Brakkk!!!!
Sebuah kepalan tangan mendarat sempurna pada sebuah lemari, tepat disamping wajah sang gadis yang kini memejamkan mata dengan ketakutan luar biasa. Tubuhnya bergetar dengan lelehan air mata yang membasahi pipi cantiknya.
"Apa harus seperti ini, hah?" tanya seorang lelaki dengan suara pelan namun penuh penekanan, yang kini tengah mengukung dirinya diantara lemari itu.
"Kau akan menyerah begitu saja?" tanyanya lagi dengan tatapan tajam mengarah pada gadis itu.
Lelaki itu mengangkat dagu sang gadis, "Buka matamu, tataplah aku!" titahnya.
Sang gadis membuka matanya perlahan, hingga mata keduanya bertemu. Manik berkabut amarah itu perlahan berganti dengan tatapan cinta setelah bertemu dengan manik berkaca milik sang gadis.
"Aku mencintaimu, Sena." ungkapnya.
Keduanya terdiam saling menyelami perasaannya masing-masing dengan tatapan saling mengunci. Kemudian lelaki itu memiringkan wajahnya dan menyambar bibir ranum sang gadis. Menyesap lembut bibir yang tak mampu Ia lupakan. Bibir yang beberapa bulan ini sama sekali tak dapat Ia jamah.
Keduanya hanyut dalam ciuman itu, menyalurkan rasa yang sama yang tak dapat mereka ubah. Sekeras apapun melupakan, namun rasa rindu semakin menumbuhkan rasa cinta itu.
Dengan napas tersenggal keduaya saling melepas pagutan itu. Sena menunduk dengan air mata yang tak dapat Ia tahan.
"Maafin aku, Bi. Kita harus melupakan ini." ucapnya diiringi isak yang menyesakan dadanya.
"Kenapa? Apa kau sudah melupakanku? Apa rasa cintamu untukku sudah tak ada lagi?" cecar Abi. Lelaki itu tertawa sumbang, menertawakan takdir yang seolah membencinya.
"Iya. Perasaanku sudah hilang, sejak kita disadarkan kalau kita tidak bisa memiliki perasaan ini," balas Sena dengan tegas menatap kearahnya.
"Bohong! Berhentilah membohongi dirimu sendiri dan kembalilah padaku, Sena!" selak Abi dengan sama tegasanya.
Sena menarik dan menghembuskan napasnya panjang untuk menetralkan dirinya."Lupakan aku! Satu minggu, sisa waktumu untuk melupakanku. Dan hari itu kau harus benar-benar melupakanku, karena hari itu juga aku milik orang lain."
Abi tersenyum sinis mendengar itu, "Milik orang lain?"
Abi mendekatkan wajahnya pada gadis itu. "Kamu denger baik-baik." ucapnya dengan nada penuh penekanan.
"Kita memang dilahirkan dari darah yang sama, tapi," Abi menjeda ucapannya sejenak.
"Kita ditakdirkan untuk menciptakan darah serupa." lanjutnya dengan tatapan menghunus tajam kearah Sena yang sekuat tenaga menahan diri dan hatinya, agar tak goyah dengan pendiriannya itu.
"Aku Abizar Radeeya Permana, bersumpah tak akan membiarkan siapapun menikahi Arsena Queenara Pratama. Karena Sena hanya milik Abi. Dan akan kupastikan hanya aku yang bisa menikahimu."
"Ingat itu!" peringatnya.
Setelah mengatakna itu, lelaki tampan itu pun berlenggang meninggalkan Sena yang kini ambruk dilantai. Tangisnya pecah seiring dengan berlalunya suara dari pintu yang tertutup keras.
Tangis memilukan menggema diruangan pengap itu. Sena tertunduk lemas seraya memegang baju bagian dada yang begitu menyesakan.
Ceklek!
