***
Saat Zilya terbangun dari tidur panjangnya, Zilya langsung membuka mata dan melihat sekeliling ruangan yang sedang ditempati olehnya pada saat itu. Ruangan ini sangat asing, Zilya sama sekali tidak mengenalinya!
Zilya menduga apabila dirinya bertransmigrasi ke dunia lain. Tapi ... Bagaimana bisa dirinya terjebak di dunia lain? Bukankah sebelum tidur, ia sedang berada di dunia nyata?
Dinding ruangan tidur yang saat ini ditempati Zilya berwarna cat hitam. Zilya kembali menelusuri ruangan tidur ini untuk memastikan apabila dirinya benar-benar berada di dunia lain.
Semua benda yang ada di ruangan tidur ini, bisa dikatakan semua berwarna hitam.
Di dunia sebelumnya, ruangan Zilya berwarna cerah, tidak seperti ini, berwarna gelap. Zilya tidak menyukai warna gelap sama sekali!
Lalu, terbesit ide cemerlang di otaknya, Zilya pun pergi menuju tempat rias. Menatap dirinya sendiri di kaca cermin tersebut.
Wajah berbeda, postur tubuh yang berbeda, semua berbeda! Bahkan piyama tidur yang digunakan juga berwarna hitam, sangat berbeda jauh di dunia sebelumnya.
Jangan katakan, jika Zilya berada di tubuh orang lain!? Tapi ... Tubuh siapa? Zilya menatap wajahnya dengan teliti di depan cermin. Mengapa sepertinya wajah ini tidak asing di matanya.
“Ini bukankah tubuh Zilya yang memiliki nasib malang yang merupakan tokoh utama!?“ Zilya menatap dirinya di depan cermin dengan tatapan tidak percaya.
“Novel yang aku baca sebelum tidur!?“ Sekali lagi, Zilya benar-benar tidak percaya, apabila dirinya bertransmigrasi ke tubuh tokoh utama yang memiliki nasib malang.
“Ah ... Sungguh tidak bisa dipercaya, bagaimana bisa diriku bertransmigrasi ke tubuh Zilya yang kebetulan namanya adalah nama depanku?“ ucap Zilya lagi.
“Aku tidak sedang bermimpi, bukan? Mana tahu kebetulan aku membaca novel tersebut sehingga terbawa ke dalam dunia mimpi?“ Zilya masih tidak percaya. Mencoba menyadarkan diri dari dunia yang dianggapnya adalah dunia mimpi.
Zilya mencoba cara pertama yaitu memukul tangannya sendiri.
“Plak!“
“Auchh ... Sakit sekali ternyata! Dengan rasa sakit ini, membuat aku dapat mempercayai, jika aku tidak sedang berada di dunia mimpi melainkan dunia novel! Hah! Meskipun aku heran, bagaimana bisa diriku masuk ke dalam dunia ini!“
“Bagaimana caranya agar kembali ke dunia sebelumnya?“ Zilya sangatlah bingung.
“Apa dengan tidur lagi, aku bisa kembali? Eh, tapi bagaimana, jika diriku justru malah ke dunia lain? Ahh ... Sebaiknya kamu coba dulu, Zil!“ Zilya mencoba menyakinkan dirinya untuk mencoba hal tersebut.
Zilya kembali ke ranjang tidurnya dan mulai memejamkan matanya. Namun, saat ini, hari sudah pagi hari, Zilya tidak akan bisa memejamkan mata saat hari sudah pagi.
“Ahh! Diriku benar-benar terjebak di dunia ini!“
Zilya menjambak rambutnya karena frustasi memikirkan bagaimana cara dirinya kembali ke dunia sebelumnya alias dunia asli. Dirinya tidak nyaman akan dunia yang belum sama sekali dirinya kenali.
