BRAK!
Terdengar suara mobil yang menabrak tubuh seseorang. Si pengendara tampak langsung mengerem secara mendadak dan bergumam sambil membulatkan kelopak matanya.
"Astaga!"
Dia adalah Bizard Welling Tanson, pria yang berprofesi sebagai pengacara. Dia langsung membuka pintu mobil dengan tergesa, hingga dia bisa melihat seorang wanita dengan kemeja putih dan rok span berwarna hitam. Juga map cokelat di tangannya. Khas seperti seorang pelamar.
"Nona, apa anda baik-baik saja?" tanya Bizard yang kerap disapa Bee itu dengan raut cemas, kemudian ia membantu si wanita yang terlihat meringis kesakitan. Kejadian itu terasa sangat cepat, karena Bee sama sekali tidak melihat ada seseorang melintas di depannya.
"Kakiku sakit sekali, Tuan," jawab wanita itu, dia memegangi kakinya yang terasa ngilu.
Sebagai seseorang yang bertanggung jawab, Bee tidak bisa lari begitu saja. Dia sedikit celingukan, sebelum ada warga yang salah paham, dia pun memutuskan untuk membawa wanita yang bernama Bianca itu ke rumah sakit.
"Saya akan bertanggung jawab, saya akan bawa anda ke rumah sakit," ujar Bee, yang membuat Bianca menengadah, dalam raut wajah wanita itu tergambar jelas bahwa dia tengah menahan sakit.
"Maafkan saya karena tidak hati-hati."
"Tidak apa-apa, Tuan."
Pria tampan dengan tampang klimis itu membantu Bianca untuk bangkit. Namun, wanita itu malah mengeluh, bahwa kakinya tidak bisa digerakkan. Dia pun akhirnya menangis, padahal jelas terlihat dari pakaiannya, bahwa hari ini dia akan melamar kerja.
"Kaki saya tidak bisa digerakkan, Tuan. Padahal saya harus mencari pekerjaan," ujar Bianca dengan sesenggukan.
Melihat itu Bee ikut merasa prihatin, wajahnya gusar hingga tanpa pikir panjang pria itu langsung mengangkat tubuh Bianca untuk masuk ke dalam mobil.
Saat itu Bianca melingkarkan tangan di sepanjang lehernya, membuat Bee merasa sedikit canggung. Namun, karena pria itu tak ingin berpikir yang tidak-tidak, ia pun segera menepis semua prasangka buruk yang ada di kepalanya.
"Sekali lagi maafkan saya, Nona, saya benar-benar tidak melihat anda menyebrang. Saya akan bertanggung jawab sampai anda sembuh," ucap Bee, tetapi Bianca memilih diam, dia terus menangis ingin membuat pria yang ada di balik kemudi, semakin iba padanya.
Hingga tak berapa lama kemudian, mereka pun sampai di rumah sakit Puri Medika. Bianca langsung mendapat penanganan, kakinya yang mengalami patah tulang, akhirnya harus dipasang gips.
Bianca merasa sangat sedih, dia menelungkupkan kedua tangan untuk menutupi wajahnya dan terus menangis tersedu-sedu.
"Bagaimana ini, Tuan? Padahal saya harus mencari pekerjaan, karena saya harus bayar sewa kontrakan, kalau tidak, saya akan diusir. Saya tidak memiliki siapapun di dunia ini, saya harus minta tolong pada siapa?" ujar Bianca dengan sesenggukan. Bahu wanita itu naik turun, sementara air matanya tak berhenti mengalir dengan begitu deras.
Bee menelan ludahnya kasar. Dia pun sebenarnya bingung, harus bagaimana. Untuk sekarang otaknya seperti tidak dapat digunakan.
"Biarkan saya berpikir, Nona."
Suara isak tangis Bianca memenuhi ruangan itu. Karena merasa kasihan, juga karena dia lah yang membuat Bianca harus mengalami kejadian naas itu, akhirnya mau tidak mau Bee menawarkan sebuah pekerjaan pada Bianca.
"Bagaimana jika kamu bekerja di kantor saya?" tawar Bee, yang membuat tangis Bianca langsung mereda seketika.