Pintu terbuka tanpa Sena ketahui. Seorang gadis menghampiri dengan ikut mendudukan diri dihadapannya. Ia raih kepala Sena, lalu mendekapnya.
"Aku mencintainya ... Aku mencintainya ....." ungkap Sena dengan isak kian kencang.
Sang gadis tak menimpali, Ia hanya mengusap kepala dan punggung Sena bergantian untuk menenangkannya.
"Kenapa harus sesakit ini, Jin. Kenapa ...?" tanya Sena disela isak tangisnya.
"Jika memang cinta ini salah. Kenapa rasa itu ada? Kenapa ...?"
Jingga tak berhenti mengusapkan tangan, dipundak sahabatnya itu. Ia tau dan sangat mengerti apa yang dirasa sahabatnya kini.
"Tumpahkan! Setidaknya itu akan mengurangi rasa sakitmu." titahnya.
Sena pun benar-benar menumpahkan air mata sakitnya. Rasa sakit ketika harapan tak sesuai alur Tuhan. Rasa cinta pada seseorang yang tidak seharusnya Ia cintai. Ikatan darah yang menjadi penghalang, hingga Ia harus mengubur dalam-dalam rasa itu. Namun apa itu mudah?
**
"Apa ada masalah?" suara bariton seseorang berhasil menyadarkan Sena dari lamunannya.
Gadis cantik itu menolehkan wajah pada lelaki yang kini duduk disampingnya, yang tengah mengemudikan kijang besi yang keduanya tumpangi.
Sena tersenyum tipis dengan helaan napas pelan. "Gak ada." balasnya singkat.
"Come on, De. Kamu gak bisa bohongi Kakak!" bujuknya agar Sena mau bercerita.
Sena hanya diam tak menanggapi. Suasana hatinya benar-benar kacau hari ini. Ia benar-benar ingin istirahat dan memejamkan matanya.
Untuk beberapa saat keadaan hening didalam mobil itu. Hanya terdengar deru mesin mobil saja didalam sana. Lelaki itu tak ingin memaksa Sena untuk bercerita. Ia membiarkam gadis itu dengan segala pemikikirannya.
"Kak Deril?!" panggil Sena, untuk memulai obrolan.
"Hem, apa?" tanya Deril melirik sekilas kearah sang gadis, lalu kembali fokus kedepan.
Sena terdiam sejenak, sedikit ragu untuk bertanya pada pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya itu.
"Apa Kak Deril mencintai Sisil?" tanya Sena dengan hati-hati.
Lelaki tampan itu tersenyum, "Kenapa kau tanya itu?" bukan menjawab Deril justru balik bertanya.
"Nggak! Aku cuma pengen tau." balas Sena, lalu wajahnya kembali menatap jendela.
"Apa kau cemburu?" goda Deril dan hanya timpali decakan kesal gadis itu.
Deril terkekeh melihat reaksi sang gadis. Tentu Ia tau, mustahil untuk gadis itu cemburu akan masalalunya.
"Dulu iya. Sekarang ... Mungkin nggak!" jelas Deril. "Kenapa? Apa kamu masih mencintai Abi?" tanyanya.
"Iya." balas Sena singkat. Mungkin jujur akan sedikit melegakan hatinya.
"Ck! Jujur amat sih. Calon suami loh ini." goda Deril untuk membuat suasana lebih santai.
Sena tersenyum, ingin Ia akui itu. Namun hati kecilnya menolak akan hal yang seharusnya Ia akui. Benarkah Ia harus menerima lelaki disampingnya itu sebagai calon suaminya?
"Gimana cara Kakak lupain dia?" tanya Sena.
"Emmm ..." Deril tampak berpikir sejenak. "Mungkin dengan mencoba membuka hati untuk orang lain." balasnya tersenyum.
"Maksud Kak Deril aku?" tanya Sena dan dibalas tawa lelaki tampan itu.
"Hemm, orang lain ya?" sindir Sena membuat lelaki itu kian tergelak.
