ibu Dewi, mereka satu kapal dengan kapal yang terbakar itu", jelas ibu Horas pelan dan dengan suara hampir tidak kedengaran, karena tanpa sadar ibu Horas langsung menangis menjelaskan nya kepada Sari, karena ibu Horas merasa kasihan dan prihatin atas nasib Sari dan adik adiknya yang masih kecil sudah ditinggal pergi ibunya selama lamanya.
Sari langsung berlari keujung dermaga, sari melihat danau itu begitu tenang. Danau yang selalu dikaguminya karena keindahan panorama nya, juga danau yang sebagai mata pencaharian bagi warga sekitar, semua kaum bapak pergi untuk memancing dan menjaring ikan yang ada di danau ini, kemudian dijual kepada tetangga. Dan yang lebih penting lagi segala keperluan untuk minum, mandi dan mencuci adalah di danau ini. Sekarang danau ini telah merenggut nyawa ibunya, Sari berdoa dalam hati " Tuhan tolong tunjukkan kemurahan Mu, kiranya ibu ku bisa segera ditemukan", dan kamu wahai danau " Tolong muntahkan ibuku, setidaknya aku ingin melihat jasad ibuku untuk yang terakhir kalinya" harap sari dalam hati sambil menangis dan duduk tertunduk seolah bicara pada danau.
Tidak lama kemudian warga teriak, "ini masih ada korban selanjutnya yang ditemukan".
Sari langsung berlari menghampiri kerumunan massa dan mencoba mendekat dan memperhatikan siapa korban yang ditemukan itu, seperti rasa disambar petir, Sari memperhatikan baju yang dikenalinya kemudian wajah dari korban, dan Sari tidak asing atas wajah itu, sari pun teriak sekencang kencangnya sambil menangis "Ibu, ibu bangun lah ibu. Dari tadi aku dan adik adik sudah menunggu ibu, u..u..u, ibu...ibu, tolong bangunlah ibu, jangan tinggalkan kami, ayo kita pulang ibu...uuu..., ibu...ibu...bagaimana adik adik tanpa mu ibu, bangunlah ibu.jamgan tinggal kan kami" tangis sari terus, sehingga menambah pilu hati orang yang berada disitu, mereka pun terus berurai air mata, mereka memeluk sari, dan berkata sabar, sabar sari.
Sari terus teriak dan menangis, dan warga pun sigap dan memberitahu kabar duka ini kepada ayah Sari, agar memberesi rumah, sehingga jenazah ibu Sari bisa dibawa ke rumah. Setelah memberitahu kabar duka tersebut jenazah ibu saripun diangkat dan dibawa ke rumah. Tidak rela rasanya berpisah dari ibunya, Sari terus memeluk ibunya sambil menangis, sehingga warga melarangnya karena jenazah mau dibawa ke rumah. Lemah rasanya lutut untuk berdiri dan berjalan, sangkin sedihnya, Sari merasa pusing gelap pandangan, tiba tiba Sari pun terjatuh ke tanah, warga pun segera memboyong Sari ikut bersama rombongan jenazah.
Setelah jenazah tiba di rumah, adik adik Sari langsung menangis dan teriak teriak "Ibu...ibu.. bangun ibu,. ibu...ibu jangan tinggalkan kami, tega sekali kamu ibu..., siapa nanti yang merawat kami...ibu...ibu... bangun lah ibu" teriak adik adik Sari secara bersamaan.
Kemudian Sari tersadar dari pingsannya ternyata jenazah ibunya sudah sampai di rumah batinnya dalam hati sambil melihat sekeliling ada adiknya menangis mengerumuni jasad ibunya. Tidak sanggup lagi rasanya untuk menangis, Sari hanya bisa memeluki adik adiknya.
Sari juga melihat ayahnya Alex hanya bisa menangis tanpa mengucapkan kata kata.
Sari terus memandangi wajah ibunya, serasa mimpi dan belum percaya kalau ibunya benar benar akan meninggalkan mereka, dan besok jasad ibunya akan dikuburkan dan tidak akan melihat wajah ibunya sampai selama lamanya.
****
Setelah ibunya di kebumikan, seminggu pihak keluarga masih tinggal di rumah untuk menemani, Sari pun belum pergi ke sekolah. Satu persatu pihak keluarga pulang, tinggal lah mereka sendiri dan ayahnya.
