Ivana merasa kepalanya berputar dan begitu nyeri sekali. Rasanya seperti dirinya baru saja menaiki sebuah wahana komedi putar dengan kecepatan tinggi. Diputar-putar hingga membuatnya melayang dan setelahnya pusing. Rasa nyeri di dahi Ivana pun tak kalah menyakitkan. Seperti baru saja dirinya terbentur pada benda keras.
Ivana memikirkan apa yang menyebabkan hal itu terjadi sebenarnya. Kenapa dirinya bisa terbentur dan membuatnya pusing?
Ivana yang memikirkan itu pun mendapati jika bisa jadi dirinya terjatuh dari tempat tidur karena tertidur sehabis membaca novel. Pastinya benturan itu berasal dari dahinya yang terbentur dengan lantai.
Rasa sakit yang dirasakan Ivana membuat matanya begitu berat sekali untuk dibuka. Nyeri di dahi Ivana memang terasa menjalar sampai ke mata. Hingga saraf-sarafnya terasa berat untuk digerakkan. Namun, dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jadi dia harus segera membuka matanya untuk mengetahui itu.
Ivana berusaha keras untuk membuka perlahan matanya. Sambil perlahan dia mengerakkan kepalanya untuk melihat keadaan di sekitar. Di saat menggerakkan kepalanya itu, Ivana merasakan rasa perih di lengan tangannya. Seakan ada benda tajam yang menancap di lengannya.
Ivana terus berusaha menegakkan kepalanya. Di depan matanya, dia melihat sebuah benda bulat berlapis kulit. Ivana tahu pasti jika itu adalah setir mobil. Yang artinya, sekarang dirinya berada di dalam mobil.
Pertanyaan di benaknya adalah kenapa dirinya bisa berada di dalam mobil? Bukankah jika terjatuh dari tempat tidur dirinya harusnya di lantai.
Entahlah, Ivana pusing memikirkan hal itu. Hal yang lebih penting adalah, dia harus segera berusaha keras menegakkan kepalanya.
Saat kepalanya mulai terangkat, seketika sebuah cahaya menyambutnya. Menerobos masuk ke kornea matanya, hingga menyilaukan dan membuat memicingkan mata.
Untuk sesaat Ivana berusaha menyesuaikan cahaya itu. Saat sudah bisa menyesuaikan cahaya itu, dia kembali membuka matanya. Hal pertama yang dilihatnya adalah serpihan kaca yang menancap di lengannya. Darah segar yang mengalir dari celah-celah kaca yang menancap di lengannya, terlihat begitu banyak sekali.
Apa aku sedang bermimpi?
Ivana merasa heran apakah dirinya sedang bermimpi? Karena tidak mungkin dia mendapatkan hal aneh ini dalam kehidupan nyata. Ivana ingat betul jika tempatnya berada di tempat tidur, bukan di dalam mobil.
Rasa perih dan pusing yang dirasakannya terasa begitu nyata sekali. Hingga Ivana tidak yakin jika dirinya sedang berada dalam alam mimpi.
Di dalam kebingungan itu, Ivana berusaha untuk menegakkan tubuhnya. Sayangnya baru saja dia mendapati tubuhnya bergerak sedikit, rasa sesak begitu terasa sekali. Dadanya seolah terimpit dan membuatnya kesulitan bernapas.
Dalam situasi ini, Ivana benar-benar dibuat bingung. Mimpi macam apa yang dialaminya hingga begitu terasa nyata sekali. Rasa sakitnya begitu terasa menyiksa sekali.
“Acchh ....” Ivana menahan kepalanya yang sakit, tangannya yang perih, serta dadanya yang sesak. Sungguh rasa sakit itu berkumpul menjadi satu hingga membuat Ivana merasa begitu tersiksa sekali. Jika tahu mimpi buruk seperti ini sehabis membaca novel, dia lebih memilih langsung tidur saja tadi.
