Rumah Devan
"Nayla, tolong antar kan jas ini ke kamar Devan," ucap seorang wanita kepada Nayla.
Dengan menuruti perintah wanita tersebut,, Nayla segera melangkahkan kaki nya menuju ke kamar Devan,, calon pengantin yang akan menikah besok.
Begitu di depan pintu kamar,, tangan Nayla segera mengetuk pintu kamar Devan. Tetapi cukup lama mengetuk tak ada juga sambutan dari dalam kamar,, Nayla tersadar bahwa pintu itu ternyata setengah terbuka,, menandakan kemungkinan besar tidak ada orang di dalam kamar. Dengan perlahan Nayla mendorong pintu kamar sampai terbuka lebar.
Kepala Nayla terlebih dahulu menelusup ke dalam melihat keadaan di dalam kamar,, ketika Nayla merasa aman,, barulah Nayla melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar Devan. Nayla masuk dengan langkah kaki yang sangat hati-hati.
Nayla sangat takut sang pemilik kamar melihatnya masuk tanpa izin darinya. Setelah meletakkan jas pengantin yang dibawa nya pada sofa,, tubuh tinggi dan langsing itu segera berbalik hendak ke luar dari kamar Devan.
Tapi,, Nayla benar-benar sangat terkejut begitu melihat Devan sang majikan ternyata sedang berdiri tepat dibelakangnya.
Darimana munculnya Devan?
Dan sejak kapan Devan berada di dalam kamar?
Pertanyaan-pertanyaan itu hanya terdapat di dalam otak Nayla tak mampu mengutarakannya karena saat ini Nayla benar-benar sangat terkejut dan juga takut.
Nayla yang merasa ada yang aneh dengan tatapan Devan,, ingin segera berlari ke luar dari dalam kamar,, tetapi dalam sekejap Devan membawa tubuh Nayla ke ranjang.
Nayla seketika menjadi keringat dingin karena ketakutan,, dan tanpa bicara apapun Devan langsung menindih tubuh Nayla.
"Tuan jangan!!!! aku mohon," ucap Nayla yang sudah mengeluarkan air mata.
Namun,, Devan bagaikan orang tuli,, sama sekali tidak menghiraukan permohonan Nayla,,, bahkan Nayla yang telah teriak sangat keras tidak dipedulikannya.
Mahkota yang telah Nayla jaga selama dirinya hidup,, kini direnggut paksa oleh anak majikannya sendiri. Cakaran yang dilakukan Nayla dipunggung Devan sama sekali tidak berpengaruh pada Devan,, Devan tetap melakukan apa yang ingin dia lakukan.
Nayla meremas sprei dengan sekuat tenaganya,, rasa sakit pada tubuhnya bercampur dengan rasa sakit hati. Tidak menyangka atas apa yang sedang terjadi saat ini.
Pagi harinya...
Pria bertubuh kekar dan juga sangat tampan itu terbangun dari tidurnya.
Devan mengerjapkan mata perlahan lalu dengan kepala yang terasa berat dan juga sangat tidak nyaman.
Mata yang terbuka dengan perlahan langsung melihat ranjang yang sangat berantakan, dengan tidak sabar Devan segera menyingkirkan selimut tebal yang menutupi pinggangnya.
Mata Devan seakan ingin keluar dari tempatnya begitu melihat dirinya yang tak menggunakan sehelai benangpun.
Devan lebih dibuat terkejut begitu melihat noda merah pada sprei.
"Darah?"
Devan berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi tadi malam.
Tadi malam,, begitu keluar dari rumah Alex,, Devan terus memegang kepalanya yang terasa sangat pusing,, namun semakin lama rasa pusing itu berubah menjadi rasa panas,, bahkan Devan sangat tidak konsentrasi dalam mengemudi,, Devan hampir beberapa kali kecelakaan namun untungnya itu tidak terjadi.
Begitu sampai rumah,, Devan berjalan menuju kamar dengan kondisi tubuh yang tak bisa terkendali.
Devan memasuki kamar dan langsung menutup pintu kamar. Lampu kamarnya yang redup namun masih bisa melihat seorang wanita yang sedang membelakangi dirinya terlihat wanita itu sedang meletakkan sesuatu.
"Jessica."
Dengan tubuh yang tidak seperti biasanya dan juga sangat tak terkendali membuat Devan tidak melihat baik siapa wanita yang sedang berada di dalam kamarnya. Bahkan wanita itu belum melihat dirinya sama sekali.
