NovelToon NovelToon

Percayalah, Aku Masih Suci

Bab 1. Lupakan Zahwa

...🍀🍀🍀...

Seorang gadis cantik, berhijab putih,memakai dress putih, nampak sedang duduk di depan meja rias sambil bercermin. Gadis cantik itu tersenyum manis dan wajahnya tersirat kebahagiaan. Sungguh, gadis itu terlihat sangat bercahaya dengan hiasan tipis di wajahnya. Ketika ia tersenyum lebar, terlihat dua lesung pipinya yang menambah keindahan dirinya sebagai kaum hawa.

Alasan yang membuatnya bahagia hari ini adalah karena hari ini, adalah hari yang sudah ditunggunya. Dia akan melangsungkan pernikahan dengan pria yang ia cintai sejak lama.

"Zahwa...Rayhan sudah datang, tuh!"

Terlihat seorang wanita berhijab berwarna biru langit dengan gamis berwarna putih, berjalan mendekatinya. "Benarkah, Ma? Mas Rayhan udah datang?" Mata Zahwa berbinar-binar menatap sang mama.

"Iya, kamu sudah siap kan?" Tanya Amayra sambil memegang kedua bahu putrinya.

"Insya Allah, Zahwa siap, Ma." Zahwa tersenyum, ia sudah memantapkan hatinya untuk menikah dengan Rayhan. Seorang pria yang usianya hanya berbeda dua tahun darinya. Pria itu baru saja lulus dari universitas terkemuka di Mesir. Setelah lulus dari sana, Rayhan langsung meminta kedua orang tuanya untuk melamar Zahwa dan lamarannya diterima.

Ya, itu juga karena mereka sudah memiliki janji pernikahan sebelumnya. Selain memiliki janji pernikahan, mereka berdua juga saling mencintai.

"Nak, kamu harus ingat ya...kewajiban seorang istri kepada suaminya. Ingatlah kalau kamu akan menjadi istri seorang ustadz, mama harap kamu selalu berusaha menjadi lebih baik ya, Zahwa."

Entah berapa kali Amayra terus mengingatkan putrinya akan kewajiban menjadi seorang istri. Apalagi Zahwa akan menjadi istri dari seorang anak pemuka agama, calon ustadz, yang akan mengurus pesantren di masa depan. Alasan Amayra khawatir adalah karena sikap anak gadisnya ini yang sedikit tomboi.

"Insya Allah ma, Zahwa akan menjadi istri yang baik untuk suami Zahwa. Mama gak usah cemas gitu," Zahwa memegang tangan mamanya, seraya menenangkan hati Amayra.

"Baiklah, mama percaya sama kamu...haahh.." Amayra menghela nafasnya. "Ya udah, ayo kita turun ke bawah. Tamu-tamu udah nunggu tuh," ucapnya lagi pada Zahwa.

Calon pengantin wanita itu menganggukan kepala, lalu ia beranjak dari tempat duduknya. Ketika Amayra dan Zahwa akan berjalan menuju ke depan pintu, langkah mereka terhenti dan atensi mereka tercuri saat melihat ada seorang pria gagah dengan setelan jas rapi, bertubuh tinggi, berwajah tampan dan berkulit putih tengah berdiri didepan pintu.

"Rey? Kamu udah kembali dari Singapore? Katanya kamu akan kembali besok?" Sambut Amayra dengan senyuman hangat pada pria yang dipanggil Rey itu.

Sementara Zahwa memalingkan mukanya ketika melihat Rey. Tangannya mencengkeram erat dress putih miliknya.

"Masa iya aku gak datang ke pernikahan adikku sendiri, Tante." Rey melirik ke arah Zahwa yang sedari tadi tak mau melihat dirinya. Rey tidak mengedipkan matanya saat melihat calon pengantin wanita itu.

"Alhamdulillah kalau kamu hadir, Tante senang sekali." Amayra tersenyum, dia senang karena Rey sudah kembali dari Singapore, masalah urusan bisnisnya.

