NovelToon NovelToon

Istriku, Ga!Rah Cintaku

Ceroboh

Jam menunjukkan pukul 6 pagi, matahari-pun sudah menampakkan diri, cahayanya menerobos masuk melalui celah-celah jendela sebuah kamar.

Di sebuah kamar yang dihuni oleh dua orang, Nathan dan Vivian, dua makhluk berbeda gender yang meresmikan hubungannya dengan tali pernikahan kurang lebih sepuluh bulan yang lalu.

Vivian tengah asik memperhatikan lelaki di sampingnya dengan senyumnya, ia tak pernah bosan dengan pemandangan indah ini yang selalu ia saksikan setiap pagi.

Dimana saat ia terbangun, selalu ada wajah lelaki tampan dengan mata setajam elang, hidung yang mancung sempurna, dan bibir Kiss able-nya, ia tak pernah bosan disuguhi pemandangan indah itu.

Setelah puas memandangi wajah suaminya, Vivian mempererat pelukan Nathan yang masih terlelap dan menghirup aroma tubuh sang suami dalam-dalam. Vivian sangat menyukai aroma wangi alami yang dihasilkan dari tubuh Nathan, sekalipun dia belum mandi.

Cukup lama dia berada dalam dekapan pemuda itu, Vivian masih belum rela untuk membangunkannya. Dia malah menaruh telapak tangan mungilnya di pipi pemuda itu, mengusapnya sayang dan menaruh telunjuknya menyusuri bibir yang selalu saja menyentuh bibir miliknya tak pernah lupa tiap harinya, membuatnya kesulitan untuk tidak mencintainya.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh, tak terasa sudah setengah jam lebih ia mengagumi tubuh dan rupa suaminya dan ia sudah tak bisa lagi mengulur waktu untuk membangunkan Nathan.

Meskipun kenyataannya ia masih menyusuri setiap lekukan sempurna di wajahnya, termasuk mata, hidung, alis, jidat, pipi, pelipis, dagu dan semua yang ada di wajahnya, sebelum suara yang tak keras namun jelas ia dengar membuatnya tersentak kaget dan melepaskan tangannya dari wajah sang suami.

"Hn,"

"Pagi," sapa Vivian dengan senyum terbaiknya. Kemudian dia bangkit dari samping Nathan lalu membuka jendela disebelah kanan tempat tidurnya.

Udara pagi yang masih sejuk dan alami langsung menyapanya, hembusan angin menerpa wajah cantiknya dengan lembut. Dan kedua matanya langsung dimanjakan oleh hamparan mawar dan tulip yang tumbuh dengan subur di taman belakang rumahnya.

Vivian berbalik badan dan menatap suaminya."Segeralah mandi, setelah ini kita sarapan sama-sama." Ucapnya yang kemudian dibalas anggukan oleh Nathan.

Vivian pergi meninggalkan kamarnya dan juga Nathan yang bersiap-siap untuk mandi. Mereka ada kuliah pagi, dan Vivian tidak ingin sampai terlambat.

Meskipun usia pernikahan mereka sudah memasuki bulan kesepuluh, baik Nathan maupun Vivian masih sama-sama belum memikirkan untuk memiliki momongan. Mereka masih ingin fokus kuliah dulu.

Dan Vivian sendiri belum rela jika kasih sayang suaminya harus terbagi dua antara dirinya dan buah hati mereka. Ditambah lagi dengan sikap manjanya yang jangan ditanya lagi, apalagi setelah pernikahan mereka memasuki bulan ketiga, sikap manjanya semakin menggila.

Namun sifat manjanya itulah yang membuat Nathan semakin mencintai wanitanya itu, ia sangat menyukai gelagat Vivian yang bersikap manja atau merengek minta sesuatu, belum lagi bila ia sedang kesal dan merajuk. Karena itu artinya hanya padanya Vivian bergantung.

