NovelToon NovelToon

100 Hari Menjadi Puteri Joseon

Ara dalam tubuh Puteri Hwa

"Hei Ara, lihat sosial media Lo." Seru seorang gadis berambut hijau gradasi pink muda dan putih blonde.

"Heumm, kenapa sih Hana, ngantuk gue. Baru juga tidur 3 jam." Gerutu Ara menarik kembali selimut biru lautnya. Gadis bertubuh ramping dengan tinggi 175 Cm dan berkulit pucat, bibir merah tipis di atas namun agak bervolume di bawah, rambut panjangnya berwarna agak kelabu dan gradasi putih di bagian dalam dan garis wajah tirus serta mata cenderung abu-abu itu enggan bangun dari tidurnya.

"Lo, gak pulang jam 6 lagi kan.?" Tanya Hana tadi.

Gadis bertubuh mungil dengan baju terusan bermotif bunga sakura berwarna kuning terang di atas lututnya masih berusaha menggoncang tubuh Ara yang tetap terbaring.

"Ara. Woyy, KYAAAAAA BANGUNNNN." Teriak Hana frustasi.

Bergeming

Tetap tidur

"Ara, Oppa Hoon memfolback akun mu." Kembali Hana berteriak lebih heboh.

Membuat Ara bangkit segera

"Benarkah? Oppa Hoon menerima pertemananku.?" Tanyanya merebut ponsel milik sahabatnya itu dan membelalakkan matanya ketika....

Benar, Hoon mengikutinya juga.

"Yeaahhhhhh, Oppaaa Saranghae." Teriaknya heboh, bangkit serta menarik Hana untuk menari bersamanya.

Namun.....

Kegembiraannya sirna seketika

Karena tak lama pintu apartemennya di dobrak paksa, atau lebih tepatnya di buka paksa dengan kunci akses pemilik gedung.

Dan...

Munculah, sosok gadis dengan wajah yang sangat cantik, semua yang melekat di tubuhnya berteriak kata mahal dan branded asli. Terlebih kalung dan anting berliannya jangan lupakan itu, yang membuatnya lebih bersinar.

Gadis bertubuh kira-kira 180 cm dan bermata indah, bibir merona merah dan berwajah campuran sepertinya, masuk bersama beberapa pria berjas hitam, lengkap dengan senjata tersembunyi di salah satu tangannya yang masih mengintip.

"Lo, siapa.?" Tanya Ara kaget melihat kedatangan tamu yang jelas tidak diundangnya.

Berdengus, dan berdecih malah. Gadis itu meludah sembarangan ketika selesai mengedarkan pandangannya ke semua ruang apartemen kecil ini.

"Hei, You, tidak punya etika apa.?" Tanya Ara setengah berteriak.

Gadis itu memberi isyarat pada 2 pengawalnya.

Dan

"Lepas, heii, lepasin gue!!!!" Teriak Ara ketika dua pria berjas tadi memaksanya duduk berlutut. Begitu pula dengan Hana yang juga di paksa duduk berlutut seperti Ara.

Plak!!!!!

Plak!!!

2 kali, suara teriakan melengking ketika tangan lentik gadis si tamu tak diundang sudah mendarat di kedua pipi Ara yang kini memerah.

"Dasar jal-anx tak beradab. Pantas saja jika kamu bisa tinggal di apartemen ini, pasti banyak pria yang kamu ajak tidur, iya kan." Ucap gadis tadi dengan wajah menghina pada Ara.

Membalas dengan tatapan tajam tak terima, Ara bersuara keras, "Hei, apa maksud kamu hah, siapa yang jadi jal-anx hah!!! Dasar perempuan gila." Balas Ara teriak

Plak

Sekali lagi, suara tamparan itu berbunyi.

Membuat sudut bibir Ara mengeluarkan darah segar.

"Upsss, sorry. Kalo gini, turun ya bayaran kamu nanti." Ucap Gadis itu merasa bersalah, namun sejurus kemudian tertawa.

"Lo tau, dasar jal-anx betina. Lee Frangkie itu kakak saya. Pria yang sudah Lo buat depresi dengan memberi harapan saja setelah berhasil mendekati sahabatnya." Jelas gadis itu dengan wajah menatap tajam

Ara berusaha mengingat satu nama itu. Hingga ia terdiam sejenak.

