NovelToon NovelToon

Anak Rahasia Sang Ceo

Ep 1

“Bersihkan sepatuku, mengapa kau lemot sekali dalam bekerja” seorang pria melempar sepatu di hadapan seorang perempuan yang tengah mencicipi masakannya.

Naina, gadis dua puluh dua tahun terkejut karena sebuah lemparan sepatu yang jatuh tepat didepannya.

“MA..maaf pak,” Naina hanya bisa mengatakan permintaan maaf sambil menunduk takut. Dia tak berani melihat wajah tegas nan dingin serta tatapan menusuk dari seorang Gibran Montana Sinaga. Ceo di perusahaannya bekerja yang juga merupakan suaminya saat ini, benar suami. Dia sudah menikah dengan pria itu, tetapi semua ini tidak bisa disebut sebuah pernikahan karena dirinya di perlakukan bak seorang pelayan di rumah.

Pernikahannya dan Gibran bukan merupakan pernikahan karena perjodohan tetapi karena pria itu sendiri yang tiba-tiba saja mengajaknya ke rumah sakit sebelum ibu dari pria itu menghembuskan napas terkahirya. Disitulah dia mulai menjadi istri dari seorang Gibran.

Alasan Gibran menikahinya karena pacar pria itu belum siap untuk menikah sedangkan sang ibu ingin melihat anak laki-laki satu-satunya itu menikah dengan seseorang. Alhasil dirinyalah yang menjadi korban. Ia dinikahi tanpa landasan cinta diatara mereka.

“matamu di mana sampai ada kotoran di sepatuku tetapi kau tidak melihatnya” nada sarkas begitu menusuk di hati Naina.

“Ma..maaf pak”

“Jangan bisanya hanya minta maaf, cepat bersihkan dan siapkan sarapan untukku” tukas Gibran dan langsung pergi meninggalkan Naina.

Gibran anak tunggal dari seorang pengusaha besar di berbagai bidang mulai dari properti, hingga batu bara. Sehingga dialah yang mewarisi itu semua karena ia anak tunggal di keluarganya. Pria itu memang bersikap dingin dan tegas sedari dulu, apalagi sekarang setelah ibunya tiada ia semakin dingin tak tersentuh bahkan terlihat begitu kejam pada siapapun.

Naina buru-buru mengambil sepatu Gibran yang ada di lantai, ia membawanya ke dekat kulkas menaruhnya di tempat itu dulu. Dia harus menyiapkan sarapan untuk Gibran baru ia akan menyemirnya.

Ia melakukan semuanya sendiri tanpa bantuan asisten rumah tangga, entah pria itu sengaja membuatnya susah atau memang ingin menyiksanya. Rumah sebesar ini hanya dia sendiri yang membersihkannya tak ada yang membantu. Kalaupun ada yang membantu mereka tidak menetap hanya membersihkan rumah kalau ia tak sanggup untuk melakukannya.

Pernikahan yang sudah dua bulan ini tak ada kemajuannya sama sekali, ia tetaplah hanya seorang office girl dimata Gibran. Dan seorang pemuas ranjang bagi pria itu Yang juga butuh untuk di puaskan.

Benar meskipun mereka tak ada ikatan cinta, mereka melakukan hubungan suami istri selayaknya orang yang saling mencintai. Tapi saat melakukannya keduanya memakai pengaman untuk menghindari hal yang tak diinginkan. Gibran tak ingin memiliki anak dari wanita rendahan seperti Naina.

Gibran menganggap Naina hanya seorang pembokat dan pemuasnya saja saat dia tengah banyak pikiran dan masalah.

“Ini pak makanannya, silahkan.” Ucap naina yang telah menghidangkan beberapa makanan di meja makan.

“Ya, sana pergi” Gibran langsung mengusir Naina begitu saja, karena ia tak ingin makan satu meja dengan perempuan itu. ia tak ingin memberikan celah pada perempuan itu untuk masuk kedalam hatinya. Hatinya hanya milik Alisha kekasihnya,.

“Tunggu, kau sudah membersihkan sepatuku?” tanya Gibran.

“belum pak, sebentar lagi saya bersihkan” tukas Naina.

“Kau memang lemot ya, sedari tadi kau ngapain saja sampai belum membersihkan sepatuku” geram Gibran dan langsung berdiri mencengkram leher Naina.

“Ta..tadi saya kan masak pa, sa..saya belum sempat untuk..” Naina mulai ketakutan, ia terbata-bata untuk menjawabnya.