Banyak nasihat dari khalayak yang melayat, bahwa Sari lah yang akan menjadi pengganti ibu bagi ke 4 adik adiknya. Sari harus bisa memimpin dan mengajari adik adiknya, bahkan menjadi tulang punggung buat keluarganya.
Tidak mungkin Sari tidak bersekolah, Sari bermaksud untuk pergi kesekolah, setelah memasak dan beres beres rumah, dan menyuapi adiknya, Sari pun permisi untuk berangkat kesekolah. Setelah pulang sekolah, Sari langsung berlari sekencang kencangnya agar cepat sampai di rumah, belum sampai di rumah, Sari mendengar adik adiknya menangis, lantas Sari pun menghampiri dan menanyakan mengapa menangis.
"Mengapa kamu menangis Ita", tanya Sari kepada adik bungsunya yang memang belum bisa bicara,
Siti adik keduanya menjawab "Ita lapar, tidak ada nasi di rumah" jelas Siti
"Ayah, dimana?" tanya Sari kepada Siti.
"Ayah dikebun, bermaksud untuk mengambil ubi" balas Siti.
Sari prihatin atas kejadian hari ini, egois sekali rasanya bila Sari terus melanjutkan pendidikan nya, bagaimana nasib adik adiknya nanti. Sari pun bermaksud untuk berhenti saja sekolahnya, agar bisa keladang atau belajar bertenun, seperti yang biasa dilakukan ibunya, karena kalau hanya mengandalkan untuk berladang atau bersawah masih harus menunggu berbulan bulan untuk menuai hasil panennya, kalau bertenun, sekali seminggu bisa dijual untuk membeli kebutuhan biaya hidup . "Toh aku sudah bisa membaca, menulis dan berhitung, itu sudah cukup rasanya" batin Sari dalam hati.
Esoknya Sari pun tidak pergi ke sekolah seperti biasanya. Ayahnya menanyakan nya " Sari mengapa kamu tidak pergi ke sekolah nak" tanya Alex kepada Sari.
"Sari tidak akan bersekolah lagi yah, karena Sari mau bantu ayah pergi ke kebun atau keladang, Sari juga mau belajar, bagaimana cara menenun ulos, supaya Sari bisa beli kebutuhan kita setiap minggunya", jawab Sari kepada Alex.
Alex pun hanya diam saja, di satu sisi, memang harus seperti itu agar bisa membeli kebutuhan pokok, tetapi disisi lain, Alex kasihan kepada Sari gadis kecilnya sudah harus menanggung beban berat ini.
👇Jangan lupa like & vote ya kakak
Tiga hari sudah Sari tidak pergi ke sekolah, Bu guru Nina wali kelas 3 disekolah Sari menanyakan kabar Sari mengapa tidak masuk sekolah selama 3 hari lamanya, Bu guru Nina bertanya kepada teman teman Sari.
"Anak anak, ada yang tahu mengapa Sari tidak masuk sekolah?", tanya bu guru Nina kepada semua siswa nya di kelas.
Semua siswa saling memandang satu dengan yang lain, tiba tiba serantak menjawab "Tidak tahu Bu guru".
Bu guru Nina kembali bertanya "Adakah diantara kalian yang rumahnya berdekatan dengan rumah Sari?"
"Saya Bu", jawab Reni dari salah satu siswa perempuan di kelas 3.
" Oh, Apakah kamu tidak tahu, mengapa Sari tidak masuk sekolah?" tanya bu guru Nina pada Reni.
"Kemarin setelah pulang sekolah, saya melihat Sari Bu, sedang mencuci pakaian dan mengambil air di danau, sepertinya Sari tidak masuk sekolah bukan karena sakit Bu", jelas Reni kepada Bu guru Nina.
"Oh begitu ya, ok lah, nanti biar ibu saja yang akan ke rumah Sari, mencoba mencari tahu mengapa Sari tidak masuk sekolah selama 3 hari", jelas Bu guru Nina kepada Reni.
Tiba tiba Bell sekolah berbunyi
tett...tett "Baik anak anak, karena Bell sekolah sudah berbunyi dan jam juga menunjukkan pukul 12.30, itu tandanya pelajaran kita hari ini sudah selesai, kalian boleh pulang ke rumah kalian masing masing", ucap Bu guru penuh semangat dan seluruh anak anak pun segera berhamburan keluar sekolah.