Devan sangat yakin bahwa wanita itu pasti Jessica calon istrinya,, karena hanya Jessica yang berani masuk ke dalam kamarnya,, Devan juga berpikir kemungkinan besar Jessica ingin memberikan dirinya kejutan sebelum malam pertama mereka besok.
Besok pagi mereka akan menikah,, tubuh yang tak terkendali semakin menguasai diri Devan. Itu sebabnya Devan merasa tidak ada salahnya melakukan malam ini bersama Jessica,, karena besok juga Devan akan memiliki Jessica seutuhnya.
"Sayang, batin Devan."
Devan langsung membawa tubuh wanita itu ke ranjang lalu dengan cepat menindih tubuh wanita itu.
Tok tok tok tok
Belum selesai Devan mengingat-ingat kejadian semalam terdengar suara ketukan pintu,, Devan langsung membereskan pakaian yang berhamburan lalu melilitkan handuk pada pinggangnya.
"Ma,"
Devan melihat Ana,, ibunya, masuk ke dalam kamar tanpa menunggu jawaban dari Devan,, karena Ana sudah lama mengetuk pintu.
"Mama pikir kamu masih tidur Devan,, jadi mama masuk aja," ucap Ana.
Devan mengangguk pertanda mengerti dengan maksud Ana. Namun,, mata Devan tertuju pada noda merah yang ada di sprei nya.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Ana sambil menepuk pundak Devan.
Ana melihat raut wajah cemas dari putranya itu.
Devan lagi-lagi mengangguk lemah seakan mengerti dengan maksud Ana.
"Kamu segera mandi yah karena 40 menit lagi acara akan segera dimulai," ucap Ana.
Setelah Ana ke luar,, Devan dengan segera mengguyur tubuh dibawah shower dan juga merasakan ada rasa sakit pada punggungnya,, namun karena Devan yang terburu-buru Devan tak memperdulikan rasa sakit itu.
Setelah memakai pakaian pengantin,, Devan segera keluar dari dalam kamar,, tapi tanpa sengaja berpapasan dengan Nayla.
Dengan wajah pucat dan mata sembab,, Nayla melihat Devan,, lalu dengan segera masuk ke dalam kamar Devan untuk mempersiapkan malam pertama Devan dengan Jessica.
Akad nikah di selenggarakan dengan sangat baik tanpa ada kendala sedikit pun, kini Jessica telah resmi menjadi istri Devan dan juga akan tinggal di kediaman keluarga besar Devan, seorang dokter OBGYN yang karirnya sangat bagus.
Namun,, sampai akad nikah selesai pikiran Devan terus memikirkan kejadian tadi malam,, Devan memutuskan memeriksa rekaman CCTV.
Rekaman CCTV menyala memperlihatkan seorang wanita masuk ke dalam kamar Devan dengan membawa jas pengantin,, lalu tidak lama Devan juga ikut masuk sebelum wanita itu keluar dari kamar Devan.
Cukup lama menunggu hingga akhirnya wanita itu keluar dengan pakaian yang berantakan dan juga tampak meremas baju nya.
"NAYLA!!!"
Devan mengusap wajahnya kasar sambil berharap bahwa noda merah yang ada di sprei nya bukan milik Nayla.
Nayla atau Jessica?
Devan masih merasa bahwa semalam wanita itu adalah Jessica,, namun rekaman CCTV sama sekali tidak memperlihatkan Jessica sama sekali. Di rekaman itu hanya memperlihatkan Nayla saja,, perawat yang mengasuh dua ponakannya.
Devan menghembuskan nafasnya kasar sambil berdebat dengan pikirannya yang sangat kacau saat ini.
Sedangkan di dalam kamar lain,, seorang wanita berusaha membalut luka nya dengan tenang dan sabar walaupun saat ini hatinya benar-benar sangat sakit.
Hati terasa hancur mengingat kejadian semalam dimana keperawanan nya di ambil dengan paksa. Air mata terus keluar sambil bersandar pada ranjang yang berada di belakangnya. Kejadian itu terus menghantui pikiran Nayla hingga rasanya Nayla ingin mati saja.
Tidak peduli dengan malam yang semakin larut,, Devan meninggalkan Jessica yang sudah tidur sangat lelap.
Suasana di rumah Devan sudah sangat sunyi,, hanya terdengar dentingan jarum jam saja. Namun, Devan tetap melangkah perlahan-lahan menuju kamar Nayla,, Devan tak ingin dirinya ketahuan sedang berjalan menuju kamar Nayla tengah malam begini.