"Iya Tante, Rey tidak mungkin melewatkan pernikahan Zahwa dan Rayhan. Jadi, dihari bahagia ini....aku harus datang mendoakan mereka, memberikan restu supaya pernikahan mereka samawa." Rey menoleh ke arah Zahwa, terlihat senyum getir di wajahnya.

Kamu cantik Zahwa, tapi sayangnya kamu akan jadi istri orang.

"Tante, boleh gak Rey bicara berdua sama Zahwa?"

"Oke, jangan lama-lama." Amayra memberikan izin kepada Rey untuk bicara berdua dengan Zahwa. Lantaran, Amayra tahu bahwa Rey dan Zahwa sangat dekat. Sebagai adik kakak.

Amayra berjalan keluar dari kamar itu, dia menuruni anak tangga yang menuju ke lantai bawah. Sementara itu Zahwa masih diam membeku, memalingkan wajahnya dari Rey.

"Hey...my Nemo!" Seru Rey memanggil nama Zahwa dengan sebutan my Nemo. Itu karena Zahwa sangat menyukai ikan hias dalam serial finding Nemo.

Zahwa masih dengan wajah cemberutnya, dia diam tanpa kata. "Zahwa, kamu masih marah ya? Aku udah datang loh, kenapa kamu masih cemberut?"

"Katanya kakak gak akan datang, tapi kakak datang?" Bibir gadis cantik itu mengerucut.

"Jadi, kamu tidak senang aku datang?" Rey menatap ke arah Zahwa, entah kenapa ada luka tersirat di matanya.

"Aku... seneng kok. Malah tadinya aku pikir kakak gak bisa datang," Zahwa bersedih, jika kakaknya itu benar-benar tidak datang ke acara pernikahannya.

"Ya udah, jangan cemberut lagi. Bentar lagi kamu mau nikah, kamu harus tersenyum di hari bahagia ini." Tangan Rey membelai pipi Zahwa dengan lembut.

Gadis itu menganggukan kepala, lihat matanya mulai berembun. "Jangan nangis Zahwa, nanti make up kamu luntur. Kamu harus terlihat cantik di depan suamimu malam ini." Rey melarang adiknya untuk menangis di hari bahagianya. Sungguh akan sangat disayangkan bila gadis cantik itu menangis.

"Hehehe, iya kakak..." sekuat mungkin, Zahwa menahan air matanya agar tidak keluar.

Tiba-tiba saja tanpa meminta izin, Rey meraih tubuh Zahwa kemudian dia memeluknya. "Kamu... harus bahagia bersama Raihan, kalau dia menyakiti kamu. Kamu wajib bilang sama kakak,"

"Mas Rayhan, tidak akan pernah melakukan itu Kak. Aku percaya padanya," ucapnya yang begitu mempercayai pria bernama Rayhan itu.

"Iya, aku juga sangat percaya padanya." Rey membelai lagi kepala Zahwa, ada senyum kecut di bibirnya.

Tiba-tiba ada tangan yang memegang tangan Rey dan menyingkirkannya dari kepala Zahwa. "Zahwa, sudah waktunya....cepatlah, kak Rayhan sudah menunggumu." ucap pria bertubuh tinggi dan berparas tampan itu. Atensinya tertuju pada Rey.

"Iya kak Zayn, ayo kita sama-sama ke bawah." Ajak Zahwa pada kedua kakaknya itu.

"Tidak, kamu duluan aja. Kakak mau ambil sesuatu dulu." Kata Zayn pada saudara kembarnya itu.

Zahwa menganggukan kepalanya kemudian dia berjalan menuruni anak tangga, dibantu oleh seorang gadis remaja. Dia adalah Selina, sepupunya yang baru saja menginjak kelas 2 SMP. Berbeda dengan Zahwa yang berhijab, Selina tidak menggunakan hijabnya.

"Ayo Zayn, kita juga harus--"

"Gak kak, ayo kita bicara sebentar." ucap Zayn sambil memegang tangan Rey, atensinya begitu tajam pada kakak sepupunya itu.

"Ya, kamu mau bicara apa?" Tanya Rey melihat raut wajah Zayn yang serius itu.