“Sebentar, sebentar! Bukankah Zilya akan mendapatkan terus-menerus cemoohan dari keluarganya jika bangun terlambat!?“
“Ahh! Hampir saja aku melupakan hal sepenting itu! Dan apa lagi yang biasanya harus dilakukan seorang Zilya sang tokoh utama yang memiliki nasib malang ini?“ Zilya sedikit kebingungan. Mulai mengingat kembali jalan cerita Zilya yang dibacanya sebelum tidur hingga selesai.
“Akhirnya aku mengingat lagi! Zilya harus memasak di pagi hari sebelum pukul enam pagi! Zilya libur kuliah pada hari sabtu dan minggu! Namun, hari ini hari apa? Aku sungguh tidak mengingatnya!“ Zilya mengingat-ingat, hari apakah hari ini.
“Ya! Hari ini adalah hari Sabtu! Beruntung aku bertransmigrasi pada hari Sabtu, tidak hari Senin!“ Zilya bersyukur akan hal tersebut.
“Namun, sudah pukul berapa sekarang? Aku harus mencari jam untuk mengetahui hal tersebut!“ Zilya seperti memiliki tekad untuk meneruskan perjuangannya di dalam dunia lain.
Zilya pun mencari jam yang ada di ruangan tidur tersebut. Dan akhirnya setelah menemukannya, Zilya langsung melihat arah jarum pendek dan jarum panjang itu.
“Ahh, syukurlah! Masih pukul empat pagi!“ Zilya kali ini sangat bersyukur.
“Sebenarnya, aku tidak tahu mengapa Zilya sang tokoh utama yang selalu mendapatkan nasib malang di dunia novel ini memilih membiarkan semua orang mengucilkannya terus-menerus! Sejak membacanya semalam, aku sungguh ingin mengubah karakter Zilya!“ Zilya bertindak seolah sedang bercurhat.
“Jika aku berada di posisi Zilya, aku akan mengubah karakter Zilya menjadi wanita hebat! Aku tidak suka wanita ditindas terus-menerus, baik si penindas ni wanita maupun pria, aku benar-benar tidak menyukai yang namanya penindasan! Itu akan membuat mental menjadi terganggu!”
“Tapi kali ini, aku sudah di dalam tubuh Zilya.“ Zilya menjadi terdiam. Berpikir keras mengenai langkah selanjutnya yang harus Zilya ambil. Zilya tidak ingin mengambil salah langkah yang berawal kesalahan kecil. Kecil kesalahanya, akibatnya sangatlah fatal.
Namun, Zilya malah ketiduran karena berpikir terlalu keras. Ditambah dengan Zilya yang sebelumnya di dunia lain begadang di malah hari membaca novel.
Setelah Zilya tidur selama kurang lebih dua jam, terdengar suara ketukan pintu yang keras, seolah disengajai membuat tidur Zilya terusik.
Namun, Zilya malah ketiduran karena berpikir terlalu keras. Ditambah dengan Zilya yang sebelumnya di dunia lain begadang di malam hari karena membaca novel hingga selesai.
Setelah Zilya tidur selama kurang lebih dua jam, terdengar suara ketukan pintu yang keras, seolah disengajai membuat tidur Zilya terusik.
“TOK! TOK! TOK!“
Semakin lama, suara ketukan pintu itu semakin membesar membuat Zilya terpaksa membuka matanya.
“Haduh! Siapa yang mengetuk pintu pagi-pagi buta seperti ini? Menganggu tidur orang saja!“ Zilya terlihat begitu kesal. Pasalnya, Zilya baru tidur beberapa jam saja, membuat Zilya masih saja mengantuk dan ingin tidur kembali.
Zilya lalu beranjak dari ranjang tidurnya dan membukakan pintu dengan perasaan kesal.
“CEKLEK!“ Zilya membuka pintu dengan kasar.
“Siapa!?“ Zilya seolah lupa apabila dirinya saat ini sudah berada di dunia lain.
“Zilya! Apa sepertinya kau sudah melupakan tugasmu di pagi hari yang cerah ini?“ Ternyata yang mengetuk pintu dengan suara keras ialah sang ibu, Veni.