Devan adalah pria yang sangat bertanggung jawab,, bahkan untuk urusan seperti ini dia juga tidak ingin lepas tanggung jawab,, Devan ingin memastikan dan bertanya langsung pada Nayla apakah wanita malam itu adalah Nayla bukan Jessica. Meskipun Devan sudah melihat sendiri rekaman CCTV tapi Devan ingin dengar dari mulut Nayla langsung.
"Nayla!"
Devan langsung masuk ke dalam kamar Nayla yang tidak terlalu luas itu tanpa mengetuk pintu.
Kamar Nayla tampak kosong.
"Tuan Devan,, cari Nayla?" tanya bik Ina.
Devan tersentak kaget begitu mendengar suara bik Ina,, namun sekejap kemudian Devan terlihat biasa saja agar tak ada kecurigaan dari bik Ina.
"Bik,, Nayla dimana yah?" tanya Devan.
"Loh tadi ada kok tuan di dalam kamar,," ucap bik Ina sambil masuk memeriksa Nayla di dalam kamarnya,, namun Nayla tak ada di dalam kamarnya.
"Apa tuan Devan membutuhkan sesuatu?" tanya bik Ina sambil keluar menemui Devan yang sedang menunggu di luar,, namun bik Ina kebingungan sendiri karena tidak melihat Devan lagi karena Devan sudah pergi.
Devan yang sudah merasa ada yang tidak beres tak ingin diam saja,, Devan setengah berlari menuju ke garasi mobilnya dan segera keluar mencari Nayla.
Devan terus mencari ditengah deras hujan dan juga petir dan kilat yang saling bersahutan.
"NAYLA!"
Devan langsung menghentikan mobilnya secara mendadak begitu melihat Nayla sedang berdiri di tengah jalan dengan mata yang tertutup dan juga kedua tangan yang membentang.
Apa yang dilakukan oleh Nayla? apa dia ingin melakukan jalan pintas dengan bunuh diri? batin Devan penuh tanya.
Cukup lama Nayla menutup matanya menunggu mobil itu untuk menabraknya,, namun Nayla tak kunjung ditabrak juga,, membuat Nayla membuka matanya dengan kekecewaan.
"Apa yang kau lakukan Nayla?" ucap Devan begitu sudah berada di dekat Nayla. Mereka berdua terkena hujan bersama.
Tatapan mata mereka bertemu tidak ada yang berucap sama sekali,, mereka larut di dalam pikiran masing-masing.
Tiba-tiba Nayla teringat akan kejadian malam itu membuat Nayla langsung tersadar dari lamunannya,, namun dirinya kini sudah berada di dalam mobil.
Cukup lama mereka berdiam di dalam mobil. Devan akhirnya menyalakan mesin mobil antara ingin bertanya pada Nayla atau menundanya dulu,, karena melihat kondisi Nayla saat ini.
Tapi Devan sudah bertekad ingin bertanya pada Nayla agar semuanya jelas.
"Aku ingin bertanya sesuatu padamu," ucap Devan sambil menepikan mobilnya lalu melihat Nayla yang tampak hanya duduk dan diam. Devan bisa melihat pandangan Nayla terlihat kosong.
"Nayla," ucap Devan berusaha berbicara dengan Nayla yang tubuhnya masih basah.
Perlahan Nayla melihat Devan,, melihat mata Devan,, bayangan akan malam itu muncul lagi diingatan Nayla,, air mata langsung keluar dengan sendirinya,, dada Nayla terasa sesak mengingat kejadian itu.
Devan sudah bisa menyimpulkan apa yang terjadi melihat dari ekspresi Nayla.
"Nayla,, apa malam itu kita berdua melakukan...," Devan seperti tak sanggup untuk meneruskan pertanyaan nya karena dia tau itu akan membuat Nayla semakin sakit hati,, tapi Devan juga ingin mendengar langsung dari mulut Nayla.
Nayla hanya bisa tertunduk sambil menahan isak tangisnya. Devan sudah sangat yakin bahwa Nayla lah wanita malam itu,, tak ada wanita lain selain Nayla yang masuk ke dalam kamarnya,, bahkan Jessica pun tidak terlihat sama sekali pada rekaman CCTV di rumahnya.
"Maaf Nayla,,," ucap Devan.
Andai kata itu bisa mengembalikan semuanya,, namun sayangnya tidak,, keperawanan Nayla telah direnggut paksa oleh Devan,, membuat hati Nayla benar-benar hancur.