Ivana terus meringis kesakitan. Saat bisa menegakkan tubuhnya, dia segera menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi. Napasnya memburu. Berusaha untuk memasukkan oksigen sebanyak mungkin ke dalam paru-parunya. Tak mau mati konyol karena kehabisan napas.
Ivana mencoba membuka sedikit matanya. Dilihatnya kaca mobil yang pecah dan berlubang tepat di depannya. Ivana yakin serpihan kaca itulah yang menancap di lengan tangannya. Membuat tangannya berdarah-darah dan terasa perih.
Ivana berusaha menyadarkan tubuhnya. Dia benar-benar ingin tahu di mana sebenarnya dirinya berada.
Sambil dengan napas yang tersengal-sengal, Ivana kembali membuka matanya sedikit. Melihat apa yang ada di sekitarnya itu. Saat matanya terbuka, dia melihat sebuah pertokoan bertingkat. Namun, yang aneh adalah bangunan itu memiliki arsitektur bergaya Eropa.
Melihat hal itu tentu saja dia merasa sangat bingung. Di kota tempat tinggal Ivana tidak ada bangunan seperti itu. Di negaranya-Singapura hanya ada gedung-gedung bertingkat. Tidak ada bangunan bergaya Eropa seperti itu. Ivana benar-benar tidak mengerti dengan situasi ini. Di mana sebenarnya dirinya berada?
Ivana yang tak kuasa menahan sakit perlahan memejamkan matanya kembali. Dia berusaha keras untuk menahan rasa sakit yang terus menyiksanya itu. Sungguh dia tidak suka berada dalam situasi seperti ini.
Suara pintu terdengar dibuka paksa. Beberapa orang di luar berusaha untuk membukanya. Namun, karena terkunci dari dalam tentu saja tidak bisa dibuka.
“Nona ... Nona. Apa kamu masih sadar?” Seseorang di luar sana terdengar bertanya.
Ivana sudah tak punya tenaga menjawab. Sakit kepala yang dirasakannya membuat matanya semakin terasa berat.
“Lewat kaca depan.” Tampak seseorang berusaha untuk memecah kaca depan semakin lebar. Tangannya segera masuk dan berusaha untuk membuka pintu mobil. Dengan segera dia membuka pintu mobil. Tangannya menapuk-nepuk pipi Ivana.
“Nona ... Nona.” Dia kembali memanggil-manggil Ivana.
Ivana merasakan jelas tangan itu adalah tangan seorang pria yang menyentuh pipinya. Pria itu tampak berusaha menyadarkannya. Namun, Ivana terlalu lemah untuk menjawab.
Pria itu melepaskan sabuk pengaman yang dipakai oleh Ivana. Dia kemudian mengecek keadaan Ivana. Napas Ivana yang masih terasa membuat pria itu menyadari jika Ivana masih hidup.
Suara sirene ambulans yang terdengar menandakan jika para tenaga medis itu sudah datang. Jadi pria itu memilih menunggu tenaga medis untuk segera menangani.
Tak hanya suara ambulans yang terdengar, sirene polisi pun juga terdengar. Ambulans dan polisi datang bersama ke lokasi kecelakaan tersebut.
Para tenaga medis yang turun dari ambulans langsung memindahkan Ivana ke brankar. Mereka segera melakukan pertolongan pertama untuk Ivana. Tak mau sampai Ivana mati.
Ivana yang merasakan tenaga medis mulai menanganinya hanya bisa pasrah. Tubuhnya tidak bisa menolak sama sekali.
“Korban atas nama Irena Cherish Travis, usia dua puluh tahun.” Seorang petugas kepolisian mendapati data diri korban kecelakaan itu.
Samar-samar Ivana mendengar suara itu di telinganya. Hal itu membuat dia merasa begitu terkejut. Dia hafal betul jika nama itu adalah tokoh novel yang dibacanya dengan judul “Pewaris Yang Tertindas”. Novel itu diberikan temannya padanya dua hari lalu. Awalnya, Ivana tidak mau membacanya mengingat jika dia tidak suka drama wanita-wanita lemah. Karena dirinya adalah wanita yang berani. Namun, malam itu, dia tidak bisa tidur. Buku novel itu seolah memanggilnya untuk dibaca. Hingga akhirnya dia membacanya.
