NovelToon NovelToon

Kepingan Jingga

BERITA TERKINI

From : Mimin Sin

Pilihlah bacaan yang tepat, masuk area sini itu artinya kamu sudah berusia minimal 17 tahun dan paham bahasa Indonesia.

Welcome to zona underground, cerita ini tidak diperuntukkan buat reader yang mencari pelajaran, hikmah, mau beradu argumen dan dalil, ataupun reader dengan kekuatan jari nyinyir level dewa. Karena ini cerita mengusung konsep bebas, sedikit sarkasme, dan sekedar hiburan dari dunia yang melelahkan, terkadang jauh dari kata berakhlak. Jangan dicari-cari pelajarannya kalaupun ada mungkin otak sholehah mimin yang sedang bekerja. Mimin sekedar numpang nyimpen karya daripada mubadzir.

Ada beberapa scene atau part dengan adegan menohok, bikin kejer, sakit perut, dan lain hal sebagainya. Jika menyetujui persyaratan silahkan lanjut, jika tidak monggo melimpir. INGAT! DON'T BOOM LIKE!!! Like lah setelah selesai membaca setiap bab-nya, jika kalian menghargai setiap penulis.

...⚜️ BLURB ⚜️...

..."Dimanapun bumi, tempatmu berpijak, maka disitulah aku bernafas. Bencilah diriku agar aku tau seberapa besar kau mengingatku. Kan ku kumpulkan setiap kepingan jingga bersamamu."...

...********...

...Sebuah Novel yang menceritakan sisi kehidupan kelam remaja yang berada di titik terendahnya sebagai seorang manusia penuh dengan keegoisan dan kebebasan....

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

KEPINGAN JINGGA, jingga adalah spektrum warna dari percampuran merah dan kuning. Melambangkan rasa antusias, daya tarik, kegembiraan, kebulatan tekad, perhatian, dorongan, sukses. Jingga juga identik dengan warna indah senja yang mengajarkan kita bahwa apapun yang terjadi hari ini pasti akan berakhir indah.

Seperti judulnya 'Kepingan Jingga' bercerita tentang bagaimana usaha Ganis (remaja 18 tahun) dan Wira (pemuda seangkatannya) menyusun kepingan moment untuk akhir kisah indah mereka. Kisah seindah jingga yang dipenuhi oleh perhatian, daya tarik, kebulatan tekad untuk mencapai kesuksesan satu sama lain.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sebuah artikel koran beberapa bulan yang lalu masih tersimpan rapi diatas meja, tak pernah sampai berdebu akibat seringnya di buka dan dipandang. Akibat seringnya dipegang dan dibaca bolak-balik, lembaran koran itu sedikit lecet. Berita yang sudah basi itu selalu berhasil membuat hatinya bergetar sakit, mencelos, dan menangis tergugu dalam diam.

...JABAR POST...

...Kecelakaan Maut Bus Pariwisata di jalan Pangalengan Bandung, Jawa Barat meregang 10 nyawa, diduga supir mengantuk dan rem mengalami blong....

...JABAR POST--Insiden kecelakaan bus terjadi di KM 631 jalur Pangalengan menuju Bandung kota pada sabtu siang pukul 15.45 WIB mengakibatkan 10 meninggal dunia, 23 luka berat dan ringan....

...Bus Palawija travel mengalami kecelakaan tunggal dalam perjalanan Pangalengan menuju Bandung kota....

...Kepala Satuan Patroli Jalan Raya Kepolisian Daerah Jawa Barat AKBP Halimun Prabu mengatakan bus Palawija travel dengan nomor plat D-1234-MS membawa 33 orang penumpang....

..."Akibat peristiwa tersebut, 23 orang luka berat dan ringan, 10 orang meninggal dunia," kata Halimun saat dimintai keterangan di lokasi kejadian....

...Halimun menjelaskan bus tersebut mengalami kecelakaan dengan membawa rombongan sekolah SMA Gemilang 103 Bandung yang berwisata ke Pangalengan tanggal 14 Februari 202X....

...Menurut keterangannya, bus tersebut melaju dengan kecepatan tinggi di jalur menurun dan berkelok. Bus tersebut menabrak pembatas jalan dari besi lalu terjun bebas berguling ke area kebun teh....