Bu guru Nina, tidak langsung pulang ke rumah ia terlebih dahulu berkunjung ke rumah Sari dan menanyakan mengapa Sari tidak masuk sekolah. Tibalah Bu guru Nina di depan pintu, dan segera mengetuk pintu, tok..tok..tokk "permisi, ada orang?", tidak ada sahutan, Bu guru Nina mencoba mengetuk lagi, tok..tok...tok permisi ada orang?", kata Bu guru Nina sambil menyimak apakah ada jawaban dan sambil melihat sekeliling orang di sekitar apakah, ada orang yang bisa ditanyakan. Tiba tiba ada suara anak kecil menyahut dari dapur, "Iya, sebentar" sahut vina, Vina adalah adik ke 4 Sari yang bertugas untuk menjaga Ita. Ita masih berumur 1 tahun 2 bulan, lagi sedang asik asiknya belajar berjalan, sedangkan Vina masih berumur 5tahun. Sambil berlari Ita mencoba menemui tamu yang ada di depan pintu, agak bingung dan penasaran melihat sosok tamu yang ada di depan pintu, karena ibu itu sebelumnya tidak pernah datang ke rumah, atau tidak pernah ketemu "Ada apa Bu, cari siapa?", tanya Ita kepada Bu guru Nina.
" Saya adalah Bu guru Nina, wali kelas 3, tepatnya saya adalah guru wali kakak kamu Sari, apakah Sari ada di rumah?", Tanya bu guru Nina kepada Ita yang masih bingung dan takut.
"Kakak Sari, lagi tidak di rumah Bu, kak Sari sekarang ada di ladang bersama dengan kakakku yang lain", balas Ita.
"Oh begitu, apakah ladang nya jauh dari sini?" tanya bu guru Nina.
"Masih jauh sekali Bu, tetapi sebentar lagi mereka akan kembali ke rumah" jawab Ita.
"Oh begitu, ibu akan menunggu nya disini", jawab Bu guru Nina.
"Oh iya, silahkan duduk Bu " Ita mempersilahkan Bu guru Nina masuk, setelah dijelaskan bahwa tamu tersebut adalah guru wali Sari.
Tidak lama kemudian, Sari, Siti dan Sita tiba di rumah, dan melihat ada tamu, dan segera menyalaminya.
"Halo Sari, Apakah kamu sehat?", tanya bu guru Nina mencoba membuka obrolan.
"Halo juga Bu, sehat sehat saja Bu", balas Sari sambil senyum senyum kepada Bu guru Nina.
"Kedatangan ibu ke mari mau menanyakan, mengapa kamu tidak masuk sekolah selama 3 hari, tadinya ibu pikir kamu sakit, tetapi syukurlah ternyata kamu sehat sehat saja", Bu guru Nina, mencoba bertanya kepada Sari.
"Saya tidak akan bersekolah lagi Bu", jawab Sari dengan suara pelan dan sambil menunduk.
Bu guru Nina heran dan mencoba menanyakan kembali "Mengapa Sari berkata seperti itu?",
Sambil menangis sesegukan Sari mencoba mengatakan alasannya tidak bersekolah lagi "Bu, ibu saya kan sudah meninggal, kami ada 5 bersaudara, saya adalah anak 1. Ayah berprofesi sebagai nelayan. Tidak cukup bagi kami untuk memenuhi kebutuhan kami sehari hari, hanya dengan mengandalkan hasil tangkapan ikan ayah, secara terkadang ayah mau tidak ada dapat tangkapan ikan, walaupun sudah lama melabuhkan jaring Bu", sari menjelaskan panjang lebar.
Tidak lama kemudian Sari menambahkan lagi alasannya "Sekarang saya adalah pengganti ibu bagi adik adik saya Bu" tegas Sari.
"Sari, ibu tidak melarang kamu untuk bekerja, sayang sekali Sari, kalau kamu tidak sekolah, padahal kamu pintar" Bu guru mencoba menjelaskan, agar Sari Berubah pikiran.
"Saya bukan nya tidak ingin bersekolah Bu, tetapi kalau saya sekolah siapa yang nantinya ke ladang, egois sekali rasanya kalau saya bersekolah, padahal banyak kebutuhan yang masih harus di penuhi, adik saya pun masih kecil kecil, mereka belum bisa diandalkan untuk bekerja", ucap Sari kepada Bu guru Nina.