"Iya. Kan dulu kamu emang orang lain. Calon istri kan sekarang." balasnya hingga Sena ikut terkekeh.
"Kamu tuh aneh ya. Dulu aja ngejar-ngejar pengen jadi pacar Kakak. Eh, sekarang giliran mau dinikhin malah gak mau." ledek Deril hingga Sena pun ikut tertawa.
Tak dipungkiri, Sena memang pernah menyukai lelaki itu. Bahkan berani menyatakan perasaannya waktu masuk SMP dulu. Deril bagai sosok idol yang begitu dipujanya. Namun semua berubah setelah kembalinya Abi. Sosok dingin yang begitu menguasai hatinya.
Mengingat itu Ia kembali menghembuskan napasnya. Sosok yang ingin Ia hindari, justru semakin melekat diotak dan hatinya.
Sena terkesiap kala tangan besar menggenggam tangannya. "Belajarlah! Kita sama-sama belajar untuk saling mencintai. Meski mungkin itu sulit, yakinlah pada takdir yang sudah Tuhan kehendaki." ucap Deril dengan senyumnya dan dibalas senyum simpul oleh Sena.
'Apa aku bisa?' batinnya bertanya.
******
Hai haii.. Abi Sensen come back! Jangan pada protes, mak othor kasih bawang dulu yaa.. biar drama🙈 Jangan lupakan jejaknya yaa gaisss🤗 kasih hadiah dan vote pertama kalian...
Ada yang merindukanku??
Jangan lupa dukungannya, biar mak othor nya gak khilaf!🤣
"Bi ...!!!"
Pekikan keras seorang gadis berhasil menghentikan langkah lelaki tampan yang tengah berjalan cepat dengan wajah datarnya.
"Ya ampun, Bi. Dari tadi aku panggil kamu gak nyahut-nyahut." cerocosnya menghampiri.
Dengan tak tau malunya sang gadis menggandeng lengan Abi dengan manja. Baru juga Ia mendekap lengan kekar itu, Abi menghempasnya dengan kasar.
"Stop! Jangan sentuh gue!" peringatnya dengan tatapan menghunus tajam pada gadis itu.
"Ihh kok gitu sih, Bi. Bentar lagi kan kita tunangan. Kamu jangan galak-galak dong sama aku, ntar aku bilangin mommy loh!" rengeknya dengan ancaman.
"Seraahhh!!!" pungkas Abi berlenggang meningalkan gadis itu.
Bahkan panggilannya sudah tak Ia pedulikan. Perasaannya kacau setelah menemui Sena digudang tadi. Ia memilih untuk meninggalkan kampus dengan kuda besi kesayangannya.
"Abi ....!!!!" pekik sang gadis.
"Ck! Ngeselin deh. Kurang apa coba gue? Kenapa Abi tetap aja dingin sama gue?" gerutunya.
"Apa jangan-jangan ini gara-gara Sena ya? Ihh ... Sena ngeselin deh. Udah punya kak Deril masih aja embat Abi. Lagian katanya masih keluarga, tapi kok kek gitu sih. Awas aja gue kasih peringatan dia!" cerocosnya lagi.
"Rena!!!" panggilan seseorang sukses membuat Ia menoleh.
"Apa?" tanya Renata dengan nada ketus.
"Idihhh galak amat!" balasnya meledek.
"Apa sih, Ki. Gaje deh!" balas Renata dengan wajah yang ditekuk.
"Heleh gue kan cuma nanya, biasa aja kali." balas Rizky dan ditimpali cebikan bibir gadis itu.
"Dah lah, gue jadi lupa kan. Lu lihat Abi gak?" tanya Rizky.
"Dia udah pergi." balas Renata masih dengan nada ketusnya.
"Ya ampun! Lu bisa gak sih jawabnya baik-baik. Orang cuma nanya juga. Heran gue!" Rizky jadi ikut menggerutu seraya menaikan satu tali tas dipundaknya yang hampir saja melorot.