...Insiden tragis yang menimpa 33 orang penumpang tersebut dikatakan Halimun diduga karena sopir mengantuk dan rem yang blong....

...Para korban dilaporkan dilarikan ke beberapa rumah sakit yang berbeda untuk mempercepat proses penanganan....

...----------------...

"Hhh--," helaan nafas berat berhembus dari mulutnya. Ia melipat kembali lembaran kertas abu dengan gambar pembuka yang masih seringkali mengiris hati, sebuah pemandangan dimana potret bus hancur di area perkebunan teh milik warga.

***

Suara cicitan roda berputar karena kurang pelumas membuat ngilu setiap pasang telinga yang mendengar. Membawa serta tubuh seseorang yang tak sadarkan diri dengan kondisi mengkhawatirkan.

"Dok, kondisi tak sadarkan diri, pendarahan, patah tulang bagian kaki, dan cedera otak yang belum bisa disimpulkan, dia juga...." pria dengan pakaian putih-putih khas perawat menatap penuh kengerian tak tega itu menggantung ucapannya di hamparan udara.

Mata laki-laki berumur 40 tahunan di sampingnya langsung mengarah pada noda merah di bagian rok pendek abu, ia paham kondisi ini.

"Ruangan operasi ready?"

Dengan anggukan mantap, "ready dok,"

"Panggil pula dokter Gina spesialis obgyn. Bilang saja segera menyusul!" pekiknya tertahan.

Dengan kecepatan penuh, perawat itu mengangguk dan segera menghilang dari pandangan.

Suara alat rekam jantung seperti sebuah detakan penentu nyawa seseorang di dalam sana. Sejatinya nyawa seorang makhluk berada di tangan sang Pencipta. Sore ini, di warna jingga suatu senja akan jadi pengingat, jika kematian selangkah lebih dekat dengannya.

Derap langkah berlari tergesa memenuhi seluruh pendengaran di lorong rumah sakit. Rasanya hari ini gedung fasilitas kesehatan lebih sibuk dibandingkan biasanya.

Tangis pilu memecah gendang telinga. Seakan baru saja terjadi, mobil berbobot ratusan kilo keluar dari jalur dan terjun bebas ke area kebun teh. Lantunan kalimat takbir, istighfar, dan dua kalimat syahadat menjadi nyanyian selamat tidur diantara peluit yang ditiupkan malaikat sang pemilik nyawa.

"Hhhh....hufft!" gadis itu terperanjat.

Ganis menyeka keringat yang mengalir deras di sekitar garis wajah dan badannya. Kepalanya berdenyut tiap kali mengalami mimpi seperti nyata. Tangan mungil itu perlahan memijit pelipisnya, "sshhh..." rintihnya.

Pandangannya beralih, tertumbuk pada sebuah jam weker biru langit di atas meja kayu kecil samping ranjang, ia men'thesah lelah.

"Ah, udah jam 6 lagi kan, cepet banget sih!" gerutunya bergegas, merasa jika waktu malam kini lebih singkat dari siang.

Gadis itu melipat lembaran selimut dengan malas dan menghempaskannya begitu saja bersama tumpukan bantal guling.

Langkahnya tertuju ke pintu dimana handuknya tercantol di balik pintu masuk lalu menyambarnya.

Dan terjadi lagi, satu aktivitas rutinnya di pagi hari menggosok badannya lembut dengan spons mandi juga lelehan cairan sabun. "Hmm!" aroma vanilla citrus favoritnya.

Matanya terpejam menikmati ketenangan di tengah dinginnya hawa. Ganis siap kembali ke sekolah, memulai hari lelahnya menghadapi pertemuan dengan dunia luar.

Ditariknya kursi kayu bersofakan busa pilihan kualitas teebaik pada masanya, kursi makan tua milik mama hadiah dari papa, mungkin setua usia pernikahannya dengan sang papa.

Berulang kali ia mengibaskan rambut ke belakang dengan satu telunjuk agar tak menggelitiki leher, mengganggu acara sarapan menu favoritnya roti gandum dan selai kacang coklat.

"Jadi mau pake bantuan Arbi?" Gemilang melirikkan bola matanya tanpa memalingkan wajah dari nasi goreng sosis di piring pada gadis manis bersurai sepunggung.