"Kau, kau tak ingat siapa kakakku, hah!!!" Teriakk gadis itu ketika Ara tak memberi respon padanya.

"Aku ingat, iya aku ingat. Oppa Frank kan!!!" Teriak balik Ara mengkonfirmasi

Gadis itu mencengkeram dahi Ara hingga kukunya yang bercat ungu serupa gaunnya itu sedikit menancam di kedua pipi Ara, membuat Ara sedikit meringis.

"Lo tau jal-anx,,, kakakku sekarang ada di mana?" Tanya gadis itu yang kini mendekatkan wajahnya pada Ara hingga harum tubuhnya dan mulutnya yang beraroma sama yaitu strawberry itu menyapu halus di permukaan wajah Ara.

"Mana gue tau, gue gak ada hubungan apapun sama Oppa Frank." Jawab Ara yakin.

"Hah, gitu. Setelah mendapat uang kakakku, mendapat sahabatnya, kamu mencampakkan kakakku seperti sampah.!!!!" Ucap gadis itu semakin menaikan nada suaranya menjadi tinggi seiring kata terakhirnya.

"Gue gak tau apa-apa, dan gue gak ngambil apapun dari kakak Lo." Ara berteriak sembari menepis tangan gadis itu yang berhasil lepas dari pipinya dan meninggalkab bekas kuku.

Plak

Kembali, wajah mulus Ara mendapat tamparan.

Kali ini lebih keras.

"Kakak gue, kakak gue sekarang koma di rumah sakit tauuu!!!!" Erang gadis itu setengah berteriak.

Wajahnya kini diliputi kemarahan yang berapi-api sembari menatap Ara tajam

"Apa???? Oppa Frank, ko-ko-koma.?" Tanya Ara terbata-bata.

"Cih, gak usah pura-pura bego kamu ja-lanx." Dengus gadis itu mengejek wajah sedih Ara kini.

"Karena, setelh ini, gue pastikan kalau Lo...." Ia kembali mendekat pada Ara, menarik rambut serta menjambaknya keras hingga wajah Ara tertunduk ke depan.

"Karena gue akan buat Lo, lebih parah dari kakak gue." Lanjut gadis itu kemudian.

****

Beberapa jam kemudian

Ara merasa tubuhnya seperti melayang, kakinya tak menginjak bumi lagi.

Dalam pikirannya berkelebat kemungkinan

'Apa gue sudah mati.?? Tapi kenapa mata gue susah di buka sih.' Batinnya mengerang

Ia berusaha mengumpulkan tenaganya.

Dan, berhasil.

Perlahan, ia membuka kedua matanya, walau hanya sekedar menyipit. Tapi ia bisa perlahan menangkap cahaya di sekitarnya.

Pelan, pelan, dan pelan. Kini matanya bisa terbuka.

Hingga, ia terjengkit kaget.

Ketika merasa posisinya salah besar.

Ya, ia dalam posisi tergantung, dengan leher terikat tali. Sesak, nafasnya semakin tipis.

Air matanya hendak keluar, tapi ia tahan

'Tidak, gue gak boleh nangis, gue bisa ngatasi semua ini. Ini bukan kemauan gue.' Teriak batin Ara.

Menenangkan pikirannya, mengatur ritmen nafas serta tubuhnya.

Gadis itu, segera meliukkan tubuhnya ke atas, kakinya sudah mencapai batas tali di atas, ia menendang keras langit-langit di atasnya.

"Ribet banget sih nih kain" Erangnya menahan beberapa kali sapuan kain besar yang melilit tubuhnya

Hingga

Brukkk

Brakkk

Suara tubuh terbanting dan hempasan langit-langit yang runtuh saling bersahutan.

"Awwww." Teriaknya meringis kesakitan. Tentu saja sakit, ia merasakan jika seluruh tubuhnya sakit, hingga ingatannya meluncur ke waktu sebelumnya.

"Gila adiknya si Frank, berapa banyak mukulin gue." Ucap Ara mengelus pelan tubuhnya yang,,, loh kok gue berpakaian lengkap..

Serta, ini.... Hanbok...

Oh tidak, Demi Tuhan, tidak mungkin adiknya Frankie mendandani Ara lalu kemudian menyiksa gadis itu kan??

