NovelToon NovelToon

Jangan Salahkan Aku Merebut Suamimu

01. JSAMS

Sebuah taksi online berhenti di depan salah satu Rumah berlantai dua, perumahan di Surabaya. Rumah yang akan ditempati sepasang kekasih yang akan menjadi sepasang suami istri tujuh hari kemudian.

Di taksi online tersebut keluarlah seorang gadis yatim piatu berusia 22 tahun, pemilik Kafe Yudha dan beberapa Rumah Makan Cintarasa di Surabaya dan Malang. Gadis itu adalah Nasyama Khadijah Putri.

Sedari kecil Nasya di asuh oleh Pakde dan Bude nya yang tak lain orang tua dari pria yang masih dicintainya yaitu suami sahabatnya sendiri.

Setelah lulus kuliah, ia memutuskan pindah ke Surabaya karena ingin fokus dengan usaha peninggalan almarhum dan almarhumah kedua orang tuanya.

Nasya menenteng dua kantung plastik berisi makanan untuk makan siang dirinya dan Dimas, calon suaminya.

"Kemana ya, mas Dimas?" gumam Nasya melihat pekarangan rumah mereka tak ada seorang pun.

Nasya masuk ke dalam rumah setelah mengucap salam dan tak ada sahutan. Mencari ke teras belakang, taman mini di samping rumah, dan ke ruang keluarga ternyata nihil. Dimas tidak ada disana.

"Kok mas Dimas gak ada, ya?" gumamnya sekali lagi karena tak kunjung menemukan Dimas di rumah mereka.

Kepala Nasya menengadah melihat ke lantai dua dimana semua ruangan disana belum diperiksa mencari keberadaan Dimas.

"Apa mas Dimas di atas, ya?" tanya Nasya kemudian menaruh dua kantung plastik sedari tadi masih di tenteng nya.

Nasya pun memutuskan untuk ke lantai dua. Menaiki tangga satu persatu dengan senyuman yang tak surut dari wajah ayu nya.

"Suara apa itu?" Nasya penasaran dengan suara di balik pintu kamar utama.

Gerakan langkah Nasya melamban ketika mendengar suara aneh dari dalam kamar utama yang akan dijadikan kamar pengantin untuk Nasya dan Dimas.

"Suara siapa itu?" gumamnya lagi.

Suara menjijikkan itu memenuhi pendengaran indera pendengar Nasya apalagi dirinya mengenal suara pria tersebut.

Nasya menelan saliva dengan kasar saat mengenal suara pria tersebut adalah calon suaminya, Dimas Anggara.

Jantungnya berpacu cepat, tetapi tetap mendekati asal suara menjijikkan itu.

Betapa terkejutnya Nasya setelah mengetahui siapa yang bersama Dimas, yaitu Noni sahabat nya sekaligus istri dari pria yang hingga kini dicintainya, Ahmad Gadhing Athafariz berusia 30 tahun, seorang Dokter Kandungan dan Kepala Rumah Sakit elit di Surabaya.

Ucapan istighfar terus bergumam dibibir ranum Nasya. Tidak menyangka bila dua orang yang begitu dekat, apalagi Dimas adalah calon suaminya begitu tega mengkhianati nya, begitu juga Noni sang sahabat yang telah dinikahi pria yang masih dicintainya secara diam.

Mengingat Noni mengkhianati Gadhing membuat kobaran api dalam dada semakin membara. Di buka pintu kamar tersebut secara kasar.

"Apa yang kalian lakukan, hah?" teriak Nasya membuat kedua manusia di atas ranjang itu menghentikan aksi bejat mereka.

Tangan Nasya terkepal erat melihat reaksi biasa saja dari keduanya setelah memergoki mereka.

Bagaimana bisa kedua orang itu seakan biasa saja ketika ia memergoki mereka?

Dengan santai baik Dimas ataupun Noni memakai pakaian di depan Nasya.

Bahkan Noni terlihat kesal. Mungkin karena permainan mereka harus berhenti akibat ulah Nasya.

"Ck. Calon istrimu sangat mengganggu saja, Dim!" desis Noni menatap Nasya dengan seringai di bibirnya.