"Kak, tolong jangan deketin Zahwa lagi! Zahwa sudah mau menikah dengan kak Rayhan." Kata Zayn tegas.

"Dia adikku, Zayn...kenapa aku tidak boleh dekat dengannya?" Tanya Rey tak paham dengan apa yang dikatakan oleh Zayn.

Zayn tersenyum sarkas. "Adik? Apa benar kakak menganggap Zahwa seperti itu? Kakak sendiri yang paling tau jawabannya, siapa Zahwa di hati dan dalam hidup kakak! Aku harap kakak segera melupakan perasaan pada Zahwa."

Rey menundukkan kepalanya, rasanya kata-kata Zain seperti menelanjanginya. Kedua sorot mata yang tajam itu saling memandang. Sesak rasanya hati Rey, tak cukup dengan hadir di sana. Dia juga harus mendapatkan penentangan yang sangat jelas dari Zayn.

*****

Semua tamu telah hadir di lantai bawah rumah itu. Semua mata memandang ke arah Zahwa, terutama seorang pria yang berpakaian putih dan memakai peci berwarna putih juga. Pria tampan, dengan kulit yang sering disebut hitam manis. Ialah Muhammad Rayhan Abizar, putra dari Muhammad Iqbal Ansharullah. Seorang pemuka agama, pemilik pesantren Ar-Rasyid.

Kebanyakan yang hadir di sana adalah pemuka agama dan beberapa teman Zahwa, juga kerabat-kerabat keluarganya. Tidak ada pesta resepsi mewah, karena Zahwa dan Rayhan sepakat untuk mengadakannya secara sederhana. Yang penting sah!

Masya Allah, cantik sekali Zahwa.

Pria itu tak berkedip manakala dia melihat kecantikan calon pengantinnya. Zahwa dituntun oleh mamanya dan juga tantenya, Diana.

Kini mereka berdua sudah duduk bersampingan. Keduanya terlihat tersipu malu, dengan hati berdebar mereka akan menghadapi akad pernikahan.

"Baiklah, apa semuanya sudah siap? Apa sudah bisa dimulai?" Tanya seorang penghulu yang sudah siap untuk menikahkan mereka berdua.

Zahwa dan Rayhan mengangguk dengan yakin. Tanpa mereka sadari, Rey melihat itu dari kejauhan. Ia tak berani mendekat ke arah Zahwa. Tersirat luka di matanya itu.

Semoga kamu bahagia Zahwa. Rey memegang dadanya yang terasa sesak itu.

Penghulu itu memegang tangan Rayhan, lalu mulai mengucapkan ijab kabul.

"Bismillahirrahmanirrahim....saya nikahkan saudara Muhammad Ray--"

"Tunggu!! Hentikan pernikahan ini!" Teriak seorang wanita yang berdiri di ambang pintu rumah itu.

Sontak saja, semua orang melihat ke arahnya dan ijab kabul itu terhenti karena suaranya.

...****...

Hai Readers, jangan lupa komennya dong 😍🙈 berhubung ini hari Senin, boleh dong minta vote atau gift nya?

Bab 2. Batalnya pernikahan

Bismillahirrahmanirrahim...jangan lupa ya, komen, like, vote dan giftnya biar author semangat up! 😍😍🙏

...🍀🍀🍀...

Semua orang yang hadir di acara pernikahan itu, sontak melihat ke arah si wanita yang sedang berjalan masuk ke dalam rumah. Menghampiri para tamu yang hadir, lalu dia juga menghampiri Raihan dan Zahwa sambil membawa amplop coklat di tangannya.

Wanita itu mengenakan hijab berwarna merah, dengan dress berwarna hitam. Wajahnya terlihat marah. Atensinya tajam kepada Zahwa.

"Hentikan pernikahan ini!" Teriak wanita muda itu sekali lagi dan membuat semua orang yang hadir di acara sakral itu terkejut. Dia menentang pernikahan Raihan dan Zahwa. "Kakak, kamu tidak boleh menikah dengan wanita ini?!"

"Salimah! Kamu kenapa?!" Tanya Raihan sambil beranjak dari duduknya, dia melotot menatap sang adik yang menentang pernikahannya.