"Jadi, gue tadi ribet karena kelilit sama baju yang gue pakek." Gerutunya.

Ia kembali memperhatikan sekujur tubuhnya dan merabanya juga.

"Wait, gue, gue, gue di-di- di mana.??" Tanyanya sendiri

Ia mengumpulkan seluruh ke warasannya, menatap sekitar.

Ini, di mana? Suasananya kental akan nuansa yang damai dan.... tunggu dulu...

Ini, rumah siapa?

Gadis itu kembali mengerang frustasi. Hingga suara pìntu geser terdengar, memunculkan sosok gadis muda seumurannya. Berpakaian hijau dengan rambut di kepang panjang.

Berlari serta membungkuk seperti menyembah persisnya.

"Tu-tuan puteri, tidak apa-apa?" Tanya gadis itu khawatir.

"Heh, apa kamu bilang?" Tanya Ara bingung

"Tuan Puteri Hwa, anda kenapa.?" Tanya gadis itu lagi, membuat Ara semakin bingung dan...

"Tuan puteri!!!!" Teriak suara yang lebih ramai lagi. Memekakan telinga Ara seketika.

"Hei dayang Han, kau apakan tuan puteri Hwa, hah" Teriak salah satu gadis yang baru datang, tiga suara bising tadi dari para gadis yang berpakaian hanbok mewah layaknya Ara.

"Tunggu dulu, kalian bilang gue tadi apa.?" Tanya Ara setelah sadar dari kebingungannya.

"Gue.?" Tanya 3 gadis itu serempak.

"Gue itu saya. Jadi saya ini siapa?" Tanya Ara tak sabar.

"Anda, Tuan puteri kerajaan ini, Tuan puteri Hwa, anak dari Raja dan permaisuri kerajaan ini Yang Mulia." Jawab gadis yang masih membungkuk itu pelan.

"Ap-apa!!!!! Gue, gu-gue tuan puteri!!!!" Teriak Ara tak percaya.

Seketika ia bangkit dan meraih benda buram yang memantulkan bayangnya.

Ditatapnya bayang dirinya, hingga ia semakin membelakkan matanya.

"It-Itu si-siapa???" Tunjuknya melihat wujud dirinya yang kini, bukan dirinya. Ia sudah berubah menjadi sosok gadis berhanbok mewah, namun,,, berwajah, buruk rupa.

Whatttt!!!!!

Bertemu Raja dan Ratu

"Lo, ceritain, ini di mana sebenarnya.?" Tanya Ara pada gadis yang mengenalkan diri sebagai dayang Han.

"Maaf tuan puteri, Lo itu apa?" Tanya balik dayang Han, bingung dengan kosakata Ara yang terdengar baru.

"Oh, iya, Lo, eh, kamu maksudnya. Ini di mana sebenarnya.?" Erang Ara dengan nada frustasinya.

"Ini di kerajaan Joseon, yang Mulia." Jawab dayang Han.

"Tahun, tahun berapa sekarang.?" Kembali Ara bertanya, belum puas dengan jawaban barusan

"1390 tuan Puteri." Jawab dayang Han lagi.

Bingung. Ia menoleh sekitar, hah. Ini pasti prank kan.

Mengedarkan pandangannya dengan mata nyalang.

Tak puas, ia berdiri dan mulai berjalan, mengelilingi ruangan itu.

"Ada apa Yang Mulia, anda mencari apa.?" Tanya dayang Han bingung, melihat Ara menyentuh banyak di ruang itu.

"Gue, eh, saya cari kamera. Pasti ada di sini. Ini pasti prank sialan gadis itu." Jawab Ara menggeram

"Kamera? prank? itu apa Yang Mulia?" Kembali dayang Han bingung mendengar kata yang keluar dari bibir merah Ara.

"Arghhhh, sialan. Gue masih belum percaya sebelummm...." Ia melompati meja kecil di depannya, dan bergegas meraih pintu geser... Lalu

Brak, pintu dibukanya dengan sedikit kasar hingga

Ia tertegun

"Ini, di mana????" Riuh hamparan manusia hilir mudik yang tertangkap netra beningnya.

Dari yang berpenampilan serupa dengan dayang yang ada di dalam sana, pria berpakaian layaknya prajurit, pria tua dengan pakaian merah marun dan birunya, hingga... Para kumpulan orang-orang yang seingatnya itu muncul di drama saeguk koleksinya.