Ia menelan berat makanannya, tekstur roti ini memang kasar hingga harus dikunyah benar-benar agar tak terlalu menyusahkan fungsi kerja kerongkongan. Mungkin seharusnya Ganis memakannya dengan melarutkan air atau minyak biar lancar jaya sampai perut tanpa perlu mengunyahnya.

"Belum tau," balasnya bimbang.

"Katanya mau masuk ITB kaya abang, minimal UPI lah!" tembaknya sedikit mengompori sang adik.

"Gimana mama sama papa aja, takut terlalu berharap 'ga sesuai ekspektasi nanti stress lagi, bukannya masuk universitas malah masuk RSJ," balas Ganis acuh, ia menjilat lelehan selai yang keluar dari sela-sela lipatan roti di ibu jarinya.

.

.

.

SATU PASOKAN OKSIGEN

Kini giliran mata Ganis memandang kedua pasang netra papa mama.

"Gimana ma, pa? Kalo bimbel Ganis dibantu bang Arbi, ya kali aja kalo memet'an sama bang Gem kan bisa dapet diskon?!" gadis ini mengehkeh berharap.

Papa-nya justru menjilati bibir seolah tengah berpikir, jawaban apa yang harus ia berikan untuk putri bungsunya.

"Ya, kalo papa sih terserah mama aja. Kan manager keuangannya mama, atur-atur aja mah!" kerlingan nakalnya justru berakhir dengan cebikan mama.

"Ha-ha-ha. Tuh mama kalian mah gitu, dikedipin malah kaya liat iler di lalerin, jijik. Padahal kan kalo kata anak muda sekarang mah apa namanya---" papa balik bertanya.

"Kelilipan?" tembak Ganis.

"Matanya kedutan?" tunjuk Gemilang.

"Tua-tua keladi!" tukas mama, membunuh senyuman papa dan menciptakan gelak tawa kedua anaknya.

"Sweet ma, sweet...kan kata mama, papa tuh forever crush-nya mama?!"

"Aigo!!" seru Gem menggeleng prihatin separuh meledek, dan Ganis kembali tertawa.

Mama tergerak merapikan piring di meja makan. Tanpa adanya asisten rumah tangga membuat mama bergerak ekstra sebagai super momy, sesekali Ganis membantu sekedar sapu, pel lantai atau cuci piring. Lain hal papa yang bisa bercanda, berulang kali mama memutar tata letak cincin nikahnya, seolah sikap itu dapat membantu kinerja otaknya yang berputar seperti bumi pada porosnya, menghitung-hitung kemungkinan biaya yang akan dikeluarkan lagi dari dompet belanja bulanan. Ia menggumam, "apa harus bilang sama..."

"Berarti mama ambil dari jatah rokok papa, sama jatah uang jajan Ganis," finnaly, keputusan cepat, singkat itu dibuat. Reaksi cepat tanggap yang diperlihatkan dari ketiganya berbeda.

"Ha-ha-ha!" tawa Gem menggema di ruangan makan.

"Kok, jadi papa yang kena?!"

"Besok-besok banyakin nyetok permen aja pa, ganti rokok!" ledek Gem puas.

"Udah ah! Ganis berangkat dulu!" gadis itu beranjak dan menyampirkan tas di pundak menyambar kedua tangan kanan mama--papa.

Melihat adiknya melangkah jauh, Gemilang menyambar tas gendongnya di kursi, segera menyusul, "abang anterin ngga?" Gemilang menyamakan langkah dengan sang adik.

"Boleh banget! Tapi ga disuruh buat dorong motor kan, pas di tengah jalan?!" Tanyanya sengak penuh selidik dengan mata menyipit.

Gemilang melengkungkan bibir, "ck! Bensin full, meski pertalite!" tepuknya keras di jok motor miliknya diiringi nada jumawa bahwa ia bukan cowok yang suka berbuat seenaknya dengan meninggalkan seorang gadis terlebih adiknya sendiri di pinggiran jalan raya.

Motor matic sejuta umat ini bergerak sedikit lambat akibat jalanan macet. Beberapa pengendara sampai berdecak, karena dipastikan akan terlambat sampai tempat tujuan, entah itu sekolah, kantor, rumah ataupun rahmatullah.

Matahari belum membumbung tinggi, tapi padatnya volume kendaraan sudah seperti masa masa arus mudik lebaran, membuat Ganis merasa kegerahan. Tatapannya jatuh pada sepasang muda-mudi yang berangkat bersama dengan tangan si perempuan bertumpuk melingkar di perut si pria.

