NovelToon NovelToon

Legenda Pendekar Dari Goa

Lahirnya pendekar

Terlahirlah seorang anak disebuah desa dari rakyat jelata biasa, ia terlahir seperti biasa anak-anak yang lainnya,tetapi tiada yg menduga jika dirinya mempunyai keistimewaan yang tidak pernah di duga.

Keistimewaannya tiada yg tahu selain daripada ayahnya sendiri. Yakni keistimewaan yang ada pada dirinya terdapat tanda lahir pada tubuhnya. Sekalipun ibunya tak menyadari tentang tanda tersebut yang berada pada bagian yang tidak diketahuinya, yakni tanda tubuhnya hanya terlihat samar di bagian tangan kanannya.

Seperti biasanya, sang ibu selalu pergi ke Telaga untuk mengambil air. Saat itu juga, ibunya melihat anaknya yg masih kecil keluar dari sebuah goa didekat Telaga.

Sesampainya di rumah ia mengadu kepada suaminya.

"Ayah," panggil sang istri saat baru pulang dari Telaga.

"Ya, Bu, ada apa?" sahut sang suami dan bertanya.

"Itu, tadi saat Ibu mengambil air di telaga, Ibu melihat anak kita bermain ke goa di ujung hutan, tidakkah ayah menyadari jika anak kita sering bermain ke goa diujung hutan sana?"

Justru, suaminya hanya menjawab seperti tiada kekhawatiran terhadap anaknya sama sekali. Bahkan, terlihat sangat santai saat mendengar pengaduan dari istrinya.

"Biar saja lah Bu, biarkan anak kita bermain kemanapun yang dia suka.

"Ayah ini kenapa sih,dia itu anak kita, yang mana kita itu harus menjaganya dengan baik. Bukankah ayah tahu bahwa goa itu sangat terlarang?" kata istrinya dengan nada kesal.

"Bu, Goa itu terlarang hanya bagi orang yang penakut untuk mendekatinya saja. Ayah juga pernah pergi ke goa itu, tetapi tiada terjadi suatu apapun juga." Jawab suaminya santai.

"Ya sudah kalau gitu, terserah ayah saja. Tapi ingat, jika terjadi apa-apa kepada anak kita, itu urusan ayah, dan Ibu tidak bertanggung jawab." Kata istrinya yang terlihat begitu mengkhawatirkan anaknya.

Setelah suami-istri membicarakan tentang anaknya yang ketahuan pergi Goa tersebut, ayah Araki Unjonglalu menemui anaknya.

Saat itu juga, ayahnya melihat anak kesayangannya sedang melatih ilmu beladiri yg ayahnya ajarkan, tersenyum dengan penuh kebanggaan.

"Araki, kemari lah, Nak." Panggil ayahnya sambil memperhatikan sang anak.

"Ya, Yah." Jawab Araki, dan berhenti berlatih.

"Oh ya, apa benar, bahwa kamu tadi pergi ke Goa?" tanya sang ayah penuh selidik.

"Em ... ya, Yah. Memangnya kenapa, apakah ada sesuatu yang Ayah takutkan?" jawabnya dan balik bertanya kepada orang tuanya.

"Tidak ada yang Ayah takutkan, Nak. Hanya saja, tadi ibumu melihat kamu pergi ke goa. Itulah yang membuat ibu kamu khawatir, makanya Ayah bertanya langsung denganmu.

"Maafkan Araki ya, Yah. Jika sudah membuat ibu khawatir." Jawab Hanta merasa bersalah.

"Tidak apa-apa, Ayah tidak mempermasalahkannya sama sekali, atas kemana kamu pergi. Ayah hanya mau berpesan kepada kamu. Lain kali, jika kamu mau pergi ke goa, jangan sampai ada orang lain mengetahuinya, apalagi ibu kamu." Kata sang ayah dengan nada kasih sayang terhadap anak kesayangannya, tak lupa memberi nasehat kecil padanya.

"Ya, Ayah, lain kali Araki akan berhati-hati untuk pergi dari rumah." Jawabnya dengan menundukan kepalanya karena merasa bersalah, lantaran sudah membuat ibunya khawatir atas dirinya.