"Salimah?" ustadz Iqbal menghampiri anak perempuannya itu.

"Salimah, kamu--" Zahwa ikut beranjak dari duduknya dan menatap Salimah dengan bingung.

"Kak! Kakak gak boleh menikah sama wanita ini, dia wanita kotor!" Salimah membuka amplop coklat itu, lalu ia melemparnya ke wajah Zahwa.

Foto-foto di dalamnya berserakan dan para tamu undangan yang hadir melihat foto itu. Mereka terkejut melihat foto-foto itu. Foto Zahwa tanpa hijab sedang tidur berdekatan bersama seorang pria yang tidak dikenal.

"Apa-apaan ini?"

"Jadi calon pengantin wanitanya seperti ini? Astagfirullahaladzim..." ucap seorang tamu berikan komentar pedas setelah melihat foto-foto Zahwa.

"Astagfirullahaladzim....dia membuka auratnya bersama seorang pria di dalam kamar?!" komentar salah satu tamu dari kalangan pengantin pria.

"Ustadz Iqbal, apa benar Zahwa adalah wanita yang seperti ini?" tanya tetangga Iqbal yang seorang pemuka agama juga.

"Astagfirullahaladzim, ini adalah aib!" kata seorang pria tua yang adalah kakek Raihan, ustadz Arifin.

Wajah semua orang tercengang dan mulai kasak-kusuk di belakang membicarakan Zahwa. Gadis itu tampak syok, terutama Raihan.

"Zahwa...apa ini..." Amayra menghampiri putrinya dan mengambil salah satu foto yang tersebar di sana. "Zahwa...ini bukan kamu kan, nak?" tanyanya sekali lagi.

"Itu bukan aku, Ma...itu bukan aku..." Zahwa menggelengkan kepalanya, matanya mulai berembun.

Rey dan Zayn berjalan mendekat ke arah Zahwa, mereka melihat foto-foto itu dan mereka tercengang tak percaya.

"Pak, lanjutkan saja pernikahannya!" Ujar Raihan pada penghulu yang ada di sana.

"Tidak! Tidak ada pernikahan Raihan, pernikahan ini batal!" Seru Iqbal tegas.

Salimah tersenyum puas setelah mendengar ucapan abinya yang memutuskan untuk membatalkan pernikahan Raihan dan Zahwa.

Rasakan kamu, Zahwa.

"Abi! Foto itu tidak benar, itu bukan Zahwa...aku percaya sama Zahwa." Raihan melirik ke arah pengantin wanitanya yang akan menangis itu. Dia mengatakan bahwa dirinya percaya kepada Zahwa.

"Mas..."

Mas Raihan percaya padaku, itulah yang paling penting.

Iqbal mendekat ke arah Raihan, menarik tangan anaknya itu, lalu berbisik pada Raihan. "Mau itu Zahwa atau bukan, reputasi Zahwa sudah hancur.. Abi gak mau, kamu menikah dengan wanita yang reputasinya sudah hancur!"

Raihan terbelalak mendengar ucapan abinya. Ya, memang di dalam keluarga Raihan yang sangat kental dengan ilmu agama. Reputasi sangatlah penting dan mereka sedikitpun aib di dalam keluarga mereka. Apalagi Raihan, pria itu adalah harapan satu-satunya untuk meneruskan pesantren Ar Rasyid. Tidak boleh ada ke catatan sedikitpun dalam hidupnya.

"Abi!" Raihan menatap tajam ke arah abinya.

"Raihan, Iqbal, kita kembali!" ustadz Arifin meminta anak dan cucunya untuk pulang dari sana. Wajah pria tua itu terlihat marah.

Iqbal menarik tangan Raihan dan memaksanya pergi, rombongan pengantin pria juga mulai pergi dari sana. Zahwa dan keluarganya sedih melihat pengantin pria di bawa pergi dari sana.

"Tunggu! Semua foto ini tidak benar, pasti ada penjelasan untuk semua ini. Saya mohon, jangan mengambil keputusan mendadak hanya dengan melihat selembar foto!" Akhirnya Bram angkat bicara, dia berperan sebagai ayah Zahwa di sana. Karena ayah kandung Zahwa, yaitu Satria telah tiada dua tahun yang lalu.

