Hati Cahaya seketika hancur, saat melihat suaminya sedang bermesraan di depan matanya dengan wanita yang bernama Vina di taman.
Menangis, air mata itu terus mengalir deras dari mata indah Cahaya. Apalagi, saat dia mendengar ucapan suaminya yang mengatakan jika dia sangat mencintai Vina yang berstatus sahabatnya dari kecil.
"Aku sangat mencintaimu, Vin!" ucap Rian memeluk tubuh Vina.
"Aku juga mencintaimu, Mas Rian. Sangat mencintai!" jawab Vina membalas pelukan Rian.
Hancur, itulah yang di rasakan Cahaya, wanita yang biasa di panggil dengan sebutan 'Aya'. Kedua kakinya tertekuk mencium tanah.
"Tega kamu, Mas. Kamu khianati pernikahan kita, hiks ... hiks ...," ucap Aya, lalu melihat suaminya berjalan sambil memeluk Vina ke menuju mobil.
"Vina, sahabat macam apa, kamu! Kamu tega mengkhianatiku. Padahal, aku sangat mempercayaimu!" gumam Aya lagi sambil menghapus air matanya. Kakinya dengan lemas berdiri dan berjalan menuju mobilnya.
Aya masuk ke dalam mobil dengan perasaan yang tidak menentu, bahkan dia tidak sanggup menyetir mobil sendiri, tapi dia tetap paksakan.
Mobil Aya mulai berjalan menuju arah rumahnya yang sudah 3 tahun ini dia tempati dengan Rian suaminya.
Hiks ... Hiks ...
Tangis itu semakin kencang saat mengingat ucapan suaminya padanya pagi tadi.
"Kamu bilang, kamu mencintaiku, sangat mencintaiku, tapi kenapa aku mendengar kata itu terucap untuk wanita lain, Mas! Kenapa!" gumam Aya membelokkan mobilnya di halaman rumah.
Dengan langkah gontai, Aya masuk ke dalam rumah. Dia di sambut oleh asisten rumah tangganya yang bernama Inah.
"Nyonya, Nyonya kenapa?" tanya Inah saat melihat wajah Aya basah dengan air mata.
Aya berusaha menghapus air matanya, "Aku tidak apa-apa, Bi. Mataku hanya kemasukan debu. Bibi tenang saja," ucap Aya sambil menampilkan senyum manisnya. "Aku masuk kamar dulu, Bi!" titahnya lagi, lalu Aya berjalan menuju kamar.
Setelah sampai di kamar, Aya menjatuhkan pantatnya di tepi ranjang dengan air mata yang mulai mengalir deras.
"Apa salahku, Mas. Sampai-sampai kamu melakukan semua ini padaku. Dan kamu, Vin. Aku bahkan menganggapmu sebagai saudaraku, tapi kenapa kamu tega menusukku. Apa salahku pada kalian, ha! Apa!" pekik Aya membuang selimutnya ke sembarang arah. Tubuhnya jatuh ke lantai.
Hiks ... Hiks ....
"Kalian benar-benar jahat! Aku benci kalian!" gumam Aya menekuk dan memeluk lututnya.
Sedangkan di satu sisi, setelah mengantarkan Vina menuju rumahnya. Kini Rian sudah sampai di depan rumahnya. Dia berjalan masuk dan di sambut oleh Inah.
"Istriku sudah pulang?" tanya Rian pada asisten rumah tangganya.
"Sudah Tuan. Nyonya sudah di kamar!" jawab Inah, membuat rian berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Wajahnya tak henti-hentinya mengukir senyum yang sangat manis.
Krek ...
Pintu di buka oleh Rian. Dia melihat kamar yang sangat berantakan.
"Sayang, kamu kenapa, Hem?" tanya Rian setelah berlari dan menekuk ke dua lututnya memeluk istrinya.
'Sayang? Kamu masih bisa memanggilku sayang, Mas?' batin Aya, tangisnya semakin kencang.
Mendengar tangis istrinya yang semakin kencang, membuat Rian semakin khawatir dia meminta istrinya untuk menatapnya, "Sayang, tatap mataku. Kamu kenapa, Hem?" tanya Rian sekali lagi.
Aya menatap wajah suaminya yang teduh. Dia menggelengkan kepalanya, lalu berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi. Hatinya terasa sakit, ingin rasanya dia mengatakan pisah tapi dia takut, keputusan ini akan membuatnya menyesal di kemudian hari.