“Kau memang tidak ada gunanya, tidak di kantor tidak dirumah selalu saja lambat dalam melakukan apapun” marah Gibran menghempas Naina hingga perempuan itu tersungkur di lantai.

Gibran langsung pergi, ia tidak jadi menyelesaikan makannya, moodnya sudah hilang untuk sarapan.

Naina yang melihat itu hatinya sakit dengan sikap Gibran selama ini, apalagi sikap pria itu semakin menjadi di bulan kedua mereka menikah ini. entah mengapa sikap Gibran semakin kejam padanya.

“Sampai kapan kau akan memperlakukanku seperti ini pak Gibran,” lirih Naina tak terasa setets air mata jatuh. Sebenarnya ia tak tahan dengan semua ini tapi mau bagaimana lagi. Kalau dia kabur keluarganya bisa dalam bahaya, bukan itu saja adik dan orang tuanya akan makan apa. mereka bisa hidup karena di berikan uang oleh Gibran.

Itu jugalah yang menjadi salah satu pertimbangannya dulu saat Gibran tiba-tiba saja menikahi dirinya, pria itu akan membiayai semua pengeluaran keluarganya dan juga akan menyekolahkan adiknya hingga menjadikan adiknya sukses.

........................................

Naina buru-buru masuk kedalam lift untuk menuju ruang ganti para office girl, ia sudah kesiangan karena harus membersihkan rumah dan menyiapkan makanan untuk Gibran.

“Naina, kau juga terlambat” ucap seseorang yang satu lift dengan perempuan itu. seorang perempuan rambut pendek dan sedikit lebih tinggi dari Naina tampak terkejut melihat temannya yang juga baru berangkat bekerja.

“Iya tari, aku tadi bangun kesiangan. Kok kamu jam segini baru berangkat juga” heran Naina saat melihat temannya.

“Tadi aku nggak dapat angkot,” lesu perempuan itu karena harus menunggu lama untuk mendapatkan angkot.

“Terus yang bersihin ruangan pak Gibran siapa?” pungkas Naina matanya melebar saat menyadari hal itu.

Yang bertugas membersihkan ruangan Gibran hanya dirinya dan Tari, kalau Tari dan juga dirinya ada disini lalu siapa yang membersihkan ruangan pria itu. sedangkan Gibran sudah sedari tadi berangkat ke kantor.

“Astaga iya, siapa yang bersihin ruangan pak Gibran. Mampus kita Naina, mampus” Tari tampak cemas sambil memukul-mukul kepalanya pelan.

“Haduh Tar, mampus kita berdua” Naina mulai ketakutan dan dia menyembunyikan takutnya itu dengan meremas ujung bajunya sambil tangannya mengepal gemetar.

Bagaimana dia tidak takut, Gibran pasti akan marah-marah padanya,

Naina memang bekerja di perusahaan Gibran, para pegawai dan juga karyawan yang lain tidak ada yang tahu kalau Gibran menikah dengan tukang bersih-bersih di kantornya sendiri. pernikahan mereka hanya di ketahui oleh kedua orang tua Gibran saja bahkan saudara gibran yang lain tidak ada yang tahu.

Gibran mengancam Naina agar tidak memberitahukan soal pernikahan mereka pada siapapun termasuk kepada orang tua perempuan itu. benar orang tua Naina tidak tahu kalau putrinya sudah menikah. Sewaktu Naina menikah dengan Gibran pria itu meminta hakim yang menjadi wali dari Naina.

“naina, malah ngelamun. Mikirin cara gimana kita nggak dimarahin pak Gibran” Tari mengkagetkan Naina yang sedang cemas akan hukuman yang diberikan Gibran padanya nanti.

“I..iya Tar, ini aku lagi mikir” jawab Naina yang tersadar dari lamunannya. Lift langsung terbuka tepat didepan mereka seorang pria berdiri menatap tajam keduanya, dan disebelah pria itu berdiri seorang pria memakai seragam Ob yang menatap cemas dua perempuan yang baru saja sampai.

“Pak..pak Gibran” ucap keduanya bersamaan saat melihat Gibran ada di depan mereka.

°°°

T.B.C

Ep 2

“Pak..pak Gibran” ucap keduanya bersamaan

Keduanya benar-benar gugup menahan takut saat berhadapan dengan sorot mata tajam yang tertuju kepada mereka berdua.