"Maaf pak Bram, pernikahan ini tetap batal. Saya tidak mau menikahkan putra saya kepada seorang wanita yang reputasinya sudah tercoreng!" Kata Iqbal tegas.

Ucapan Iqbal membuat Zahwa dan keluarganya sakit hati, Amayra bahkan sampai menangis. Terlebih lagi kapan orang-orang yang begitu sinis kepada Zahwa dan keluarganya. Mereka menilai Zahwa dari selembar foto, mereka langsung berpikiran buruk kepada Zahwa. Tanpa mau mendengarkan penjelasannya.

"Ustadz Iqbal, foto ini bukan saya... benar-benar bukan saya," ucap Zahwa mencoba meyakinkan Iqbal.

Rey yang tadinya diam saja akhirnya angkat bicara."Benar ustad Iqbal, ini bukan Zahwa...pasti foto ini hanya hasil editan."

Namun Iqbal tak mau mendengar, dia tetap memegang tangan putranya dan membawa Raihan pergi dari sana. Raihan menatap Zahwa dengan tidak rela, niat Raihan ingin berada di sana. Tapi dia tak bisa melawan orang tuanya.

"Ayo kak! Kita harus tinggalkan rumah wanita kotor ini," ucap Salima yang juga menarik tangan Raihan.

"Hey! Jaga bicaramu itu! Kamu tidak boleh bicara seperti itu tentang adikku!" Zayn menunjukkan jarinya ke wajah Salima dengan emosi.

"Memang adikmu wanita kotor, kok? Lihat aja di fotonya!"

"Salima, hentikan! Ayo kita pergi! Ckckck... benar-benar membuat malu," Arifin mendecak kesal.

Zahwa kecewa, kenapa mereka semua percaya dengan selembar foto yang belum tentu benar. Dan pada akhirnya semua rombongan pengantin pria dan juga pengantin prianya pergi meninggalkan rumah pengantin wanita.

Keadaan di rumah keluarga Calabria, tampak suram, panas dan sedih. Ditambah dengan rasa malu karena tersebarnya foto Zahwa tanpa hijab bersama seorang pria di dalam kamar. Sungguh menjadi aib, walaupun foto itu belum jelas kebenarannya.

Zahwa yang berada di luar rumah, jatuh terduduk dengan bulir air mata membasahi pipinya. Mahkota yang dikenakan di atas hijab putihnya terjatuh ke lantai. Dia memandangi foto-fotonya itu dengan sedih.

"Ini bukan aku...bukan....hiks..."

"Zahwa!" Rey memegang kedua tangan adiknya, dia membantu Zahwa berdiri.

"Kak, ini bukan aku...ini bukan aku kak..."

Rey mengangguk-ngangguk, seraya menatap adik sepupunya itu. "Iya, kakak percaya kok. Ayo kita masuk ke dalam!" Bujuk Rey dengan lembut.

Rey membawa Zahwa masuk ke dalam rumah, gadis itu terlihat gontai dan pucat. Ya, siapa juga yang tidak akan syok dengan kejadian beberapa saat yang lalu.

Seperti godam yang menghantam dadanya, ia tak percaya bahwa hari yang akan menjadi hari bahagianya dalam seumur hidup, malah berakhir menjadi hari yang paling membuatnya bersedih, paling menyakitkan hatinya.

Sesampainya di dalam rumah, semua keluarga berkumpul dan duduk di atas sofa. Dengan wajah yang sama, terkejut, bingung dan sedih. Hanya wajah dua orang saja yang terlihat marah. Zayn dan Bram, mereka marah karena Raihan dan keluarganya memutuskan pernikahan begitu saja.

"Zahwa! Duduk, kamu!" titah Bram dengan membentak.

"Bram, jangan keras begitu!" ucap seorang wanita tua, seraya menepuk bahu Bram.