" Sari, saya mau mengasuh kamu, tetapi kamu harus tinggal sama saya, saya janji akan menyekolahkan mu, kamu bercita citakan jadi seorang guru", jelas Bu guru Nina.
"Maaf Bu, saya tidak bersedia, siapa nanti yang akan menjaga adik adik saya", tolak Sari.
"Kamu kan masih punya ayah, ayah kamu yang akan menjaga mereka", bela Bu guru Nina.
"Tidak Bu, maaf saya tidak bersedia, saya sudah berjanji kepada mendiang ibu saya untuk menjaga dan bertanggung jawab kepada adik adik saya", ucap Sari.
"Baiklah Sari, kalau kamu tetap menolak, saran saya hendaknya kamu tetap bersekolah", mohon Bu guru Nina kepada Sari.
Sari hanya diam dan menundukkan kepalanya, tekannya untuk menjaga adik adiknya sangat kuat, seperti batu karang, bahkan ayahnya sendiri tidak bisa menghalanginya.
Setelah Bu guru Nina pulang, Siti menghampiri Sari, "kakak beras kita habis, beras kita hanya cukup untuk makan hari ini, untuk besok tidak ada lagi".
Sari hanya diam saja, beberapa hari terakhir ini ayahnya tidak pergi ke danau untuk mencari ikan, karena sekarang lagi sering angin kencang, gelombang ombak di danau sangat kencang, ayah tidak berani menjaring ikan.
Hampir menangis rasanya Sari mendengar apa yang dikatakan adiknya " Ya Tuhan, tolong bantu hamba mu ini mencari penyelesaian nya. Ibu apa yang harus aku lakukan, beban ini berat sekali rasanya", Sari berdoa dalam hati, sambil menengadahkan wajahnya keatas, dan tanpa sengaja air matanya bercucuran, dia segera menghapusnya, takut dilihat adik adiknya.
Tekat Sari, 'aku harus belajar menenun, membuat ulos, agar kebutuhan biaya hidup bisa tercukupi. Untuk kebutuhan beras, aku akan coba tanya bibi, apakah bibi punya stok beras, nanti setelah panen aku akan mengganti nya' gumam Sari dalam hati. Untung lah ada bibinya Sari yang tinggal tidak jauh dari rumah mereka, bukan adik kandung ayah sih, hanya sepupunya ayah, dari ayahnya ayah berkakak beradik dengan ayahnya bibi, tetapi bibi orang nya baik, dan sering mengatakan kepada Sari, kalau ada yang dibutuhkan jangan segan segan untuk datang ke rumah bibi, Sari ingat perkataan bibinya tersebut. Sari permisi kepada adik adiknya, "Dek, sebentar kakak keluar ya, mau pergi ke rumah bibi, mau menanyakan apakah bibi ada stok beras yang bisa di pinjamkan kepada kita, nanti kalau kita sudah panen, akan di ganti". Semua adiknya mengangguk dan serentak berkata"Iya kak".
Sari pun segera pergi dan meninggalkan rumah takut nanti kehujanan di jalan, karena sepertinya cuaca sedikit mendung dan angin agak kencang.
Sesampainya di rumah bibi, Sari segera mengetok pintu, Sari sedikit khawatir, takut bibi tidak ada di rumah, apakah bibi ada stok beras atau tidak ya, kalau bibi tidak ada stok beras gimana?, kemana aku mau minjam lagi?", bathin Sari bergejolak.
tok...tok...tok..
Sari memanggil manggil bibinya.
"Bi...bibi...bi..bibi..." ucap Sari.
Tidak ada suara sahutan dari dalam rumah. Sari mencoba mengetuk lagi.
tok...tok...tok...tok...
"Bi... bibi....Bi.... bibi" Ucap Sari lagi terus memanggil sambil memusatkan pendengaran ke arah rumah.
"Iya, sebentar" ucap orang dari dalam rumah. Sari lega ada suara sahutan dari dalam rumah.
krek...pintu di buka.
"Sari,. adaapa sari, tumben kamu kemari, apakah ayahmu sakit?", ucap bibi bertanya.
" Tidak bi, ayah sehat sehat saja, begini bi", Sari berucap dan kemudian diam, agak takut untuk mengungkap kan keinginan nya.
"Mengapa kamu diam, tidak apa apa Sari, bicara lah", ucap bibi lembut, dan membuat Sari jadi berani untuk mengungkap kan keinginan nya.
