NovelToon NovelToon

Mengejar Cinta Pak Duda

Mengejar Cinta Pak Duda 01

Bulan Desember adalah puncak tertinggi musim penghujan. Dimana hujan turun satu hari penuh. Terkadang dari pagi hingga pagi lagi. Keluh kesah pun selalu terucap oleh  seorang gadis yang bernama Fiona. Dia harus keluar masuk untuk mengangkat jemurannya yang tak kunjung kering.

Sudah satu minggu ini hujan begitu awet layaknya terkena formalin. Mentari hanya sebentar menampakkan diri lalu menghilang begitu saja lenyap di tutup awan gelap. 

Sudah tiga bulan  Fio  tak lagi bekerja, dia resign dari tempatnya bekerja karena gaji yang tidak sesuai. Bagi Fio uang 600 ribu hanya cukup untuk membeli skin carenya saja. Tak sesuai dengan pekerjaan yang menguras tenaga dan pikirannya.

“Fio, Ibu mau ke tempat Wak Yeni, nanti kalo hujan tolong angkat juga jemuran pak Sakya, dia lagi sakit!” pesan ibu Fiona. 

Fiona yang sibuk dengan ponselnya harus mendengus kesal saat harus berurusan lagi dengan duren depan rumahnya.

Duda keren yang baru saja ditinggal oleh sang istri untuk selamanya. Meskipun menyandang sebagai duda, tetapi kharisma Sakya mampu mengguncangkan hati kaum hawa di kompleksnya, terutama janda muda.

Dengan keterpaksaan Fio menyanggupi pesan Ibunya.  Sebenarnya Fio sangat malas jika harus berurusan dengan duren depan rumahnya. Belum apa-apa Fio pasti akan langsung terkena serangan jantung akibat pesona pak duren. Namun, itu bukanlah masalah besar untuknya. Yang membuatnya malas itu adalah dia paling tidak suka dengan mulut pedas tetangga yang sudah seperti bon cabe level 50.

“Huh,”  gerutunya, saat gerimis  mulai berjatuhan.  Setelah mengangkat semua pakaiannya, Fio pun segera berlari ke depan  rumah, dimana banyak sekali jemuran milik pak duren masih setengah basah.

“Kenapa gak pakai jasa Laundry aja sih,”  gerutu  Fio lagi saat mendapati banyaknya jemuran milik Sakya yang harus dia angkat. Bisa dipastikan ini adalah cucian selama satu minggu.

“Pakai jasa Laundry itu  butuh biaya, Neng.”

 Suara  lelaki dari belakang membuat Fio terkejut.

Fio segera  menoleh ke arah suara berasal. Fio semakin terkejut saat sang pak duren juga telah membopong beberapa kain jemurannya.

Dalam  hati Fio merutuki dirinya sendiri. Bagaimana  dia bisa melupakan pesan ibunya yang mengatakan jika Sakya tengah sakit. Namun sepertinya pak duren hanya demam biasa karena dia masih beraktivitas.

Jika tahu Sakya hanya demam biasa, Fio tidak akan sibuk untuk mengangkat jemuran miliknya. Terlebih saat ini Sakya juga terlihat baik-baik saja.

"Katanya sakit?" Fio melirik kearah Sakya yang sedang membantu membawa kain jemurannya.

"Udah mendingan kok, cuma demam biasa. Terimakasih sudah mau membantu."

Fio hanya mengangguk pelan dan membawa jemuran itu masuk kedalam rumah bersama dengan Sakya.

Untung saja tak ada tetangga yang melihatnya saat ini jika Fio mengikuti Sakya masuk kedalam rumahnya. Jika sampai ada tetangga yang tahu,  pasti dirinya akan menjadi bulan-bulanan tetangga, terutama para janda muda.

“Itu rumah atau gudang?” gumam Fio saat Sakya membawa Fio ke salah satu ruangan yang kosong. Hanya ada keranjang pakaian dan pakaian yang menggunung belum dilipat.

Sebelumnya rumah itu selalu rapi, tetapi setelah kepergian sang istri, rumah Sakya tidak terurus lagi. Bahkan halaman depan banyak  di tumbuhi rumput liar. Itu memang salah satu kekurangan Sakya yang tidak bisa membagi waktunya.

Dia harus pergi pagi pulang malam. Bahkan hari libur pun kadang Sakya masih harus tetap bekerja untuk klien-nya.