Nathan sangat mencintai dan menyayangi Vivian, semua yang ada dalam diri gadis itu, ia mencintainya. Meskipun mungkin dimata orang lain, Vivian hanya perempuan dengan sikap kekanakan yang sering berulah dan menimbulkan masalah, belum lagi sifat manjanya yang menjadi nomor satu itu.

Namun dimata seorang Nathan Qin, Vivian adalah wanitanya yang begitu menarik, begitu menggoda, bahkan terkadang ia lupa caranya bernapas atau mengendalikan debaran jantungnya yang tidak menentu dengan beberapa perlakuan Vivian padanya.

"Aaahhh..."

Pisau dalam genggaman Vivian terlepas begitu saja setelah ujung jarinya tidak sengaja tergores mata pisau tersebut. Dan selanjutnya yang Vivian rasakan adalah jarinya berada di dalam mulut seseorang.

Nathan menghisap darah yang keluar dari luka gores itu lalu meludahkannya. "Dasar ceroboh, apa kau tidak bisa melakukannya dengan hati-hati?!" Omel Nathan. Nathan membuang apel yang menjadi biang keladi tragedi kecil itu ke tempat sampah.

"Menyebalkan." Vivian mencerutkan bibirnya sebal. Bagaimana bisa Nathan malah mengomelinya. Padahal dia benar-benar tidak sengaja, bukan karena terlalu ceroboh.

"Tidak perlu dilanjutkan. Sebaiknya kita sarapan sekarang." Nathan mengembangkan kakinya menuju meja makan diikuti Vivian yang berjalan mengekor dibelakangnya sambil membawa potongan semangka dan anggur yang sebelumnya sudah dicuci bersih.

"Huft, baiklah."

-

-

Gio menatap sebal pada sepasang kekasih yang baru saja tiba di kampus. Siapa lagi mereka jika bukan Sania dan kekasihnya yang bernama Reno. Melihat kemesraan mereka membuat Gio sebal sendiri.

"Hayo, jangan bilang kalau kau cemburu pada mereka?" Ucap Arya yang entah dari mana munculnya tiba-tiba sudah berdiri disebelahnya.

"Ck, jangan asal menebak. Dan siapa juga yang cemburu. Aku hanya kesal saja melihat mereka yang sok umbar kemesraan, apa mereka tidak berpikir ini adalah tempat umum!!"

"Memangnya ada larangannya ya? Lalu bagaimana dengan mereka berdua?" Sahut Dio sambil menunjuk sepasang suami-istri yang baru keluar dari mobilnya.

"Mereka beda lagi. Jelas-jelas Nathan dan Vivian sudah resmi menikah, jadi tidak ada larangan karena memang sudah sah Dimata hukum dan agama. Tapi Sania dan kekasihnya~ bahkan hubungan mereka saja tidak jelas!!"

Sean dan Arya tertawa geli. Ternyata orang cuek seperti Gio bisa cemburu juga. Dan tingkahnya saat sedang cemburu sangat-sangat menggelikan. Hingga muncul sebuah ide untuk memanas-manasi dia.

"Tapi ya, kalau dipikir-pikir mereka memang sangat cocok dan serasi. Sania yang mungil dan Reno yang seperti tiang berjalan. Jika mereka menikah, itu sangat bagus untuk memperbaiki keturunan!!" Ujar Sean menuturkan.

Wajah Gio semakin kesal mendengar ocehan Sean. Pemuda itu melenggangkan kakinya dan pergi begitu saja. Jelas sekali terlihat jika Gio sedang cemburu berat. Tapi dia sangat malu dan mengakuinya.

"Ada apa dengan, Gio?" Tanya Vivian melihat pemuda itu pergi begitu saja.

"Dia sedang cemburu melihat kemesraan Sania dan Reno, tapi gengsi untuk mengakuinya." Jawab Arya.