Nayla menatap keluar jendela dengan air mata yang terus mengalir.
Kedua tangannya saling meremas dengan hati yang begitu hancur,, berapa kali pun Devan mengucapkan kata maaf itu tidak akan mengembalikan semuanya,, masa depan Nayla telah hancur.
"Tolong Nayla jangan akhiri hidup mu saya sangat bersalah,, jika kamu mengakhiri hidup mu saya akan semakin merasa bersalah seumur hidupku,," ucap Devan.
Rasa bersalah Devan benar-benar tidak bisa Devan ungkapkan dengan kata-kata apalagi mendengar tangisan pilu Nayla semakin membuat hatinya ikut sakit dan kasihan pada wanita yang berada di sampingnya saat ini.
"Nayla saat ini aku benar-benar bingung bagaimana harus bertanggung jawab,, aku sudah menikah bahkan baru saja tadi pagi,," ucap Devan.
Devan sangat mencintai Jessica,, cintanya pada Jessica bukan main-main,, bahkan tak ada yang bisa memisahkan mereka.
"Aku benar-benar sangat mencintai istriku,," ucap Devan menekankan setiap kata itu karena memang Devan sangat mencintai Jessica.
Nayla mengangguk pertanda mengerti dengan perasaan Devan pada Jessica,, Nayla mengusap air mata pada wajahnya yang sejak tadi tak bisa berhenti keluar. Nayla berusaha berdamai dengan semuanya,, berusaha menerima semuanya,, berusaha merelakan keperawanannya yang telah hilang.
"Kamu ingin kembali ke rumah?" tanya Devan sambil melihat Nayla.
Nayla hanya mengangguk,, Nayla menganggap Devan masih ada sedikit hati baik karena mau mengakui kesalahannya.
Devan mengambil jas yang selalu berada di dalam mobilnya memakaikan pada tubuh Nayla agar bisa mengurangi dingin yang ada pada tubuh Nayla.
Devan mengusap air mata Nayla dan juga merapikan rambut Nayla lalu membawa Nayla ke dalam pelukannya,, Devan berharap itu bisa sedikit membuat perasaan Nayla sedikit membaik.
Devan benar-benar sangat kasihan pada Nayla,, gadis yang polos memiliki takdir seperti ini.
Namun yang dilakukan Devan semakin membuat tangis Nayla pecah.
Devan semakin merasa bersalah,, Devan hanya bisa mengusap punggung Nayla yang sedang menangis hingga akhirnya Nayla menjauh dari tubuh Devan. Dan Devan segera mengemudikan mobilnya lagi menuju ke rumahnya.
Devan yang sedang mengemudikan mobilnya tiba-tiba terlintas bayang Jessica,, Devan sadar saat ini Devan telah menyakiti hati dua wanita sekaligus. Tapi Devan tak pernah berniat seperti itu.
Begitu sampai rumah,, Nayla masih belum turun dari mobil,, Nayla belum menyadari bahwa saat ini mereka telah sampai di rumah Devan.
Devan segera menyadarkan Nayla.
"Nayla,," ucap Devan sambil menyentuh bahu Nayla.
Nayla yang tersadar dari lamunannya segera turun dari mobil Devan dengan masih memakai jas Devan,, Nayla tak sadar akan hal itu.
Jessica yang terbangun dari tidurnya menyadari bahwa Devan tak ada di sampingnya,, Jessica mencari-cari keberadaan Devan. Jessica melangkahkan kakinya menuju balkon kamarnya,, lalu Jessica melihat Nayla yang turun dari dalam mobil Devan.
Setelah Nayla masuk,, Devan juga ikut masuk dengan tubuh basah sama seperti Nayla,, Devan berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai 2.
Saat turun dari mobil,, Devan sudah menyadari bahwa Jessica tengah menatap dirinya dari balkon kamar mereka,, namun Devan berpura-pura tidak tau apa-apa.
Dalam perjalanan menuju kamarnya, otak Devan juga ikut memikirkan alasan apa yang akan dikatakan pada Jessica ketika Jessica bertanya padanya,, Devan sudah pasti akan berbohong pada Jessica karena tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya pada Jessica. Meskipun sulit untuk Devan membohongi Jessica tapi Devan tidak ada pilihan lain.
Begitu sampai depan pintu kamar,, Devan tak langsung masuk,, Devan berdiri sejenak lalu menghembuskan nafasnya sejenak,, kemudian Devan segera membuka pintu kamar.