Sang ayah tersenyum dan langsung menepuk pundak anaknya, seakan memberi isyarat kepada anak kesayangannya.

Setelah itu, sang ayah pergi dari hadapan putranya. Tentunya, agar sang anak lebih leluasa untuk mendalami ilmu kanuragan bela dirinya.

Araki yang kini sudah sendirian lagi, memilih untuk melanjutkan latihannya. Sesuai yang diimpikannya, hanya tak pernah merasa letih ataupun bosan untuk belajar dan terus belajar.

Keesokan harinya, Araki mendekati sang ibu untuk meminta maaf kepada beliau.

Pelan-pelan, Araki ikut duduk disebelah ibunya yang tengah duduk bersantai di belakang rumah.

"Araki, ada apa, Nak?" tanya ibunya saat mendapati anaknya tengah duduk di sebelahnya.

"Tidak ada apa-apa kok, Bu. Araki hanya ingin berbicara sesuatu sama Ibu, tapi ...." Jawab Araki dan menggantungkan kalimatnya.

"Tapi kenapa, Araki?"

"Em ... begini, Bu. Sebenarnya Araki mau meminta maaf, soal kemarin." Jawabnya sedikit ada rasa gugup.

"Meminta maaf, soal apa?" tanya sang ibu yang belum mengerti dengan apa yang dimaksudkan anaknya itu.

"Begini, Bu. Sebenarnya Araki mau meminta maaf soal kemari itu, soal main ke goa tanpa sepengetahuan Ibu. Maafkan Araki ya, Bu. Araki mengaku salah, karena tidak meminta izin sama Ibu. Juga, sudah membuat Ibu khawatir." Jawabnya meminta maaf, serta untuk meyakinkan ibunya.

Ibunya tersenyum saat mendengar pengakuan dari anaknya.

"Nak, bukannya Ibu melarang kamu untuk main ke goa itu. Ibu hanya khawatir dan takut terjadi sesuatu sama kamu, itu saja. Kalau kamu ingin main, kemana saja tidak mengapa, asalkan jangan pergi ke goa itu." Ucap ibunya menyarankan sambil mengelus kepala anaknya dengan lembut.

Araki mengangguk pelan, seraya meyakinkan ibunya.

Setelah bercakap-cakap dengan anaknya mengenai goa yang didatangi oleh Hanya, ibunya segera pergi meninggalkan Araki untuk melanjutkan pekerjaannya.

Sedangkan Araki sendiri memilih pergi untuk berlatih seperti biasa, yakni tentang ilmu bela dirinya bersama sang ayah tanpa sepengetahuan ibunya.

Kemudian, selesai berlatih, Araki pulang bersama ayahnya.

"Nak, saatnya nanti kamu akan dewasa dan akan banyak rintangan di dunia ini, hadapi rintangan itu dengan bijak, dan jangan kamu menjadikan sombong saat kamu mampu menghadapinya. Jika kamu merasa kalah, janganlah lari dan pergi dari rintangan dan tantangan yang sedang menghadang diri kamu." Ucap sang ayah sambil berjalan beriringan dan tak lupa memberi nasehat kecil kepada anaknya.

Sembari berjalan beriringan, tidak terasa sudah sampai di pekarangan rumah. Lalu, keduanya segera masuk ke dalam dan menjumpai ibunya yang tengah menyiapkan makanan untuk makan bersama.

Sambil menikmati makanannya, keluarga kecil tersebut berbincang-bincang tentang saudara-saudara hanta yg telah pergi meninggal kan rumah.

Araki menanyakan kedua kakaknya yg telah dua tahun meninggalkan mereka, dan membuat sosok sang adik merindukannya.

"Ayah, kapan kakak pulang?" tanya Hanta mengenai kedua kakaknya yang tak pernah kunjung kembali untuk pulang.

Sang ayah tersenyum mendengar pertanyaan dari Araki

"Kamu tahu, saudara-saudara mu telah memilih jalannya. Percayalah sama Ayah, suatu saat nanti, pasti kita akan berkumpul kembali." Jawab sang ayah sambil mengunyah makanan.