Vivian mendengus. "Dasar pria Cemen, tidak ada gentlenya sama sekali. Bagaimana perempuan bisa suka padanya. Jika suka seharusnya di kejar sampai dapat, bukannya malah cemburu dan marah-marah tidak jelas!!"

"Tapi, Vi. Ngomong-ngomong kenapa cara jalanmu sedikit aneh? Apa semalam Nathan menggempurmu habis-habisan?" Ucap Sean mengomentari cara jalan Vivian yang sedikit aneh.

Nathan mendelik tajam pada sahabatnya itu. Selalu saja Sean ingin tau. "Apa tidak ada pertanyaan lain, kau sebagai pria kenapa mulutmu licin sekali?! Vi, ayo pergi." Nathan merangkul pundak Vivian, keduanya melenggang pergi meninggalkan Arya, Sean dan Dio.

Nathan benar-benar tidak tau dan tidak habis pikir dengan mereka bertiga. Selalu saja ada hal yang tidak lantas yang mereka pertanyakan. Lagipula apa hubungannya cara jalan Vivian dengan mereka bertiga?!

-

-

Bersambung.

Pawang Hujan

Vivian dan Sania memasuki kantin setelah kelas kedua usai. Kedua perempuan cantik itu memperhatikan sekelilingnya, hampir semua tempat sudah penuh dan hanya tersisa dua tiga meja saja yang masih kosong.

Setelah memesan makanan yang hendak mereka santap, keduanya berjalan menuju meja kosong yang terletak di dekat jendela. Tempat favorit mereka berdua ketika makan siang di kantin.

"Oya, San. Bagaimana kau dan Reno bisa bersama lagi, bukankah kalian sudah putus ya?" Tanya Vivian memulai percakapan. Dia benar-benar penasaran dengan hubungan mereka berdua.

"Memang, satu Minggu lalu Reno datang padaku dan mengatakan alasan kenapa dia tiba-tiba menghilang. Karena kita berdua masih saling cinta, akhirnya memutuskan untuk balikan lagi." Tuturnya.

"Lalu bagaimana dengan, Gio? Aku pikir kalian berdua berpacaran,"

Sania menggeleng. "Aku dan dia hanya sebatas teman, tidak lebih. Dan kenapa kau bisa berpikir jika aku dan dia memiliki hubungan spesial?"

Vivian mengangkat bahunya. "Entah, karena aku pikir dia menyukaimu."

Perbincangan mereka diinterupsi oleh kedatangan dua pemuda yang salah satunya adalah Reno. Melihat kedatangan kekasihnya membuat senyum dibibir Sania langsung mengembang lebar. Dan Reno hendak memperkenalkan Vivian dengan temannya.

"Oya, Vi. Ini adalah Raffi, dan dia ingin sekali kenalan denganmu,"

Pemuda bernama Raffi itu mengulurkan tangannya pada Vivian, bermaksud untuk memperkenalkan dirinya. Tapi disaat bersamaan tiba-tiba Nathan muncul bersama Gio dan trio ajaib. Nathan menyentak tangan Raffi yang terulur di depan Vivian.

"Dia milikku, jadi jangan coba-coba untuk mengganggu apalagi mendekatinya!!" Nathan menatap pemuda itu dengan tatapan dingin tak bersahabat. Raffi adalah mahasiswa baru di S.N.U, jadi dia tidak tau menahu mengenai hubungan Nathan dan Vivian, termasuk Reno.

Nathan dan Vivian memang sengaja tidak mempublikasikan tentang pernikahan mereka pada khalayak umum. Hanya orang-orang terdekat mereka saja yang mengetahui hubungan keduanya. Yang orang tau mereka adalah sepasang kekasih. Bukan sepasang suami-istri.

Raffi membalas tatapan tajam Nathan. "Tapi apa hakmu melarangku untuk mendekatinya?! Aku berhak mendekati siapa pun di kampus ini termasuk Vivian. Jadi sebaiknya kau tidak usah ikut campur apalagi jadi orang yang sok berkuasa disini!!"