“Hah!?“ Zilya tiba-tiba teringat jika dirinya memikirkan sesuatu hingga tertidur pulas.
“Sepertinya kau sudah ingin mendapatkan hukuman-mu, hem?“ Veni melemparkan senyum mengejek kepada Zilya.
Naomi, sang adik yang tidak ingin ketinggalan pun langsung menghampiri sang ibu dan mulai memanaskan suasana.
“Bu! Sepertinya Zilya sengaja! Bukankah biasanya Zilya memasang alarm setiap hari?“ Naomi melemparkan senyuman sinis kepada Zilya. Hilang sudah rasa hormat kepada sang kakak.
“Panggil aku ‘Kakak’, Naomi!“ tegas Zilya. Zilya akhirnya baru mengingat apabila dirinya sudah berada di dunia lain, bukan di dunia sebelumnya.
“Untuk apa!? Tiada gunanya juga, bukan? Lagipula, usia kita hanya berbeda beberapa bulan saja! Tidak usah kamu pura-pura menjadi seorang kakak yang baik!“ Naomi seolah menasehati kakaknya.
Zilya hanya diam sembari mengepalkan tangannya.
“Bu! Sebaiknya, kita periksa ruangan Zilya!“ ucap Naomi.
“Ya, kau benar!“ jawab sang ibu lalu langsung menerobos ruangan tidur Zilya begitu saja. Membuat Zilya murka, bagaimana bisa dirinya seolah tidak dihargai oleh keluarganya sendiri?
Zilya menghentikan sang ibu dan sang adik yang berniat menerobos ruangan tidurnya.
“Hei! Mengapa kau menghentikan kami? Tidak usah berpura-pura lagi! Apa jangan-jangan, kau yang mencuri uang milik Ibu!“ tuduh Naomi sembari tersenyum mengejek. Sepertinya Naomi sudah membuat sebuah rencana sebelumnya.
Zilya lalu tiba-tiba teringat dengan jalan cerita novel ini. Naomi dan Veni sudah merencanakan sebuah rencana sebelumnya. Sebenarnya, tidak ada yang mencuri uang milik Veni, hanya saja Veni dan Naomi yang membuat suasana seperti demikian.
“Oh ya?“ Zilya memasang wajah datar, seolah tidak terpengaruh dengan ucapan Naomi barusan.
“Ya, Naomi, sepertinya yang tadi kau katakan adalah benar! Lihat, Zilya saja tidak mengizinkan kita untuk masuk ke dalam ruangan tidurnya!“ Veni membuat seolah dirinya murka dengan Zilya.
“Apa menuduh seseorang tanpa bukti sama sekali sudah menjadi kebiasaan kalian?“ Zilya tetap memasang wajah datarnya.
Veni, sang ibu, merasa dirinya ditantang pun tanpa aba-aba berniat mencekik leher sang putri. Naomi yang melihat aksi sang ibu yang berniat mencekik leher Zilya hanya tersenyum sinis.
Zilya yang sudah hafal dengan strategi sang ibu langsung menepis tangan Veni dengan lembut.
Tiba-tiba saja di saat kejadian Zilya menepis tangan Veni dengan lembut, sang ayah, Gavin dari kejauhan langsung menghampiri mereka.
“Apa yang kau lakukan, Zilya!?“ Gavin murka, terlebih lagi melihat dari kejauhan apabila Zilya putrinya memukul tangan sang ibu, padahal jika Zilya tidak menepisnya, maka nyawa Zilya bisa saja terancam saat itu juga.
Zilya hanya tetap memasang wajah datarnya. Dirinya sudah memperkirakan bahwa dengan membela jika dirinya sama sekali tidak bersalah akan sangat percuma.
“Oh ya?“ Zilya tetap dengan wajah datarnya.
Tiba-tiba saja, Veni terisak.