***

Suasana pagi selalu saja ribut oleh suara Bu  Laila. Daniel yang setiap pagi harus dibangunkan dan pak Mail yang selalu saja menemani LingLing si burung Beo kesayangannya.

“Sampai kapan kamu ini mau jadi pengangguran, Fi?” tegur ibunya  saat mendapati Fio hanya memainkan ponselnya.

“Ini juga lagi usaha Bu,” sanggah Fio. Lagi-lagi gadis itu menjadi sasaran ibunya saat kedua lelaki yang membuat kesal sudah meninggalkan rumah. Daniel adik Fio saat ini sudah pergi sekolah dan bapaknya juga sudah pergi ke kios.

“Nih antar sana!”  perintah ibunya sambil menyodorkan sebuah undangan kepada Fio. Mata Fio  terbelalak saat melihat nama yang tertera. “Kok aku sih, Bu?”

Berkali-kali Fio menolak tapi tetap tidak mengubah perintah Ibunya.

"Memangnya kenapa?" tanya ibunya.

"Masalahnya jantung Fio itu tidak bisa terkontrol saat berdekatan dengan pak duren itu, Bu."

“Jangankan kamu Fi, Ibu saja juga jantungan,” sahut ibunya.

Fio mendengus kesal, tetapi satu sisi lain ria merasa sangat senang karena bisa melihat wajah tampan pak duda.

Meskipun seorang duda, tetapi auranya mampu menghipnotis seseorang untuk tidak jera menatapnya.

Selama ini Fio hanya mampu mengagumi Sakya dari jarak jauh. Sebab saat itu Sakya sudah ada yang punya.

Sarah, mendiang istri Sakya pun juga sangat cantik, membuat para tetangga merasa bahwa mereka sangat serasi. Namun, ternyata takdir berkata lain. Sarah harus menghadap kepada sang Ilahi setelah melawan keras penyakitnya.

Fio mengurung diri di kamar dengan perasaan kesal karena harus kembali lagi ke rumah Sakya. Fio merasa kesal karena dia tidak akan bisa mengontrol detak jantungnya yang akan terus bergerumuh saat berdekatan dengan pak duren.

Fio segera merebahkan tubuhnya diatas ranjang lalu menarik selimutnya.

"Harusnya aku seneng dong bisa natap pak duda itu," gumam Fio yang terhanyut dalam pemikiran tentang Sakya.

"Fio!" teriakan ibunya menggema hingga kamarnya.

"Anak gadis pemalas!" Seketika selimut telah terlempar ke lantai.

Fio hanya menggeliat, "Apa sih Bu?" tanya Fio dengan malas.

"Kamu ini ya, kebiasaan! Habis makan langsung tidur! Kamu tahu gak makanan yang kamu makan tadi itu tidak bisa dicerna dengan baik jika kamu langsung tidur!"

"Tapi Fi ngantuk, Bu. Apalagi cuaca mendung kayak gini. Enaknya kan tidak, Bu."

"Fio kamu ini ya!" Terlihat sang ibu sudah mengambil gagang sapu, Fio pun segera bangkit dari tempat tidurnya dan langsung ngacir keluar kamar.

"Astaga ... itu yang namanya ibu kandung rasa ibu tiri."

Siapa yang menyangka jika sang ibu juga mengikuti Fio yang hendak ke kamar mandi.

"Setelah mandi jangan lupa langsung antarkan undangan itu sama pak Sakya! Nanti keburu orangnya berangkat kerja!"

"Iya, Bu. Nanti Fio antar. Sekarang Fio mandi dulu," ucap Fio yang kemudian menutup pintu kamar mandi. Namun, di dalam kamar mandi bukannya langsung mandi, Fio masih menyempatkan untuk menscrol akun media sosialnya untuk mengetahui berita terkini tentang artis k-pop idola.

"Pak Sakya mirip banget sih sama oppa-ku."

Fio tertawa pelan sambil menutup mulutnya agar suaranya tak terdengar keluar.

"Berhubung saat ini pak duren gak ada yang punya, berarti inilah saatnya beraksi untuk mendapatkannya." Fio melihat tubuhnya sendiri yang masih memiliki banyak kekurangan. Apalagi bagian depan dadanya yang tidak bisa menonjol seperti janda muda tetangganya.

"Ini peres banget sih, gak kayak punya teteh Mala yang super jumbo, apalagi kayak punya teteh Shanti yang waao. Tapi setidaknya masih mending dari pada seperti punya teteh Nining, sih." Fio tertawa lagi sambil memegangi buah semangkanya yang tidak terlalu besar.