Nasya yang mendengar itu hanya diam menatap Dimas. "Apa maksudnya ini, mas?" tanya Nasya dingin.

Marah, sedih, dan kecewa telah dirasakan Nasya. "Apa maksudnya ini, Noni?" ia berganti menatap Noni, sahabatnya.

"Seperti yang kamu lihat. Kami sedang melakukan itu dan kamu mengganggu," sahut Noni santai seperti tak melakukan kesalahan sedang Dimas hanya diam saja.

"Apa maksudnya ini, mas?" tanya Nasya menatap Dimas mulai geram.

"Aku dan Noni adalah sepasang kekasih," sahut Dimas yang sedari tadi hanya diam saja.

DEG

Mata Nasya memanas setelah mendengar jawaban dari Dimas, calon suaminya.

"Kenapa kalian melakukan ini padaku dan juga mas Gadhing?" tanya Nasya lirih tak sanggup menahan air matanya untuk tidak menetes.

Noni tertawa tetapi Dimas hanya diam saja. "Aku melakukan ini agar kamu hancur, Nasya!" sentak Noni mendekati Nasya yang semakin terkejut atas apa yang didengar.

Noni yang dikenal Nasya adalah gadis ceria dan selalu ada untuknya ternyata mampu membuatnya hancur berkeping-keping.

"Apa maksudmu, Noni?"

Noni menyeringai. "Aku ingin kamu terpuruk, hancur dan sehancur-hancur nya. Merebut pria yang kamu cintai dan sekarang calon suamimu juga sangat mencintaiku."

Nasya mendongak menatap Noni. Diseka air matanya. "Aku gak nyangka kamu sehina ini, Noni. Tapi kamu harus ingat, kesakitan yang aku rasa sekarang akan ku balas lebih sakit dari ini," Nasya mengancam tanpa rasa takut.

Kemudia beralih mendekati dan menatap Dimas dengan berani. "Terimakasih karena kamu sudah melakukan ini padaku, mas."

Nasya meninggalkan rumah tersebut dengan derai air mata. Terus berjalan menyusuri jalanan komplek Perumahan hingga di depan gang barulah menghentikan taksi.

Ponselnya berdering dan tertera nama seseorang yang dipercayakan Nasya untuk mengurus Rumah Makan Cintarasa.

"Apa?"

02. JSAMS

Nasya keluar dari rumah itu dengan derai air mata hingga masuk ke dalam taksi. Tidak menyangka sahabat yang sudah dianggap saudara mampu menyakitinya begitu dalam.

"Kamu menjijikkan Noni," umpat Nasya sembari mengucap istighfar, tak habis pikir dengan Noni merasa iri padanya hingga menghancurkan hatinya begini.

Taksi melaju menuju salah satu Rumah Makan Cintarasa miliknya. Beberapa saat kemudian taksi telah sampai tujuan.

Diseka air matanya sebelum keluar dari taksi tersebut dan memberi ongkos. Dilihat Rumah Makan Cintarasa miliknya sudah ramai oleh orang-orang hendak mengacaukan keadaan.

"Ada apa ini, Il?" tanya Nasya setelah mengucapkan salam pada pria bernama Ilham berprofesi sebagai koki disana.

"Begini, Bu. Kami disuruh pergi dari Rumah Makan karena bukan Ibu lagi pemiliknya kata beliau," ungkap Ilham.

Nasya terkejut. Pandangan nya beralih pada pria berpakaian batik dan beberapa orang memakai seragam yang sama.

Pria itu menyerahkan sebuah map berisi dokumen yang menyatakan bahwa Rumah Makan Cintarasa ini telah berpindah tangan menjadi milik Dimas Anggara.

"Astaghfirullah," gumam Nasya tak habis pikir dengan perlakuan jahat Dimas padanya.

"Kalian bisa bekerja sementara di Warung Makan Cintarasa pusat menunggu hingga bangunan Warung lain selesai," tutur Nasya. Ia membiarkan apa yang diperbuat Dimas untuk sementara karena tubuh dan hati begitu lelah karena kejadian ini.