Ivana awalnya hanya membaca bab awal saja. Sayangnya, rasa ingin tahunya akhir dari cerita itu membuatnya melanjutkan membaca. Dia begitu penasaran dengan akhir tokoh utama. Apalagi di awal, tokoh utama ditampilkan dengan disikapnya yang lemah.
Kini Ivana benar-benar tidak mengerti dengan situasi ini. Dia berada dalam kebingungan. Bagaimana bisa dirinya adalah Irena-tokoh utama wanita dalam novel, padahal dirinya adalah Ivana Rownie. Seorang CEO sebuah perusahaan elektronik terkenal di Singapura.
Ambulans membawa Ivana untuk ke Rumah sakit. Sepanjang di dalam ambulans, Ivana hanya bisa merasakan tubuhnya yang lemah. Apa yang dirasannya ini benar-benar nyata. Hingga membuatnya benar-benar berada dalam kebingungan.
“Aku dengar dia anak seorang billionaire di kota ini.” Seorang tenaga medis mengatakan pada temannya.
“Oh, ya, siapa?” Seorang temannya menimpali.
“Chris Travis.”
“Pemilik perusahaan elektronik itu?” Temannya menanyakan kebenaran.
“Iya.”
“Bukankah mereka kecelakaan setahun yang lalu?”
“Iya, mereka kecelakaan dan akhirnya meninggal.”
“Kasihan sekali, sekarang anaknya yang kecelakaan.”
Ivana yang merasa lemas terus menutup matanya, tetapi kesadarannya masih ada. Dia masih bisa mendengar jelas obrolan para tenaga medis yang berada di dalam mobil. Sejenak Ivana mencerna obrolan mereka, dan mengingat dengan teliti cerita novel yang dibacanya itu. Dia ingat betul jika Irena adalah anak dari Chris Travis dan Sara Travis. Diceritakan di dalam novel jika mereka berdua mengalami kecelakaan, hingga meninggal dunia.
Pikiran Ivana masih melayang memikirkan, bagaimana bisa dirinya berada di tubuh Irena yang mengalami kecelakaan. Seingatnya, dia membaca sebuah novel hingga tertidur.
Ivana mengingat betul setiap lembaran yang dibacanya di dalam novel. Memang benar adanya jika Irena berada dalam kecelakaan. Kecelakaan itu terjadi di persimpangan lampu merah di pusat kota London.
Ivana benar-benar bingung, kenapa dirinya yang berada dalam kecelakaan itu.
Memikirkan hal itu kepala Ivana hampir meledak. Dia tidak bisa menemukan jawaban atas pertanyaan yang mengisi kepalanya itu.
Ambulans sampai di Rumah sakit. Perawat segera memindahkan Ivana ke brankar. Mereka membawa Ivana ke ruang instalasi unit gawat darurat, untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Para perawat juga mengambil serpihan kaca yang menempel di lengan Ivana. Merasakan sakitnya serpihan yang diambil hanya bisa membuat Ivana mengeluh dalam hatinya. Rasanya benar-benar menyebalkan ketika merasakan rasa sakit yang tidak pernah terjadi padanya.
“Irena.” Saat perawat sedang melakukan penanganan suara wanita terdengar.
Ivana yang mendengar suara wanita merasa bingung. Suara siapa gerangan? Dia hanya membaca novel, jadi tentu saja tidak tahu suara pemeran di dalam novel itu. Apalagi tidak hanya Irena saja tokoh di dalam novel yang dibacanya itu.
“Apa Anda keluarga dari pasien?” Perawat menanyakan hal itu pada orang yang baru datang itu.
“Iya, saya bibinya.”
Mendengar jika wanita itu menyebut dirinya bibi, membuat Ivana menyadari jika itu adalah bibir dari Irena yang bernama Laria. Istri dari adik papa Irena.