Rian yang melihat istrinya diam dan masuk ke kamar mandi pun semakin panik. Dia mengecek ponsel istrinya yang berada di atas meja.
"Tidak ada yang aneh, tapi kenapa Aya menangis? Apa yang sebenarnya terjadi dengannya?" gumam Rian berjalan menghampiri istrinya.
"Sayang! Buka pintunya," titah Rian membuat Aya membuka pintunya setelah sebelumnya dia mengatur napas dan emosinya.
Krek ...
Pintu di buka oleh Aya, membuat Rian dapat melihat wajah cantik yang sembab.
"Kamu kenapa menangis, hem? Beritahu aku, sayang. Siapa yang menyakitimu. Aku tidak suka istriku yang cantik ini menangis. Hatiku sedih!" ucap Rian memeluk istrinya erat.
"Aku tidak apa-apa, Mas!" jawab Aya setelah sekian lama dia diam.
"Sayang, kenapa sikapmu berubah? Kenapa bicaramu ketus dan dingin?" tanya Rian lagi yang mendapat gelengan dari istrinya.
"Aku mau mandi!" ucap Aya lalu menutup pintu kamar mandinya lagi.
Setelah pintu kamar mandi tertutup, Aya kembali meneteskan air matanya. Tubuhnya dia senderkan di daun pintu dan merosot ke bawah.
"Sikapmu benar-benar manis, Mas. Sejak kapan kamu mengkhianatiku, sejak kapan!" gumam Aya memukul keramik lantai ringan.
Sedangkan di luar kamar mandi, Rian ingin mengetuk pintu kamar mandi lagi, tapi dia merasakan getaran ponsel dari dalam saku celananya. Segera dia mengambil dan melihat Vina yang menghubunginya.
Rian berjalan sedikit menjauh dari kamar mandi. Dia menggeser tombol hijau dan mendekatkan ponselnya ke telinga.
"Hallo sayang, ada apa menelfonku?" tanya Rian sambil berbisik.
"Mas, aku sedang menyidam kamu tidur di rumah kita. Kamu ke sini, ya?" pinta Vina memelas.
"Tapi, aku tidak bisa, Vin. Aya sedang membutuhkan aku. Aya sedang bersedih. Sudah ada Bibi yang akan membantumu." tolak Rian.
"Mas, aku hamil anakmu bukan anak Bibi. Kamu mau, anak kita ileran? Mau?" tanya Vina membuat Rian menghembuskan napasnya kasar.
"Tunggu sebentar. Aku akan bersiap-siap dulu. Aku baru saja sampai!" ucap Rian langsung mengakhiri panggilannya. Segera Rian berjalan dan mengetuk pintu kamar mandi.
"Sayang! Buka!" titah Rian.
"Sayang!" panggilnya lagi, membuat Aya membuka pintu kamar mandi.
Rian menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskan secara perlahan. Jujur dia tidak tega meninggalkan wanita yang sangat di cintainya seorang diri, tapi dia juga tidak tega jika anak dalam kandungan Vina ileran.
"Aku boleh mandi, dulu? Aku ada urusan. Aku ada meeting di luar kota!" ucap Rian lembut. Dia menatap wajah istrinya dengan lekat.
'Meeting? Ini sudah sore, bahkan langit sudah berubah gelap. Apa kamu membohongiku lagi, Mas? Sebenarnya, kamu bukan mau meeting. Tapi kamu mau bertemu dengan Vina? Iya?' batin Aya memberi ruang untuk suaminya masuk.
'Kenapa Aya menjadi diam seperti ini. Apa salahku? Pagi tadi, kita masih ceria dan saling tersenyum. Apa Aya sedang banyak masalah di butiq nya?' batin Rian masuk ke dalam kamar mandi.
Aya berjalan dan menjatuhkan pantatnya di tepi ranjang sambil menangis. Berulang kali dia berusaha menghapus air matanya. Tatapannya lurus ke depan.
Rian melakukan ritual mandinya dengan cepat. Dia tidak ingin membuat istri yang dicintainya menangis sendiri.
Tak membutuhkan waktu lama, Rian menyelesaikan ritual mandi. Dia membuka pintu kamar mandi dengan handuk yang dililitkan di pinggangnya.
"Kemana Aya pergi?" ujar Rian panik. Dia mencari ke sekeliling ruangan dan melihat pintu balkon yang terbuka.