"Lu maunya apa sih? Itu kan gue jawab." balas Renata tak terima.
"Jawab sih jawab, tapi gak gitu juga kali. Dah lah gue cabut." terlalu kesal untuk pemuda tampan itu mendapati jawaban kurang menyenangkan dari sang gadis, hingga Ia memutuskan untuk pergi.
"E-eeh tunggu dulu!" cegat Renata mencekal pergelangan tangan Rizky.
"Apa?" kini giliran Rizky yang bertanya ketus.
"Ihh kok jadi galakan lu sih." protesan Renata yang ditimpali dengusan kesal pemuda itu.
"Gue mau nanya. Apa Abi masih ada hubungan sama Sena?" tanyanya.
Rizky mengerutkan dahinya heran. Setau dia udah lama Abi sama Sena saling diam. Jangankan berhubungan, tegur sapa pun tak dilakukan kedua manusia itu. Bahkan sekarang Ia jadi sering berdua dengan Abi tanpa Sena dan Jingga. Mereka yang sering kemana-kemana berempat mendadak berpecah setelah Abi dan Sensen harus memutuskan hubungan mereka karena ditentang keras oleh keluarga mereka.
Bahkan keduanya sering menghindar jika berpapasan. Entah lah, Rizky sendiri tak mengerti. Kenapa persahabatan mereka menjadi seperti itu?
"Jangankan hubungan, ketemu aja mereka udah kek lihat makhluk halus." balas Rizky dan dibalas cebikan bibir oleh gadis itu.
"Dah lah gue cabut." tanpa menoleh lagi Rizky berlenggang menuju parkiran meningglakn Renata yang mendengus kesal.
"Segitu gak dibutuhkannya ya gue? Sampai semua orang ninggalin gue." lirihnya disertai decakan kesal dan berlenggang meninggalakan tempat itu.
**
Sementara itu Sena sudah sampai dihalaman rumahnya.
"Mampir dulu Kak?!" ajak Sena pada pria disampingnya.
"Gak usah, ntar aja. Si mama minta dijemput nih!" balas Deril memperlihatkan ponselnya.
Sena terkekeh mendengar itu. Ia tau mama pria disampingnya itu sangatlah fashionable. Meski usianya sudah tak muda lagi, namun mama Rilla selalu tetap menjaga penampilannya.
"Ya udah salam aja buat mama, ya!" ucap Sena memberi pesan.
"Cie ... Mama?" ledek Deril dan disambut tawa gadis cantik itu.
"Eh salah ya? Ya udah deh onty aja." canda Sena hingga keduanya tergelak. Dengan gemas Deril mengusek pucuk kepala Sena gemas.
"Ya udah berarti besok aja ya, kita fiting bajunya?" tanya Deril dan diangguki Sena.
"Kamu istirahat ya, jangan banyak pikiran! Bawa santai aja." titah Deril dan disambut senyum oleh gadis itu
"Lagian kalo kita udah nikah juga, Kakak gak akan nuntut kamu buat jalani kewajiban kamu sebagai seorang istri. Kita jalani aja kek gini, hem." jelas Deril dan diiyakan Sena diringi senyuman lebar dari bibir manis itu.
Ternyata interaksi kedua orang itu menjadi perhatian seseorang dari sudut rumah. Ia mengepalkan tangan dengan gigi menggeretak melihat canda tawa mereka yang nampak jelas dimobil itu. Ingin rasanya Ia menghampiri keduanya, namun sebisa mungkin Ia menahan diri untuk tidak berbuat kekacauan.
"Bi ...!!" Sapaan seseorang membuat Ia sedikit terkesiap dan reflek menolehkan wajahnya.
"Iya, Ma." balasnya.
Abi menghampiri mama Ay yang membawakan minum untuknya dikursi santai, diteras samping rumah itu dan ikut mendudukan diri dikursi itu.