"Nempel banget!" desisnya sembari mencebik gemas.

"Apa?" tanya Gem menoleh ke arah serong belakang kanannya.

"Itu duduknya!" tunjuk Ganis memanyunkan bibir.

Gem menggelengkan kepala sebagai jawaban, setengah mendengus, "itu mereka dari rumahnya dipakein lem super biar bisa dempetan gitu, itu namanya kembar si*@l. Sirik aja, kaya yang ga pernah!"

Gadis itu berdecih sambil menggidikkan bahu layaknya bersin, "cih, Ganis ga gitu! Lagian abang tau sendiri, kapan Ganis pacaran. Mungkin cowok yang mau deket juga mikir 2 kali liat abang Ganis kaya buto ijonya Timun mas, suka nindes orang!"

Tuk!

"Aduh!"

Gemilang mengetuk helm Ganis keras, "tumben ngomongnya bener!" tawanya, padahal jauh di dalam lubuk hatinya ia tersenyum getir.

...******...

"Heh! Main slonong girl aja!" tangan pemuda dengan perawakan jangkung tegap yang bisa dikatakan mirip si Bima di Pandawa itu menyerahkan punggung tangannya tepat di depan wajah sang adik, hingga sepasang mata Ganis juling memperhatikan tangan besar Gemilang.

Alisnya mengkerut, dan wajahnya terpundur, "apaan nih?!"

"Salim lah, ga sopan banget ga salim sama abang?! Mau abang kutuk?!"

"Pffttt, ha-ha-ha!" Ganis tertawa renyah cracker lalu menutup bibirnya.

"Ups!"

Tak!

"Aduhh," kali ini Ganis memanyunkan bibirnya seraya mengelusi kening yang berdenyut akibat sentilan Gem.

"Ngetawain lagi! Buru!" ia semakin memajukan punggung tangannya sampai menyentuh pucuk hidung Ganis.

"Baru kali ini Ganis liat orang minta disalimin maksa! Tangan abang bau terasi !" Ganis menjepit hidungnya

"Enak aja! Ini abis megangin pan tat mbak Arum," tawa Gemilang.

"Dih, bilangin mama papa ya, kalo bang Gem sering open order mbak Arum!"

"Dih engga Nis! Canda kali," tukas Gemilang cepat-cepat, takutnya si adik gemeshnya ini melaporkan ocehan absurdnya pada sang mama.

"Masuk dulu ya!" teriaknya berdadah ria pada Gem.

"Jangan bilang mama!" teriak Gemilang.

"Ga janji!!!! Wani piro?!!" Ganis memeletkan lidah pada abang semata wayang-wayangannya.

Interaksi Ganis dan Gemilang tak lepas dari sorotan mata sayu dan alis tajam seorang pemuda. Asap mengepul dari rokok yang dipegangnya tak menghalangi pemandangan itu.

Sosok Wira adalah salah satu dari sekian siswa yang dianggap begundalnya sekolah. Rambut hitam menyentuh alisnya seringkali terkena razia para guru.

Tak jarang, seragam seadanya jadi alasan ia mendapat hukuman. Semua itu tak membuat pemilik nama Nata Prawira Adiwangsa keluar dari lingkaran siswa paling antipati/apatis di sekolah.

"Wira, liatin apa sih?" gadis ber-rok sepaha mendudukkan dirinya begitu saja di pangkuan Wira. Baju seragam nge-press di badan sampai-sampai bagian dadanya membuat celah untuk lalat masuk, tak membuat Wira tertarik sedikitpun.

Blugh!

Pan tatnya menyentuh lantai berdebu saat Wira bangkit dari duduknya. Bukan hanya satu tapi ada sekitar 7 orang yang tertawa menggoda dan mencibir Suci, si sosok gadis tangguh pengagum Wira. Ia tak pernah sekalipun menyerah menggoda iman Wira, tapi si pemilik mata sayu namun tegas ini seakan sudah tak berminat dengan gadis sexy lagi, melihat gadis semon thok Suci tak membuatnya mendadak jadi baj ingan.

"Wira ih, jahat!" ujarnya so so'an mendengus sebal seraya menyerahkan kedua tangannya meminta di bangunkan.