“Sayang, bangunlah, ini Bibi.” Laria terdengar menangis. Tangan Laria membelai lembut pipi Irena.
Ivana yang merasakan jelas tangan itu pun menahan gemuruh di dalam hatinya. Dia tahu pasti jika wanita yang baru datang ini sedang bersandiwara.
“Sabar, keponakan kita pasti akan sembuh.” Suara pria terdengar menenangkan Laria.
Mendengar suara pria, Ivana yakin jika itu adalah paman Irena yaitu Paman Berto. Pria itulah yang menyuruh Irena untuk ke kantor malam-malam. Satu jam sebelum kecelakaan, Paman Berto menghubungi orang rumah untuk memintanya untuk mengantarkan berkas. Karena yang berada di rumah hanya Irena yang ada di rumah, jadinya pamannya itu meminta Irena yang mengantarkan berkas tersebut.
Mengingat hal itu Ivana merasa kesal. Jika pria itu tidak meminta untuk mengantarkan berkas serta malam-malam, tentu saja tidak akan ada kecelakaan. Tentu saja jika Irena tidak kecelakaan, dia tidak akan berada di tubuh Irena. Harusnya, dia sedang menikmati tidurnya di kasur empuk miliknya. Bukan ranjang Rumah sakit yang keras dengan luka di mana-mana. Ivana merasa memang paman itu memang sengaja melakukan hal itu.
“Sayang, bangunlah, Nak.” Suara sang bibi terdengar begitu sedih sekali. Siapa pun yang mendengarkan pastinya akan mengira jika dia begitu menyayangi Irena.
Ivana yang mendengar itu muak sekali. Dia tahu pasti jika sebenarnya Bibi Laria tidak memperlakukan Irena dengan baik. Irena adalah anak seorang billionaire, tetapi dia sudah seperti pembantu di rumahnya sendiri.
“Tenanglah, dia pasti akan baik-baik saja.” Paman Berto kembali menangkan istrinya.
Ivana sungguh kesal sekali. Orang-orang di sekitar Irena benar-benar munafik sekali. Drama keluarga yang dibuat di depannya membuatnya benar-benar geram.
“Pasien belum sadarkan diri, tetapi kami sudah memberikan pertolongan untuk lukanya. Mungkin dia masih trauma berat dengan kecelakaannya, sehingga membuat waktu untuk kembali sadar. Kami akan segera menyiapkan ruang perawatan, dan akan segera dipindahkan.” Perawat memberitahu Paman Berto dan Bibi Laria.
“Baik, terima kasih.” Bibi Laria yang terisak menjawab sambil suaranya masih bergetar.
Perawat meninggalkan Irena, paman, dan bibinya. Mereka akan menyiapkan ruangan untuk segera bisa memindahkan Irena. Sebelum meninggalkan Irena, mereka menutup tirai bilik yang digunakan Irena.
Saat perawat tidak pergi, Bibi Laria segera menghapus air matanya. Dia yang pura-pura berdrama, akhirnya menunjukkan wajah aslinya.
“Aku lelah jika harus berdrama di depan orang-orang.” Bibi Laria meluapkan kekesalannya.
“Sabarlah, Sayang. Kita harus melakukan hal ini. Jangan sampai orang melihat kita tidak peduli dengan keponakan kita.” Paman Berto tampak menenangkan istrinya.
Ivana yang mendengar hal itu hanya mengeram kesal di dalam hati. Dia sudah menebak jika yang dilakukan oleh paman dan bibi Irena adalah drama. Melihat Irena yang diperlakukan oleh paman dan bibirnya seperti itu, dia merasa kesal.
Paman Berto dan Bibi Laria beralih menatap Irena yang tampak tak sadarkan diri di atas ranjang Rumah sakit.
“Aku pikir tadi sudah mati saat mendengar dia kecelakaan.” Bibi Laria meluapkan kekesalannya. Saat berbicara suaranya begitu lirih. Hingga hanya orang yang berada di dalam bilik itu saja yang tahu.