Dua bola mata peraknya yang berair menatap Bee kemudian berkata. "Benarkah?" tanyanya menuntut kesungguhan. "Tuan, sungguh ingin membantu saya?"
Bee menelan ludahnya kasar, tidak ada pilihan lain selain berkata ya.
"Sebenarnya tidak ada lowongan pekerjaan di sana, tapi kalau kamu mau, nanti saya akan bilang pada pihak perusahaan agar memasukkan kamu sebagai cleaning servis. Hanya itu yang bisa saya lakukan," jelas Bee apa adanya.
Akhirnya Bianca mengelap pipinya yang basah, kemudian tersenyum tipis. "Aku mau, Tuan. Aku mau." Ujarnya bersemangat.
Bianca menarik sudut bibirnya, menunjukkan seringai tipis. Dalam hatinya begitu puas, karena rencananya untuk masuk ke dalam kehidupan Bee berjalan dengan mulus.
Tidak sia-sia dia sengaja menabrakkan diri ke mobil pria itu.
Pelan-pelan dia akan membalaskan dendam yang selama ini memenuhi hatinya. Dengan merebut pria yang ada di hadapannya ini, kemudian menghancurkan hidup wanita yang telah merenggut semua kebahagiaannya.
Tunggu saja, Joana. Aku pastikan suamimu jatuh ke pelukanku, dan membuangmu seperti sampah!
"Ini kartu nama saya, anda bisa menghubungi nomor yang tertera di sana. Dan sekarang mari saya antar anda pulang."
Bianca menerima uluran kertas kecil itu dari tangan Bee, kemudian bangkit dari ranjang, karena Bee menawarkan padanya untuk mengantar pulang. Saat turun Bee membantu Bianca, karena wanita itu pasti kesulitan berjalan.
Namun, wanita itu malah menjatuhkan tubuhnya.
"Aw!" jerit Bianca seraya memeluk pinggang Bee dengan sengaja. Hingga tatapan kedua orang itu akhirnya bertemu dengan jarak yang sangat dekat.
***
Hai anak-anak ulerku? Bagaimana kabar kalian? Semoga sehat selalu yah.
Kali ini keluarga uler bakal digoncang sama pelakor, mohon untuk tahan banting, agar tidak asal mencaci, wkwk ...
Kalo kalian mau hujat silahkan, tapi hujat tokohnya saja, jangan ngothornya🤣🤣🤣
Soalnya gue sensitif plus baperan. Jika novel ini tidak sejalan dengan keinginan kalian, mohon mundur alon-alon tanpa meninggalkan jejak menyakitkan.
Oke, semoga suka.
Salam anu👑
"Aku tidak bisa datang malam ini," ucap Bianca dalam sambungan telepon. Dia berdiri di depan jendela kamar kontrakannya dan sedang menghubungi sang sahabat—Bella, seorang wanita yang bekerja di club' yang sama dengannya.
Selama ini dia menekuni pekerjaan tersebut, karena tidak ada satupun pekerjaan yang mampu dia lakukan, selain menemani para pria hidung belang untuk minum anggur dan melakukan foreplay.
"Kamu benar-benar melakukannya, Bi?" tanya Bella penasaran.
"Kamu tahu bagaimana bencinya aku pada wanita itu. Apalagi setelah melihat pesta anniversary pernikahan mereka. Enak saja dia dia bahagia, sedangkan aku di sini menderita. Aku tidak akan membiarkan itu semua bertahan lama!" ujar Bianca dengan menggebu dan wajah yang tampak geram. Tangannya pun mengepal kuat, seolah ingin merampas semua yang dimiliki Joana selama ini.
"Aku tahu, Bi. Tapi kamu harus hati-hati, jika dia tahu siapa kamu, pasti dia tidak akan diam saja, aku hanya takut kamu celaka," balas Bella memperingati sahabatnya.
Namun, Bianca yang sudah memiliki hati sekeras batu itu tampak tak peduli lagi dengan dirinya. Dengan membalas dendam, dia rasa semua rasa sakitnya selama ini akan terbayar.