"Fio! Kamu jangan main-main di kamar mandi! Apalagi bermain dengan setan!" teriak ibunya dari luar.

...Bersambung...

Tes dulu, kalau ada yang baca dan kasih dukungan aku lanjutkan. 😀

Mengejar Cinta Pak Duda 02

Dengan langkah gontai Fio mengetuk pintu rumah Sakya. Ketukan pintu dan ucapan salam berkali-kali Fio ucapkan, tetapi tak kunjung ada sahutan dari dalam rumah. Fio yakin jika pak duren belum berangkat kerja, karena mobilnya masih terparkir di teras rumahnya.

“Pak Sakya.”  Untuk kesekian kali Fio berteriak. Namun, tetap saja tak ada jawaban.

“Astaga jangan jangan mati,” ucap Fio seketika dengan menutup mulutnya. Namun, matanya terbelalak saat pintu dibuka dengan memperlihatkan ciptaan Tuhan paling tampan.

“Kamu bilang apa?” Dengan tangan yang dilipat di dadanya Sakya menatap intens kearah Fio, membuat gadis itu merasa risih. 

Dengan segera Fio memberikan sebuah undangan yang diberikan oleh ibunya tadi kepada Sakya.

"Pak, ini ada titipan undangan buat bapak." Fio menyodorkan undangannya.

"Terimakasih." Sakya yang menerima kartu undangan seolah berpikir sejenak dengan menatap Fio yang tampak canggung.

"Kamu gak kerja?" tanya Sakya.

"Udah berhenti, Pak."

“Nah, kebetulan kalau begitu. Pagi ini saya ada sidang, jadi tolong kamu gosokkan semua pakaian saya. Nanti saya kasih upah. Soalnya nanti malam mertua saya mau kesini.” Tanpa persetujuan dari Fio, Sakya telah menyeret Fio untuk masuk kedalam rumahnya.

“Udah tengang aja, masalah Ibu biar saya yang bilang nanti,” imbuhnya lagi.

Fio masih tak percaya dengan apa yang di alaminya. Ia menepuk pipinya berharap itu mimpi. “Auuw,” ringisnya.

Sebenernya Fio paling malas untuk menggosok pakaian, apalagi yang sudah terlanjur menggunung seperti pakaian milik Sakya saat ini. Namun, Fio tidak akan menyia-nyiakan kesempatan langka untuk dekat dengan Sakya.

"Oh, iya satu lagi. Tolong bereskan juga rumah saya ya. Tenang, nanti saya akan kasih kamu upah."

Karena Sakya sedang buru-buru, maka dia segera meninggalkan Fio di dalam rumahnya serta meningkatkan kunci rumah kepada Fio.

“Ah yang benar saja, membereskan semuanya,” gerutunya Fio sambil menautkan alisnya.

Berhubung Sakya mengatakan jika akan ada bayaran, maka Fio dengan semangat untuk mengerjakan apa yang dikatakan oleh Sakya tadi. Selain dapat duit, hitungan-hitung Fio juga belajar menjadi calon istri yang berguna untuk Sakya kelak.

"Bermimpi itu perlu. Kali aja besok-besok di suruh masak. Terus karena kesepian langsung deh disuruh jadi istrinya." Fio menertawaka khayalan tingkat dewanya.

"Untuk tadi aku mandi dulu, kalau masih bau bantal 'kan malu."

Saat Fio sudah mulai mengerjakan tugasnya, Sakya menepati janjinya untuk memberitahu ibunya Fio, jika hari ini Sakya meminjam Fio untuk membereskan rumahnya.

Siapa yang menyangka jika ternyata ibunya Fio sama sekali tidak keberatan dan malah berantusias untuk membantu Fio, setelah pekerjaan rumahnya selesai.

"Sekali lagi terimakasih, Bu," kata Sakya yang merasa sangat bersyukur.

"Ah, tidak apa-apa. Kita itu kan tetangga, Pak. Jangan sungkan-sungkan jika membutuhkan bantuan. Apakah sama anak pemalas itu. Ibu senang kalau Fio punya kesibukan lain selain main hp terus," ujar ibunya Fio.

Sakya yang telah diburu waktu segera berpamitan kepada ibunya Fio. Sebenarnya Sakya merasa tidak enak, tetapi dia terpaksa melakukan. Jadwal pekerjaan yang menguras hari-harinya membuat Sakya tidak bisa membereskan rumahnya. Terlebih nanti sore mertuanya akan datang.