“Suamiku, apa kau tahu? Aku hanya ingin memeluk Zilya, namun Zilya malah menepis tangan ku! Aku sedih sekali!“ Veni begitu lihai dalam mempermainkan drama.
Gavin yang melihat sang istri menangis menjadi iba, lalu memeluk istrinya dengan penuh kasih sayang, sepertinya Gavin tidak tahu rencana sebenarnya yang dibuat sang istri.
“Baiklah, karena Zilya membuatmu menangis, maka kamu boleh menghukum Zilya sepuasmu!“ Gavin melerai pelukannya lalu berniat menampar Zilya karena sudah berani membuat istrinya menangis.
“Zilya! Karena kau sudah berani membuat Ibu kamu sendiri menangis, maka aku akan menghukum mu terlebih dahulu!“ Gavin langsung mengangkat tangannya.
“PLAK!“
Zilya sudah lebih dulu menepis tangan sang ayah ketika tangan Gavin sudah berjarak dengan pipinya sekitar 5 centimeter. Sehingga tamparan yang ingin diberikan Gavin kepada Zilya justru terkena kepada Veni yang kebetulan saat itu berada di sebelah Gavin.
Gavin tercengang. Tidak menyangka aksi putrinya yang satu ini tiba-tiba menjadi begitu hebat. Bahkan dirinya yang biasanya leluasa menampar Zilya berulang kali, kini Zilya sudah lihai menepis tangannya.
Gavin langsung menoleh ke arah sang istri. Tangannya yang menampar sang istri tadi, sekarang mengelus pipi sang istri yang tertampar karena dirinya.
“Maafkan aku, Sayang.“ Gavin mengelus pipi istrinya dengan lembut.
“Zilya! Aku awalnya tidak percaya, kamu yang seorang wanita tega membuatku terluka, aku ini Ibumu, Zil!“ Veni membuat seolah dirinya adalah ibu yang tersakiti. Benar-benar seorang ratu drama.
“Tapi karena tindakan kamu hingga saat ini sangatlah keterlaluan, maka aku akan mengusirmu dari sini tanpa membawa barang apapun kecuali pakaian yang kau kenakan saat ini!“ Veni langsung mengusir Zilya dari rumah. Berharap Zilya akan bersujud di kakinya sembari memohon ampun dengannya.
“Aku diusir? Baiklah! Karena aku juga tidak nyaman dengan kalian!“ ucap Zilya lalu pergi dari rumah itu tanpa membawa barang satupun termasuk uang yang membuat keluarganya langsung tercengang dengan aksi Zilya.
“Hah! Kita lihat saja, bagaimana caramu bertahan di luar sana!“ batin Veni tertawa.
“Haha! Aku tidak menyangka, apabila dia akan memilih keluar tanpa memohon kepada Ibu dan Ayah!“ batin Naomi juga ikut turut tertawa.
“Semoga kehidupanmu di sana bahagia, Zil! Haha! Walaupun aku tidak tahu apakah dirimu bisa bertahan!“ Naomi lagi-lagi menertawakan penderitaan Zilya dalam hati.
“Zilya! Aku harap, keputusanmu kali ini adalah tepat! Pergi dari rumah dan jangan pernah menginjakkan kakimu lagi di rumah ini!“ teriak Gavin hingga terdengar luar rumah, bahkan hingga terdengar tetangga yang tinggal disebelah.
“Sayang! Ayo masuk! Biarkan saja dia pergi!“ ajak Gavin.
“Tapi ...?“ Veni berusaha membuat dirinya seolah sudah menjadi seorang ibu yang baik.
“Sayang! Ayo! Naomi, ayo masuk!“ ucap Gavin yang tak terbantahkan.
“Baik, Ayah.“ jawab Naomi. “Baik, Sayang.“ jawab Veni.
Mereka bertiga akhirnya masuk kembali ke dalam rumah.
***
***
Setelah keluar dari rumah, Zilya berusaha berpikir keras untuk mengubah takdir tubuh tokoh utama ini.