Dia yang terbiasa hidup sebatang kara, seolah tak lagi sayang pada nyawa. Namun, sebelum menyusul ayah dan ibunya, dia ingin melakukan sesuatu untuk membuat kenangan terburuk pada wanita bernama Joana.
"I don't care, Bel. Sekarang aku sudah bisa masuk dalam kehidupan pria itu. Aku akan menjalankan semuanya sesuai rencana. Aku harap kamu selalu mendukungku."
"Of course. Aku selalu mendukung apapun yang kamu lakukan, tapi tidak dengan membahayakan nyawamu. Madam sudah sangat menyayangi kamu, jadi pikirkan baik-baik untuk ke depannya."
"Ya, aku akan datang ke sana setelah kaki sialanku ini sembuh."
"I can't wait."
"Oke, aku tutup dulu ya, Bel. Aku ingin segera istirahat."
Dan panggilan pun terputus. Bianca dan Bella memang dibesarkan di tempat yang sama, dipungut sebagai remaja liar oleh Madam Gevanya, dan dijadikan wanita penghibur di salah satu club' malam di kota mereka.
Namun, Bianca yang memiliki paras begitu cantik, lebih beruntung karena dijadikan anak kesayangan Madam Gevanya. Sehingga dia tidak seperti Bella, yang kini sudah menjajakan mahkotanya untuk sembarang pria.
Sedikitpun Bianca tidak pernah ada niat untuk pergi dari tempat yang telah membesarkan dirinya. Meskipun dia sadar betul, bahwa pekerjaan itu salah.
Namun, setelah kepergian sang ayah di saat ia usia remaja, membuat dia tidak lagi merasa berharga. Ditolak ke sana ke mari, membuat dia seolah tak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini.
Sumpah demi apapun, dia sangat benci saat mengenang semua masa lalu kelam itu. Dia selalu menjadi seseorang yang begitu lemah, karena dia hanya bisa menangis dan menangis ketika ingat dengan kedua orang tuanya.
"Pa, Ma, maafkan Bianca. Maafkan Bianca jika mengambil cara yang salah, aku melakukan ini semua karena aku tidak akan pernah tenang, jika melihat dia bahagia dia luar sana, sementara aku harus hidup seperti ini. Dia harus menerima hukuman," gumam Bianca sambil menatap langit-langit kamar, tatapan wanita itu kosong, dengan uraian air mata yang keluar dengan begitu lancang.
Selama ini, dia hanya merindu dalam kesepian yang terus menyapa hatinya. Tidak ada kehangatan keluarga yang mampu meredam semua amarah yang kian meletup, hingga membuat dia terus memikirkan cara untuk melakukan balas dendam yang setimpal.
"Aku akan melakukan segala cara!"
***
Jangan lupa komen oey🙄🙄🙄
Pukul delapan malam, Bee baru saja sampai di rumahnya. Namun, tidak ada sambutan apapun dari istrinya, hingga dia pun berteriak memanggil nama wanita itu. "Joana."
Tidak ada sahutan apapun, Bee kembali melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam, sambil menatap sekeliling ruangan. Sudah satu tahun lamanya dia menikah dengan Joana, bahkan baru beberapa hari yang lalu Bee mengadakan pesta anniversary pernikahan mereka.
Namun, sampai saat ini mereka belum dikaruniai keturunan. Berbeda dengan saudara kembarnya yang lebih dulu menikah, tanpa menunggu sampai satu tahun, mereka langsung memiliki momongan.
"Sayang," panggil Bee sekali lagi, sejak mereka menikah, mereka memang memutuskan untuk tinggal berdua. Karena Joana yang merasa tidak nyaman untuk tinggal bersama dengan keluarga suaminya.
Apalagi di sana ada delapan anak kecil yang selalu membuatnya pusing dan sakit kepala karena tangisan mereka.
Bee mendesaah kecil, dia pun masuk ke dalam dapur untuk meminum segelas air. Dia melihat ke arah meja makan, tidak ada apapun di sana, kecuali tudung saji yang tergeletak di tengah meja.