Sepeninggal Sakya, ibunya Fio segera menyiapkan pekerjaan rumah dan akan segera menyusul Fio ke rumah Sakya.

“Eh Ibu.” Fio terkejut saat emaknya menghampiri dengan wajah yang berbinar.

“Sudah sini Ibu  bantu. Kamu sapu terus pel lantainya. Yang bersih ya! ” Kini ibu Fio telah mengambil alih tugas Fio karena dia tahu jika anaknya tidak akan pernah tapi untuk menggosok pakaian. Dengan senang hati Fio menuruti perintah ibunya.

"Makasih ibuku sayang," kekeh Fio yang segera bangkit dari tempanya.

Cukup melelahkan, ternyata tak seperti yang dipikirkan oleh Fio sebelumnya. Karena selama ini Fio tidak pernah dipaksa untuk mengerjakan rumah oleh ibunya.

Hampir satu jam Fio membereskan rumah Sakya. Jika tidak ada ibunya, mungkin Fio akan pura-pura sakit agar bisa mengelak dari tanggung jawabnya.

"Gimana Fi rasanya beres-beres rumah?" tanya ibunya saat Fio telah menjatuhkan tubuhnya diatas sofa dengan peluh yang telah membasahi bajunya.

"Capek sekali, Bu," keluh Fio yang masih mengatur napasnya.

"Nah, itu yang ibu rasakan selama ini. Kamu baru beberes satu jam lho dan udah ngeluh. Dasar payah! Gimana coba nanti kalau kamu jadi istrinya pak Sakya? Siapa yang bantuin kamu? Gak mungkin ibu 'kan Fi?"

Fio memutar bola matanya yang telah membulat. "Ibu bilang apa tadi? Aku jadi istrinya pak Sakya?"

"Ya ... kali aja jodoh Fi. Ibu sih maunya gitu. Gak mungkin juga 'kan ibu tinggalin bapak kamu demi pak Sakya?"

Karena Fio merasa ada lampu hijau dari ibunya, dia merasa semakin percaya diri untuk mendekati Sakya. Berharap doa ibunya diaminkan oleh para malaikat.

"Fio maunya juga gitu. Tapi saingan Fio berat, Bu."

"Saingan?" cicit ibunya.

"Itu para janda-janda muda yang buah semangkanya pada besar-besar. Coba lihat buah semangka punya Fio, cuma satu genggam, Bu," gerutu Fio dengan mencebikan bibirnya.

Ibu Fio menggeleng dengan pemikiran anaknya yang terlalu jauh. Para janda muda itu sebenarnya hanya mengagumi sosok Sakya saja, sama seperti dirinya. Meskipun memang memiliki perasaan, tentu saja Sakya tidak akan memilih salah satu para janda muda yang meresahkan buibu kompleks.

"Pak Sakya itu orang yang berpendidikan. Dia tidak akan melirik ondel-ondel seperti itu. Sudahlah kalau sudah selesai, ayo pulang. Gak enak lama-lama disini."

***

“Huh,” Fio membuang napas beratnya. Dia merebahkan tubuhnya diatas sofa. Malam ini dia bergabung bersama kelurganya yang sedang menonton acara drama di televisi. Namun, isi kepalanya hanya memikirkan tentang Sakya. Selama Tiga tahun  bertetangga dia belum tahu seperti apa sosok Sakya yang sebenarnya. Menurut para tetangga Sakya adalah orang yang baik, dermawan dan tegas. Meski sudah berkepala tiga auranya masih seperti anak seusia Fio.

Tetapi semua berubah setelah kepergian  sang istri. Sakya  berubah drastis. Bahkan dia terlihat acuh pada dirinya sendiri dan terus menyibukkan dirinya dengan pekerjaan.

Tak lama terdengar suara mobil yang masuk ke halaman rumah Sakya. Sudah pasti itu Sakya.

Fio segera beranjak untuk mengintip pelan dari jendela. Terlihat samar-samar Sakya keluar dari mobil dengan menggendong anak kecil lalu diikuti oleh wanita tengah baya yang membawa sebuah koper.

Gio yakin jika itu adalah anak dan mertuanya pak duren. Tiba-tiba saja raut wajah Fio berubah murung saat menyadari kenyataan yang ada.