"Ini bajunya dipake ntar buat hari -H, ya!" ucap mama Ay memberikan paper bag dan hanya diangguki Abi. Meski dalam hatinya Ia begitu mengutuk pernikahan itu.
Abi yang ditelpon dan disuruh mama Ay untuk mengambil baju yang sudah Ia siapkan, akhirnya pasrah dan pergi mengunjungi rumah itu. Namun siapa sangka, Ia justru harus melihat sang gadis bercanda dengan lelaki lain.
"Aku pulang, Ma!" pamit Abi seraya hendak berdiri, namun mama Ay mencegatnya.
"Tunggu, Bi! Kamu gak minum dulu. Ini kopi kesukaan kamu." tawar mama Ay.
"Gak usah, aku harus pulang." Tanpa menjawab lagi panggilan mama Ay, Abi berlenggang seraya membawa paper bag ditangannya.
"Bi..!!".
Mama Ay menghembuskan napasnya pasrah. Ia tau pastilah lelaki tampan itu masih belum bisa menerima keadaan. Melihat gerak geriknya tadi, mama Ay mengerti bahwa Abi tengah menahan kecemburuannya. Namun apalah daya, Ia tak bisa menentang apa yang sudah menjadi keputusan keluarganya.
"Maafin, Mama Bi. Mungkin ini jalan terbaik untuk kalian." cicit mama Ay memperhatikan punggung Abi yang kian menjauh.
Abi berjalan menuju kuda besi yang terparkir didepan rumah, tepat disamping mobil Deril yang terparkir. Tepat disaat itu pula Sena turun dari mobil itu dengan Deril yang membukakan pintu untuknya.
"Hai, Bi..!!" sapa Deril, namun tak ada jawaban dari Abi yang hanya fokus menatap tajam kearah Sena.
Sena yang sempat beradu tatap, segera berpamitan untuk menghindar dari tatapan mantan kekasihnya itu.
"Aku masuk, Kak!"
Sena berlenggang memasuki rumah. Abi pun beralih meraih helmnya dan segera memakainya. Ia hendak melesat, namun Deril memutar kunci motornya, hingga mesinnya berhenti menyala.
Abi menatap tajam pada Deril yang juga tengah menatapnya.
"Berhentilah bersikap seperti anak kecil!" peringat Deril dan disambut senyum sinis oleh Abi.
"Bukankah itu sebaliknya?" tanya Abi.
"Lupakan Sena! Kami akan segera menikah." lanjut Deril.
Abi menatap tajam kearah Deril seraya mendekatkan wajahnya dan berbisik yang diakhiri tepukan dibahunya.
"Sebelum kau nikahi dia. Kupastikan dia sudah menjadi makmumku."
******
Jangan lupa jejaknyaa yaa gaiss🤗
Brakkk!!!
Suara tas terbanting ke atas meja didepan sofa terdengar begitu keras. Jika saja didalam tas itu ada benda yang gampang pecah, sudah dipastikan benda itu hancur karena kerasnya bantingan itu.
"Bi ... Udah pulang?" sapa seorang wanita tua menghampirinya.
Abi tak menjawab, Ia masih kesal pada wanita tua yang harus Ia akui neneknya itu. Bagaimana tidak? Sang oma yang seharusnya mendukung apapun tentang dirinya, justru menentang mentah-mentah hubungan Ia dengan gadis yang dicintainya.
Dengan dalih mereka masih keluarga, Abi harus melupakan perasaan yang sampai saat ini justru semakin besar. Lalu bagaimana dengan perjodohan yang dilakukan orang-orang bangsa timur tengah? Orang-orang disana dengan sengaja menjodohkan putra putri mereka dengan anak dari keluarganya sendiri.
Abi tak ingin lagi berdebat dengan sang oma. Ia memilih berlenggang pergi tanpa sepatah kata pun.
"Abi...!!!"
