Hi, mampir juga ya ke cerita aku yang satunya, "Menikah Dengan Pria Mesum (Suami Takut Istri)". Di mana Novel ini menceritakan seorang laki-laki yang super mesum, dan ceweknya yang nggak bisa ditindas wkwk
Happy reading ....
Bianca masuk ke dalam ruangan sekretarisnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Itu sudah menjadi hal yang biasa menurutnya, karena di sini yang bos adalah dia, jadi menurutnya dia berhak masuk tanpa mengetuk pintu.
"Aldo, tolong kamu pe—"
"Aku menyukaimu. Apakah kamu mau menjadi pacarku?" Ucapan Bianca seketika terpotong saat laki-laki yang menjadi sekretarisnya menyatakan cintanya dengan posisi kursi menghadap belakang.
Bianca terdiam sambil mengerab-ngerjabkan matanya lucu, ia mengira Aldo menyukainya, dan memang berniat menyatakan cinta, hanya saja laki-laki itu sedang malu. Begitulah pemikiran Bianca.
"Ke—kenapa harus di sini? Bukankah di sini tidak pantas?" Bianca menjadi gugup sendiri. Entah ia menyukai Aldo atau tidak, tapi karena ia dan Aldo yang selalu bersama, membuat ia memang merasa nyaman dengan laki-laki itu. Aldo memang tidak hanya menjadi sekretarisnya, tetapi juga menjadi asisten pribadinya. Itu karena Aldo adalah orang kepercayaan ayahnya.
"Tidak apa-apa, kamu bisa memikirkannya dulu," jawab Aldo dengan posisi kursi masih menghadap belakang.
"A—ah sepertinya ada pekerjaan yang harus segera aku selesaikan." Bianca segera keluar dari dalam ruangan Aldo.
Setelah keluar dari ruangan sekretarisnya, Bianca memegang dadanya yang berdegub dengan kencang. Ada apa dengan dirinya?
"Kenapa gue deg deg'an ya waktu Aldo bilang dia suka sama gue?" gumam Bianca.
"Akhh kayaknya dia emang udah lama suka sama gue. Tapi kenapa dia malu-malu, ya?" Bianca tidak mampu menahan dirinya untuk tidak berjingkrak. Gadis itu terus melompat-lompat dengan senyum yang mengembang.
"Oke Bianca, lo harus jual mahal pokoknya! Jangan sampai lo keliatan ngarepin dia," gumam Bianca lagi.
Rupanya ada satu karyawan yang dari tadi memperhatikan bosnya melompat-lompat kegirangan. Karyawan itu merasa sedikit heran. Apakah bosnya baru saja memenangkan tander?
Bianca yang tak sengaja melirik keryawan tersebut seketika malu. Buru-buru dirinya berjalan dan masuk ke dalam ruangannya.
Sesampainya di dalam ruangan miliknya, senyum Bianca kembali mengembang.
"Kenapa gue udah kayak orang yang lagi kasmaran, ya?" gumam Bianca yang merasa geli dengan sikapnya sendiri.
"Ckk ... Aldo kok nggak maco banget sih nembaknya?" Bianca seketika kesal dengan cara Aldo menembaknya. "Bawa ke restoran kek, atau ke tempat yang bagusan dikit gitu! Lah ini? Masa nembak di kantor? Mana malu-malu lagi ngungkapinnya. Nggak laki banget deh. Padahalkan gue pengen ditembak di tempat yang romantis," gerutu Bianca.
"Tapi nggak apa-apa deh. Tapi gue nggak bakalan nerima gitu aja, gue harus jual mahal pokoknya!" Bianca mengatakan pada dirinya sendiri dengan sungguh-sungguh.
\*\*\*\*\*\*
"Ya kau tinggal bilang seperti itu saja!" Aldo menjadi kesal sendiri saat temannya justru meminta saran pada dirinya bagaimana cara menyatakan cinta pada wanita. Sementara dia sendiri belum pernah menjalin hubungan dengan wanita mana pun.