Setelah urusan nya selesai, Nasya kembali ke Rumah kontrakan dimana tinggal selama ini. Sesampainya di Rumah, memilih membersihkan diri lebih dahulu kemudian makan malam dengan telur dadar dan kecap manis, barulah tidur setelah beberapa saat usai makan malam.

...****...

Keesokan hari, Nasya telah rapi dengan gamis putih dan pasmina berwarna maroon berangkat menuju salah satu Rumah Sakit elit di Surabaya, dimana Gadhing bekerja disana.

"Sus. Apa Dokter Gadhing ada di ruangannya?" tanya Nasya harap-harap cemas.

"Dokter Gadhing ada di Ruang praktik. Satu jam lagi selesai, ada yang bisa dibantu?" tanya suster bernama Mita tak lain adalah asisten Gadhing di Rumah Sakit.

Nasya menggeleng. "Masalah Pribadi. Boleh aku menunggu di Ruangan nya?" tanya Nasya karena sudah banyak di Rumah Sakit ini mengenalnya sebagai sepupu Gadhing.

Suster Mita tersenyum dan mengangguk. "Nanti saya sampaikan ke Dokter Gadhing. Saya permisi."

Nasya masuk ke dalam Ruangan Gadhing. Ruangan khas nuansa Rumah Sakit. Kakinya melangkah mendekati meja kerja pria yang masih dicintai dalam diam, suami sahabatnya sendiri.

Tangannya terulur mengambil bingkai figuran yang menampakkan senyum manis Gadhing sedang merangkul pundak Noni.

Ah, hati Nasya kembali teriris merasakan cemburu dan sakit hati secara bersamaan. "Kenapa kamu begitu membenciku, Mas?" diseka air mata yang menetes tanpa permisi dipipinya seraya menaruh kembali bingkai itu.

Tanpa terasa satu jam berlalu, pintu terbuka memperlihat pria tampan memakai jas putih. Nasya sendiri mematung melihat Gadhing masuk. Degub gantung yang terus bertalu bila berdekatan dengan kakak sepupu tirinya itu.

"Ada apa?" tanya Gadhing dingin.

Nasya berdehem. "Salam dulu, Mas!" tegurnya.

"Assalamualaikum."

Nasya tersenyum dan menjawab salam dari Gadhing. "Waalaikumsalam."

"Ada apa? jangan banyak basa-basi kalau bukan hal penting," ucap Gadhing, duduk di hadapan Nasya.

"Ini masalah mas Dimas. Kami batal nikah," ucap Nasya takut-takut.

Gadhing tampak mengerutkan dahi. "Lalu urusan nya denganku, apa? bukan nya Pernikahan kalian urus sendiri di Malang?" tanya Gadhing sinis.

"Mas Dimas selingkuh dengan Noni, Mas!" gumam Nasya semakin takut bila Gadhing akan semakin membencinya.

Hening.

Beberapa saat kemudian terdengar tawa sumbang dari Gadhing. "Kalau calon suamimu yang selingkuh jangan menuduh sahabatmu sendiri apalagi dia istriku, Nasyama Khadijah Putri!" sentak Gadhing membuat Nasya terperanjat.

Hati Gadhing menjadi panas, wajahnya tampak merah dengan rahang mengeras, dan tangan terkepal erat diatas lututnya.

"A-aku melihatnya secara langsung, Mas. Di Rumah kami," sahut Nasya menunduk dengan mata berkaca-kaca.

Gadhing berdecak ketika menyadari suara Nasya terdengar bergetar. Diambil sapu tangan disaku lalu diserahkan pada Nasya.

"Jangan ngadi-ngadi, kamu. Pulanglah, istirahat yang cukup sebelum kamu menikah. Aku gak mau Bunda memarahiku lagi karena kamu menangis," ucap Gadhing menahan amarahnya.

Nasya menerima sapu tangan itu untuk menghapus air matanya. Sedari dulu dirinya akan menangis bila dimarahi oleh Gadhing.

"Tapi aku gak bohong, Mas."

"Pulang, Nasyama. Aku sedang tak ingin bertengkar denganmu," suara Gadhing mulai meninggi kembali membuat Nasya menyerah.