"Tapi benar kan, Pa, kalau saudara-saudara Araki akan pulang ke rumah?" tanyanya yang ingin mendapatkan kepastian dari ayahnya, bukan hanya sekedar janji dan janji.

"Ya, Nak." Jawab sang ayah untuk meyakinkan anaknya, Hanta tersenyum bahagia mendengarnya.

.

.

.

Tidak terasa juga, rupanya waktu yang di lewati sudah begitu lamanya. sudah sepuluh tahun berlalu, dan kini sosok Araki telah tumbuh menjadi dewasa.

Tak pernah henti-hentinya Ia selalu bertanya kemana saudaranya pergi, karena tak kunjung juga kembali ke rumah. Perasaan sedih, itu sudah pasti.

Bertanya, jawabannya pun akan sama. Hingga membuat sosok Araki bingung dibuatnya.

Seperti biasanya, sehabis latihan beladiri, Araki pulang bersama sang ayah.

Dalam perjalanan, dengan berani, ia mengungkapkan keinginannya untuk menyusul saudara-saudaranya yang telah lama pergi dari rumah. Tidak peduli baginya jika harus mendapatkan penolakan dari sang ayah sekalipun.

"Ayah," panggil Hanta sambil berjalan.

Sang ayah langsung menoleh kepada Hanta, dan berhenti jalannya.

"Ya, Nak, kenapa?"

"Araki kangen dengan kedua saudara Araki, Yah. Ingin sekali mencari keberadaan kakak." Jawabnya dengan tatapan yang begitu serius terhadap ayahnya.

"Mengapa kamu ingin sekali mencari kakakmu, Nak? bukankah berada dirumah itu akan jauh lebih baik?" kata sang ayah meyakinkan sang anak kesayangannya.

"Tapi, Yah, Araki sekarang sudah dewasa. Tentu saja, ingin mencari sesuatu yang baru di luaran sana." Jawabnya dengan suara yang penuh pengharapan dari sang ayah.

"Ayah butuh pendapat dari ibu kamu. Jadi, keputusan ada pada ibumu." Kata sang ayah sambil memegangi kedua bahu milik anaknya.

Sesampainya di rumah, sang ayah menyampaikan keinginan sang anak yang gigih untuk pergi dari rumah kepada istrinya.

"Bu," panggil ayahnya Araki kepada ibunya yang tengah duduk sambil menjahit baju milik suaminya yang robek.

"Ya, ada apa?" tanya sang istri kepada suaminya.

Ayahnya ikutan duduk disebelah ibunya Araki. Kemudian, dengan berani untuk menyampaikan pesan dari anaknya.

"Begini, Bu, Araki meminta izin untuk pergi meninggalkan rumah ini, tentunya akan jauh kita, Bu. Bagaimana menurut Ibu, apakah akan membiarkan dia pergi untuk mencari kakak-kakaknya yang sudah pergi entah kemana." Ucap sang suami untuk dimintai pendapat mengenai anaknya yang ingin berpamitan untuk pergi dari rumah".

Sang ibu menatap anak kesayangannya dengan perasaan berat hati untuk memberi jawaban.

"Sebenarnya ini sangat berat untuk Ibu, tapi ... apa daya Ibu, Nak. Ibu tidak bisa memaksa kamu dan menahan kamu. Kalau memang keinginanmu sudah bulat, baiklah, Ibu tidak melarangnya. Karena ibu tahu, ini pasti akan terjadi pada kamu, Hanta, sama seperti kakak-kakaknya mereka ingin pergi mencari jati diri mereka. Ibu tidak bisa berkata apa-apa, jika keputusan kamu sudah bulat." Ucap sang ibu dengan rasa tak tega melepaskan kepergian sang anak kesayangannya tanpa seorang pendamping.

.

.

.

Tibalah hari disaat kepergian Araki, sang ayah dan ibunya akhirnya melepaskan kepergian anak kesayangannya dengan rasa sedih, lantaran anak bungsunya akan pergi sama seperti kakak-kakaknya yang entah kemana perginya.

Setelah mendapatkan restu dari kedua orang tuanya, Araki berpamitan untuk pergi seperti kakak-kakaknya.