"......"
"Apakah kau pengecut? Aku sudah mengajarimu kata-kata yang harus kau ucapkan, masa kau masih tidak berani?" Aldo memutar kursinya menghadap meja kerja. Terlihat dengan jelas laki-laki itu sedang menelpon seseorang dengan *earphone* yang melekat di telinganya.
"....."
"Ya jika kau tidak diterima, itu resikomu," kekeh Aldo.
"....."
"He'em, ku tunggu penolakkan dari perempuan itu." Setelah mengatakan itu, tawa Aldo langsung pecah.
"....."
"He'em, baiklah. Ku doakan kau berhasil." Aldo langsung mengakhiri pembicaraan tersebut setelah merasa sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi.
Aldo membuang napasnya dengan kasar. "Bagaimana ceritanya saya memberi saran pada orang lain, sedangkan saya sendiri tidak pernah menjalin hubungan dengan wanita mana pun?" gerutu Aldo.
"Lagian itu juga salah kau Aldo, kenapa kau selalu bersikap datar di depan semua orang? Tidak bisakah kau tunjukkan senyum mu sedikit saja?" Aldo hanya mampu berdecak kesal. Tapi mau bagaimana lagi? Sangat susah untuknya untuk memberikan senyuman pada orang-orang.
"Mungkin ini memang sudah jalanku untuk menjadi jomblo seumur hidup," gumam Aldo dengan gaya menyedihkan.
"Lebih baik aku segera mengantarkan berkas-berkas ini ke Nona Bianca, agar segera ditanda tangani." Aldo lalu mengambil beberapa berkas, kemudian berjalan menuju ruangan Bianca, pemilik perusahaan tersebut.
Sebenarnya Bianca bukanlah orang yang mendirikan perusahaan tersebut. Perusahaan itu diberikan kepada Bianca, karena ayahnya yang sudah merasa pensiun untuk memegang sebuah perusahaan. Sehingga Bianca dengan terpaksa mengambil alih perusahaan ayahnya, dan mulai mengelolanya dengan bantuan Aldo, laki-laki yang diminta oleh ayahnya untuk membantu Bianca.
Aldo sendiri bukanlah orang dari kalangan bawah. Ayah Aldo memiliki perusahaan yang cukup besar, tetapi tidak sebesar milik keluarga Bianca. Tetapi ayahnya tidak menyuruh Aldo untuk mengurus perusahaan tersebut, tetapi dia malah meminta Aldo untuk menjadi sekretaris saja di perusahaan temannya. Aldo tidak merasa keberataan dengan permintaan ayahnya, karena menurutnya mengurus perusahaan bukanlah hal yang mudah.
TBC
.
.
.
.
"Apa gue bilang aja ya kalau gue nerima Aldo jadi pacar gue," gumam Bianca yang sejak tadi malah tidak bisa fokus dengan berkas-berkas yang ada di depannya.
"Akhh, gue nggak tau apa yang harus gue bilang sama dia." Bianca langsung melempar berkas yang ada di tangannya. Sungguh pikirannya benar-benar kacau saat ini. Dirinya bingung harus menerima Aldo atau jual mahal saja.
"Oke, gue bakal bilang gini aja 'Aldo, maaf, tapi aku tidak bisa menerima cintamu. Menurutku ini terlalu cepat. Sepertinya kita perlu mengenal satu sama lain dulu. Tapi aku tidak bermaksud menolakmu. Jadi, bisakah kita PDKT terlebih dahulu?' Kayaknya kayak gitu aja deh." Bianca terus bergumam, memikirkan bagaimana caranya menolak cinta laki-laki itu, agar tidak kedengaran kasar dan menyinggung perasaan laki-laki itu.