"Ci, mendingan jatohnya di ranjang sama gue aja?! Wira udah mati rasa sama serabi, kayanya mau beralih ke pisang!" tawa Reza menyesap batangan tembakau tak berfilter, bibir belahan bawah dan atasnya sedikit menggelap mungkin karena terlalu seringnya ia menyerap nikotin.

Wira bahkan tak sedetik pun memandang Suci, ia bergegas membuang dan menggerus sisa rokoknya dengan sepatu NB yang dikenakan begitu saja.

"Gue cabut!" Wira mencangklok tas hitam miliknya dan melangkah memotong alur lalu lintas untuk masuk ke gerbang sekolah.

......................

Ganis bergerak gelisah, sejak hari pertama ia memulai lagi aktivitas belajarnya disini, ia selalu tak tenang. Gerak-geriknya selalu diperhatikan Wira sepaket tatapan yang tak ia mengerti.

Siapapun tau siapa itu Nata Prawira Adiwangsa. Namanya ada di deretan 5 teratas, kelompok siswa antipati (begitu mereka menyebutnya) di sekolah ini.

Sorot mata itu seakan menel anjangi dan melucuti nyali Ganis, ia tak betah berlama-lama satu pasokan oksigen dengan pemuda begundal itu. Si@*lnya mereka berada dalam satu angkatan berikut kelas yang bersebelahan membuat Ganis semakin sesak nafas dibuatnya.

.

.

.

Noted:

Forever crush : gebetan selamanya.

DIALAH SI HAL TABU

Dari kejauhan senyum Ganis melebar kaya badan emak yang abis lahiran, melihat kedua temannya kalo pagi-pagi sering nyempil di celah jendela nyatronin kelas tetangga kaya ibu-ibu lagi grebek pasar, tidak lain tidak bukan untuk menemui Raja, teman mereka saat kelas 2, kenapa disebut mereka? Karena Ganis adalah siswi pindahan sejak awal tahun, 2 bulan yang lalu.

"Lagi pada ngapain? Asik bener?!" bisiknya lembut lebih seperti bisikan setan.

"Dukkk!"

Jeblakkk!

"Bank_kke!" umpat Damar.

Tanpa perhitungan matang, tindakan Ganis justru mengejutkan Rindu dan Damar hingga membuat Damar tersentak menyundul jendela dan mendepak ganjel jendelanya. Lehernya fix terjepit jendela bersama leher Rindu.

"Aww! Aduduh !"

"Aduh leher gue kejepit!"

"Emhhh! Mamposs tuh!" sarkas Raja dari dalam kelas sambil tertawa.

"Nih, azab tetangga yang suka malak sama nebar gosip pagi-pagi!" ucap Raja berseloroh dengan berapi-api, tak jauh beda dengan ibu-ibu yang puas kalau anaknya yang bandel terjatuh.

"Ehhh! Sorry--sorry! Dikira ga akan kaget!" Ganis nyengir lebar mirip kele dai dan membantu mengangkat daun jendela ke arah atas sambil tertawa-tawa.

"Bantuin cimvrit!!" pekik Damar pada Raja.

Ganis si gadis berlesung pipi itu meraih ganjel jendela dari batang kayu yang tadi terjatuh dan membantu mengganjal jendela.

"Sini Nis!" pinta Raja menahan daun jendela, dan Damar beserta Rindu keluar, tangan Ganis terulur melewati celah jendela.

"Lagian kenapa pada ga masuk ke dalem kelas aja sih?! Malah disini, kaya anak buangan?!" sergah Ganis sudah salah sewot pula, begitulah kelakuan sebagian warga +62. Ia berucap sambil mengulum bibirnya.

"Mereka ga diterima disini, Nis! Seperti bumi tak menerima sang Rangda!" kekeh Raja.

"Sue njay!"

"Kita ancurin nih kelas ini, Mar! Songong bet dah penghuninya," ujar Rindu diangguki Damar.

"Kalo gue Rangda, loe apa? Barong gitu?!" sengak Damar nyolot.

"Aduhh, untung aja leher gue ngga buntung, Nis!" Damar memijat lehernya pelan, dan Rindu memutar lehernya, "gue masih sayang leher gue, belum mau jadi temen hantu jeruk purut!"