"What the hell, where I'am now??" Tanyanya heran.

"Hei, you, come here." Panggilnya pada sosok yang berdiri tegap di depan bangunan tempatnya berdiri sekarang.

Pria yang mengenakan seragam prajurit itu terlihat bingung.

Tuannya sedang memanggilnya kan.? Tuannya tadi bilang apa? Bahasa apa itu? Isyarat kebingungan di wajah prajurit itu.

"Sini!!!" Teriak Ara frustasi

Mendekat, prajurit itu menunduk, tak berani menatap sosok di hadapannya.

"Kita ada di tahun berapa? kerajaan apa? dan gue, eh saya siapa?" Rentetan tanya Ara kembali.

Tak puas dengan jawaban dayang yang kini berdiri di belakangnya.

"Maaf Yang Mulia, kita ada di tahun 1390, kerajaan Joseon." Jawab prajurit itu, sama.

Ara mengerenyit bingung, geram. Ia masih belum puas, hingga...

Kumpulan arakan yang ramai seperti karnaval menuju kearahnya.

Ia melihat sosok pria seusia ayahnya, mengenakan topi hitam, lengkap dengan hanbok merah bergambar, naga?? dan diiringi wanita cantik di sampingnya yang tak kalah anggun, layaknya seorang ratu.

Tunggu, ini siapa? mereka tengah syuting dan terganggu dengan suara Ara kah..?

"Puteri Hwa. Kenapa ini.?" Suara berat namun berkarisma itu memecahkan kebingungan Ara.

"Kamu, siapa?" Tanya Ara tak kalah bingung, mengabaikan pertanyaan pria itù.

"Puteri." Panggil sosok wanita yang seperti ratu versi Ara tadi.

"Tuan Puteri." Disusul riuh suara di belakang pasangan itu.

Menambah kerenyitan dahi Ara.

"Ada apa ini, gue di mana sih." Jerit Ara tertahan. Ia segera masuk ke dalam, mengabaikan panggilan arakan karnaval tadi.

Kenapa mereka semua berteriak frustasi terhadap dirinya, bukankah harusnya Ara yang seperti itu.

"Sialan, di mana barang-barang gue." Ara sadar akan semua fasilitas miliknya yang mungkin saja bisa membantu memberi informasi nyata untuknya.

Ia obrak-abrik barang-barang di dalam ruangan tadi.

"Tuan puteri, anda mencari apa.? Tanya dayang Han yang ikut menyusul Ara masuk.

"Puteri, apa yang terjadi dengan kamu.?" Suara lembut wanita si Ratu kata Ara.

Ara menoleh, lalu mendekati wanita pasangan pria berbaju naga tadi.

"Ponsel, gue, eh, saya cari ponsel dan tas saya." Jawab Ara

"Ponsel?, Apa itu Puteri?" Bingung wanita itu. Begitu pula pria dan dayang tadi.

Ara kembali mengerang. Ayolah, masa' tidak ada yang tahu benda yang baru saja ia sebutkan. Meski di sudut dunia sekalipun tentu orang pastj tahu, walau milik mereka masih dalam wujud ringtoon lama dengan lampu senter di atasnya.

"Ponsel, ponsel itu seperti,.... "Jeda, ia benar-benar heran.

"Kalian, tidak tahu apa itu ponsel????" Tanya Ara terkejut. Ia melihat satu persatu wajah di hadapannya. Tak ada raut kebohongan sepertinya.

"Oh God, Where I'am?" Gerutu Ara lagi.

"Puteri, jaga bicara anda, sekarang ada Yang Mulia di sini." Suara seorang yang mirip dayang Han namun sedikit lebih berumur alias lebih tua maksudnya.

"Yang Mulia?? maksud kamu apa?" Tanya Ara tak mengerti. Kenapa pula ia harus menjaga bicaranya dengan orang yang tidak dikenalnya dengan delik tajam seperti itu.

"Puteri." Wanita anggun dengan konde naga di rambutnya berjalan dan memeluk tubuh Ara lembut. Mengelusnya penuh kasih, dan terdengar isak kemudian.