"Tapi ... ya kali gue nawarin diri buat PDKT? Ish gengsi lah! Eh, tapi kira-kira Aldo sedih nggak sih pas gue langsung keluar tanpa menjelaskan dulu bahwa gue nggak bermaksud menolak? Mudah-mudahan Aldo nggak patah hati deh."
"Arggh gue nggak bisa tenang kalau kayak gini. Kayaknya gue harus kembali ke ruangan Aldo, buat ngejelasin kalau gue nggak bermaksud pergi gitu aja, atau pun nolak dia, melainkan gue cuman bingung nanggepinnya." Bianca lalu bangkit berdiri, berniat untuk kembali ke ruangan laki-laki yang menjadi sekretarisnya selama ini, untuk menjelaskan semuanya.
Tapi, baru saja Bianca berdiri, terdengar suara seseorang mengetuk pintu. Bianca mengurungkan niatnya untuk kembali ke ruangan Aldo.
"Masuk!" ucap Bianca sedikit berteriak.
Bianca sedikit menegang saat melihat siapa yang masuk. Aldo! Ya laki-laki itu masuk dengan santai ke dalam ruangan Bianca, seolah tidak ada yang terjadi.
Tapi Bianca menjadi salah tingkah sendiri saat melihat wajah datar Aldo. Meski wajah Aldo memang selalu datar, tapi entah kenapa Bianca merasa Aldo sedih karena cintanya ditolak.
'Kenapa wajahnya seperti sedang kesal? Apakah dia marah karena aku tidak menerima cintanya? Tapi, apakah dia tidak berniat untuk berjuang?' Ada begitu banyak pertanyaan di kepala Bianca, tapi tidak bisa ia sampaikan.
"Permisi Nona, ini ada beberapa berkas yang harus segera Anda tanda tangani," ucap Aldo dengan formal, sambil meletakkan beberapa berkas di atas meja Bianca.
"Baiklah, aku akan memeriksanya terlebih dahulu. Kau bisa duduk dulu Al!" sahut Bianca biasa saja, seolah-olah tidak ada yang terjadi, meski sebenarnya jantungnya sedang berdegub kencang saat ini.
Aldo mengangguk, kemudian langsung mendaratkan bokongnya di atas sofa yang ada di ruangan Bianca.
Aldo menunggu Bianca dengan menggerak-gerakkan kakinya, sambil melihat-lihat ruangan yang sudah hampir setiap hari ia lihat.
Sementara Bianca, gadis itu berpura-pura sedang fokus dengan berkas yang baru saja diberikan Aldo. Tetapi sebenarnya Bianca tidak benar-benar membaca berkas tersebut, melainkan berpura-pura saja, sambil sesekali menatap Aldo yang terlihat tampan di matanya.
"Kenapa aku baru sadar kalau dia ternyata sangat tampan," gumam Bianca dengan suara yang sangat pelan, sehingga Aldo tidak mendengar apa-apa.
"Matanya sangat indah, dan tatanan rambutnya terlihat sangat rapi." Bianca terus bergumam dengan senyum yang tidak bisa ia sembunyikan.
Sangat aneh! Kenapa dia baru sadar jika Aldo sangat tampan? Padahal gaya laki-laki itu seperti hari-hari biasanya saja, bahkan rambut laki-laki itu tidak berubah dari semalam. Apakah ini memang pengaruh dari cinta?
"Nona." Aldo memanggil Bianca, karena merasa heran dengan bosnya yang sejak tadi senyum tidak jelas.
Bianca tidak menjawab, wanita itu masih melamun dengan terus tersenyum tidak jelas, entah apa yang sedang wanita itu lamunkan.
Karena melihat bosnya yang tidak menyahuti, melainkan terus melamun, Aldo lalu bangkit dan berjalan mendekati bosnya. Aldo menepuk pelan bahu Bianca untuk menyadarkan wanita itu.
"Nona!" panggil Aldo lagi, yang langsung membuat Bianca tersadar.