"Lho, mau kemana?" tanya Daniel kepada Fio yang meninggalkan acara drama begitu saja.

"Mau ngadem di kulkas sebenarnya," celoteh Fio asal.

...🌹🌹🌹...

Mengejar Cinta Pak Duda 03

Di pagi buta Fio yang  merasa ada yang aneh di depan rumahnya. Suara keributan seperti kang sayur dan para buibu kompleks sedang beradu suara, menggema sampai di kamarnya.

Dengan langkah malas, Fio mengintip dari celah jendela. Dia ingin memastikan apa yang sedang terjadi.

"Gak usah ngintip nanti bintittan," celoteh Daniel yang sudah siap dengan seragam putih abu-abunya.

"Berisik luh," sentak Fio.

"Yaelah … perempuan mah gitu suka kepo!" cibir Daniel lagi.

Fio yang merasa masih merasa penasaran memilih mencari keberadaan ibunya. Karena Fio sempat melihat pak duren berjalan masuk nke teras rumah. 

"Bu … Ibu!" teriak Fio.

Tak ada sahutan dari ibunya bahwa di dapur juga tidak ada. Apakah itu artinya sang ibu juga sedang berada di depan?

Dari arah halaman rumah Fio mendengar ibunya seperti sedang marah-marah. Apakah ibunya sedang marah kepada bapaknya? Lagi-lagi Fio merasa semakin penasaran.

"Setiap pagi, siang dan malam burung saja yang harus diurusi. Lama-lama aku sate kami!"

Kini Fio tahu jika ibunya sedang marah kepada lingling, burung kesayangan bapaknya yang sangat berharga dibandingkan anak dan istrinya.

"Ibu ngapain disini?" Gio melihat ibunya yang sedang memberikan makan dan minum untuk lingling, burung beo yang paling berharga di rumahnya.

"Apa kamu gak liat kalau ibu sedang ngurus burung bapakmu?" sindir ibunya 

Fio tertawa kecil sambil mendekati ibunya. "Memangnya bapak kemana, Bu? Kok ibu yang ngurusin burungnya bapak?"

"Bapak belanja. Sembako di kios sudah menipis," sahut ibunya.

"Bu …." panggil Fio.

"Hmm."

"Ibu udah belanja? Di depan ada mang Jajang, lho," kata Fio.

Ibu Fio meliriknya sekilas. Tidak biasanya sang anak akan mengingatkan dirinya untuk berbelanja, sedangkan saat ini saja Fio baru bangun dari tidurnya.

"Kamu ngapain tanya ibu udah belanja apa belum? Kayak mau masak aja!" ketus ibunya.

"Cuma nanya aja langsung sensi. Marah sama lingling gak usah dilampiaskan ke Fio dong, Bu."

"Sudahlah ke intinya aja! Ada pada?"

Fio pun segera bertanya kepada ibunya mengapa pada ribut di jalan depan para buibi dan juga mang Jajang. Sontak ibunya malah menertawakan Fio. Sejak kapan sang anak peduli lingkungan sekitarnya. 

"Sejak kapan kamu jadi tukang kepo, Fi?"

Merasa kesal karena hanya mendapatkan tawa ada ibunya, Fio segera masuk lagi kedalam rumah. Hatinya belum tenang saat belum mengetahui update pagi ini.

Tidak hilang akal, Fio langsung mencari ponselnya dan menscrol sebuah akun sosial media milik jejanda muda, berharap menemukan jawaban atasa keresahan hatinya saat ini.

"Oh my Go …. " Fio menangkup bibirnya dengan kedua tangannya. 

Sebuah foto bercaption foto bareng calon imam.

Fio mencebik dengan kesal lalu melemparkan ponselnya begitu saja. "Dasar janda gatel! Mana mungkin pak duren mau sama model seperti itu. Liat buah naganya saja pasti pak duren langsung muntah. Masih mending aku, meskipun hanya satu genggam tapi aku masih perawan."

***

Sudah satu minggu Fio hanya memperhatikan tetangga depan rumahnya yang terlihat berbeda. Sosok anak kecil yang selalu bermain di teras rumah bersama dengan neneknya, membuat Fio merasa iba. Karena biasanya anak seusia bocah itu pasti akan ditemani oleh ibunya.

"Jangan cuma dilihatin aja! Disamperin, diajak maian. Deketin dulu anaknya. Lama-lama nanti bapaknya juga akan mendekati kamu." Suara ibu Fio membuyarkan lamunannya.