Panggilan itu kembali menghentikan langkah lelaki tampan berkulit putih itu. Lelaki dengan wajah dingin itu enggan menolehkan wajahnya.
"Bi, berhenti seperti ini! Oma tau kamu kecewa akan keputusan Oma sama mimih Asti. Tapi ini untuk kebaikan kalian." tegas Oma Asmi.
"Oma mohon Nak, kita keluarga. Jadi hilangkan perasaan itu, dan biarkan Sensen menikah." ucap Oma dengan nada memohon.
Wajah tampan itu menoleh dengan tatapan datar. "Jika aku gak bisa nikahin Sensen. Maka gak ada seorang pun yang dapat menikahinya." balas Abi dengan nada dingin, lalu berlenggang pergi.
Oma Asmi menghembuskan napasnya panjang. Sungguh sang Oma dibuat bingung dengan keadaan itu. "Ck! Gimana ini? Kalo sudah gini, apa kak Asti masih mau menentang." gerutu wanita baya yang masih segar diusianya itu.
Memikirkan cucu satu-satunya itu, membuat Oma Asmi merasakann denyut dikepala kanannya. Hingga Ia pun memutuskan untuk beristirahat dikamar.
Sementara itu, Abi memasuki kamarnya. Ia menutup pintu seraya menyenderkan tubuh dibalik pintu tersebut. Sebutir tetes hangat dari ujung mata lolos begitu saja kala mata itu tertutup rapat. Ia cengkram baju bagian dada yang begitu menyesakkan.
Setelah apa yang Ia lalui hari ini, Abi berpikir pulang kerumah akan membuat Ia tenang. Namun keyataan justru sebaliknya. Mendapat peringatan untuk kesekian kali dari sang Oma, sungguh membuat Ia semakin frustasi.
Abi melempar kembali tas ranselnya keatas tempat tidur. Kemudian berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Mungkin dengan cara itu, akan sedikit mengurangi rasa sakit dikepala yang berdenyut sedari tadi.
Setelah menanggalkan kain dari seluruh tubuhnya, Abi membiarkan diri terguyur jutaan titik air yang memabashi tubuh sispex itu. Namun ternyata air itu sama sekali tak mendinginkan hati dan pikirannya. Bahkan bayangan Sena tertawa bersama Deril terus berputar dikepala, bagai roll film rusak yang membuat Abi tak bisa menahan diri.
Pranggg!!!
Ribuan pecahan kaca berhamburan diatas lantai. Darah mengalir dari buku jari yang menghantam keras benda itu. Dengan napas terengah-engah, Abi tak memedulikan darah yang mengalir dari tangannya.
"Nggak Sen! Kau hanya milikku. Milikku!" ucap Abi dengan gertakan gigi yang beradu dan napas yang kian memburu.
**
Gludukk! Jedeeerr!!!
Kilat dan petir mengiringi hujan yang membasahi bumi. Keadaan malam kian mencekam membuat seorang gadis nampak ketakutan.
"Isshh kenapa harus sama petir sih? Kan bikin takut." gerutu Sena yang kini tengah berada didalam kamar seorang diri.
"Ck! Mana papa sama mama belum pulang lagi. Si aka juga, jam segini belum pulang." gerutunya lagi yang begitu menyesali keberadaan dirinya, dirumah seorang diri.
"Tau gini, aku ikut aja kerumah mimih. Ya ampun!"
Ditengah keresahannya, tiba-tiba terdengar suara bel dari bawah. Sena yang takut tak mau membuka pintu itu. Namun suara bising itu tak mau berhenti. Dengan terpaksa Sena turun kebawah untuk mengintip siapa yang bertamu malam-malam ditengah guyuran hujan seperti ini.
Setelah sampai dibawah, pelan-pelan Sena melangkah mendekati pintu. Lalu membuka sedikit gorden jendela disamping pintu itu.