"Maafkan Ibu, Puteri Hwa. Karena kami tidak bisa menjagamu, maka kejadian mengerikan itu hampir terulang lagi." Ucap wanita yang mengaku sebagai ibunya, Hah Ibu?? Jangan tanya, Ara bertambah bingung.

"Ibu? Kamu ibu saya? Wah, kayaknya gue kena prank nih, keluar kalian semua.!!!"Teriak Ara, menunjuk ke segala sisi di ruang itu, berharap jika jalan pikirannya yang mengira sedang ada shooting acara prank terhadapnya, maka, mereka akan mendapat balasan dari gadis itu.

"Puteri!!!!" Suara yang cukup naik tapi bukan marah atau menghardik kini memanggilnya.

Ara masih mengedarkan pandangannya, berusaha membenarkan praduganya itu.

Walau belum terwujud, tapi ia tetap yakin, ada yang salah di sini.

"Puteri Hwa!!!" kembali panggil suara berat milik pria berbaju merah naga tadi.

"Apa sihh." Jawab Ara sedikit kesal.

"Tuan Puteri!!" Jerit frustasi para dayang yang mendengar puteri mereka berbicara seperti itu.

"Yang Mulia Raja, maafkan Puteri Hwa." Pinta wanita yang menyebut dirinya sebagai ibu Ara tadi.

"Ratuku, Bukannya marah, puteri sepertinya tidak baik-baiķ saja." Jelas Raja, menatap lembut wanita itu.

Ara, kembali terkejut dengan drama di hadapannya sekarang.

"Yang Mulia? Anda, Raja?" Tunjuk Ara pada sosok pria tadi. Lalu tunjuknya kini beralih pada wanita tadi, "Dan anda, Ratu???" Tanya Ara.

"Tuan Puteri." Para dayang membungkukan tubuh mereka, termasuk yang bernama Han tadi.

"Yang Mulia Raja, mohon beri ampunan pada Tuan Puteri Hwa." Bisik suara permohonan ampunan dari para kumpulan yang menamakan mereka dayang.

Sementara Ara.

Langkahnya mundur, ia bergerak sembara memegang kepalanya yang terasa pusing.

Tunggu, ia sekarang benar-benar berada di era kerajaan Joseon?

Dengan statusnya sebagai seorang Puteri bernama Hwa?

Tidak!!! Ini tidak benar, ia pasti bermimpi sekarang.

Segera ia duduk dan membenamkan kepalanya pada meja kecil di ruang itu.

Sedikit frustasi dengan membenturkan kepalanya, sesekali mencubit pipi lembutnya. Berharap jika, ia akan segera terbangun dari....

Mimpi gila ini, dengan dirinya sebagai Jo Ara, yang cantik, fashionable, terkenal sebagai beauty influecer dengan banyak pria di sekelilingnya dan kebebasannya dalam bergaul.

Bukan sebagai sosok bernama Hwa, yang Buruk Rupa ini.

Bertemu Putera Mahkota

"Tuan puteri, anda baik-baik saja?" Tanya dayang Han

Bagaimana tidak, jika majikannya tengah tidur terlentang, menopang kepala dengan satu tangannya, sementara matanya menatap lurus ke langit-langit ruangan itu.

Sehingga mengkhawatirkan gadis manis berbaju hijau itu.

"Hemm." Jawab Ara

"Sebentar lagi tabib kerajaan akan datang Puteri. Jadi, sebaiknya anda saya bantu bersiap-siap." Lanjut dayang Han mendekat pada Ara.

Ara menoleh pada dayang itu, mengerenyitkan dahinya.

"Tabib? untuk apa? Saya sehat kok."Jawab Ara disertai tanya.

"Mengobati memar di leher anda, puteri. Selain itu, beberapa luka yang ada di bagian tubuh anda." Jelas dayang Han.

"Memar? luka?" Ara bergegas bangkit, mengambil kaca yang ada di sisi kirinya. Melihat bagian lehernya.

'Ini pasti karena tali sialan itu.' Geramnya melihat lehernya tak indah lagi.

"Luka kata kamu tadi, di mana? Tanya Ara heran, ia tak melihat luka di lehernya.

"Tubuh anda Puteri." Jawab Dayang Han.

Dan, segera, Ara membuka ikatan bajunya yang... Demi Tuhan, ribet sekali sih!!!!.