"Ayah, Ibu, maafkan Araki yang harus pergi dari rumah ini. Araki berjanji, akan pulang ke rumah bersama kakak." Ucap hanta meyakinkan orangtuanya.

Pergi dari rumah

Setelah mendapatkan restu dari kedua orang tuanya, Araki merasa tenang dan tidak di hantui dengan rasa kekhawatiran terhadap ibunya.

Sambil melambaikan tangan kepada kedua orang tuanya, Araki memutar balikkan badannya dan berjalan meninggalkan kedua orang tuanya yang tengah menyaksikan kepergian anak kesayangannya.

Sambil berjalan lurus ke depan, sedikitpun sama sekali tanpa menoleh ke belakang. Dengan tekadnya, Araki terus berjalan tiada henti dan juga tak merasa letih sedikitpun.

Dalam perjalanannya yang sudah cukup jauh dari kediaman yang menjadi tempat tinggalnya selama ini, tiba-tiba ia merasa lelah karena menyusuri jalanan sendirian.

Kemudian, ia memilih untuk beristirahat disebuah gubuk seorang petani.

'Sebaiknya aku istirahat dulu saja disini, sembari menghilangkan lelahku dan juga rasa dahaga pada tenggorokanku yang ku rasa tengah mengering.' Ujar Araki dalam hatinya untuk memilih istirahat sejenak.

Sambil mencari angin untuk penyembuh rasa lelah dan juga dahaga, tiba-tiba ia mendengar ada suara meminta tolong dari arah tak jauh dari tempatnya beristirahat.

"Tolong! tolong! tolong!"

Teriak seseorang meminta tolong dengan suara yang cukup keras kedengarannya.

Saat itu juga, Araki segera bergegas menuju asal suara tersebut dengan larinya yang cukup kencang bak kilat menyambar karena tenaganya yang super ekstra.

Sesampainya ditempat itu, ternyata Araki tengah melihat sekelompok orang yang sedang merampok pedagang dengan menggunakan senjatanya masing-masing untuk dijadikan ancaman.

Ketika sang perampok hendak pergi meninggalkan sang pedagang karena sudah merampasnya, dengan berani, Araki menghadang perampok tersebut.

"Hei! kembalikan barang itu kepada pemiliknya." Bentak Araki dengan berani.

"Apa urusanmu anak muda, berani beraninya kau menghalangiku." Kata sang perampok dengan kesombongannya.

"Aku bilang, kembalikan barang itu kepada pemiliknya." Jawab Araki tanpa ada rasa takut sedikitpun.

Dengan kesombongannya, para perampok tersebut tertawa tatkala mendengar perintah dari Araki.

"Aku tidak akan mengembalikan barang ini, kenapa? mau melawanku? silakan kalau kau berani. Asal kau tahu, aku hanya memintanya sedikit." Ucap sang perampok yang tetap mempertahankan apa yang sudah diambilnya dengan cara paksa.

"Yang kamu rampas itu, bukan hak kalian. Sekarang juga, kembalikan barang itu kepada pemiliknya." Jawab Araki dengan nada yang terdengar cukup keras untuk kesekian kalinya.

"Terserah kamu anak muda, aku tidak akan mengembalikan barang ini." Kata sang perampok yang menjadi ketuanya.

Tanpa harus berpikir panjang, saat itu pula, Araki langsung menyerang sang perampok secara tiba-tiba.Terjadilah pertarungan antara Araki dengan anggota perampok tersebut.

Namun, sayangnya tidak ada satupun pukulan dari segerombolan perampok yang mendarat di tubuh Araki

Dengan segala ilmu bela dirinya, Araki hanya menghindari setiap pukulan yang dilancarkan oleh segerombolan perampok tersebut dengan bringasnya.

Setelah sang ketua terjatuh karena mendapatkan serangan dari Araki, ia merasa penasaran dengan sosok yang menjadi lawannya.

"Siapa kau sebenarnya anak muda? rupanya kau jago bela diri." Tanya sang ketua perampok yang jatuh tersungkur.

"Aku bukan siapa-siapa, dan aku hanya orang biasa yang sedang mengembara." Jawab Araki dengan santai dan tidak ada kegugupan sama sekali.