Nathan menarik pemain Raffi. Apa pemuda di depannya ini benar-benar menantang dirinya. Dan Nathan bisa saja lepas kendali dan menghajar anak baru ini sampai mati."Nathan, jangan!!" Seru Vivian sambil menggelengkan kepalanya.

Raffi tersenyum meremehkan. "Nah, kau lihat bukan. Dia lebih membelaku, jadi jangan sombong dan sok. Aku sudah banyak mendengar tentang dirimu, kau adalah berandalan disini, dan orang sepertimu sama sekali tidak pantas untuk gadis baik-baik seperti Vivian!!"

"Terlalu banyak omong!!"

Tubuh Raffi tumbang dengan satu pukulan saja. Bukan Nathan pelakunya, tapi Vivian. Membuat semua orang yang ada di kantin melongo termasuk Reno, kecuali suaminya, Sania, Gio dan ketiga sahabat Nathan. Vivian meniup kepalan tangannya dengan puas.

Buru-buru Reno membantu Raffi berdiri. "Vi, kenapa kau memukulnya? Raf, kau tidak apa-apa kan?" Tanya Reno memastikan. Raffi menangis dan menunjukkan dua gigi depannya yang patah oleh pukulan Vivian.

"Dia mematahkan dua gigiku, huaa... Aku jadi tidak tampan lagi!!" Jerit Raffi histeris.

Vivian mendecih sebal. "Dasar cowok kacangan, di pukul sekali saja langsung tumbang. Makanya kalau punya mulut itu dijaga, jangan asal jeplak saja!!" Sinis Vivian menimpali. Dia memeluk lengan terbuka suaminya dan membawanya pergi dari kantin.

Sania yang kesal karena Reno sudah mempermalukannya di depan teman-temannya memilih untuk pergi dan meninggalkan kekasihnya itu. Dia menarik Gio dan membawanya meninggalkan kantin. Membuat seringai di bibir Gio terurai seketika.

Gio yakin, lambat laun Sania pasti akan meninggalkan Reno, dan saat itulah dia akan masuk ke dalam hatinya secara perlahan-lahan.

"Sania, kau mau kemana?" Seru Reno.

"Urus saja temanmu itu. Gio, ayo pergi!!"

-

-

Kumpulan mega putih berubah menjadi gumpalan awan hitam yang menggantung di angkasa luas. Awan penuh dengan butiran embun. Lalu air jatuh setetes demi setetes ke bumi.

Rintik hujan menyelimuti malam yang gelap dan sepi. Menambah rasa dingin, menembus hingga ke sum-sum tulang. Gemericik air yang jatuh memantulkan nada khas hujan turun. Memecahkan keheningan malam. Gelap gulita malam semakin membuai, hembusan angin terasa dingin menggigit kulit.

Di balkon sebuah kamar mewah. Gadis itu menatap hujan yang sedang turun dengan bosan, wajahnya cemberut sebal. "Hujan lagi, hujan lagi!!" Nada mengeluh keluar dari sela-sela bibir ranum tipisnya. Dan selalu kalimat yang sama ketika melihat hujan turun.

Pemuda itu mendengus geli. Sedari tadi wajah istrinya terus saja di tekuk, lebih tepatnya sejak hujan turun sekitar satu jam yang lalu. Kemudian pemuda itu meletakkan ponselnya, dengan langkah tanpa suara dia menghampiri sang-istri.

"Nathan, cepat suruh hujannya berhenti." Rengek gadis itu memohon. "Aku benci hujan, kenapa hujan harus turun disaat kita berencana untuk pergi keluar?!" Dia mengeluh lagi.

"Jangan aneh-aneh!! Aku ini bukan pawang hujan, jadi bagaimana mau menghentikan air-air yang berjatuhan itu?!" Jawab Nathan menimpali.