"Begini bi, Sari datang kemari, bermaksud untuk meminjam beras bibi, di rumah beras sudah habis bi.", ucap Sari pelan.
"Sari, bibi juga punya beras tinggal sedikit lagi, hanya cukup untuk kebutuhan 1 bulan ini, menunggu panen tiba sebulan lagi, tetapi kalau kamu perlu beras bawa saja untuk kebutuhan beberapa hari kedepan, tidak apa apa kan?", ucap bibi.
Sedikit kecewa perasaan Sari, padahal mereka panen 2 bulan lagi, tetapi tidak apa apa tetap disyukuri, setidaknya bibi, akan memberi beras untuk kebutuhan makan beberapa hari kedepan, aku masih punya waktu, mudah mudahan ayah dapat pancingan ikan dari danau, gumam Sari dalam hati.
"Tidak apa apa bibi, Sari juga bersyukur bibi mau memberikan beras untuk kebutuhan kami beberapa hari ke depan", ucap Sari kepada bibinya.
Bibinya pun segera memberikan kantongan plastik yang berisi beras untuk dibawa pulang sari, sambil menerima kantongan beras tersebut Sari mengucapkan "Terima kasih banyak ya bibi, Sari permisi untuk pulang",
"Baiklah Sari, hati hati di jalan ya, salam buat ayah dan adik adik mu", ucap bibi kepada Sari.
Setelah makan malam selesai, biasanya tidak ada aktifitas lagi yang dilakukan, semua menuju kamar untuk beristirahat. Sari pun langsung masuk ke kamar, sebelum merebahkan badannya ke tempat tidur diliriknya sebentar kearah adik adiknya, ternyata semua adiknya sudah tidur dan terlelap, mungkin mereka terlalu kelelahan sehingga langsung tertidur. Bathin Sari dalam hati. Sebelum tidur sebentar Sari duduk dan tertunduk, ini rutinitas salah satunya untuk melepaskan rasa penatnya pikiran Sari berucap pelan"Tuhan berikan aku kekuatan dalam menjalani hidup ini, rasanya penat dan lelah, hamba tidak minta banyak Tuhan, cukupkan saja kebutuhan kami, jangan sampai adik adik ku ini kelaparan". Sari pun langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Sari menangis, rindu ibunya 'Seandainya ibu ada, mungkin aku tidak selelah dan setakut ini ibu, ibu temani anakmu ini selalu, bantu Sari Bu, mengapa ibu tidak ajak Sari ikut ibu saja?', Sari menumpahkan perasaannya, Sari terus menangis dan mencoba untuk menahan suaranya agar tidak kedengaran adik atau ayahnya.
Sari takut ayahnya tahu kalau Sari menangis, Sari pun tahu ayahnya pasti terpukul atas kepergian ibu, terkadang Sari juga memergoki ayahnya sedang menangis. Ayahnya bukan tidak peduli atau kurang bekerja keras, sedari dulu sewaktu ibu belum meninggal, ayah hanya menjaring ikan di danau, biasanya ibu setiap pagi menjualnya keliling kampung bertanya kepada tetangga apakah mau beli ikan, Setelah pulang dari danau ayah langsung beristirahat tidur, sebentar ke ladang dan membantu membuat gulungan benang untuk keperluan ibu menenun ulos, sore hari ke ke kedai sekedar nongkrong dan cerita dengan ayah ayah yang lain. Kalau kegiatan ibu, sebelum ayah pulang dari danau, ibu menyempatkan diri ke ladang atau kesawah, kalau ayah sudah pulang lalu berjualan keliling kampung untuk menjual hasil tangkapan ayah. Setelah itu barulah siap siap untuk menenun ulos, hingga sore hari, sesekali makan, atau ke kamar mandi untuk melepaskan dan melegakan sakit pinggang nya karena terlalu lama duduk.