Gadis berpakaian khas pengantin itu duduk di sofa, tepat di samping Diana dan Amayra. "Zahwa, om mau tanya sama kamu! Foto ini, bukan kamu kan?" Bram letakkan selembar foto Zahwa yang tak berhijab ke atas meja.

"Bukan om...itu bukan Zahwa...." jawab gadis itu dengan suara bergetar dan meringis.

Diana memegang tangan Zahwa, seraya menguatkannya.

"Ya sudah, om juga percaya sama kamu kok. Bukan hanya om, Oma, Tante, mama, adik kakak-kakak kamu...kami percaya sama kamu." Kata Bram sambil menghela nafas.

Zahwa menghela nafas lega."Alhamdulillah.... kalau begitu, om bisa bantu jelaskan pada mas Raihan dan keluarganya...kalau ini semua gak benar." Zahwa masih berharap bahwa pernikahannya dan Raihan kembali terjadi.

"Apa? Jelaskan pada mereka? Gak usah, ngapain!" Bram mengangkat alis ke atas, ia tampak tak senang dengan ucapan Zahwa.

"Iya, om. Tolong bantu aku jelaskan pada masa Rai dan--"

"Nggak usah!"

Zahwa tersentak kaget mendengar ucapan tegas om nya.

...*****...

Bab 3. Kekecewaan

...🍁🍁🍁...

Zahwa menatap Bram dengan bingung, apa maksudnya tidak usah? Apa Bram menolak untuk menjelaskan pada keluarga Raihan tentang hal ini?

"Om...apa maksud om gak usah? Kita harus jelasin semuanya sama mas Raihan dan keluarganya kalau semua ini gak benar!" Zahwa masih tetap dengan pendiriannya, dia tidak mau pernikahannya dan Raihan hancur

"Gak usah Zahwa, kita tidak usah menjelaskan kepada mereka!" Bram menolak tegas.

"Tapi kenapa om?" Tanya Zahwa dengan wajah polosnya.

"Zahwa...apa kamu masih mau masuk ke dalam keluarga itu? Lihat kan, topengnya saja kental dengan agama...tapi mereka mengumbar dan menghina kamu, juga keluarga kita di hadapan semua orang. Terutama yang namanya Salimah itu! Mereka sembarangan menjudge kamu, padahal belum tau kebenarannya! Bagi mereka yang penting adalah reputasi keluarga." Bram emosi, sampai dia berdiri dari tempat duduknya.

Terlihat kekecewaan di wajah Bram dan seluruh anggota keluarga Calabria yang lainnya. Merasa dipermalukan, di lempar kotoran ke wajah mereka semua, bahkan Amayra menangis karena sakit hati dengan perlakuan keluarga Raihan pada keluarganya terutama pada Zahwa.

"Tapi om...Zahwa cinta sama mas Raihan!"

"Oke, om tau kamu cinta sama Raihan. Tapi, kamu lihat kan bagaimana perlakuannya keluarganya kepada keluarga kita? Om gak mau kamu hidup di dalam keluarga itu, keluarga fanatik, kental agama namun hatinya picik!"

"Ma, Tante, oma...ayo kita pergi ke rumah Mas Raihan...kita jelaskan semuanya kalau ini gak benar!" Zahwa menatap Tante, Oma dan mamanya yang hanya menundukkan kepala dengan sedih.

"Nggak Zahwa, kita gak usah pergi ke sana." Amayra juga memberikan penolakan yang sama dengan Bram.

"Ma!"

"Mama sakit hati, kamu dihina seperti itu oleh mereka karena selembar foto." Kata Amayra tegas. "Kalau mereka membatalkan pernikahan, ya udah! Kita gak usah jelasin apa-apa sama mereka dan kalau Raihan cinta sama kamu, pasti dia akan bicara sama keluarganya. Tapi.. jangan harap Raihan bisa menikahi anak mama, kalau Raihan tidak bisa membuat orang tuanya minta maaf pada keluarga kita, apalagi Salimah!"

Zahwa terbelalak, melihat mamanya yang selalu penyabar itu kini tampak marah. Tidak seperti dirinya yang biasanya. Semua mata tertuju pada Amayra yang sudah kelewat emosi. Tak terima dengan keluarga Calabria yang dipermalukan, terutama Zahwa yang paling di sakiti.