“Tari kau ikut dengan Jaka dan lakukan yang ia perintahkan, dan kau Naina ikut denganku” tegas Gibran dan langsung melenggang pergi setelah melihat keduanya tak bersahabat.

“Tapi pak, kenapa saya harus ikut bapak dan kenapa Tari tidak ikut juga” naina berusaha berani untuk bertanya. jelas dia tak mau jika harus hanya berdua dengan Gibran, pria itu pasti akan memberikan hukuman kejam padanya.

Gibral berbalik melihat kearah Naina,

“Kau membatah ucapanku, ikut sekarang. Atau kau ku pecat,” tegas Gibran.

“Naina, Naina lebih baik kau ikut pak Gibran. Kau butuh uang kan, kalau kau dipecat bagaimana?” ucap Tari berbisik di telinga Naina.

‘bener Nai, kau ikut saja” lirih Jaka

Mau tak mau Naina ikut dengan Gibran, ia benar-benar takut pria itu akan menyiksa dirinya. Kedua tangannya ia genggam erat, melawan rasa takut yang membayangi dirinya sekarang.

Gibran mengajak Naina keruangannya, dia mengunci rapat pintu ruangannya dan menarik paksa Naina masuk kedalam ruangan lain di ruang kerjanya itu. ruangan yang cukup luas dan ada kasur di dalamnya. Ruangan tersebut memang sengaja ia buat untuk melakukan hal-hal panas di kantor.

“Pak..pak Gibran mau apa, pak saya mohon jangan disini. ini..ini masih pagi pak” naina memohon saat Gibran menghempas dirinya ke kasur.

Wajah Naina berubah pucat saat Gibran mulai mengendurkan ikatan dasinya sambil melepas jasnya .

Tubuh Naina bergetar seketika, ketika Gibran sudah melepas jas dan juga berjalan kearah laci mengambil alat pengaman. Fix pria itu akan menyiksanya dengan berhubungan intim di kantor. Naina benar-benar semakin takut dengan tatapan Gibran padanya, pria itu menyobek pembungkusnya dengan menggigit plastik alat pengaman itu.

“Pak saya mohon jangan sekarang, kita lakukan saja dirumah. sa..saya akan bekerja, sa..saya juga minta maaf karena datang terlambat” mohon Naina dengan bahu bergetar.

“Bisa diam tidak, kau cerewet sekali” Gibran langsung memakai alat pengaman itu setelah melepas celananya.

“Lepas bajumu” perintah Gibran.

“Pak,” Naina masih berusaha memohon.

“Kau lepas sendiri atau aku paksa,” geram Gibran,

Tubuh Naina serasa lemas karena paksaan itu, bahkan ia merasa tak bisa berpikir.

“Kau memang harus di paksa baru melakukannya” Gibran yang merasa tak sabar langsung naik keatas Naina dan membuka paksa baju perempuan itu. membuka satu persatu kancing bajunya.

Naina hanya bisa menangis dibawah Gibran yang selalu semaunya sendiri, dan kenapa juga Gibran melakukan hal ini di kantor. Biasanya pria itu meminta haknya saat dia sedang kesal dengan kekasihnya atau sedang banyak pikiran tapi kenapa pria itu saat ini meminta haknya. Padahal saat berangkat tadi ia tak sengaja mendengar Gibran yang terlihat senang karena menjemput kekasihnya.

Gibran langsung menciumi lengan polos Naina, dia mengusap dengan lidahnya seakan membersihkan kotoran di lengan itu. dan dia menatap Naina yang hanya diam saja sambil memalingkan wajah darinya.

Gibran sama sekali tak iba, malah dia semakin menjadi dengan mengambil apa yang menjadi haknya ia melakukan hubungan suami istri di kantor saat ini. Naina hanya bisa pasrah saja saat miliknya di bobol berkali-kali oleh Gibran sekarang. Bahkan pria itu melakukannya dengan cukup kasar.

“Kau perempuan pura-pura polos tapi pintar menggoda pria lain” geram Gibran menahan gejolaknya, dia berkali-kali memasukkan miliknya dengan kasar membuat Naina sesekali merintih menahan sakit. Tapi Gibran tak perduli sama sekali, dia sangat kesal pagi ini, entah mengapa ia bisa sekesal ini pada perempuan dibawahnya.

Apalagi saat ingatannya terputar tadi, dimana dia yang sedang berada di tepi kaca ruangannya tak sengaja melihat kebawah dimana Naina turun dari dalam mobil salah satu pegawainya yang juga merupakan sepupunya sendiri. rasanya saat melihat itu emosinya memuncak sampai ke ujung kepala, saat ingatan itu terputar Gibran langsung mencium kasar Naina yang hanya bisa pasrah.