"Kamu darimana?" tanya Jessica.
Devan masih berada di dekat pintu namun Jessica sudah memberikan pertanyaan padanya.
Jessica menatap baju Devan yang semuanya basah,, tapi Jessica lebih penasaran dengan alasan mengapa Devan bisa bersama dengan Nayla di dalam satu mobil di jam segini.
"Jam segini,, kamu darimana? kenapa bisa kamu bersama Nayla?" tanya Jessica sambil melihat Devan dengan tatapan mata penuh selidik.
"Istriku sayang,, aku ini seorang dokter,, kapan saja pasien bisa membutuhkan aku,, tadi aku ke rumah sakit,, tadinya mau membangunkan kamu,, tapi melihat kamu terlalu lelap tidurnya aku jadi tidak tega,," ucap Devan berusaha terlihat biasa saja agar Jessica tidak curiga dengan alasannya.
"Terus kenapa kamu bisa bersama dengan Nayla?" tanya Jessica lagi mengulangi pertanyaannya sambil melihat Devan dengan tatapan mata penuh selidik.
"Oh itu,, aku tadi sewaktu pulang dari rumah sakit tidak sengaja melihat dia di pinggir jalan sedang kehujanan,, aku tidak tega,, jadi karena dia tinggal disini juga makanya aku memberikan dia tumpangan,," ucap Devan yang lagi-lagi berbohong demi menutupi semua yang telah terjadi.
Jessica tentu tak langsung percaya,, Jessica terus memperhatikan Devan,, mencoba melihat ekspresi wajah Devan,, mencari kebohongan disana,, melihat Devan yang tidak mungkin berbohong Jessica pun tak marah lagi dan langsung tersenyum manis pada Devan.
"Ya udah kamu ganti baju,, habis itu kita tidur,, aku merindukan kamu dan juga ingin dipeluk kamu,," ucap Jessica dengan manjanya kepada Devan.
Devan dengan segera melakukan apa yang diucapkan Jessica.
Setelah merasa Jessica sudah tidur kembali,, Devan pun ingin tidur juga tapi tidak bisa karena terus teringat akan Nayla yang begitu kasihan,, dengan perlahan Devan turun dari ranjang ingin menemui Nayla yang berada di kamarnya yang tak jauh dari dapur.
Devan langsung masuk begitu sudah berada di depan pintu kamar Nayla yang tidak terkunci lalu kembali menutup pintu. Devan melihat Nayla masih dalam keadaan basah kuyup belum mengganti pakaiannya sama sekali,, Nayla hanya duduk dalam keadaan diam,, bahkan tak sadar akan kehadiran Devan di dalam kamarnya.
Tepukan pada pundaknya membuat Nayla tersadar bahwa ada Devan di dalam kamarnya,, Nayla cukup terkejut apalagi melihat pintu kamar tertutup dan dia tak menyadari sedikit pun kapan Devan masuk.
"Kenapa kamu belum mengganti pakaian,, nanti kamu sakit,," ucap Devan sambil melihat Nayla.
"Sakit?," tanya Nayla sambil tersenyum miris begitu mendengar ucapan Devan.
Untuk apa kamu mengatakan sakit,, aku memang sudah sakit semenjak malam itu,, batin Nayla.
Devan semakin merasa bersalah dan bersedih ,, karena tentu sudah mengerti arti dari pertanyaan Nayla pada dirinya.
"Aku mohon Nayla,, ganti pakaian mu,, atau kalau kamu tidak mau menggantinya,, maka aku yang akan menggantikan pakaian mu,," ucap Devan.
Tidak ada niatan sama sekali untuk menakuti Nayla,, tapi Devan juga tidak mau melihat Nayla terus terpuruk bahkan hanya mengganti pakaian saja Nayla tidak mau.
Sejujurnya Devan benar-benar tidak tega melihat Nayla seperti ini,, tapi dia juga tidak mungkin menyakiti hati Jessica,, Devan benar-benar sangat mencintai Jessica dan tidak akan pernah sanggup menyakiti hati istrinya itu.
Nayla yang mendengar ucapan Devan dengan segera berdiri menuju lemarinya lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mengganti pakaiannya yang basah.
Begitu keluar dari dalam kamar mandi,, teh hangat sudah tersedia di atas meja.
Nayla pun meminumnya dengan perlahan lalu segera tidur.
Pagi hari tubuh Nayla tidak baik-baik saja,, Nayla terus bersin-bersin,, menggigil dan suhu badannya terasa panas padahal Nayla merasa kedinginan.