Mata Sena membulat, alangkah terkejutnya Ia melihat seorang lelaki yang sangat Ia kenal basah kuyup diluar sana.
"Abi ...!!!" pekiknya.
Segera Ia membukakan pintu untuk sang mantan yang berdiri dengan tubuh bergetar diluar sana.
Ceklek!
"Abi ...!" cicitnya.
Tanpa diduga Abi menjatuhkan diri pada tubuh Sena. Gadis cantik itu shok bukan main mendapati tubuh Abi yang terkulai lemas. Sena hampir hilang keseimbangan karena bobot tubuh Abi yang lebih berat darinya. Bahkan dirinya hampir terkurung oleh tubuh tegap dan jangkung itu.
"Aku mencintaimu, Sena." lirih Abi dengan suara pelan.
Sena terdiam sejenak mendengar itu. Ia menggoyangkan tubuh Abi yang tak bergerak sama sekali.
"Bi ... Kamu kenapa?" tanya Sena. Tak ada jawaban apapun dari pria jangkung itu.
"Bi ...." sekali lagi Sena mencoba membangunkannya, namun masih juga tak ada suara atau gerakan apapun.
Sena yang khawatir segera memapah Abi memasuki rumah. Dengan langkah pelan namun pasti, Sena berhasil membawa Abi keatas sofa diruangan tv.
"Bi, bangun bi!" Sena menepuk pipi tampan itu berulang kali untuk menyadarkannya. Namun hasilnya masih tetap sama, nihil.
"Sebenarnya apa yang terjadi padamu, Bi?" tanyanya, seraya mengelap wajah basah yang semakin membuat wajah itu kian tampan.
Sena mengingat sesuatu, Ia berlari kedepan untuk menutup pintu depan yang masih terbuka. Melihat hujan dan petir yang disertai angin kencang, membuat gadis cantik itu segera menutup pintu rapat-rapat.
Teringat akan kondisi Abi, Sena berlalu menuju tangga untuk mengambil handuk dan baju Abi dikamarnya dulu.
Setelah kepulangan dady Rendi dan momy Aysa, Abi pun pulang kerumahnya. Tepat saat dirinya masuk kelas dua belas. Namun beberapa baju sengaja ditinggal Abi disana untuk keadaan urgent seperti sekarang atau ketika dirinya ingin menginap.
Sena mencari dahulu kunci kamar itu yang sengaja Ia simapn dilaci kamarnya. Hingga gadis cantik itu berhasil membuka pintu tersebut.
Kamar itu masih terawat apik, meski sudah beberapa bulan ini tak dihuni sama sekali. Setelah lulus SMA, Abi berencana akan melamar Sena. Mereka memutuskan akan menikah muda, menikah sambil kuliah. Namun harapan tak sesuain rencana, hubungan mereka tidak direstui kedua nenek mereka.
Mimih Asti lah yang begitu menentang hubungan mereka. Nenek empat cucu itu tak terima, jika salah satu cucunya harus bersatu dalam ikatan pernikahan dengan salah satu dari keluarga mereka. Wanita baya itu berpikir, jika itu terlalu mustahil. Mereka masih termasuk keluarga dan terasa aneh jika mereka harus berbesanan.
Akhirnya sejoli itu memutuskan untuk melupakan perasaannya, meski dengan kedua manusia itu tak tegur sapa sama sekali. Hingga papa Ar memutuskan untuk menjodohkan Sena dengan putra dari sahabatnya, Devan. Deril sosok yang dulu pernah dipuja Sena. Papa Ar berharap sang putri dapat move on dari Abi dan menjalani kehidupannya seperti dulu.
Sena yang cerewet mendadak kalem setelah berpisah dengan Abi. Dan hal itu benar-benar membuat kedua orang tua itu khawatir, hingga memutuskan demikian. Namun hal sebaliknya lah yang kini justru terjadi ....
******
Jejaknya jangan lupa yaa🤗 masih lanjut, tungguin up nya😉
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!