Setelah melakukannya berjam-jam akhirnya Gibran terpuaskan juga, dia langsung turun dari tempat tidur membiarkan Naina yang langsung menutupi tubuhnya dengan selimut. Gibran memperlakukan Naina bak seorang pekerja komersil yang menjajakan dirinya.

“Pakai bajumu sebelum pegawaiku keruanganku, dan bereskan ini semua” tukas Gibran dengan tajam. Dia langsung memakai bajunya sambil menatap Naina yang hanya bisa menangis.

“Kau perempuan cengeng, harusnya kau bersyukur menjadi istriku dan melayaniku di kasur. Bukannya malah menangis seperti itu” sinis Gibran.

“kenapa pak Gibran melakukannya padaku, kenapa tidak dengan pacarmu saja. sampai kapan kau akan memperlakukanku seperti ini. apa salahku? Kenapa kau menikahiku kalau hanya kau perlakukan seperti ini” naina memberanikan dirinya mengutarakan isi hatinya selama dua bulan ini.

Gibran berjalan mendekat menatap tajam kearah Naina yang sedikit memundurkan dirinya sambil mendekap selimut untuk menutupi tubuh polos perempuan itu.

“Karena aku tidak ingin merusak pacarku, dan kau sudah menjual dirimu padaku kan? jadi terserah diriku mau melakukan apapun padamu” jawab Gibran tanpa rasa kasihan.

“Aku menikahimu karena mamaku yang ingin melihatku menikah, tapi dia sudah tiada sekarang dan papaku melarang menceraikanmu. Jadi kau yang sudah ku bayar untuk apa di anggurkan” jawab Gibran.

Setelah mengatakan itu Gibran langsung pergi sambil merapikan baju yang sudah rapi ia kenakan. Naina mengepalkan tangannya, ia begitu membenci orang tersebut. Dia dulu kenapa bodohnya mau ditarik paksa dan iming-imingi uang oleh pria itu sekarang malah hidupnya menderita karena ulah pria tersebut.

“Argggggghh, Nainaaa kenapa kau bodoh. Kau bodoh Naina..sekarang bagaimana caranya kau bebas dari pria itu” raung Naina merasa bodoh dengan dirinya sendiri.

Saat Naina menangis meraung pintu yang tadinya sudah tertutup tersebut kini terbuka kembali Gibran menatap naina yang tampak depresi di tempat tidur. Entah mengapa melihat perempuan cantik itu dirinya merasa iba, namun perasaan tersebut ia tepis jauh-jauh.

“Hei, ini bukan kebun binatang. Kau seperti singa yang sedang meraung saja. kau tuli atau apa, aku bilang cepat pakai bajumu dan kembali bekerja” ucap Gibran dengan tajam.

Gibran lalu menutup pintunya lagi dengan cukup keras, Naina menatap marah kearah pintu yang tertutup tersebut. Ia akui dirinya hanya wanita lemah yang tak berani untuk memberontak disaat orang itu ada di depannya.

Naina menguatkan dirinya, ia menghapus bekas air mata yang ada di wajahnya. Dia langsung melangkah turun dari tempat tidur mengambil baju-bajunya yang berserakan di lantai. Membawa baju-baju itu kedalam kamar mandi, ia akan mandi lebih dulu membersihkan tubuhnya yang kotor bekas sentuhan Gibran. Ia tak sudi mempertahankan bekas sentuhan pria itu di tubuhnya, selama ini ia memang selalu membersihkan dirinya terlebih dahulu sebelum keluar dari kamar.

°°°

Ep 3

“Naina, Naina..” panggil tari yang tiba-tiba saja muncul dari belakang Naina yang akan mengambil barang-barangnya di lemari tempat dimana para OB dan OG biasa ganti baju dan menaruh barang-barang mereka.

 

Naina langsung melihat kearah Tari,

“Iya ada apa Tar?” tanya Naina pada rekannya itu.

“Kamu darimana saja, sampai siang begini bahkan sudah mau pulang kantor kamu baru nongol. Kamu di hukum apaan sama pak Gibran?” tanya Tari merasa cemas dengan temannya itu. karena sedari tadi Naina tak terlihat batang hidungnya.