Zilya saat ini berada di tengah jalan. Orang-orang yang melihat Zilya pergi tanpa membawa apapun, ada yang merasa iba, ada yang merasa bahagia karena membenci Zilya.
Hingga salah satu orang menghampiri Zilya sembari melemparkan tatapan sinis.
“Hei, gendut! Tubuhmu itu sudah gendut! Wajahmu penuh dengan jerawat! Benar-benar julukan gendut pas denganmu!“ ejek orang tersebut sembari menatap Zilya dari atas hingga bawah.
Zilya yang diejek tentu merasa harga dirinya diinjak-injak. Siapa yang tidak akan marah jika harga dirinya merasa diinjak-injak?
Namun, Zilya berusaha menatap dirinya sendiri. Ucapan orang tersebut memang benar apa adanya, namun seharusnya orang tersebut tidak perlu mengejek fisik dirinya.
“Sebentar! Dirimu itu Zilya? Haha! Sungguh malang nasibmu, gendut!“ ejek orang tersebut lagi setelah menyadari apabila orang yang diejek nya tadi adalah Zilya. Ternyata orang tersebut ialah Nancy, sahabat Naomi.
Zilya pun langsung pergi meninggalkan Nancy tanpa mengucapkan sepatah katapun, yang membuat Nancy kesal.
“Gila si gendut sekarang!“ Nancy benar-benar kesal.
“Ehh ... Tumben tidak seperti biasanya. Biasanya jika diejek, si gendut itu akan menangis! Tapi aneh sekali, kok hari ini dia tidak menangis setelah aku ejek? Apa dia sengaja langsung pergi karena menangis? Haha, cengeng banget sih!“ gerutu Nancy lalu segera menyusul Zilya. Ingin melihat seperti apa reaksi Zilya.
Namun, langkah Zilya semakin lama semakin cepat, Nancy yang biasanya menaiki mobil untuk perjalanan dekat maupun jauh, tentu merasa lelah dan memilih berhenti mengejar Zilya.
“Lelah! Tidak disangka, di gendut jalannya cepat banget! Padahal dia gendut banget dibandingkan aku!“ kesal Nancy lalu menelepon sopirnya untuk menjemput dirinya.
***
Di perjalanan menuju Zilya, tiba-tiba saja, Zilya baru teringat apabila dirinya sama sekali tidak membawa uang.
“Ahh! Bagaimana caraku untuk pergi ke salon untuk perawatan sedangkan aku sendiri tidak membawa uang, bahkan satu rupiah pun aku tidak memilikinya!“
Zilya pun mengurungkan niatnya untuk pergi Salon. Dan memilih duduk di dekat halte sembari berpikir.
Namun, saat dirinya ingin duduk sebentar, angin mulai bersepoi mengenai Zilya sehingga Zilya ingin menikmati sepoian angin saat itu.
Lalu, tiba-tiba saja ada selembar kertas yang terbang kearah Zilya dan mendarat di kaki Zilya. Zilya yang begitu penasaran dengan isi kertas tersebut pun memilih mengambil dan mulai membacanya.
Kertas tersebut berisi lowongan kerja untuk menjadi seorang penulis dengan imbalan besar apabila buku novel yang dibuat sangatlah bagus dan memiliki banyak peminat!
“Menarik sekali!“ ucap Zilya.
Di dunia sebelumnya, Zilya adalah seorang dosen Bahasa Indonesia.
“Akan sangat mudah untuk membuatnya! Aku harus segera mendaftarkan diri! Semoga saja, aku tidak terlambat!“ Zilya menyemangati dirinya dan mulai mencari tempat tersebut berdasarkan alamat yang tertulis.
Setelah menemukan tempat berdasarkan alamat yang tertulis, akhirnya Zilya sampai.
Zilya langsung disambut dengan orang tersebut.
“Halo, selamat datang! Apa ada yang bisa saya bantu?“ tanya orang tersebut dengan sopan.