Amayra memilih pergi dari sana dan menuju ke kamarnya. "Ma...mama...." lirih Zahwa melihat mamanya menaiki anak tangga. Zahwa pun melirik ke arah Diana dan Nilam.

"Zahwa, maaf ya...tapi Tante sama Oma juga sependapat sama mama dan om kamu." ucap Diana pada Zahwa.

"Kenapa sih kalian gak ada yang ngertiin aku?" Zahwa menahan tangisnya, dia yang masih memakai baju pengantinnya berjalan terburu-buru menaiki anak tangga.

Semua orang melihatnya, namun mereka hanya diam. Kecuali Selina, Zayn dan Rey yang memiliki niat untuk menyusul dan menghibur Zahwa.

"Kalian mau kemana? Sudahlah, biarkan saja dulu Zahwa sendiri. Dia butuh untuk menenangkan diri dari semua kejadian ini," ucap Nilam pada ketiga cucunya itu.

"Iya, Oma." hanya Zayn yang menjawab mewakili Rey dan Selina yang diam saja sambil menatap kepergian Zahwa.

"Lebih baik kita bereskan semua ini karena pernikahannya batal." ucap Nilam sakit hati melihat dekorasi, pelaminan di rumahnya yang sudah di tata rapi untuk acara pernikahan Zahwa.

Selina dan Zayn terlihat lesu saat mendengar ucapan omanya, mereka juga sakit hati sama seperti Zahwa dan anggota keluarga yang lainnya.

"Rey, bantu papa selidiki foto itu!" Ujar Bram pada anaknya. Rey melihat ke arah papanya.

"Mau apa kamu selidiki foto itu, pa?" Tanya Diana pada suaminya heran.

"Tentu saja mempidanakan orang yang sudah memfitnah Zahwa. Foto itu pasti editan...aku tidak akan biarkan anggota keluarga kita di hina. Aku akan merasa bersalah pada alm Satria, kalau aku tidak bisa melindungi Zahwa dan Zayn."

Bram teringat dengan pesan adiknya yang telah tiada. Pesannya untuk menjaga kedua anaknya, menjadi sosok papa untuk Zahwa dan Zayn.

...Kak, aku titip Zayn dan Zahwa ya...kalau ini adalah saat terakhirku...kelak tolong jadilah wali nikah Zahwa dan Raihan. Karena usiaku mungkin tak akan sampai pada hari itu....

"Ya Allah... Satria, kamu pasti akan sedih kalau melihat apa yang terjadi pada hari ini." pria paruh baya itu memegang dadanya, teringat adiknya.

"Assalamualaikum," suara salam lebih dari satu orang terdengar dari ambang pintu rumah mewah itu.

"Waalaikumsalam," jawab Bram, Nilam, Rey, Diana, Selina dan Zayn yang masih berada disana.

"Maaf ya kami telat. Tapi kok para tamu udah gak ada ya?" tanya Bima, adik Bram yang baru saja datang dari luar kota. Dia bersama anak dan istrinya.

"Iya, ini baru jam 11 siang." jawab Ken, suami Anna. Yang tak lain adalah cucu menantu pertama di keluarga itu.

Semua anggota keluarga Calabria, terdiam dan menunjukkan wajah sedih mereka yang membuat Bima, Fania, Ken dan Anna bingung.

"Ada apa sih?" tanya Anna dengan kening berkerut, menatap semua orang di sana yang galau.

*****

Sementara itu Zahwa berada di dalam kamarnya, dia mengurung diri. Merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan posisi tengkurap. Air matanya yang hangat membasahi bantal.

Sakit, hati Zahwa melihat dekorasi kamar itu. Kamar yang tadinya akan menjadi kamar pengantinnya bersama Raihan. Namun semua harapan itu musnah. Hari yang harusnya menjadi hari terindah, menjadi hari yang paling menyakitkan.

"Ya Allah, kenapa semua ini harus terjadi padaku? Siapa orang jahat yang sudah membuat foto itu?!"