Segera Rian mencari pakaian yang biasanya disiapkan oleh istrinya, tetapi dia sama sekali tidak menemukan pakaian ganti untuknya di tepi ranjang.
"Kenapa Aya tidak menyiapkan pakaian untukku. Ini benar-benar aneh, sikap Aya berubah. Ada apa sebenarnya? Aku jadi tidak tega meninggalkan Aya sendiri di rumah, tapi Vina membutuhkanku. Kasihan calon anakku!" gumam Rian membuka lemari dan mencari pakaiannya sendiri.
Setelah selesai memakai pakaiannya. Rian berjalan menuju istrinya yang sedang melamun. Di lingkarkan tangannya ke pinggang ramping istrinya.
"Sayang, ada masalah apa? Coba ceritakan?" tanya Rian meletakkan dagu nya di pundak sang istri.
Aya diam. Dia tetap menatap lurus ke depan, membuat Rian semakin kebingungan.
"Sayang?" panggil Rian lagi.
"Aku tidak ada apa-apa, Mas. Aku capek!" jawab Aya melepas tangan suaminya yang melingkar di pinggangnya.
"Capek? Ya sudah, kamu istirahat dulu, ya. Tidurnya jangan terlalu malam. Mungkin, malam ini aku tidak pulang, karena meeting ini sangat penting. Ini tender yang sangat besar dan meeting ini di laksanakan di luar kota. Kamu jaga hati dan jaga diri baik-baik. Aku sangat, sangat mencintai istriku yang paling cantik, ini!" ucap Rian menciuum pipi Aya singkat.
Aya semakin terdiam saat mendengar ucapan yang baru saja suaminya ucapkan.
'Aku masih tidak percaya denganmu, Mas. Sikapmu yang manis dan sangat perhatian padaku, membuat hatiku semakin terasa sakit saat mengetahui bahwa kamu selingkuh di belakangku!' batin Aya.
"Aku pergi, ya, sayang. Kamu mau oleh-oleh apa? Perhiasan atau tas keluaran terbaru atau--"
"Tidak perlu. Pergilah!" titah Aya dingin.
Rian menghembuskan napasnya kasar. Sebenarnya, dia ingin mencecar istrinya dengan berbagai macam pertanyaan, tapi menurut Rian, ini bukan waktu yang tepat, karena dia sudah ditunggu oleh istri siri nya yang tak lain sahabat istri Sah nya sendiri bernama Vina.
"Aku pergi!" titah Rian mengulurkan tangannya.
Aya memutar tubuhnya saat melihat dengan ekor matanya, jika suaminya mengulurkan tangannya.
Dengan ragu, Aya menerima uluran tangan suaminya. Dia menyalami suaminya seperti biasa.
Rian tersenyum. Dia menciuum kening serta bibiir istrinya singkat, "Aku mencintaimu!" ucap Rian berlalu pergi dari kamarnya.
Mendengar kata cinta, hati Aya semakin sakit. Dia kembali meneteskan air matanya yang kesekian kalinya.
Dengan keputusan sesaat, Aya berjalan dan menyambar jaketnya. Dia mengambil juga kunci mobilnya.
"Aku akan ikuti Mas Rian. Apa dia benar-benar meeting atau dia bertemu dengan Vina?" gumam Aya berjalan menuruni tangga dan masuk ke dalam mobilnya setelah mobil suaminya berjalan keluar rumah.
Perasaan takut akan menerima kenyataan pahit jika suaminya berbohong, selalu menghantui dirinya. Matanya menatap lurus mobil suaminya yang terus berjalan.
Sudah 10 menit, mobil Aya mengikuti mobil suaminya. Dan perasaannya semakin tidak jelas, saat melihat mobil suaminya yang berbelok ke perumahan elit.
Air matanya mengalir deras, saat melihat mobil suaminya masuk ke dalam gerbang rumah yang diketahui Aya adalah rumah sahabatnya.
Hatinya semakin hancur, saat melihat sahabatnya menyambut suaminya dengan pelukan hangat.
"Kalian! Aku salah apa pada kalian. Setidaknya, jika kalian ingin menjalin hubungan, kalian bisa bilang padaku. Aku akan melepaskanmu, Mas. Sakit hatiku, Mas! Sakit! Ini yang di maksud meeting di luar kota? Ini yang di maksud proyek besar yang sangat penting? Tapi tunggu dulu, kenapa aku melihat perut Vina sedikit membuncit. Jangan bilang--" ucapan Aya terhenti, dia menghapus air matanya dan menelfon sahabatnya lagi yang bernama Sinta.