“Saya ingin mendaftarkan diri untuk menjadi seorang penulis!“ jawab Zilya tanpa basa-basi.
“Apa!? Penulis?“ ucap orang tersebut sembari menatap Zilya dari atas hingga bawah dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana bisa wanita jelek ini mendaftarkan diri untuk menjadi seorang penulis di tempat ini? Benar-benar mengejutkan!
“Iya. Berdasarkan alamat yang tertulis di kertas ini, apa alamatnya benar?“ tanya Zilya sembari memberikan kertas yang didapatkannya tadi.
Orang tersebut hanya melihat sekilas kertas tersebut tanpa mengambilnya.
“Ya, benar. Apa benar, Nona ingin mendaftarkan diri untuk menjadi seorang penulis di sini? Apalagi sepertinya jika dilihat-lihat, Nona masih sangatlah muda!“ jawab orang tersebut.
“Ya. Saya memang ingin mendaftarkan diri untuk memenuhi kebutuhan hidup saya untuk kedepannya. Apa ada syarat ketentuan bahwa orang yang berusia muda tidak boleh mendaftar di sini?“
“Tentu saja ada syarat ketentuan mengenai usia, Nona. Syaratnya adalah sudah memiliki Kartu Tanda Pengenal, Nona sudah bisa mendaftarkan diri untuk menjadi seorang penulis di sini.“ jelas orang tersebut.
“Saya sebenarnya sudah memiliki Kartu Tanda Pengenal, hanya saja saya tidak membawanya.“ sahut Zilya.
“Kalau tidak ada, maka Nona tidak bisa mendaftarkan diri di sini.“ jawab orang tersebut sembari melemparkan tatapan remeh kepada Zilya.
“Udah jelek, gendut lagi! Kalau bukan karena pekerjaan, aku pun tidak mau menghargainya dengan seperti ini!“ gerutu orang tersebut dalam hati.
“Apa tidak bisa dengan menggunakan kartu pelajar?“ Tiba-tiba saja, saat Zilya sedang memasukkan tangannya ke dalam saku, ia menemukan sebuah kartu! Dan kartu tersebut ialah kartu pelajar! Entah bagaimana bisa kartu pelajar itu bisa di dalam sakunya, Zilya tidak peduli soal itu, yang terpenting saat ini ialah mendapatkan pekerjaan mudah ini.
“Kartu pelajar? Apa bisa tolong tunjukkan?“ ucap orang tersebut.
“Ini.“ Zilya pun menunjukkan kartu pelajar miliknya.
“Zilya Daisha. Nama yang cantik, tapi sayangnya, fisiknya tidak secantik namanya.“ batin orang tersebut yang tiba-tiba merasa iba dengan gadis di hadapannya saat ini.
“Mohon maaf. Kami tidak menerima kartu pelajar.“ ucap orang tersebut.
“Apa? Apa tidak bisa seorang mahasiswa bekerja di sini?“
“Jika ingin, maka Nona harus membawa terlebih dahulu Kartu Tanda Pengenal Nona kemari sebagai bukti bahwa Nona adalah seorang mahasiswa.“ ucap orang tersebut lagi.
“Yah ... Sayang sekali. Tapi bukankah dengan kartu ini, saya bisa membuktikan bahwa saya adalah seorang mahasiswa?“
“Meskipun sudah ada bukti dengan kartu pelajar yang dimiliki Nona, tetap saja harus membutuhkan yang namanya Kartu Tanda Pengenal.“ jawab orang tersebut.
Zilya pun terus mencoba membujuk agar dirinya diterima. Hingga pada akhirnya, orang tersebut menerima Zilya untuk bekerja di tempat tersebut dengan syarat.
“Baiklah, karena saya merasa kasihan denganmu, maka saya akan menerima Nona untuk bekerja di sini. Namun, dengan satu syarat. Apa Nona bersedia memenuhi syarat ini?“ tanya orang tersebut.