"A—ah, i—ya, ada apa?" Bianca menjadi sedikit salah tingkah saat melihat wajah Aldo yang cukup dekat dengannya, tapi sebisa mungkin Bianca bersikap biasa saja.
"Maaf Nona, tapi apakah Anda sudah menanda tangani berkas-berkas tersebut? Bukan apa-apa, tapi tidak biasanya Anda menghabiskan waktu sampai tiga puluh menit hanya untuk memeriksa berkas-berkas tersebut," jawab Aldo dengan ekspresi yang masih saja datar.
"Ah, iya, ini aku sudah selesai, tinggal tanda tangan saja," sahut Bianca.
Tanpa basa-basi Bianca langsung menanda tangani berkas-berkas tersebut tanpa memeriksanya terlebih dahulu. Tapi, meskipun demikian, Bianca percaya jika Aldo sebenarnya sudah memeriksanya terlebih dahulu sebelum menyerahkan padanya.
"Ini!" ucap Bianca sambil menyodorkan berkas-berkas tersebut.
Aldo menerimanya dengan sedikit menunduk, kemudian segera beranjak pergi. Tapi, baru saja dua langkah Aldo berjalan, Bianca kembali memanggilnya.
"Aldo!"
"Iya, Nona?" sahut Aldo yang langsung berbalik.
"Sebenarnya aku belum siap untuk pacaran," ucap Bianca yang sontak membuat Aldo mengerutkan keningnya. Memangnya jika bosnya tidak siap pacaran, apa hubungannya dengan dirinya?
"Hah? Maksud Anda apa Nona?" tanya Aldo heran. Tetapi sayangnya Bianca justru salah mengartikan pertanyaan laki-laki itu. Bianca berpikir Aldo kesal mendengar ucapannya tadi.
"Maksudku, aku merasa kita belum terlalu dekat, dan maaf aku tidak bisa. Kamu seharusnya lebih fokus ke pekerjaanmu saja. Mengerti?" jawab Bianca dengan lembut, agar Aldo tidak tersinggung dengan penolakkannya.
Meski sedikit bingung, tapi Aldo memilih untuk mengiyakannya saja. "Baik Nona, saya sudah tau!" jawab Aldo yang langsung segera beranjak pergi.
Bianca melongo melihat reaksi Aldo yang biasa saja. "Baik Nona, saya sudah tau." Bianca kembali mengulang ucapan Aldo. "Saya sudah tau? Sudah tau apa? Apakah dia sudah tau kalau aku pasti akan menolaknya? Tapikan .... Ah Aldo, aku tidak bermaksud menolakmu. Tapi ...." Bianca menjadi frustasi sendiri di ruangannya. Rupanya dia salah mengartikan maksud ucapan Aldo tadi. Dia pikir Aldo sangat kecewa dengan penolakkannya tadi.
"Tapi dia sulit ditangkap. Sepertinya aku yang akan bertindak," gumam Bianca.
'Menarik.'
TBC
.
.
.
.
Ceklek ....
"Aldo!" panggil Bianca saat membuka pintu ruangan sekretarisnya begitu saja.
"Nona, maaf atas kelancangan saya, tapi ... bisakah Anda ketuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk? Saya tau Anda adalah pemilik perusahaan ini, tapi saya kurang nyaman saat melihat Anda yang masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu," ucap Aldo dengan datar.
Bianca melongo, untuk pertama kalinya Aldo berbicara panjang terhadapnya. Biasanya laki-laki itu akan berbicara panjang jika sedang mempresentase sesuatu di depan umum, dan jika bersamanya, maka laki-laki itu akan menjawab 'Baik, Nona' hanya itu saja. Aldo sama sekali tidak pernah membuka mulutnya untuk sesuatu yang tidak penting.