Di tempelkan benda pipih itu ke telinganya, sembari menunggu telfonnya di angkat, Aya menghapus air matanya.
"Hallo, Sin. Aku mau tanya padamu, tapi jawab jujur!" ucap Aya diselingi isak tangisnya.
"Ada apa, Ay? Kenapa aku mendengar suaramu seperti menangis?" tanya Sinta di seberang sana.
"Haha ... siapa yang menangis, Sin. Aku habis menonton drama, dan mungkin ... aku terlalu kebawa perasaan," jawab Aya dengan tawa palsunya, "Aku mau tanya, Vina hamil?" tanya Aya lirih.
"Loh, kamu baru tahu, kalau Vina hamil? Padahal, kehamilannya memasuki 4 bulan. Mungkin karena tubuhnya yang ideal. Jadi, tidak terlihat kalau dia hamil. Memangnya ada apa, Ya? Wajar saja, dia hamil. Dia kan sudah bersuami!" ucap Sinta membuat Aya kembali meneteskan air matanya.
Aya menghapus air matanya dan mengontrol napasnya yang terasa sesak, 'Sakit, Mas. Jangan-jangan suami Vina adalah Mas Rian? Pantas selama ini, Vina tidak mau memberitahukan foto pernikahannya pada semua orang,' batin Aya.
"Aya, kamu tidak apa-apa, kan?" tanya Sinta, "Kamu kenal sama suaminya, Ya?" tanyanya lagi.
"Tidak, aku tidak mengenalnya. Dia kan sangat tertutup. Aku hanya terkejut saja, saat melihat postingan fotonya. Tubuhnya sedikit berisi," jawab Aya bohong, "Ya sudah, Sin. Aku sedang berada di luar, Aku mau pulang dulu. Aku tutup telfonnya, ya!" ucap Aya yang langsung menutup telfonnya.
Tangis Aya semakin menjadi, dia meremas stir mobilnya erat. "Kenapa, Mas. Kenapa kalian jahat!" gumam Aya menyalakan mobilnya.
Sedangkan di satu sisi. Rian masuk ke dalam rumah sambil merangkul pundak istri siri nya berjalan menuju kamar.
Samar-samar dia mendengar suara hujan yang datang. 'Suara hujan, tiba-tiba aku teringat dengan Aya. Dia sangat takut dengan petir. Aya, maafkan aku. Aku melakukan semua ini demi ibu. Ibu menginginkan cucu. Aku janji, aku akan bersikap adil denganmu dan Vina,' batin Rian.
"Mas, di luar hujan. Kita lihat hujan dari balkon kamar, yuk!" ajak Vina.
"Tidak boleh, di luar licin. Aku tidak mau terjadi sesuatu denganmu dan calon anakku. Sebaiknya kita istirahat. Tidurlah!" titah Rian, membantu istri siri nya merebahkan tubuh di atas ranjang.
"Mas, juga ikut tidur. Mas usap perutku sampai aku tidur!" titah Vina yang di turuti oleh Rian. Dia merangkak naik ke atas ranjang dan mengusap perut Vina yang sedikit buncit. Pikirannya terus memikirkan istrinya yang di rumah sendirian.
Melihat suaminya melamun. Vina menggoyangkan lengan suaminya.
"Ada apa, Mas?" tanya Vina, "Kamu mencemaskan Cahaya?" tanyanya lagi.
"Dia takut petir, Vin. Aku meninggalkannya bersama Inah di rumah. Kasihan dia, sepertinya dia sedang sedih. Sikapnya juga berubah. Aku benar-benar tidak tenang memikirkan Aya." ucap Rian jujur.
"Mas, kamu tenang saja. Aku tahu, Aya orangnya seperti apa. Mungkin dia menangis dan bersedih karena ada masalah dengan butiknya." ucap Vina, "Kamu tidur, ya, Mas. Aku tidak mau, kamu memikirkan lainnya. Sekarang, kamu sedang bersamaku. Ada anak kita, anak kita merindukanmu!" titah Vina.
'Kenapa perasaanku tidak enak. Tidak biasanya aku mencemaskan Aya yang berlebihan seperti ini!' batin Rian merebahkan tubuhnya di samping Vina.
.
Sedangkan di satu sisi, Aya menghentikan mobilnya di taman dekat rumahnya. Hujan deras tidak membuatnya takut. Rasa sakit dan kecewa, sangat menusuk di dalam hatinya.