Tentu saja Gadhing tak akan percaya karena Nasya tak memiliki bukti atas perselingkuhan Dimas dan Noni.

Akhirnya Nasya kembali ke Rumah kontrakan. Memikirkan bagaimana meyakinkan Gadhing agar percaya padanya.

Memikirkan dia orang itu semakin membuat hatinya menggebu untuk membalas sakit hatinya.

Senyum miris terukir ketika baru sadar, Dimas tak ada memberi kabar hanya untuk sekedar meminta maaf padanya.

...****...

Beberapa hari kemudian lebih tepat tiga hari sebelum hari pernikahan Nasya dan Dimas.

Nasya sudah bersiap untuk berangkat ke Malang, menjalani misi membalas sakit hati terhadap Noni.

Mengingat bagaimana perlakuan Gadhing padanya saat kemarin setelah memergoki Dimas dan Noni, membuat Nasya nekad untuk mengambil langkah ekstrim ini.

"Assalamualaikum," ucap Nasya setiba di rumah Bunda Fadia.

Rumah penuh kenangan indah dan hancur bersamaan. Indah ketika semua anggota keluarga berkumpul, hancur ketika semua anggota keluarga berkumpul tetapi tidak dengan kedua orang tuanya dan juga Paman kandungnya, Harry Setiawan.

"Waalaikumsalam," suara pintu terbuka memperlihatkan wanita paruh baya dengan hijab lebarnya.

Nasya memeluk Bunda Fadia dan masuk ke dalam rumah.

"Katanya besok baru datang?" tanya Bunda Fadia.

Nasya menatap Bunda Fadia intens, memegang kedua tangan wanita paruh baya itu. "Bunda, Nasya ingin menagih janji Bunda dan Mas Gadhing."

Bunda Fadia tampak terkejut atas permintaan Nasya. "Tapi sayang, bagaimana dengan pernikahan kamu dan Dimas?"

"Pernikahan kami harus di batalkan, Bun. Mas Dimas berkhianat."

Sekali lagi Bunda Fadia tampak terkejut. "Tapi kamu tahukan, hubunganmu dengan Gadhing gak pernah akur dan juga sudah punya istri. Bagaimana kamu menjalani itu? Bunda gak mau kamu enggak bahagia, sayang."

Nasya tersenyum. Ia tahu jika Bunda Fadia tak akan menolak jika menyangkut janji. Dan ia pun tidak menceritakan pada siapa Dimas berkhianat.

Nasya tahu Gadhing tak bisa menolak permintaan Ibu Fadia, karena hal itulah membuat rencananya menjadi istri kedua Gadhing sangat mudah.

Setelah meyakinkan Bunda Fadia bila rela menjadi kedua dan sanggup menjalani hari di cap sebagai pelakor, barulah permintaan nya disetujui.

...****...

Di Surabaya.

Di tengah memeriksa pasien, Gadhing meminta izin untuk mengangkat telepon dari Bunda Fadia.

"Assalamualaikum, Bunda."

"Waalaikumsalam. Kamu dimana, Nak?"

"Di Rumah Sakit, periksa pasien. Ada apa, Bun? Apa Bunda baik-baik saja? Apa kolesterol Bunda, kambuh?"

"Astaghfirullah, Bunda sehat Gadhing. Bunda hanya minta kamu pulang ke Malang dua hari lagi bisa?"

Gadhing mengerutkan dahi. "Ada apa, Bun? apa gak bisa besoknya saja saat hari pernikahan anak perempuan ibu itu?"

"Ada hal penting. Bunda tunggu."

03. JSAMS

"Enggak. Gadhing gak mau, Bun."

"Tapi, Nak. Kamu sendiri yang sudah berjanji pada almarhum kedua orang tua Nasya, kan?"

Gadhing meraup wajah dengan kasar. "Bunda, Gadhing janji pada mereka itu akan selalu menjaga Nasya bukan menikahi gadis cengeng dan nakal itu," gerutu Gadhing geram.

"Menjaga yang bagaimana, Gadhing? apa kamu sudah tahu kalau Dimas selingkuh?" cerca Bunda Fadia.