"Hah, ke mana dia?" Bee bergumam, kemudian tatapannya jatuh pada pintu kamar yang terbuka, dan menampilkan sang istri yang memakai pakaian seksi dan earphone di telinganya.
"Astaga, pantas saja dia tidak mendengarku!" Bee pun melangkah untuk menghampiri Joana. Dia segera mencekal tangan wanita itu saat Joana mengayunkan kaki menuju pintu.
Joana tersentak kaget.
"Bee, kamu sudah pulang?" tanya wanita itu dengan terbata, melihat suaminya tiba-tiba sudah ada di rumah. Padahal Bee bilang akan lembur.
"Aku tidak jadi lembur, kamu mau ke mana?"
"Aku? Aku tadi pesan makanan online. Katanya dia sudah datang. Aku ke depan dulu yah," balas Joana, Bee pikir Joana membeli itu semua untuk dirinya, hingga dia pun melepaskan wanita itu.
Bee mengecup dan mengacak rambut Joana, hingga akhirnya wanita itu pun berlalu ke depan rumah. Joana kembali masuk ke dalam, dengan satu kantung plastik berisi steak daging yang dia pesan.
Hanya satu.
"Jo, kamu pesan hanya untuk aku?" tanya Bee dengan kening yang mengernyit.
Joana tampak mengerjap, kemudian menggeleng pelan. "Maaf, Bee. Aku tidak tahu kamu pulang secepat ini, aku hanya pesan untukku saja. Soalnya aku tidak punya waktu untuk memasak. Kamu belum makan yah?"
Bee langsung menelan ludahnya kasar. Rasa lelah di tubuhnya makin menjadi. Dia berharap pulang dalam keadaan lapar karena berpikir ada Joana yang menyiapkan makanan malam untuknya. Namun, ternyata dia salah.
Ingin sekali Bee marah, tetapi melihat wajah istrinya yang tampak merasa bersalah, akhirnya membuat Bee menahan semuanya.
"Baiklah tidak apa-apa, kamu pesan lagi saja. Biar aku mandi dulu," ujar Bee yang membuat Joana tersenyum lebar.
"Terima kasih ya, Sayang."
Joana bergelayut manja kemudian mengecup bibir Bee agar suaminya itu tidak marah. Lantas setelah itu, Joana berjalan ke dapur untuk makan malam, sementara Bee masuk ke dalam kamar.
Pria itu hanya bisa mengepalkan tangan, kemudian meninju udara. Sikap Joana memang tidak pernah berubah, sejak mereka menjalin kasih sampai menikah. Wanita itu selalu mengeluh dan berujar tak ada waktu.
Dia tahu Joana adalah seorang direktur utama. Dia membiarkan sang istri bekerja, karena wanita itu menolak keras saat dia menyuruhnya agar menjadi ibu rumah tangga saja. Kata Joana, wanita tidak keren jika hanya mengurus tentang rumah.
Namun, harapan Bee meskipun Joana bekerja, wanita itu juga bisa melayaninya dengan baik. Karena status Joana telah berubah, tugas tertingginya sekarang adalah membuat rumah nyaman, agar suaminya pun bahagia.
Setelah Bee selesai membersihkan tubuhnya, dia keluar dan menghampiri Joana yang masih setia duduk di kursi meja makan sambil memainkan ponselnya.
Joana mengangkat wajah saat melihat suaminya datang. Dia pun tersenyum, kemudian memberikan satu piring nasi goreng kepada Bee.
"Aku sengaja memesan nasi goreng, soalnya hanya itu yang paling dekat dengan lokasi rumah kita. Aku takut kamu sudah kelaparan," ucap Joana.
Bee hanya mengangguk, kemudian mengambil alat makan. Dia menyuapkan nasi tersebut ke dalam mulut, sambil sesekali melihat Joana yang tertawa dengan ponselnya.
Namun, dia tetap memilih diam, karena tak ingin memulai perdebatan.
***
Sajen jangan lupa🙈🙈🙈
Untuk visual ada di Ig ngothor @nitamelia05
Kalo di sini, takut pada kabur kayak yang udah-udah🤣🤣🤣
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!