Ganis tertawa puas, pagi-pagi sudah melihat drama eksekusi mati terpidana nyolong ko lor tetangga.

"Ganisss!!!!" tau akan bahaya, Ganis segera berlari menuju kelas. Tapi belum ia sampai ke kelas, badannya malah menubruk tubuh seseorang, begitu tegap dan keras. Ia bahkan sampai terpental.

"Aduh! Sorry--sorry!" Ganis mengusap ujung hidungnya dan mendongak.

Deg!

Mata sayu namun tajam melihatnya, seperti ingin mengunyah Ganis hidup-hidup, bukan hanya Ganis, pemuda ini memang seperti itu pada semua yang ditatapnya, mau itu guru, siswa ataupun penjaga sekolah, sepertinya sudah bakat menatap menusuk dan dingin pada orang. Heran, itu mata apa tusuk sate.

Di belakang sana Damar dan Rindu sampai menghentikkan langkah kakinya dan mengatupkan gigi, "peak kan! Malah nubruk si Wira, cari masalah nih!" gumam Damar.

"Tolongin Mar," tepuk Rindu di pundak Damar, ia bergegas menghampiri Ganis.

"Maaf--maaf!" Ganis nyengir menampilkan barisan gigi rapinya meski tak seputih kapur, lesung pipi itu tercetak manis saat ia tersenyum.

"Sakit engga? Sorry ya!" Ganis mengusap-usap seragam Wira dan meniupnya, entah biar apa! Ia menelan salivanya berat terlebih saat mata Wira mengikuti pergerakan tangan putih Ganis yang menyentuh kemejanya, ia tau jika Wira adalah siswa yang paling dihindari. Dan hal tabu alias pamali tak tertulis disini adalah 'memiliki urusan dengannya.'

Ganis bukan tak tau jika pemuda ini selalu memperhatikannya intens, berasa suka ngikutin kemanapun Ganis pergi dan si@*lnya ia malah memiliki urusan dengan Wira, hawa di bumi saja belum hangat tapi Ganis sudah mencolek malaikat maut. Pikirannya sudah berkelana, apakah Wira akan menggunakan kesempatan ini untuk menjadikannya budak atau mencuri kesempatan dalam rasa bersalah Ganis, seperti drama-drama sinetron kelelawar terbang, dimana manusia modelan Wira akan menjadikan anak lain seperti kesetnya.

"Ra, sorry. Maafin Ganis, dia ga sengaja!" Rindu langsung menarik tangan Ganis untuk menjauhi Wira yang masih menatapnya lekat tanpa mengindahkan ucapan Rindu.

"Rengganis Kamania!" panggil suara dingin itu, Ganis dan Rindu sontak menghentikan langkahnya tanpa berbalik.

"Bisa kan 'ga usah lari-lari. Freak!" umpatnya.

Sakit hati? Jelas! Siapa yang tak sakit hati disebut freak. Pemuda kasar itu berjalan menjauh menuju kelasnya tanpa menoleh ataupun melihat sekelilingnya termasuk Damar yang memperhatikan sejak tadi.

"Nis?!" sentuhan Rindu di pundak Ganis tak meredakan rasa sakit dan kegetiran ucapan itu.

"Gue ga apa-apa!" Ganis memasang senyum palsu dipaksakan. Kalau dipikir memang untuk apa ia sakit hati, disebut aneh oleh orang aneh itu artinya ia adalah orang paling normal di gugusan milky way.

"Ganis? Loe ga apa-apa?" Damar menghampiri.

"Udah lah, yu masuk aja! Disebut freak sama cowok paling freak sedunia itu artinya gue orang paling waras di muka bumi!" jawab Ganis menghela nafas dan menarik tangan Rindu ke dalam kelas.

"Ha-ha-ha, anak mama pinter!" Rindu menaruh jempolnya di jidat Ganis sampai gadis. Damar memaksakan sebentar pandangannya untuk beralih menatap Wira, dimana pemuda itu terlihat seperti kesal menatap Ganis dari depan kelasnya lalu menghilang di gawang pintu kelas.

Satu yang Ganis tau, hal tabu di sekolahnya memang benar. Padahal menurut penuturan Damar dan Rindu, Wira pun sebenarnya siswa pindahan hanya saja sudah lebih lama dari Ganis, ia pindah sejak bulan Januari lalu, sementara ia pindahan sejak awal tahun ajaran baru, bulan Juli.