'Cih ... apakah semua laki-laki seperti ini? Bukannya memperjuangkan, malah marah-marah tidak jelas! Setidaknya berjuang sedikit kek, senyum dikit. Ini malah datar mulu, perasaan gue nggak nolak secara kasar, gue kan cuman bilang semuanya terlalu cepat, kenapa dia seperti benci sekali dengan gue? Apakah dia berhenti menyukai gue hanya karena gue menolak dia? Cih ... laki-laki macam apa itu!' Bianca terus menggerutu di dalam hati, merasa sangat kesal dengan Aldo yang terlihat tidak mau memperjuangan dirinya.
"Baiklah, aku minta maaf. Tapi, kenapa kau protes sekarang? Bukannya aku memang biasa masuk ke dalam ruanganmu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu?" tanya Bianca sedikit heran.
"Maaf, Nona, tapi sebenarnya saya sedikit kurang nyaman dengan apa yang dilakukan Nona, saya bahkan sudah merasa kesal dari dulu. Tapi, saya memilih diam saja, dan maaf untuk kelancangan saya hari ini," jawab Aldo dengan wajah yang sama sekali tidak berubah.
"Baiklah, aku minta maaf. Tapi, bisakah kau jangan bersikap seperti ini? Aku tau kau sedang kesal, tapi kan aku cuman bilang kalau aku belum siap pacaran, tapi bukan berarti aku tidak mau pacaran selama-lamanya. aku tidak bermaksud untuk menolak, tapi untuk sekarang aku memang nggak bisa, karena aku takut akan merasa sakit hati," ucap Bianca tiba-tiba, yang sontak saja membuat Aldo semakin dibuat bingung. Perasaan topik seharusnya hanya tentang pintu. Tapi, kenapa bosnya malah curhat tentang kisah percintaan dirinya sendiri? Padahal dia tidak menanyakan perihal itu.
'Sebenarnya apa yang terjadi dengan dia? Kenapa dia bersikap sangat aneh seperti ini? Apakah dia memiliki kekasih? Tapi, kenapa dia malah curhat denganku? Padahal aku sendiri tidak paham sama sekali dengan cinta' batin Aldo yang benar-benar bingung dengan perubahan sikap atasannya itu.
"Tidak apa-apa, Nona. Maafkan atas kelancangan saya." Meski tidak paham, tapi Aldo memilih untuk membalas kalimat awal wanita itu saja.
"Baiklah, memangnya siapa yang tau kepada siapa hati kita berlabuh? Tidak ada yang salah dengan yang namanya cinta, semua orang berhak merasakan cinta. Tapi, tolong jangan berpikir jika cintamu bertepuk sebelah tangan. Sebaliknya, cobalah untuk memperjuangkan dia. Kamu paham, kan?" Bianca berkata dengan sangat lembut, berbanding terbalik dengan biasanya yang berbicara apa adanya, bahkan dengan intonasi yang biasa saja. Rupanya dia masih salah mengartikan maksud Aldo, dia pikir laki-laki itu meminta maaf atas kelancangan dirinya yang dengan berani menyatakan cinta pada atasannya sendiri.
Sejak tau kalau sekretarisnya memiliki perasaan pada ia, entah kenapa Bianca mendadak menjaga image-nya sekarang, agar di mata Aldo dia adalah wanita yang lemah lembut dan elegan. Meski fakta berkata lain.
"Baik, Nona. Saya paham!" jawab Aldo mantap. 'Meski sebenarnya saya tidak paham sama sekali'
Sayangnya kelanjutannya hanya mampu Aldo ucapkan di dalam hati, karena tidak mau menambah masalah dengan atasannya tersebut. Dia takutnya dia akan semakin dibuat bingung dengan penjelasan wanita itu.
"Baiklah, sekarang persiapkan berkas-berkas yang aku minta tadi. Kita akan bertemu dengan klien di restoran ****, sekaligus makan siang," ujar Bianca lembut.
"Tapi tumben sekali Anda yang menghampiri saya ke sini? Biasanya saya yang akan menghampiri Anda, Nona," celetuk Aldo.