Fio hanya tersenyum canggung, merasa malu telah ketahuan oleh ibunya. Eh, sejak kapan Fio punya rasa malu?

"Tapi Fio malu, Bu."

"Malu sama siapa? Sama pak Sakya aja kamu gak malu. Tapi malu-maluin."

Fio dan ibunya yang hanya menjadi wanita pengangguran biasanya setelah menyiapkan pekerjaan rumah mereka akan sibuk dengan kegiatan mereka masing-masingnya. Ibunya yang sering bertandang ke rumah tetangganya dan Fio yang sibuk dengan ponselnya. Namun, tiba-tiba Fio terkejut dengan hadirnya anak kecil yang menyapa dirinya.

"Bibi sedang apa?"

Fio memperhatikan bocah itu dengan jeli. Tidak salah lagi jika bocah ini adalah anaknya pak duren. Lalu mengapa bisa sampai di rumahnya. 

Fio belum menjawab pertanyaan anak itu. Dia masih celingukan berharap menemukan pak duren di depan rumahnya. Namun, ternyata nihil.

"Bibi cari siapa?" tanyanya lagi.

"Itu … kamu anaknya pak Sakya 'kan? Kok bisa ada disini?" Fio malah bertanya kepada anak itu.

"Ibu yang bawa Nesya kesini," sahut ibunya Fio yang sedang membawa tas kecil dan beberapa boneka milik anaknya pak Sakya 

Fio tertegun saat melihat ibu dan anaknya pak duren sudah terlihat sangat akrab. Bahkan saat ini anak itu mengikuti ibu Fio masuk kedalam rumah.

"Apakah aku telah meletakkan sebuah berita?" Fio juga bergegas menyusul ibunya.

"Bu, jelaskan. Apa maksudnya ini?"

Ibunya Fio menyuruh Nesya untuk bermain. Dengan patuh, bocah yang bernama Nesya itu mengangguk pelan. "Iya Nek," ucapnya.

Ibu Fio membawa Fio ke dapur dan menjelaskan kepada Fio, jika mulai hari ini Nesya akan dititipkan di rumahnya kerena mertuanya pak duren sudah pulang.

"Apa?" Fio terkejut dengan ketidakpercayaan.

1 jam yang lalu ….

Saat ibu Fio pulang dari tempat wak Yeni, dia melihat jika pak duren sedang sibuk bertelepon dan terlihat begitu genting. Anaknya juga sedang menangis, meskipun sudah berada dalam gendongan ayahnya. Hati seorang ibu pun tersentuh untuk membantu anak pak duren agar berhenti menangis.

"Kenapa, Nak. Sini sama nenek."

Sakya melihat ibunya Fio lalu menyerahkan anaknya untuk di gendongnya. Perlahan tangisan itu hilang dan menyisakan sesenggukan saja.

"Kenapa anaknya, Pak?" tanya ibunya Fio.

"Saya juga tidak tahu, Bu. Mungkin Nesya mencari neneknya," jawab Sakya.

Sakya yang sedang dikejar oleh pekerjaan merasa bingung akan bagaimana karena selama ini dia tidak pernah mengasuh Nesya.

"Bu, bisa saya minta tolong untuk hari ini titip Nesya? Saya belum sempat mencarikan pengasuh." tanya Sakya ragu-ragu. Dia takut jika ibunya Fio tidak mau dan membuatnya beban.

"Gak apa-apa, Pak. Biar di rumah aja. Lagian di rumah juga ada Fio yang gak punya kerjaan. Dari pada main hp terus, mending momong Nesya."

Jawaban ibunya Fio membuat Sakya merasa sangat lega. Sebelum menyerahkan Nesya, Sakya mempersiapkan keperluan anaknya agar tidak terlalu merepotkan ibunya Fio. Dari mulai bekal, snack dan mainan milik Neysa dibawakan.

"Sebelumnya saya terimakasih karena ibu sudah mau direpotkan. Nesya anak yang baik kok dan nurut kok, Bu."

Setelah menitipkan Nesya, Sakya segera meninggalkan halaman rumahnya karena dia sudah sangat terlambat untuk menghadiri sidang hari ini.

"Nesya, kita pulang ke rumah nenek ya. Disana ada bibi Fio. Nanti Nesya main sama bibi Fio ya," bujuk ibunya Fio.

Dengan sebuah anggukan kecil, Nesya memberi isyarat bahwa dia setuju.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!