****
Sari sudah bulat tekadnya untuk belajar menenun ulos, kemarin perihal meminjam beras kepada bibinya sudah diberitahu kan Sari kepada ayahnya " Ayah, kemarin Sari ada pinjam beras ke rumah bibi Ati, sebenarnya Sari mau pinjam untuk kebutuhan beras sampai panen nanti selama 2 bulan lagi, tetapi bibi Ati kebetulan juga tidak mempunyai beras, hanya cukup untuk kebutuhan beras menunggu panen 1 bulan lagi, tetapi bibi Ati mau memberi beras kepada kita hanya cukup untuk kebutuhan beras kita untuk beberapa hari ke depan saja", Alex diam saja, dan segera meninggalkan Sari dan menuju kamarnya, tidak lama kemudian Alex datang dan memberi lembaran uang kepada Sari."Ini ada sedikit uang, uang ini ayah pinjam kemarin untuk jaga jaga, mana tau ada keperluan mendadak, pandai pandai lah mempergunakan nya dengan sebaik baiknya", ucap Alex kepada Sari.
"Baik ayah", ucap Sari sambil menunduk dan mengangguk kan kepalanya.
Esoknya kebetulan hari Rabu berarti hari pekan, saatnya bagi warga membeli segala keperluan di kota.
Mengingat kejadian ibunya yang meninggal akibat kapal yang ditumpangi nya terbakar, banyak penumpang yang berlompatan keluar dari kapal untuk menyelamatkan diri, karena tidak tahu berenang dan kelelahan, sehingga seluruh penumpang kapal tidak selamat.
Sari sebenarnya agak takut untuk naik kapal, tetapi tidak ada lagi transportasi yang lain, hanya bisa di tempuh dengan naik kapal saja. Mau tidak mau Sari harus memberanikan diri, lama lama nanti juga akan terbiasa, guman Sari dalam hati.
Sari membeli kebutuhan seperlunya saja, dan berniat untuk membeli modal benang untuk bahan membuat ulos, sedikit banyak, Sari pernah menanyakan modal dan cara untuk membuat ulos dari mendiang ibunya. Sari sudah bulat tekadnya untuk membuat ulos tinggal tanya nanti kejelasan nya kepada tetangga nya, kebetulan seluruh ibu ibu disekitar rumah nya memang berkegiatan membuat ulos sebagai tambahan dari hasil berladang atau hasil dari sawah.
Setelah membeli kebutuhannya, saatnya Sari pulang kerumah, eits Sari ingat, momen ibunya pulang dari pekan sangat ditunggu tunggu nya dulu ketika mendiang ibunya masih hidup, pasti adik adiknya pun merasakan seperti yang ia rasakan, sebelum pulang Sari terlebih dahulu membeli pisang, martabak dan popcorn untuk adik adiknya.
Sampailah Sari di rumah, betul perkiraan nya, adik adiknya segera berlari menemui dan mengangkat keranjang belanjaan Sari, mereka pun segera mengeluarkan barang barang yang dibeli Sari dari pekan. Adiknya berteriak "Hore, ada martabak dan popcorn". Melihat moment itu tidak sengaja air mata Sari mengalir ke pipinya, bahagia rasanya bila melihat adik adiknya pun bisa bahagia.
"Terima kasih kakak", teriak adik adiknya berbarengan sambil mengunyah martabak yang ada di mulutnya.
"Iya", jawab Sari sambil tersenyum puas.
Melihat tetangga nya sedang menjemur benang di luar, Sari menghampiri ibu Tio, Sari sudah paham kalau cara menjemur benang yang dilakukan Bu Tio sekarang itu istilah nya "Mangunggas", benang itu tadinya di rendam dulu dengan air rebusan beras yang sudah di dinginkan, di rendam beberapa menit dan kemudian dijemur sambil disikat sikat dengan alat khusus agar tatanan benangnya rapi dan tidak serawutan, seperti menyisir rambut istilahnya kemudian setelah kering barulah digulung ke gulungan kaleng.
Sari mengungkapkan keinginannya untuk diajari bagaimana cara menyusun susunan benang agar berpola seperti motif bunga, corak atau kata kata, "Bu Tio, tolong ajari Sari menyusun corak ulosnya!, Sari mau membuat ulos Bu" ucap Sari memohon kepada Bu Tio.
"Mengapa kamu mau belajar bikin ulos?", tanya Bu Tio ingin tahu.
"Sari mau cari tambahan uang Bu", jawab Sari.
"Baiklah sebentar lagi kalau aku sudah selesai mengeringkan benang ini, aku akan lanjut tahap membuat corak, nanti kamu bisa perhatikan aku cara membuat nya", ucap Bu Tio.
"Baiklah Bu", jawab Sari dengan senang karena bu tio mau mengajarinya.