"Aku tidak mau tau, pokoknya suruh hujannya berhenti!!" Vivian kekeuh dan bersikeras meminta Nathan menghentikan hujan.

Pemuda itu mendengus samar. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan istrinya ini. Bagaimana bisa Vivian merengek memintanya untuk menghentikan hujan, sementara dirinya tidak memiliki kekuatan ataupun kemampuan untuk melakukannya.

Dan hal-hal konyol semacam inilah yang sering kali menimbulkan pertengkaran kecil diantara mereka. Menghadapi sikap Vivian yang terkadang melebihi bocah membuat Nathan harus banyak-banyak bersabar.

-

-

"RIO!! MANA MANGGA MUDAKU?!"

Suara itu bagaikan sebuah petir yang menyambar di siang bolong. Rio, dia benar-benar kehilangan kebebasannya sejak memutuskan untuk menikahi Silvia 4 bulan yang lalu, dan saat ini istrinya itu sedang hamil muda.

Sejak hamil, Silvia menjelma menjadi wanita yang berbeda. Terkadang dia menjadi sangat manja, terkadang dia tak mau dia sentuh sama sekali, dan parahnya lagi dia memiliki tempramen diatas normal. Seperti marah-marah tanpa sebab, dan masih banyak lagi.

Meskipun begitu. Rio tidak tidak merasa menyesal sedikit pun telah menikahi Silvia. Karena dia sangat mencintainya, apalagi yang ada di kandungannya adalah calon buah hatinya, buah cinta mereka.

"Sebentar, Sayang. Aku datang!!"

Tak ingin membuat istrinya menunggu. Rio pun buru-buru membawa mangga muda itu pada Silvia. Meskipun sikap istrinya terkadang membuatnya frustasi, tapi Rio begitu memanjakannya. Dia selalu mengabulkan apapun yang Silvia minta, dan itu adalah bukti cintanya pada sang istri.

"Habiskan, tapi makan dengan pelan-pelan." Kemudian Rio mencium kening Silvia sambil mengusap perutnya.

Bukannya senang. Silvia malah menyentak tangan Rio. "Yakk!! Jangan sembarangan menyentuhku!! Kau membuatku mual, hoekk... Keluar sana!! Anak ini tidak mau dekat-dekat denganmu!!"

Rio mendesah berat. Lagi-lagi seperti ini, dan dia hanya bisa pasrah ketika diusir pergi oleh istrinya. Meskipun sedikit kesal tapi Rio tidak bisa marah karena itu adalah bawaan bayi di dalam rahimnya.

-

-

Bersambung.

Tamu Tak Diundang

Awan gelap masih menyelubungi langit malam. Angin berhembus semakin kencang, membuat udara malam ini kian terasa menusuk hingga sampai ke sum-sum tulang. Vivian merapatkan selimut yang membungkus tubuhnya, wanita itu duduk meringkuk di atas tempat tidur.

Hujan baru saja berhenti. Dan Vivian menyesali kenapa hujan musti berhenti diwaktu selarut ini. Padahal dia dan Nathan sudah memiliki agenda untuk pergi ke luar, tapi hujan mengacaukan semua rencana yang telah tersusun dengan matang.

"Kenapa belum tidur?" Vivian mengangkat wajahnya dan menatap sang-suami yang baru keluar dari kamar mandi.

"Belum ngantuk!!" Jawabnya datar.

"Masih kesal karena hujan?"

"Menurutmu?! Huhuhu, padahal aku merancangnya dari siang kemana saja kita akan pergi. Tapi hujan malah tiba-tiba turun dan mengacaukan semuanya. Dan kau juga... sudah aku bilang hentikan hujannya, tapi kau menolak dengan alasan tidak bisa!!"

Nathan mendengus. Dan jika sudah begini, Vivian sulit dibujuk, jadi harus pintar-pintar membujuknya agar ngambeknya tidak berkepanjangan. Pemuda itu mendekati sang-istri yangs sedang menekuk wajahnya. Keduanya tangannya menangkup wajah cantik yang sedang cemberut itu.