“Aku juga berpikir seperti itu. Saat polisi mengabari aku sudah pura-pura histeris, tetapi ternyata dia tidak mati.” Bibi Laria tampak kesel memandangi Irena yang terbaring di ranjang Rumah sakit. Sebenarnya dia berharap jika Irena mati.
“Aku juga tidak menyangka jika hanya kecelakaan kecil. Harusnya jika dia ditabrak truk, dia bisa mati.” Paman Berto merasa ada yang aneh sekali dengan kecelakaan yang terjadi pada Irena.
“Apa kamu sudah memastikan pada sopir truk jika dia harus menabrak mobilnya dengan benar?” Bibi Laria menatap sang suami.
“Tentu saja aku sudah menyuruhnya dengan benar.”
Ivana yang mendengar hal itu hanya bisa terperangah. Dia benar-benar tidak menyangka jika ternyata paman dan bibi Irenalah yang merencanakan hal itu. Ivana benar-benar kesal. Walaupun dirinya bukan orang yang seharusnya dicelakai, tetapi dia merasa tidak terima.
Jika aku jadi Irena mendengar ini, aku akan membuat perhitungan pada mereka.
Ivana hanya bisa meluapkan kekesalan di dalam hati. Dia benar-benar tidak terima sama sekali dengan semua ini.
Sejenak Ivana tersadar akan sesuatu.
Bukankah aku berada di tubuh Irena? Artinya aku bisa membuat perhitungan pada mereka?
Ivana seketika menemukan secercah harapan. Dengan dirinya yang ada di dalam tubuh Irena, dia bisa melakukan apa yang seharusnya dirinya lakukan. Tidak seperti tokoh Irena yang pasrah dan menerima takdir.
Suara tirai dibuka membuat Paman Berto dan Bibi Laria menghentikan obrolan mereka. Perawat yang datang. Mereka ingin memindahkan Irena ke ruang perawatan. Sebenarnya, Ivana di tubuh Irena sudah sadar. Akan tetapi, dia masih menahan diri untuk bangun. Dia ingin tahu apa yang dilakukan oleh paman dan bibinya itu. Jika dia bangun terlalu dini, nanti dia tidak akan tahu apa yang terjadi.
Paman Berto dan Bibi Laria mengikuti ketika Irena dipindahkan. Mereka memasang wajah sedih agar membuat orang-orang yang melihatnya mengira jika mereka menyayangi Irena.
Saat dipindahkan ke ruang perawatan. Paman dan bibi Irena itu mendampingi Irena. Pura-pura peduli kepada keponakannya yang sakit.
Ivana yang merasa jika paman dan bibi Irena ada di dekatnya merasa jika mereka berdua masih berdrama. Pastinya mereka melakukan itu karena ingin terlihat baik. Ivana ingat betul cerita yang dibacanya. Ketika Irena sakit di rumah. Tak ada satu pun keluarga yang peduli. Mereka semua mengabaikan Irena.
Mengingat cerita Irena membuatnya geram. Entah kenapa gadis itu bodoh sekali hingga mau dimanfaatkan oleh keluarganya. Karena sekarang Ivanalah yang mengendalikan tubuh Irena, dia akan membuat perhitungan pada mereka.
Perawat yang sudah selesai melakukan pekerjaannya pun segera keluar. Membiarkan Irena bersama keluarganya. Biasanya pasien memang ditunggui oleh keluarganya. Jadi mereka pastinya akan menjaga dengan baik.
“Aku tidak mau menjaganya.” Baru saja perawat keluar, Bibi Laria sudah menampakkan wajah aslinya.
“Kita harus tetap tinggal di sini. Ini adalah kecelakaan dan polisi bisa saja datang ke sini. Jika mereka datang dan kita tidak ada. Pastinya mereka akan curiga dengan kita.” Paman Berto mencoba menjelaskan pada istrinya. Mencegah istrinya itu pulang.
“Menyebalkan sekali. Kenapa dia tidak mati saja? Jadi tidak perlu kita menunggu. Tinggal mengantarkan dia ke peristirahatan terakhir saja.” Bibi Laria tanpa kesal harus menunggu Irena. Dia menatap Irena dengan tatapan kesal.