Gadhing berdecak. "Sudah. Bunda pasti tahu, anak itu akan mendatangiku lebih dulu baru ke Bunda. Dan dia akan merayu Bunda agar apa yang diinginkan terkabul," cibir Gadhing mengingat kebiasaan sepupu tiri ya itu.

Bunda Fadia terkekeh semakin membuat Gadhing kesal. "Sebenarnya kamu perhatian dengan Nasya tanpa kamu sadari."

"Ayolah, Bun. Itu hanya karena Bunda saja. Aku gak mau menikah dengan nya."

"Coba kasih tahu Bunda, gimana kamu menjaga Nasya bila enggak nikahi dia. Kalau misal, Nasya menikah dengan Dimas dan mereka bermasalah. Apa saat Nasya menangis dan pasti mendatangi kamu, dan kalian berada di dalam satu ruangan lebih lama? Dosa, Nak."

Inilah yang tak bisa disangkal oleh Gadhing. Bunda nya sangat pintar membuatnya tak berkutik hanya agar tak bisa lagi menolak permintaan sang Ibunda.

"Gimana dengan Noni, Bun?"

"Katakan kamu telah berjanji untuk menikahi Nasya sebelum menikah dengan Noni. Lagi pula Noni sangat sombong pada Bunda."

"Jangan begitu, Bun."

...****************...

Gadhing menemui Nasya di dapur yang sedang bersenda gurau bersama Buya Niko. Ia selalu merasa kesal melihat Nasya mudah akrab dengan keluarganya sementara Noni tak ingin dekat dengan keluarganya.

"Kita perlu bicara," ucap Gadhing membuat Nasya dan Buya Niko menghentikan tawanya.

Buya Niko bangkit dan menepuk bahu Gadhing sebelum benar-benar meninggalkan keduanya.

Nasya sendiri menjadi kikuk bila berhadapan dengan Gadhing saat berduaan begini. Tentu saja tahu hal apa yang hendak dibicarakan oleh Gadhing padanya.

"Apa rencanamu, Nasya?" tanya Gadhing dingin.

"Gak ada. Aku hanya menagih janji," sahut Nasya santai.

Tangan Gadhing terkepal erat. "Dengan merusah rumah tangga sahabatmu sendiri? kenapa tak saat aku masih lajang?"

Nasya menoleh menatap Gadhing dengan seksama. "Yakin, mas akan menikahiku saat masih lajang?"

"Tentu saja enggak akan pernah. Tapi kamu tahu kelemahan ku berada pada Bunda," ucap Gadhing merasa geram pada Nasya.

"Apa rencanamu, Nasyama?" geram Gadhing.

Nasya berdiri dan mendekati Gadhing. "Aku akan buktikan kalau ucapan ku kemarin itu benar. Demi Allah, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, Mas. Kamu sendiri yang gak percaya dengan ucapanku hingga membuat aku mengambil jalan ekstrim seperti ini."

"Jangan tuduh istriku, Nasyama!" sentak Gadhing. Wajahnya sudah memerah menahan amarah.

Sebenarnya Nasya takut melihat Gadhing bila sedang marah. Sekuat tenaga mengumpulkan keberania, ia menatap Gadhing tanpa memperlihatkan bila sedang ketakutan.

"Aku bukan menuduh. Tapi aku bicara yang sebenarnya. Akan aku buktikan, Mas. Dan saat semua terbukti, aku pastikan kamu akan jatuh cinta padaku."

"Ck. Percaya diri sekali kamu."

...****************...

Hari telah tiba dimana adalah hari bahagia yang begitu di tunggu setiap pasangan. Memang hari ini adalah hari yang sangat diimpikan bagi Nasya. Tetapi, bukan keadaan yang seperti ini.

Nasya telah cantik mengenakan kebaya putih sebagai pakaian pengantin saat akad nikah dengan hijab senada pula.

Gadhing juga semakin tampak tampan dan gagah mengenakan pakaian pengantin pria. Ia sendiri merasa heran dengan dirinya. Rasa bersalah yang terus menyelimuti hati selama dua hari ini, berubah menjadi gelisah dan gugup menjadi satu.