“Saya bersedia.“ jawab Zilya dengan penuh yakin.
“Baiklah, akan saya katakan apa syarat tersebut. Syaratnya adalah, Nona harus menyelesaikan satu buku novel. Novelnya ini harus bagus dan memiliki banyak peminat. Dan waktunya sekitar sebulan. Apa Nona masih bersedia dengan syarat ini?“
“Saya tetap bersedia.“ jawab Zilya tanpa ragu.
“Baiklah. Tolong isi data Nona sendiri di kertas ini dengan lengkap. Saya minta tolong, isi dengan jujur.“ perintah orang tersebut.
“Baik.“ jawab Zilya.
“Karena kamu sudah bekerja dengan saya, maka panggil saya dengan sebutan ‘Bu’ atau ’Nyonya’.“
“Baik, Nyonya.“ jawab Zilya.
“Itu sudah lumayan. Silakan di isi secepatnya ya, saya tunggu sembari menerima peserta lainnya.“ sahut orang tersebut.
“Siap, Nyonya.“ jawab Zilya dengan begitu semangat.
Zilya pun segera mengisi datanya sendiri dengan lengkap.
Pada hari itulah, Zilya mulai bekerja di tempat tersebut sebagai seorang penulis. Zilya memiliki tugas untuk menyelesaikan satu buku novel.
***
Satu minggu berlalu.
Untuk kebutuhan Zilya sendiri, Zilya meminjam uang dengan atasannya.
Dan tempat tinggal yang seminggu ini Zilya tempati adalah kontrakan.
Zilya sudah menerbitkan buku novel buatannya sendiri dan mulai menjualnya di toko-toko buku.
Namun, tidak disangka, belum sehari buku novel buatan Zilya dijual, stok bukunya yang dijual habis tak tersisa!
Zilya yang baru habis pulang setelah mengantarkan buku ke toko-toko, dan beristirahat sebentar, tentu merasa terkejut dengan kabar yang didapatkannya oleh sang atasan.
“Apa benar, Nyonya? Nyonya sedang tidak bercanda ataupun bermain-main, bukan?“ Zilya masih saja tidak percaya.
“Saya tidak berbohong, Nona Zilya. Nona Zilya bisa melihat kiriman pesan yang dikirimkan oleh pemilik tokoh buku itu. Kemampuan menulis Nona Zilya sangatlah hebat! Saya kagum dengan kemampuan yang dimiliki oleh Nona Zilya!“ Atasan Zilya benar-benar kagum dengan kemampuan yang dimiliki oleh Zilya.
Inilah yang dinamakan, janganlah menilai seseorang dari sampulnya.
“Terimakasih banyak atas pujiannya, Nyonya. Saya sangat bersyukur karena usaha saya membuahkan hasil.“ jawab Zilya.
“Saya akan memberikan imbalan yang besar sesuai yang dijanjikan dengan kertas yang minggu lalu kamu dapatkan.“ ucap Atasan Zilya sembari memberikan amplop yang tebal.
“Lalu, saya menambahkan dua puluh persen dari sesuai yang saya janjikan di kertas. Saya berharap, Nona Zilya tetap mau bekerja dengan saya.“ tambah Atasan Zilya sembari tersenyum penuh harap.
“Baiklah, Nyonya. Saya akan tetap bekerja dengan Nyonya. Terimakasih banyak, Nyonya.“ jawab Zilya sembari tersenyum.
***
Setelah selesai, Zilya pun segera pergi menuju Salon. Tujuan Zilya pergi ke Salon ialah mengubah dirinya hingga menjadi cantik.
Dengan berbekal uang, Zilya pun berhasil merubah dirinya hingga cantik.
Zilya berhasil mengubah takdirnya. Tubuhnya yang awalnya gendut, wajah yang kusam ditambah dengan jerawatan, kini menjadi sempurna. Zilya seperti seorang bidadari.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!