"Murid baru, tapi kaya murid legend, ko bisa?"

Sejak awal masuk ia sudah menggoreskan namanya di daftar merah BK hingga kini namanya semakin berkibar saat menyatu bersama anak apatis lainnya, tak jarang ia juga mengajak anak SMA lain untuk sekedar nongkrong di jam pulang sekolah, di warung slebor samping sekolah, tentunya mereka pun bukan anak baik-baik karena jelas bukan mau ngadain pengajian disana bersama beberapa botol minuman tuak. Banyak kabar ayam menyebut jika usia Wira lebih tua 2 tahun dibandingkan sebayanya, menurut desas-desus yang berhembus seperti deru nafas kerbau ia dikeluarkan dari sekolah lamanya karena melakukan kesalahan fatal, tak naik kelas selama 2 angkatan. Ngeri-ngeri sedep Ganis mendengarnya.

"Dih, kok gue merinding sih? Liat tuh!" tunjuk Ganis di lengannya, dimana pori-pori Ganis membesar dan bulu halusnya ikut berdiri berbaris kaya lagi upacara.

"Ah! Pengen bo*ker kali itu mah!" tuduh Damar.

"Ih beneran peak! Ini gue takut loh, kalo seandainya abis ini tiba-tiba dia cegat Ganis di deket toilet terus seret Ganis ke gudang gue-nya di kill gimana?!"

"Ya tinggal dikuburin lah!" tawa Rindu dibalas Damar, sontak gadis itu menyunggingkan wajah masam-masam ee' kucing.

"Ga usah drama Nis, nih anak kebanyakan makanin bumbu Indo_mie nih!" toyor Rindu, yang sejak tadi gemas pada teman polosnya. Polos-polos tapi berongga di dalamnya, dan ajaran tak berakhlak Gemilang juga teman-teman gilanya mulai memasuki rongga itu.

"Ga usah lebay Nis, masa iya cuman nabrak segitu doang sampe di kill. Ga ada sejarahnya!" Damar duduk bersila diatas meja Ganis dan Rindu.

"Ya kali aja kan. Kalo orangnya dia everything is possible, right?!" Ganis menggigit bibir bawahnya, meremas tangan dan menghentak kakinya gugup, berharap jawaban tidak di dapat dari Damar dan Rindu.

"Bisa jadi sih! Inget ngga Mar, waktu bulan Maret, dia di sp gara-gara bonyokin anak SMA orang, SMA Gemilang 103 Bandung. Sekolah loe dulu bukan sih, Nis?" tanya Rindu dan Damar mematahkan harapan Ganis.

Ganis mengangguk, "ga tau gue lupa!"

"Minimal loe dirujak lah sama doi!" jawab Damar, Ganis melotot.

"Yah! Jangan dong! Minta tolong si Raja lah kalo sampe Ganis berurusan sama dia! Lain kali Ganis bakalan hati-hati deh!"

"Besok-besok kalo jalan pake spion Nis,"

"Nih, di sini!" Damar menyentuh kepala Ganis samping kanan dan kiri.

"Ck, si*@lan!" Ganis menepis tangan Damar.

"Uuuhhh, anak mama udah berani bilang si alan, jangan gitu nak! Tapi berhubung orangnya Damar, ga apa-apa mama maklumi!" ucap Rindu tergelak.

"Mama sableng!" desis Damar mendorong kening Rindu, kedua temannya ini memang saling menyukai, Ganis tau itu..ia terkadang sering jadi tempat mencurahkan isi hati keduanya.

.

.

.

Noted:

Slebor: mabuk-mabukan, acak-acakan. Memang julukan warung tempat berkumpul Wira cs, sesuai maknanya dalam bahasa gaul anak kinihhhh.

Dirujak: dibully.

Milky way: nama lain dari gugusan bima sakti.

Freak : Aneh.

Legend : terkenal karena sudah melakukan suatu gebrakan atau gerakan yang tidak orang lain lakukan, (orang yang cukup terkenal).

Rangda dan Barong: ada dalam mitos adat tarian Bali. Jika Rangda penyihir/dukun jahat yang tak diterima bumi sementara Barong adalah pahlwan, penyelamat.

*jika salah mohon diralat ya gengs.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!