Obrolan itu jelas terdengar oleh Ivana. Dia berusaha menahan diri untuk tidak bangun. Dia masih ingin melihat drama yang terjadi.
Pintu terdengar terbuka. Ivana yang mendengar itu memikirkan siapa gerangan yang datang.
“Jane, kamu sudah datang.” Suara Bibi Laria terdengar.
Ivana yang mendengar hal itu pun akhirnya menemukan jika ternyata Jane-sepupu Irenalah yang datang. Dia ingat betul jika karakter Jane di novel sangat buruk. Dia membully Irena dan suka merebut apa yang dimiliki Irena. Tentu saja hal itu membuat Ivana sedikit kesal.
“Dia masih selamat?” Jane melihat Irena yang terkapar di atas ranjang pesakitan. Menatap malas pada sepupunya yang ternyata masih hidup.
“Iya, kami juga bingung bagaimana dia selamat, sedangkan truk melaju dengan kencangnya.” Bibi Laria menceritakan pada Jean.
“Apa dia tidak lumpuh atau patah tulang?” Jane menatap mama dan papanya. Dia berharap sepupunya itu akan sekarat. Jadi dia tidak perlu susah-susah menyiksanya.
“Semua bagian tubuhnya selamat. Hanya cidera ringan dan sedikit shock saja.” Paman Berto menjelaskan pada anaknya.
“Aku pikir dia akan mati atau lumpuh.” Jane tertawa.
Sial, dia mengharapkan aku lumpuh!
Ivana benar-benar geram sekali. Rasanya Ivana ingin sekali bangkit dan menjambak rambut Jane. Kesal karena sepupu Irena itu sama sekali tidak berduka atas musibah yang menimpa Irena.
Suara ketukan pintu terdengar ketika Paman Berto, Bibi Laria dan Jane mengobrol. Mereka menoleh. Melihat siapa gerangan yang datang. Mereka melihat pria berseragam polisi datang. Paman Berto bersyukur ketika mereka masih tetap tinggal. Karena dengan begitu tidak akan ada orang yang curiga.
“Malam, Tuan, Nyonya. Kami dari kepolisian ingin meminta keterangan dari keluarga.” Polisi itu memberikan salam hormatnya pada paman dan bibi Irena.
“Tentu saja. Kami akan memberikan keterangan untuk kepolisian.” Paman Berto tampak tidak keberatan sama sekali. Dia tampak tetap tenang agar tidak ada yang curiga jika itu adalah rencananya.
“Tolong tangkap pelaku yang menabrak keponakan saya.” Bibi Laria terdengar menangis pada polisi.
“Kami sedang melakukan penyidikan, Nyonya. Harap Anda dan keluarga bersabar.” Polisi mencoba meyakinkan.
“Baiklah.” Bibi Laria tampak pura-pura menghapus air matanya.
“Saya ingin menanyakan apa yang menyebabkan Nona Irena keluar malam-malam seperti ini?” Polisi langsung menatap Paman Berto dan Bibi Laria. Mengali informasi yang mereka cari.
“Saya tadi menghubungi rumah untuk meminta seseorang mengantarkan berkas. Karena di rumah tidak ada orang, akhirnya saya meminta Irena untuk mengantarkannya.” Paman Berto memberikan keterangannya.
“Lalu di mana Nyonya berada ketika kecelakaan itu terjadi?” Polisi beralih pada Bibi Laria.
“Saya sedang ada acara makan malam dengan teman-teman saya.” Bibi Laria menjelaskan keberadaannya.
Ivana yang mendengar cerita dari paman dan bibinya merasa heran, kenapa mereka tidak memberikan keterangan asli. Ivana membaca dengan jelas jika ketika sang paman menghubungi, sang bibi ada di sebelah pamannya itu.
“Lalu apa tidak ada orang di rumah?” Polisi kembali menanyakan hal itu.
“Tidak ada, kebetulan para asisten rumah tangga sedang pergi untuk liburan.” Bibi Laria pun menjelaskan.