Dua anak kecil berlari ke kamar Nayla,, karena tidak biasanya Nayla tidak mengurus mereka.
"Mbak Nayla!!!" teriak kedua bocah itu sambil masuk ke dalam kamar Nayla.
Nayla yang sedang sakit hanya bisa melihat lemah kepada kedua bocah yang diasuhnya itu.
"Mbak Nayla sakit?" tanya Rani sambil melihat Nayla yang sedang terbaring lemah.
Nayla hanya mampu menganggukkan kepalanya.
"Rani, Raka!!!" teriak Andini kakak sulung dari Devan sambil menyusul kedua anaknya ke kamar Nayla.
"Kamu sakit?" tanya Andini begitu melihat Nayla terbaring lemah di tempat tidurnya,, Andini menyentuh dahi Nayla.
"Kamu istirahat saja yah Nayla,, biar Rani dan Raka aku yang mengurus dulu,," ucap Andini.
Andini segera mengajak kedua anaknya menuju ke meja makan membiarkan Nayla istirahat dulu.
"Ayah Devan!!!,"
Rani langsung duduk di kursinya begitupun dengan Raka.
"Selamat pagi anak-anak ayah,," ucap Devan sambil tersenyum kepada kedua ponakannya itu,, begitu pun dengan Jessica tersenyum pada Rani dan Raka.
"Ayo sarapannya mau pakai lauk apa?" tanya Andini.
"Telur ma,," ucap Raka begitu pun dengan Rani.
"Tumben kakak yang mengurus Rani dan Raka?" tanya Devan karena itu biasanya menjadi tugas Nayla.
"Nayla sakit Devan,," ucap Andini sambil menyuapi kedua anaknya secara bergantian.
Sakit? batin Devan.
Devan sudah menduganya karena semalam Nayla terkena hujan deras cukup lama.
"Kamu kenapa sih?" ucap Jessica karena merasa Devan sangat berlebihan padahal posisi Nayla di rumah ini hanya pembantu saja.
"Sayang,, aku ini seorang dokter jadi wajar saja kalau aku seperti itu,, tolong mengerti yah,," ucap Devan.
"Kalau gitu Devan,, kamu tolong periksa Nayla karena wajahnya sangat pucat,," ucap Andini yang khawatir pada Nayla.
"Sayang,, kenapa harus kamu,, kan bisa dokter lain saja,," ucap Jessica tapi lagi-lagi Devan meminta Jessica agar mengerti dengan pekerjaan Devan sebagai dokter yang harus menolong orang apabila ada yang memerlukan pertolongannya.
Devan segera menuju kamar Nayla bersama dengan Jessica tentunya karena tidak ingin suaminya berdua saja dengan Nayla di dalam kamar.
Setelah memeriksa kondisi Nayla,, Devan segera menyuruh Bik Ina untuk membuatkan Nayla bubur beserta teh hangat.
"Nayla,, ayo makan dulu,," ucap Bik Ina sambil membantu Nayla bangun dari tidurnya meskipun sedikit kesulitan.
Tangan Devan sangat gatal ingin membantu tapi Jessica memeluk lengan Devan dengan tatapan tak suka melihat Nayla,, membuat Devan tidak mungkin melakukan hal itu.
"Apa tidak ada keluarga mu yang bisa dihubungi karena kamu sedang sakit begini?" tanya Devan dengan tatapan mata yang khawatir pada Nayla.
"Kamu kenapa sih sayang terlalu berlebihan begitu,, kamu sudah selesaikan memeriksa dia,, jadi kita keluar saja dari sini,," ucap Jessica sambil menarik keluar Devan dari dalam kamar Nayla.
"Sayang kamu kenapa begini,, Nayla sedang sakit sayang,," ucap Devan secara halus karena sebenarnya Devan belum mau keluar dari dalam kamar Nayla.
"Kenapa kamu peduli banget sama dia,, ingat dia itu cuma PEMBANTU,," ucap Jessica dengan menekankan kata pembantu.
Nayla hanya berusaha makan bubur yang telah disuap oleh Bik Ina,, sambil menguatkan hatinya begitu mendengar kata-kata Jessica.
Andai saja Jessica tau apa yang telah dilakukan Devan pada dirinya pasti Jessica tidak akan berkata-kata seperti itu,, tapi Nayla tidak tega,, hati Nayla benar-benar baik seperti wajahnya yang sangat cantik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!