 

“Aku tadi istirahat sebentar, di kostan ibu kantin. Badanku nggak enak Tar, sekarang aku juga mau pulang.” Naina terpaksa berbohong tak mungkin dia bilang kalau disiksa dengan melayani Gibran di ranjang.

 

“Kamu mau pulang? Sudah ijin dengan pak Gibran Nai. Kalau belum nanti kamu kena hukuman loh” ucap Tari khawatir.

 

“Sudah kok” lagi Naina berbohong, padahal dia belum ijin dengan Gibran. Tapi mau bagaimana lagi badannya terasa remuk dan lelah. Dia ingin istirahat di rumah, dan tak ingin melihat wajah Gibran saat ini.

 

“Syukurlah kalau kamu sudah ijin Nai, oh iya tadi kamu belum jawab kamu dikasih hukuman apa sama pak Gibran?”

 

“Cuman suruh bersihin ruangannya aja kok” jawab Naina tak terus terang.

 

“Oh, ya sudah kalau kamu mau pulang hati-hati ya. Misalnya kalau badan kamu nggak enak cepat minum obat” pungkas Tari begitu perduli dengan Naina.

 

“Iya makasih ya Tar” naina memeluk temannya itu, ia tiba-tiba saja menangis dengan pelukan Tari yang hangat. Hal itu mengingatkannya pada sang ibu yang ada di kampung.

“Aku pulang dulu ya tar” ucap Naina langsung pamit pergi.

 

“Iya hati-hati ya,.” Ucap Tari sambil melambaikan tangannya pada Naina yang berjalan pergi sambil tersenyum tipis.

 

Naina berjalan keluar dari kantor sambil melihat isi tasnya memeriksa  barang-barangnya siapa tahu ada yang masih tertinggal.. setelah dirasa tak ada yang tertinggal Naina berjalan semakin mantap untuk pergi dari kantor, ia saat ini butuh waktu untuk menyendiri meratapi nasibnya.

 

Di tempat lain Gibran saat ini tengah menelpon kekasihnya, ia mengajak bertemu pacarnya itu yang sudah beberapa hari sibuk dengan pekerjaannya. Alisha kekasihnya seorang model dan juga balerina yang mengejar karir keluar negeri.

 

“Ya terus kapan sayang kita ketemunya, kau selalu saja bilang tidak bisa. Tapi saat aku tidak bisa kau marah” kesal Gibran sambil berjalan ke arah kursi kerjanya saat ini.

 

“Ya aku minta maaf sayang, aku masih ada janji dengan manajerku. Terus bagaimana dong, masa kamu beneran nggak ada kerjaan?” jawab Alisha di seberang sana, suara lembut perempuan itu terdengar merasa bersalah.

 

“Kerjaanku sudah selesai, dan kau yang menyuruhku untuk menyelesaikannya. Tapi apa, kau memang perempuan pendusta.” Gibran mulai emosi dan langsung mematikan panggilannya serta tak tanggung ia langsung melempar ponsel miliknya ke sembarang arah tak perduli ponsel itu akan rusak atau tidak nantinya.

 

“Seharusnya aku tetap menghangatkan diriku dengan Naina, kalau tahu kau akan mengikari janji kita Alisha. Kemana Naina sekarang,” tukas Gibran dan berjalan kearah kamar yang ada di ruangan kerjanya tersebut. Ia akan mencari Naina dan menghabiskan waktu siang dan sorenya di atas ranjang bersama perempuan itu.

 

Gibran langsung membuka kamar dimana tadi dia meninggalkan Naina, dan saat pintu terbuka ia tak mendapati siapun disana. Kmar itu sudah kosong dan sudah tertata rapi seperti semula.

“Perempuan itu sudah pergi,” gumam Gibran sambil berjalan masuk. “Bodoh, bukannya tadi aku sendiri yang menyuruhnya untuk pergi” lanjut Gibran merutuki dirinya sendiri.

 

Gibran langsung berjalan keluar dari kamar itu, sebelum itu ia melihat jam tangannya lebih dulu. sudah jam lima sore waktunya dia pulang. Kemungkinan juga Naina sudah menyiapkan perlengkapan mandinya dirumah.

 

.......................................

 

Naina duduk diam di halte seorang diri, ia menunggu angkot yang biasa membawanya pulang kerumah. Ia melihat kanan kiri masih sepi tak ada angkot atau kendaraan umum yang lewat didepannya. Hal itu membuatnya gelisah, ia takut kalau sampai rumah tidak tepat waktu maka Gibran akan marah-marah padanya karena belum membuatkan makanan untuk pria itu.