Ivana yang mendengar memikirkan, jika memang Bibi Laria sengaja meminta para asisten rumah tangga, sopir, tukang kebun di rumah untuk pergi. Jika hanya Irena di rumah, bukankah salah satu dari mereka yang akan mengantarkannya.
Polisi mencatat keterangan dari paman dan Bibi Laria.
Suara ketukan pintu kembali terdengar. Seorang polisi membuka pintu dan masuk ke ruang perawatan. Dia tak sendiri. Ada seorang pria yang bersama mereka juga.
“Pak ini adalah saksi di tempat lokasi kejadian. Kebetulan mobil Tuan ini yang mendorong mobil Nona Irena ke pinggir.” Polisi yang baru datang itu memberitahu seniornya.
“Saya Savero Carlin.” Pria itu mengulurkan tangan polisi.
“Jadi Anda yang mendorong mobil Nona Irena ke pinggir hingga menabrak pembatas jalan?” Polisi senior itu memastikan.
“Iya, waktu itu saya melihat truk yang berada di depan tampak ingin menerobos lampu merah. Saya melihat ke arah sekitar hanya ada mobil saya dan mobil korban. Karena tampak korban tidak menyadari hal itu, saya memutuskan mendorong mobilnya dengan mobil saya. Benar saja. Saat saya melajukan mobil untuk berusaha menyelamatkan, truk itu melaju dengan kencang ke arah mobil korban. Beruntung saya mendorong tepat waktu ke samping, tetapi saya tidak menyangka jika mobil menabrak pembatas jalan dan membuat pengemudi terluka.” Savero mencoba menjelaskan akan apa yang terjadi. Dia yang melihat kejanggalan saat truk melaju langsung bergegas menolong.
Paman Berto dan Bibi Laria terkejut. Pantas saja Irena tidak tertabrak truk. Ternyata pria di depan merekalah yang menggagalkan.
“Terima kasih banyak, Tuan. Tidak menyangka jika ada orang sebaik Anda. Jika tidak ada Anda, tentu saja keponakan saya pastinya akan celaka.” Paman Berto menarik tangan Savero. Dia pura-pura bersyukur kehadiran Savero. Padahal aslinya dia kesal dengan pria di depannya itu. Karena pria itu, Irena selamat dari kecelakaan yang terjadi.
“Iya, kami berhutang budi sekali pada Anda.” Bibi Laria pun ikut bicara.
Savero melihat dua orang di depannya. Senyum tipis terbit di sudut bibirnya. “Sama-sama. Saya hanya kebetulan ada di sana. Mungkin Tuhan mengirim saya untuk menolong korban dari orang-orang yang berniat jahat.” Savero mengalihkan pandangan pada Irena yang terbaring di atas ranjangnya. Wajah wanita itu terluka karena serpihan kaca, tetapi tampak masih baik-baik saja.
“Baiklah, kalau begitu keterangan dari saksi sudah kami dapatkan. Kami akan selidiki lebih lanjut untuk mencari pelaku.” Polisi memilih untuk berpamitan.
Polisi dan Savero keluar. Paman Berto dan Bibi Laria juga ikut keluar. Paman Berto meminta Jane untuk menunggu Irena karena mereka akan mengantarkan polisi sampai di depan ruang perawatan.
Jane sebenarnya malas ketika harus menunggu sepupunya itu, tetapi demi terlihat baik, dia melakukannya.
Ivana mendengar pintu tertutup. Dia yang sedari tadi mendengarkan obrolan, menyadari jika ternyata tabrakan yang menimpa Irena tidak terjadi karena memang ada pria yang membantunya. Sejenak Ivana mencoba mengingat novel yang dibacanya. Dia ingat jika ada pria yang menolong Irena di dalam novel. Melepaskan Irena dari jerat keluarga sang paman yang mencoba memanfaatkannya.
Apa itu pria yang dimaksud akan membantu Irena?
Pertanyaan itu seketika muncul di hati Irena.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!