*****

Rumah Raihan, yang tak jauh dari pesantren Ar-Rasyid.

"Abi, Abah sama Salima keterlaluan!" Raihan menumpahkan kemarahannya begitu sampai di dalam rumah. Dia tidak mau sampai marah-marah di luar rumah, apalagi di rumah Zahwa. Pantang baginya untuk melampiaskan emosi di depan semua orang. Baginya hal itu adalah hal yang tidak baik.

"Raihan, berani kamu bicara seperti itu kepada Abah sama Abi mu?!" Arifin menatap tajam ke arah Rayhan yang bicara dengan nada suara meninggi, menyalahkan keluarganya.

"Kenapa sih kak? Kakak harusnya berterima kasih loh padaku, aku sudah membuat kakak tidak salah jalan dengan memilih wanita itu. Kan aku sudah bilang, kalau Zahwa itu bukan wanita baik-baik." Salima tersenyum ketus, dia sangat ingin mendapatkan tanda terima kasih dari kakaknya bukannya dimarahi.

"Astagfirullahaladzim...ya Allah ampuni dosa-dosa keluargaku ini." Raihan mendesah tak menyangka bahwa keluarganya yang kental agama akan membuatnya begitu malu.

"Apa yang harus diampuni? Raihan, kamu tuh harusnya bersyukur karena tidak jadi menikah dengannya. Apa jadinya bila anak Abi yang sholeh menikahi wanita seperti itu?"

"Abi...apa maksud Abi dengan wanita seperti itu?! Raihan ingin tau!" Raihan bicara sampai mengeraskan kerongkongannya sendiri.

"Ya...tanpa Abi jelaskan, kamu juga lihat sendiri kan bagaimana dia di foto-foto itu! Astagfirullah Raihan, kalau kamu menikah dengannya bagaimana reputasi pesantren kita?"

"Hahaha...Abi, apa Abi lupa? Abi yang sudah menjodohkan aku dan Zahwa dari kecil, katanya Abi percaya bahwa keluarga mereka adalah keluarga baik-baik...lalu sekarang? Hanya karena foto Zahwa yang belum jelas kebenarannya, Abi langsung memetakan pernikahan aku dan Zahwa.. Abi, Abah dan Salimah, kalian juga menghina keluarga Calabria..."

"Raihan, kami tidak menghina tapi itu semua fakta!"

"Abi sama Abah yang paling tau tentang adab menegur orang lain, walaupun memang orang itu salah. Tapi pantaskah dimarahi dan dihina di depan semua orang?"

Raihan yang memiliki pengetahuan sekolah di Mesir, dia berani menegur keluarganya yang telah berbuat salah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْراً مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاء مِّن نِّسَاء عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْراً مِّنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya, boleh jadi yang dicela itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim “ (QS. Al Hujuraat :11)

Mendengar lantunan ayat suci Alquran dibacakan oleh Raihan tentang ayat menghina orang lain, membuat Iqbal dan ustadz Arifin terdiam.

"Abah, sama Abi...juga kamu Salimah! Kalian sadar kan? Kalau kalian sudah dzalim pada Zahwa dan keluarganya. Haahh... sudahlah, Raihan tidak akan menjelaskan panjang lebar lagi...Raihan yakin kalau abah dan Abi paling tau tentang agama bandingkan dengan aku. Terserah anggapan kalian tentang Zahwa bagaimana, aku akan tetap menikahinya!"

Raihan peduli bagaimana reputasi dan anggapan keluarganya tentang Zahwa, dia percaya kepada Zahwa dan sangat mencintainya.

Pria itu hendak melangkah pergi keluar dari rumahnya, namun Arifin menghentikannya. "Raihan, kamu mau kemana?!"

"Mau ke rumah Zahwa." jawab Raihan kesal.

"Tidak! Kamu tidak boleh pergi!" Arifin, sang kakek melarang tegas Raihan untuk pergi dari sana.

Raihan menatap kakeknya dengan kesal. "Muhammad Raihan Abizar! Abah tidak setuju kamu menikah dengan gadis yang bernama Zahwa itu!"

...*****...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!