Setelah berhasil, tanpa perlu melihat pantulan melalui kaca, Ara sudah bisa melihat dengan sangat jelas,,, luka itu.

Hah??? Luka!!!

"Busyett, luka apaan ini!!!" Jerit Ara menunjuk tubuhnya pada Dayang Han yang memalingkan wajahnya setelah Ara menampakkan tubuh putih bersihnya itu.

"Kamu, kenapa gitu?" Heran dengan sikap dayang Han yang enggan melihat ke arahnya.

"Tuan puteri sedang membuka pakaian, saya tidak ingin anda malu nanti." Jelas dayang Han.

"Ya ampun, biasa aja kali. Lagian, kita sama-sama perempuan. Melihat tubuh pria saja tidak masalah, apalagi tubuh sesama perempuan." Ujar Ara menggelengkan kepalanya heran.

Hah!!!

Dayang Han mendongak, kaget dan bingung dengan beberapa kata yang meluncur bebas dari bibir Ara.

"Me-melihat tu-tubuh pria?" Tanya Dayang Han gugup, terlihat rona merah di wajahnya ketika mengucapkan itu.

Ara menepuk dahinya tak percaya, bagaimana mungkin gadis di hadapannya ini begitu canggung membahas demikian.

"Dari drama yang gue sering tonton, jadi gini memang kenyataannya. Tak jauh beda memang." Dengus gadis itu pada akhirnya.

Baiklah, ia terpaksa menerima situasi aneh ini. Bagai film yang menampilkan kemampuan berada di dunia lain, Dora pun merasa demikian. Hanya saja, ia merasa aneh dengan keberadaannya yang... kenapa justru di dalam tubuh orang lain?

"Sudah, sudah. Kampungan sekali sih." Dengusnya lagi.

Tak lama, suara seorang perempuan terdengar dari luar pintu ruangannya.

"Puteri, tabib kerajaan sudah datang untuk memeriksa anda." Begitu kalimat yang berisi pengumuman itu.

"Bener kayak di drama yang gue tonton." Gumam Ara pelan.

OK. Dia hanya perlu meniru layaknya adegan film kan.?

"Masuk!!!" Jawab Ara dari dalam.

Dan, muncullah, pria tua dengan pakaian putih dan biru gelap, bersamanya ada seorang gadis seusianya. Membawa benda yang mirip kotak.

Menunduk terlebih dahulu lalu duduk. Setelah itu, sang tabib menghampiri Ara bersama gadis yang seperti asistennya itu dan juga dayang Han.

"Saya perlu buka pakaian kan." Ara hendak meraih tali bajunya kembali, namun segera di tahan dayang Han. Bar-bar sekali Ara ini.

"tuan puteri, Tirai belum di tutup." Ucap dayang Han beralasan.

'Oh, gue lupa, mesti tutup tirai ya.' Batin Ara.

Saat tirai di tutup, tabib pria tadi duduk menunduk dan menyentuh pergelanģan tangan Ara. Merasakan denyut nadi gadis itu.

Sedangkan untuk luka, asisten tabib tadi dengan di dampingi dayang Han membantu mengoleskan ramuan yang di berikan tabib pria tua.

"Gila, sial, pedih banget cuyy." Erang Ara tanpa sadar mengumpat.

Tiga orang yang ada di dekat Ara sontak tertegun mendengar kata ajaib keluar dari bibir seorang perempuan bangsawan itu.

"Kenapa kalian, kaget gitu." Ujar Ara heran.

"Anda tadi bilang kata yang buruk tuan puteri." Jawab dayang Han dengan nada hati-hati, khawatir SENGGOL BACOK.

"Kata apa?" Tanya Ara

Dayang Han ragu, kata tersebut tidaklah baik digunakan di lingkungan kerajaan ini. Terlebih oleh seorang puteri raja.

Ara menaikan satu alisnya, menunggu dengan tidak sabar akan jawaban dayangnya itu. Bolehkan dia mengakui kepemilikannya?.

Dayang Han mendekat, berusaha menggapai telinga sang puteri.

Lalu membisikkan sesuatu.

Dan, tak butuh waktu lama.

Tawa keras keluar begitu saja dari bibir Ara.

"Kalian ini. Kaku banget." Ucapnya di sela tawa.

"Kata sial dan gila biasa aja kali." Lanjut Ara dan membuat 3 pàsang mata itu menatapnya dengan terbelalak tak percaya.