"Apa, nak Gadhing siap?" tanya penghulu pada Gadhing.

Gadhing berdehem. "Si-siap, Pak."

...****...

"Sah."

"Sah."

Kata sah baru saja di dengungkan. Di dalam kamar, Nasya ditemani Amanda terus saja mengucap kata Hamdallah.

"Selamat, Nasya."

Nasya memeluk Amanda salah satu sahabatnya selain Noni. Amanda adalah anak dari Ricky dan Elsa (cerita mereka ada di novel aku yang judulnya 'Jodoh KEDUA ').

"Makasih, Manda. Doain aku agar menjadi istri yang dirindukan surga," gumam Nasya tak bisa menyembunyikan tangis haru nya.

Amanda meng-amin kan ucapan Nasya seraya mengusap punggung Nasya. Tentu saja ia mengetahui masalah yang tengah dihadapi Nasya.

Bunda Fadia masuk ke dalam kamar langsung memeluk Nasya. "Sekarang kamu telah menjadi putriku yang sesungguhnya, Nak."

"Bunda. Nasya memang putri, Bunda."

Bunda Fadia mengangguk. "Berbaktilah pada suamimu. Luaskan kesabaranmu, luluhkan hati suamimu, Nak."

"Insyaallah, Bun."

Ketiganya keluar dari kamar menuju ruang tamu dimana Gadhing melakukan akad barusan.

Nasya duduk di sebelah Gadhing dengan degub jantung yang bertalu-talu. Memang ini adalah pernikahan tanpa cinta bagi Gadhing, tapi baginya ini adalah kebahagiaan yang sesungguhnya.

Gadhing menekan-nekan lutut Nasya dengan jemari nya membuat sang empu menoleh.

"Ubah posisi dudukmu."

"Maksudnya?"

"Duduk ke arahku, Nasyama."

Nasya baru mengerti langsung mengubah posisi duduk ke arah Gadhing. Jantungnya semakin berdegup cepat manakala tangan Gadhing berada di ubun-ubun kepala nya dan membaca doa yang ia ketahui adalah doa setelah ijab kabul.

"Allahumma inni as’aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa ‘alaih. Wa a’udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha ‘alaih."

"Artinya: ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan dirinya dan kebaikan yang Engkau tentukan atas dirinya. Dan Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan yang Engkau tetapkan atas dirinya."

Nasya sengaja menikah tepat dihari yang seharusnya adalah pernikahannya bersama Dimas dan tidak ada yang tahu akan rencananya.

...****************...

Dimas dan beberapa perwakilan keluarganya baru saja tiba di rumah Bunda Fadia dimana seharusnya ia dan Nasya melakukan akad nikah. Bertepatan itu pula Noni baru juga tiba di lokasi.

Dimas dan Noni beserta yang lain nya terkejut melihat Gadhing dan Nasya baru melaksanakan ijab kabul.

"Apa-apaan ini?" teriak Noni begitu marah membuat Gadhing dan yang lain nya terkejut.

"Dasar pelakor," pekik Noni hendak menyerang Nasya namun di halangi Gadhing, segera menenangkan istri nya itu.

Sedang Nasya harus diam saja, menahan sakit menyaksikan perlakuan lembut Gadhing pada Noni.

Dimas menatap Nasya penuh arti. "Kenapa kamu lakukan ini?"

"Kamu tahu alasannya, Mas. Kalian telah menyakitiku."

"Gimana dengan, Ibu?"

Nasya menggeleng. "Kalian yang telah membuatku begini."

...*****...

Malam pertama yang seharusnya adalah malam yang ditunggu sepasang pengantin yang baru saja halal, harus urung karena sang pengantin pria lebih mementingkan istri pertama tengah merajuk.

Nasya hanya bisa diam seribu bahasa menatap nanar daun pintu yang sedari tadi tertutup namun berharap segera dibuka dari luar dan menampakkan pria beberapa jam lalu telah menikahinya.

Tetapi sepertinya Nasya tak pantang arang untuk mendapatkan cinta Gadhing dan membuktikan perselingkuhan madu nya dengan Dimas.

"Aku gak akan menyerah."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!