Detik berikutnya, bibir Vivian sudah berada di dalam pagutan bibir Nathan. Pemuda itu memagut dan mel*mat bibir tipis istrinya. Vivian mengangkat kedua lengannya lalu mengarahkan ke leher suaminya.

Ciuman yang semula lembut berubah menjadi ciuman panas yang menuntut.

Posisi mereka tidak lagi duduk, Vivian berbaring dengan Nathan mengungkung tubuh mungilnya. Jari-jari mereka saling bertautan dan menggenggam dengan penuh kelembutan.

"Eeeuunggg..."

Lengkuhan panjang keluar dari sela-sela bibir Vivian, dan hal itu Nathan manfaatkan untuk mendapatkan akses lebih. Lidah Nathan masuk ke dalam mulut Vivian dan mulai bergerak liar. Bukannya merasa takut dan terancam, Vivian justru menikmatinya. Menikmati setiap sentuhan bibir dan jari-jari suaminya.

Nathan melepaskan ciumannya dan menatap Vivian selama beberapa saat. "Ingin melakukannya?"

"Hu'um." Vivian mengangguk. Penawaran yang sungguh tidak bisa ditolak oleh Vivian.

Nathan melepas pak*iannya dan kembali mel*mat bibir Vivian seperti tadi. Dan disaat mereka sedang panas-panasnya. Tiba-tiba Vivian merasa sesuatu yang hangat keluar dari bagian int*mnya.

Mata Vivian sontak membelalak, buru-buru ia mendorong dada Nathan hingga tautan bibir mereka terlepas. Vivian menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca. "Nathan, tamuku datang!!! Huaaa...!!" Dan tangis Vivian pun pecah.

Nathan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Unboxing malam ini gagal total karena tamu bulanan Vivian yang datang tidak tepat waktu. Lelaki itu menghela napas berat, dengan kecewa Nathan pergi ke kamar mandi.

Dia sungguh merutuki kedatangan tamu tak diundang itu, kenapa harus sekarang datangnya?! Disaat dia permainan mereka sedang panas-panasnya, dan Nathan harus bermain solo untuk mencapai pelepasan.

-

-

Fajar telah tiba. Biasan sinar matahari sedikit demi sedikit mulai mengintip, menembus masuk melalui celah-celah jendela yang berada di sebuah kamar luas itu. Pelan tapi pasti juga menyinari sepasang suami-istri yang masih terlelap dalam mimpi indahnya.

Si perempuan membuka matanya terlebih dahulu. Langit masih belum sepenuhnya terang, dan udara pagi yang khas masih begitu dingin menggigit. Aroma lapisan embun beserta petrichor sisa hujan semalam masih terasa pagi ini.

Dan gadis itu, Xia Vivian, mengulas senyum pertamanya hari ini, disusul oleh gerakan perlahannya yang melangkah turun dari ranjang. Tanpa membangunkan suaminya, Nathan Qin.

Vivian menatap sejenak lelaki yang masih terlelap itu dan menghela napas. Kemudian ia melenggangkan kakinya dan berjalan ke kamar mandi.

Setelah mencuci muka dan menggosok gigi. Vivian pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Kegiatan yang sudah menjadi rutinitasnya setiap pagi.

Sebenarnya Nathan sudah pernah menyarankan agar Vivian menyewa jasa pembantu, tapi dia malah menolaknya, Vivian lebih nyaman melakukannya semua sendiri. Karena itu sudah menjadi tugasnya sebagai istri dan ibu rumah tangga.

Dan disaat Vivian sedang asik memasak sambil mendengarkan musik. Tiba-tiba saja Nathan muncul dan mengejutkannya. Lelaki itu berdiri tepat dibelakang Vivian yang belum menyadari kedatangannya. "Mana kopi untukku, Vi?" Tanya Nathan sambil menepuk pundak Vivian.