“apa aku telpon bi Uma untuk membuat makan malam?” pikir Naina. “benar aku telpon Bi Uma saja agar dia membuatkan makan malam untuk Gibran” putus Naina. Dia akhinya memutuskan untuk menghubungi asisten rumah tangga yang hanya bekerja sementara dirumahnya. Bi uma tidak menetap dirumah nya dan Gibran perempuan itu hanya bekerja siang hari saja dan itupun hanya mencuci baju Gibran dan menyetrikanya.

 

“Halo Bi Uma,” ucap Naina saat panggilan di seberang sana sudah diangkat.

 

“Iya non, ada apa?”

 

“begini bi, aku minta tolong buatin makan malam untuk pak Gibran ya. Soalnya aku belum dapat angkot takutnya nanti kalau pak Gibran pulang belum ada makanan. Bibi masih ada dirumah kan?”

 

“Baik non, nanti bibi masakkan buat pak Gibran. Ada lagi non..”

 

“Nggak bi, cuman itu saja. Terimakasih ya bi sudah mau aku mintain tolong”

 

“Iya non sama-sama, kayak apa aja” pungkas Bi Uma.

 

“Ya sudah kalau begitu bi” Naina langsung mematikan panggilannya setelah mengatakan apa yang ingin dia katakan. Saat ini ia hanya perlu menunggu kendaraan umum yang lewat.

 

Tak lama kemudian sebuah angkot berhenti didepan Naina, membuat perempuan itu langsung berdiri dan berjalan masuk kedalam angkot tersebut.

“Apa pak Gibran sudah dirumah ya, dia marah nggak ya kalau bukan aku yang masak” pungkas Naina terlihat cemas memikirkan reaksi Gibran nanti kalau bukan dirinya lah yang memasak.

 

Naina duduk melamun sampai tak sadar kalau ada orang yang membuka tasnya saat ini, di angkot hanya ada empat orran saja dan mereka sibuk dengan ponselnya sehingga tak melihat apa yang terjadi pada Naina.

Orang yang mengambil dompet Naina langsung turun setelah mendapat apa yang ia inginkan. Naina masih belum sadar, dia terus melamunkan akan nasib rumah tangganya kedepan. Jujur dia sudah tak tahan hidup dengan Gibran yang terus menyiksanya..tapi ia kalau menyerah bagaimana nasib keluarganya di kampung dan nasib sekolah adiknya.

 

“Mbaknya tadi turun di jalan F kan?” tanya sang supir angkot pada Naina yang duduk tepat dibelakangnya.

 

“Iya bagaimana pak?” Naina baru tersadar dari lamunanya saat sang supir menoleh pada dirinya saat ini.

 

“Mbak Turun di Jalan F kan?” ulang sang supir angkot.

 

“Oh iya pak,” Naina langsung turun dari dalam angkot sambil membuka tasnya untuk mencari dompet miliknya. Tapi ia marasa aneh karena tak mendapati dompetnya di dalam tas. Perempuan itu langsung kebingungan...

 

“Mbak buruan, saya mau jalan lagi” seru sang supir angkot dari dalam kendaraanya.

 

“Iya sebentar pak, saya cari dompet saya dulu” jawab Naina.

 

“Maaf mas, mas disitu ada dompet saya nggak ya” ucap Naina bertanya pada pria yang sedikit muda yang berada di dalam angkot.

 

Pria itu mencari dompet Naina, bahkan ia menunduk ke bawah tempat yang ia duduki siapa tahu dompet tersebut ada disitu.

“nggak ada mbak” ucap pria tersebut.

“Aduh..” Naina langsung kebingungan.

“Mbak buruan, mau bayar apa nggak sih”

“Pak, maaf dompet saya hilang gimana kalau saya bayar besok”

“Nggak bisa mbak, saya ini cari rezeki dan harus setoran masa mau diutang”

“Ya sudah pak biar saya saja nanti yang bayar ongkos mbak itu” ucap pria yang mencari dompet Naina tadi.

“Aduh mas nggak usah” Naina merasa tak enak.

“Nggak pa-pa mbak, udah pak sopir ayo buruan jalan” ucap pria muda tersebut pada supir angkot.

“makasih banyak mas, makasih” ucap naina.

“Iya sama-sama mbak” angkot itu langsung berjalan pergi meninggalkan Naina di tepi jalan. sedangkan pria yang ada di dalam angkot itu terus melihat pada perempuan polos itu.

°°°

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!