"Aku tidak sanggup lagi. Untuk menyetir pun aku tidak sanggup, daddaaku terasa sesak sekali. Aku tidak sanggup, hiks ... hiks ..." gumam Aya meremas ujung jaketnya. Dia berusaha mengontrol emosi dan tangisnya.
Setelah beberapa menit dia berhasil mengontrol emosi nya. Aya menyalakan mobilnya lagi. Belum sempat mobil itu berjalan, tiba-tiba ada beberapa preman yang datang mengetuk kaca pintu mobilnya.
"Hei, cepat keluar! Serahkan semua harta bendamu!" teriak salah satu preman membuat Aya ketakutan.
"Mas Rian, aku takut!" gumam Aya berusaha mengambil ponselnya yang berada di dashboard mobil. Tangannya yang gemetar membuat ponselnya jatuh ke bawah.
"Cepat bukak!" teriak preman itu lagi.
Aya menggelengkan kepalanya. Tangannya berusaha meraba mencari ponselnya, 'Ya Tuhan, aku takut. Aku tidak mau preman itu menyerangku!' batin Aya.
Tak mendapat balasan dari wanita yang berada di dalam mobil. Salah satu preman mengeluarkan benda tajam dan berusaha membuka paksa pintu mobil Aya.
Tangan Aya gemetar saat meraih ponselnya. Di pencetnya nomer suaminya.
"Mas, angkat! Aku butuh kamu!" gumam Aya saat suaminya tak mengangkat telfonnya.
"Siapa kalian!" pekik Aya setelah pintu mobilnya terbuka.
Salah satu preman menarik tubuh Aya agar keluar.
"Lepaskan aku!" ketus Aya.
"Cantik! sendirian saja? Boleh dong, Abang temani!" ucap preman yang menatapnya lapar.
"Jangan lancang kalian! Cepat lepaskan aku! Atau aku akan berteriak!" ancam Aya.
"Haha ... teriak saja! Tidak akan ada yang mau menolongmu. Ini sudah malam dan hujan! Siapa yang akan menolongmu, Hem? Yuk, kita bersenang-senang dulu. Setelah itu, aku akan mengambil semua barang-barang berhargamu seperti mobil ini, hahaha!" ucap preman.
"Tolong! Tolong aku! Aku di serang preman! Tolong!" ucap Aya, dia berusaha memberontak, 'Mas, tolong aku. Tolong!' batin Aya menangis.
"Bawa dia ke markas!" titah ketua preman yang tak sabar.
"Lepaskan aku! Aku tidak sudi ikut kalian!" ketus Aya saat tubuhnya di tarik oleh beberapa preman.
"Tolong!" teriak Aya lagi.
"Lepaskan dia! Kalian tidak pantas memperlakukan wanita seperti itu!" titah seorang pria.
"Siapa kau! Berani-beraninya kamu mengganggu kesenanganku!" pekik ketua preman, "Hajar dia!" sambungnya lagi.
"Mas Fajar! Hati-hati Mas!" pekik Aya.
Fajar melawan dan menghajar beberapa preman dengan ilmu bela dirinya yang tinggi.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Pukulan demi pukulan, fajar berikan untuk sang preman, membuat beberapa preman tumbang.
"Berani kalian menyentuhnya lagi. Kalian akan berhadapan denganku. Cepat pergi!" titah Fajar membuat semua preman pergi.
Setelah melihat kepergian sang preman. Fajar kembali menghampiri Cahaya yang sedang menangis.
"Aya, kamu tidak apa-apa kan? Preman-preman itu tidak melukai kamu kan?" tanya fajar panik.
Aya menggelengkan kepalanya. Dia mengusap wajahnya berulang kali.
Melihat wanita di hadapannya rapuh. Fajar semakin tidak tega, "Aku antar kamu pulang!" titah Fajar.
"Tidak perlu Mas. Terimakasih, sudah membantuku!" ucap Aya.
"Ada apa denganmu, Ay? Kenapa kamu keluar malam-malam saat hujan deras. Di mana suamimu? Apa dia tidak menemanimu?" tanya Fajar yang lagi dan lagi membuat tangis Aya pecah.
Hiks ... Hiks ....
"Aya, kenapa kamu menangis lagi? Apa ada yang sakit, Hem? Sebaiknya, aku antar kamu pulang. Kebetulan, aku bersama supir. Jadi, mobilku bisa dibawa pulang supir." ucap fajar lagi.