"Huaaa... Setan!!!" Akibatnya perempuan itu jadi histeris dan melempar kocokan telor yang siap untuk digoreng beserta wadah-wadahnya kemuka Nathan.

"Vivian!!" Geram Nathan dengan suara rendah namun terdengar berbahaya.

Mata Vivian sontak membelalak sempurna setelah sadar jika yang dia kira setan ternyata adalah Nathan. "Nathan!!" Ia pun menjadi panik melihat wajah dan rambut Nathan yang penuh dengan kocokan telor.

Vivian mengambil lap yang ada di atas meja lalu menyapukan kemuka suaminya. "Maaf, aku benar-benar tidak sengaja. Aku akan membersihkan muka dan rambutmu. Dan kau juga bersalah, kenapa tiba-tiba muncul dan mengejutkanku?!"

Nathan menepis pelan tangan Vivian dari wajahnya lalu membuang lap itu ke dalam tong sampah.

"Ck, apa kau pikir mukaku ini meja makan?! Sampai-sampai kau memakai lap tangan untuk membersihkannya?! Sial, aku harus mandi lagi!!" Nathan meninggalkan Vivian begitu saja. Dia terlihat sangat kesal.

Vivian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Padahal dia tidak sepenuhnya bersalah. Nathan juga bersalah, siapa suruh dia muncul tiba-tiba dan mengejutkannya.

Vivian mengangkat bahunya acuh, lebih baik lanjut memasak dari pada memikirkan Nathan yang sedang kesal.

-

-

Demi balas dendam pada Nathan karena sudah melarangnya dekat dengan Vivian, Raffi menyebar rumor yang kurang sedang tentangnya di kampus, tujuannya adalah untuk menjatuhkan nama baik Nathan agar semua orang menjauhinya termasuk Vivian.

Raffi menyebar foto-foto lama Nathan yang entah dia dapatkan dari mana. Bahkan Raffi sampai membuat banner berukuran besar yang sengaja dia pajang di depan kampus agar semua orang tau siapa Nathan sebenarnya.

"Lihat foto-foto ini, jelas sekali jika Nathan bukan pemuda baik-baik. Buktinya saja dia pernah mendekam di penjara karena terlibat tawuran dengan geng lain. Belum lagi dia juga pernah membunuh orang."

"Lalu apa urusannya dengan kami?! Toh itu adalah masa lalunya dan tidak ada hubungannya dengan kami juga,"

"Ada!! Tentu saja ada. Nama baik kampus ini bisa rusak dan hancur jika orang penuh d*sa seperti dia tetap kuliah disini!!" Ujar Raffi.

Melihat satu persatu mulai terhasut membuat seringai dibibir Raffi terurai lebar. Pemuda berandal seperti Nathan tentu saja tidak layak bersanding dengan Vivian, dan Raffi pasti akan merebutnya. Vivian harus ditolong sebelum dia salah jalan karena memiliki kekasih orang yang tidak benar.

"Tapi benar juga apa yang kau katakan. Lihat saja penampilannya sekarang yang seperti preman, nama baik kampus ini bisa hancur dan tercemar karena keberadaan berandalan seperti dia."

"Tapi, Raffi. Apa yang harus kita lakukan padanya?"

"Apa lagi, tentu saja usir berandalan seperti dia keluar dari kampus ini. Hanya itu satu-satunya cara untuk mencegah nama baik kampus ini tercemar!!"

"Benar, ayo kita buat petisi dan usir Nathan dari kampus ini!!"

"SETUJU!!"

Raffi menyeringai, rencananya berjalan dengan mulus. Ternyata tidak sulit mempengaruhi pikiran mereka. Dia adalah orang baik dan paling bersih, jadi tentu saja Tuhan akan berpihak padanya.

-

-

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!