Tidak lama kemudian Bu Tio langsung lanjut tahap ke membuat coraknya ada peralatan khususnya, Bu Tio menjelaskan dari tahap awal hingga tahap akhir, Sari pun memperhatikannya dengan seksama dan serius. Dan Sari pun langsung mempraktekkan nya untuk membuat corak yang akan di tenunnya. Bu Tio kagum, Sari langsung mengerti.
"Sekarang tinggal tahap menenun nya", ucap Bu Tio kepada Sari.
Dan Bu Tio pun langsung saja mempraktekkanya. "Posisi kita duduk, kaki di luruskan kedepan, badan tegap, alat tenunan di ikatkan di pinggang dan selanjutnya tinggal memasukkan benang satu persatu kemudian ditekan tekan dengan alat khususnya, begitu seterusnya hingga selesai", jelas Bu Tio dengan panjang lebar kepada Sari. Sari pun manggut manggut, tanda dia paham dan mengerti, Sari pun tidak sabar untuk segera mempraktekkan nya di rumah, lantas Sari pun pamit izin pulang " Terima kasih banyak ya Bu Tio, Sari sangat senang dan bersyukur Bu Tio mau mengajari Sari", ucap Sari segera meninggal kan Bu Tio.
Sari pun segera mempraktekkan cara membuat ulos yang diajarkan oleh Bu Tio, segera Sari memasang semua peralatannya, Sari masih menyimpan semua keperluan menenun ibunya. Sari pun mulai menenun.
Adik adik Sari sigap membantunya, ada yang menjemur benang, ada yang menggulung benang dalam kaleng dan ada juga tahap menggulung benangnya pada sebuah peralatan, hampir seperti sumpit makan, adik adiknya pun sudah paham cara tersebut, karena mereka pun sudah diajari mendiang cara melakukannya. Untung nya semua adik adik Sari patuh dan cepat cepat menyahut kala dipanggil dan disuruh mengerjakan sesuatu.
Sari masih tahap pemula dan belum terbiasa, dia mengerjakan masih yang hati hati dan pelan pelan, takut ada yang salah, karena fatal kalau ada kesalahan, nanti harganya pasti di tawar semurah murahnya, tidak sebanding lagi dengan modal yang di keluarkan dan tenaga yang sudah kita keluarkan. 'Tidak apa apa pelan pelan dulu, kalau sudah paham dan terbiasa dengan corak dan motifnya serta warna warna benang yang dibutuhkan, nanti juga akan cepat cepat', bathin Sari dalam hati, sebagai penghibur dan penyemangat untuk diri nya sendiri.
Tetangga pada berkomentar negatif ketika melihat Sari menenun, karena Sari menenun posisinya berada di teras rumah, banyak orang yang lalu lalang melewati rumah nya. "Mengapa kamu menenun Sari, apakah ayahmu sudah tidak peduli lagi kepada kalian?", ucap tetangga meledek Sari.
"Tidak Bu, Sari hanya ingin cari tambahan untuk bisa menutupi kebutuhan rumah, mudah mudahan bisa nanti menyekolahkan adik adik semuanya".
Tetangga yang lewat tadi hanya bisa diam saja. 'Lama lama mereka pun pasti akan cuek saja', gumam Sari dalam hati.
Wajar saja mereka berkomentar, karena belum ada anak anak seumuran Sari yang melakukan kegiatan menenun ulos, dan wajar mereka berpikiran, bahwa Alex telah mengeksploitasi anak anaknya untuk menjadi tulang punggung keluarga. Selagi kita makan tidak dari tetangga, Sari tidak peduli apa yang dikatakan tetangga, toh masa depan mereka adalah bergantung dari usaha dan kerja keras mereka sendiri. Dan apabila mereka tidak makan belum tentu juga tetangga mau memberi mereka makan terus menerus, begitulah Sari menyemangati dirinya, dan semakin bersemangat untuk menjadi lebih baik lagi dan tentunya bisa menenun lebih cepat lagi, bisa dapat dan menjual ulos minimal 4 lembar setiap Minggu nya, seperti yang biasa dilakukan mendiang ibunya.
Tujuan Sari saat ini adalah bisa mencukupi kebutuhan adik adiknya, bisa membuat adiknya tidak kekurangan makanan, dan tersenyum bahagia bila melihat ada jajanan yang dibawa dari ketika pulang dari pekan, itu sudah cukup bagi Sari.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!