Ya Tuhan!!! Apa yang terjadi dengan tuan puteri mereka!!!! erang mereka.

***

Ara benar merasakan dunia drama kerajaan saat ini. Dilayani dan dipatuhi oleh banyak orang. Bahagia? tentulah, tapi... Ia tak mengerti dengan wajah si pemilik tubuh ini yang buruk rupa padahal tubuhnya begitu indah. Hanya wajah saja, mirip seperti orang dalam masa breakout parah karena skincare abal-abal.

"Heummm, nyamannya." Ucap Ara saat menghirup aroma teh yang ada di hadapannya.

Tingkah konyolnya itu harus terhenti ketika, suara perhatian-perhatian dengarkan itu bergema lagi.

"Puteri, Yang mulia putera mahkota mengunjungi anda." Ucap dayang di luar sana.

What!!!

Putera mahkota!!!

' Pasti cakeup ini.' Batin Ara riang.

Ia dengan semangat menata penampilannya.

"Masuk!" Jawabnya lembut,

Hah!! Lembut?? Tak salah ?

Dan terbukalah pintu geser itu.

Kan

Benar

Demi Tuhan ganteng pakek banget ini namanya.

Mata Ara tak bergeser sedikitpun, menikmati dan mencoba memindai si pria jangkung dan kekar itu.

'ini, buat gue kan.' Batinnya histeris

Berusaha sekuatnya agar tidak membuat dirinya malu.

Melangkah gagah, seorang pria kira-kira 180 cm dengan wajah terukir sempurna, dagu belah, bibir merah dengan volume tepat, hidung mancung, alis tebal dan mata bulat dengan garis menyipit di ujung. Sumpah, ganteng banget. Impian Ara ini.

Dayang Han memberi isyarat pada Ara agar berpindah tempat. Karena tempat yang diduduki gadis itu akan menjadi tempat duduk sang putra mahkota.

Ok tak masalah itu, rela sekali Ara. Asal pria itu menjadi miliknya.

Ara segera bangkit, menunduk malu, menampilkan sisi feminim yang penuh kelembutan. Berjalan pèlan dan penuh langkah diperhitungkan.

Ayolah, Ara juga perempuan, walau ia kadang urakan, ia juga sering melihat cara seorang puteri dalam bertata krama. Tentu saja lewat drama yang di tontonnya. Hehehe.

Baiklah mari lanjutkan.

Sekarang, posisi keduanya sudah berubah. Ara duduk dengan lebih sopan dari sebelumnya. Membuat dayang Han sedikit tenang, dan berpikir jika puteri sudah kembali seperti semula.

Lalu..

"Puteri Hwa." Suara itu, akhirnya keluar juga. Sempurna sudah. Tampang yang tampan dan rupawan pakek ganteng mempesona itu di lengkapi dengan suara seksi, berat, dalam dan sangat jantan.

"Iya, yang mulia." Jawab Ara dengan lembut.

"Bagaimana keadaanmu, aku dengar kau baru diperiksa tabib tadi.?" Tanya putera mahkota menatap Ara intens.

Hentikan tatapan itu!!! please, Ara tak kuat.

"Saya baik-baik saja, tidak ada yang perlu di khawatirkan, putera mahkota." Jawab Ara lagi.

"Puteri Hwa, apa maksudmu, bagaimana mungkin seorang kakak tidak boleh mengkhawatirkan kondisi adiknya?" tanya putera mahkota lagi.

Tunggu! Apa kata dia tadi.

Ara mungkin salah mendengar. Bisa saja itu panggilan kekasih kan??

ok mari konfirmasi.

"Kakak?" Tanya Ara

"Iya, sebagai seorang kakak satu-satunya, terlebih kita terlahir dari rahim wanita yang sama. Putera dan puteri sang Ratu." Jelas Putera mahkota.

Duarrrr!!!!

Kakak-adik!!

Ara tak kuasa mendengarnya, tak rela, tak mau dan tak suka. Pria ini harusnya menjadi pasangannya, bukan saudaranya.

Matanya nyalang melihat ke sekitar, berharap ada kamera dan meminta diubah skenario menjadi kehendaknya, bukan seperti ini.

"Lo, kakak gue???" Tanyanya tak percaya

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!