Bianca tersenyum lembut. "Tidak apa-apa, sekaligus aku ingin menghibur kau," sahut Bianca yang sontak saja membuat Aldo mengerutkan keningnya, memangnya apa yang terjadi dengan dirinya.
'Memangnya apa yang terjadi denganku, sampai-sampai aku harus dihibur? Apakah semenyedihkan itu aku sampai-sampai dia mengasihani aku? Apakah karena dia merasa sudah memiliki kekasih, sehingga kasihan padaku yang jomblo ini? Atau tetanggaku baru saja meninggal? Tapi, kenapa aku yang dihubur?' Aldo justru semakin bingung dengan maksud wanita di depannya itu.
"Maaf, Nona. Tapi, saya rasa itu tidak perlu, saya bahagia dan menikmati kehidupan saya yang seperti ini," ujar Aldo yang juga ikut salah mengartikan maksud wanita itu. Dia pikir, Bianca sedang mengejeknya saat ini, karena sudah memiliki gandengan, sedangkan dirinya, sampai sekarang masih saja melajang.
'Ckk ... baru ditolak sekali aja sudah nyerah. Okey, dengan penuh keterpaksaan gue yang harus bertindak, dan membuat laki-laki ini berani menyatakan cintanya dengan sangat romantis, dan yang pastinya mengajari bagaimana caranya menembak perempuan dengan benar, bukannya menyatakan di kantor, apalagi dengan cara yang tidak romantis sama sekali!' Bianca bertekad untuk membuat Aldo paham tentang wanita, dan bagaimana cara agar bisa meluluhkan hatinya.
"Baiklah, ayok pergi. Jangan sampai terlambat, karena itu akan membuat nama perusahaan kita tercoreng, karena bisa saja mereka berpikir kita tidak menghargai waktu," ucap Bianca lembut dengan senyum yang terus terpantri di wajah cantiknya.
"Baik, Nona!"
Mereka lalu keluar dari ruangan tersebut, kemudian berjalan menuju parkiran, tetapi dengan posisi Bianca yang berada di depan, dan Aldo yang mengekori dari belakang.
Bianca menghentikan langkahnya yang sontak saja membuat Aldo ikut berhenti, lalu menautkan alisnya, apakah ada yang kurang? Kurang lebih begitulah maksud raut wajah Aldo.
"Kenapa kau berjalan di belakangku?" tanya Bianca dengan terus mempertahankan suara lembutnya.
"Hah?"
'Bukankah memang seperti ini setiap harinya? Bahkan Nona Bianca tidak pernah mempermasalahkannya. Tapi, kenapa sekarang dia mempermasalahkan hal sepele seperti itu?' Aldo semakin dibuat bingung dengan perubahan atasannya yang secara mendadak berubah menjadi lemah lembut, bahkan senyum wanita itu terus mengembang. Sangat berbanding terbalik dengan hari-hari sebelumnya.
"Berjalanlah di sampingku!" pinta Bianca.
"Tapi Nona ...."
"Berjalanlah di sampingku, Al!" perintah Bianca tidak ingin dibantah.
"Baik, Nona." Aldo yang tidak ingin mencari masalah dengan bosnya langsung mengiyakan saja permintaannya.
Mereka lalu berjalan beriringan menuju parkiran. Tetapi karena Aldo yang merasa sedikit tidak sopan jika beriringan dengan atasannya, maka dia sedikit memperlambat jalannya sehingga Bianca lebih dulu selangkah dari ia.
Bianca menipiskan bibirnya, berusaha untuk menyembunyikan senyum, agar tidak ketahuan oleh sekretarisnya.
'Apakah segitu groginya dia berjalan beriringan dengan perempuan yang dia sukai?' batin Bianca sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, merasa gemes dengan sikap Aldo yang sedikit malu-malu.
TBC
.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!