"Tidak perlu, Mas. Aku bisa pulang sendiri. Tidak enak di lihat tetangga, jika kamu mengantarkanku pulang!" tolak Aya.
"Aku tidak butuh bantahan darimu, Ay. Aku akan mengantarkanmu pulang. Ayo, masuk ke dalam mobil!" titah fajar.
"Tapi, Mas--"
"Ay, kamu ini kenapa, Hem? Aku seperti tidak mengenalimu. Aya yang aku kenal tidak cengeng seperti ini. Dia sosok yang ceria juga cerewet. Ayo, aku antar kamu pulang! Aku akan bicara pada Rian. Jika dia marah padamu." ucap Fajar.
"Mas Rian tidak ada di rumah," jawab Aya.
fajar membantu wanita yang berstatus teman dekatnya masuk ke dalam mobil.
Setelah mereka masuk ke dalam mobil. Fajar menyalakan dan menancapkan gas mobil Aya.
"Ceritakan, ada apa sebenarnya?" ucap fajar lembut.
"Tidak ada apa-apa, Mas. Aku hanya terbawa suasana saat menonton film!" ucap Aya yang tak masuk akal.
"Aya, Aya, memangnya aku anak kecil yang gampang kami bodohi, hem? Aku sudah besar. Pasti kamu sedang bertengkar dengan suamimu, iya, kan?" tebak Fajar.
'Apa aku ceritakan saja tentang Mas Rian pada Mas fajar? Jujur, jika aku harus memendam semua ini sendiri. Aku tidak sanggup. Aku juga butuh sosok pendengar yang baik,' batin Aya.
"Ay, jangan melamun! Katakan semuanya. Aku tahu, kalian sedang bertengkar, kan?" titah fajar lagi.
"Mas Rian--" ucapan Aya terjeda, dia tidak kuat mengatakan ucapan selanjutnya.
"Iya, suamimu kenapa? Hem?" tanya fajar penasaran.
"Mas Rian selingkuh di belakangku!" ucap Aya sekali tarikan napasnya, membuat Fajar yang sedang menyetir langsung berhenti mendadak.
"Apa! Itu tidak mungkin, Rian sangat mencintaimu, Ay. Dia tidak mungkin selingkuh. Memangnya, dengan siapa suamimu selingkuh?" tanya fajar.
"Hiks ... hiks .... dengan Vina, Mas. Sahabatku sendiri. Sudah dua kali aku melihat mereka bermesraan. Dan tadi, aku melihat mobil Mas Rian masuk ke dalam rumah Vina. Aku juga sempat melihat Vina menyambut dan memeluk Mas Rian. Mas fajar, apa suami Vina itu Mas Rian, suamiku sendiri? Aku melihat semuanya, aku melihatnya, Mas!" ucap Aya menutup wajahnya. "Hatiku hancur, Mas. Sakit!" sambungnya lagi.
"Kamu langsung labrak mereka?" tanya fajar yang mendapat gelengan dari Aya.
"Tidak, Mas. Aku takut, melihat mereka bermesraan saja, dadaaku terasa sesak. Aku takut, tidak bisa bicara dengannya," jawab Aya.
"Kita ke rumah Vina. Dan berikan kejutan untuk suamimu. Kamu harus tanya, kenapa Rian selingkuh. Semua itu pasti ada alasannya!" ucap fajar.
"Jangan Mas! Hatiku sakit!"
"Tapi, aku tidak tega denganmu, Ay. Mereka bersenang-senang dan kamu di sini hampir di celakai oleh preman-preman itu. Andai saja, aku datang sedikit telat. Nasibmu akan menjadi seperti apa, Ay. Bangkitlah. Jika suamimu benar-benar selingkuh, kamu harus membuat keputusan yang tepat. Jangan seperti ini. Jika kamu diam, kamu akan terus di injak!" saran fajar.
"Aku bingung, Mas. Aku butuh waktu untuk berpikir. Lebih baik kamu mengantarkanku pulang. Ini juga sudah malam. Aku tidak mau, Mas Rian menuduh kita ada apa-apa." jawab Aya.
"Ya sudah. Tapi, berikan keputusan yang terbaik. Jangan siksa hatimu terus menerus, Ay!" ucap fajar.
'Benar, aku tidak bisa diam saja. Aku harus memberikan keputusan untuk Mas Rian. Apa aku berpisah saja?' batin Aya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!