"Aku tidak percaya jika kamu hanya orang biasa. Aku yakin, kamu bukan orang sembarangan. Katakan padaku, apa mau mu anak muda?"

"Sudah aku tegaskan, aku hanya orang biasa seperti kalian. Yang aku inginkan, kembalikan saja barang yang kau ambil itu,maka selamatlah engkau." Jawab Araki sedikit mengancam kepada segerombolan perampok".

"Baiklah, aku akui dengan kehebatan yang kamu miliki. Sekarang juga, kami akan mengembalikan barang ini ke pemiliknya." Ucapnya menyerahkan barang rampasan milik orang yang lewat.

"Ini barangnya, Tuan. Maaf, jika kami telah berbuat kasar kepada Tuan." Ucapnya kepada sang pedagang yang sudah dirampas barang bawaannya.

Setelah itu perampok tersebut segera pergi meninggalkan Araki dan saudagar tersebut.

"Nasib baik untukmu, wahai sang saudagar. Lain kali berhati-hatilah jika hendak pergi jauh, setidaknya mengajak beberapa orang untuk menjadi teman." Ucapnya kepada pedagang tersebut.

"Dan untukmu anak muda, suatu nanti kita pasti akan bertemu kembali." Ucap sang perampok dengan senyum yang menyeringai.

Setelah pergi dari hadapannya, kini Araki yang menghampiri saudagar tersebut.

"Paman tidak apa-apa?" tanya Araki untuk memastikan keadaannya.

"Paman tidak kenapa-kenapa, Nak. Oh ya, terimakasih banyak karena sudah menolong Paman. Kalau ki sanak sudi, ikutlah bersama Paman." Ajak sang saudagar kepada Araki.

"Tidak, Paman. Saya harus melanjutkan perjalanan, karena perjalanan saya ini masih jauh dan juga butuh waktu yang cukup panjang." Jawab Araki sebaik mungkin untuk menolak ajakan dari sang saudagar.

"Kalau Paman boleh tau, kau mau kemana anak muda?"

"Saya sedang mengembara mencari kakak-kakak saya Paman." Jawab Araki dengan jujur.

Setelah mendengar jawaban dari Araki, sang saudagar meyakinkannya untuk dapat ikut dengannya.

"Nak, ikutlah Paman sebentar, dikarenakan rumah paman masih jauh. Soalnya, Paman takut masih ada perampok lain dijalan nanti." Ucap sang saudagar dengan nada yang memelas.

Karena tidak mungkin untuk menolak ajakan untuk meminta tolong, Araki sendiri mengiyakan permintaan sang saudagar. Kemudian, mereka berdua berjalan terus hingga sampailah ke rumah sang saudagar tersebut.

Sesampainya di rumah, Araki disambut oleh istri sang saudagar dan anak-anaknya dengan sangat ramah.

"Mari masuk ke rumah kami, Nak. Oh ya, ini rumah saya dan ini anak-anak saya, serta istri saya. Lebih baik ki sanak istirahatlah sebentar di gubuk kami, sebelum melanjutkan perjalanan." Ucap sang sang saudagar mempersilakan Araki untuk beristirahat di rumahnya.

"Baik, Paman. Sebelumnya, saya ucapkan banyak terimakasih, karena sudah sudi menerima kehadiran saya di rumah Paman." Jawab Araki.

Kemudian, salah satu anak sang saudagar menghidangkan makanan dan minuman. Sang saudagar dan Araki menikmatinya bersama dan juga sambil mengobrol.

Setelah itu, salah satu anaknya lagi, mengajak Araki untuk beristirahat ke kamar yang sudah di sediakan.

Tidak ada penolakan apapun, akhirnya Araki menerima jamuan dan pelayanan yang sangat baik di rumah seseorang yang sudah di tolongnya.

.

.

.

Keesok harinya, Araki mendengar suara seperti ada seseorang sedang berlatih beladiri.

Kemudian, ia menghampiri suara tersebut yang kedengarannya tidak begitu jauh dari indra pendengarannya.

Saat melihat siapa yang tengah berlatih, ternya sang saudagar sedang melatih anak-anaknya ilmu beladiri.

Didalam benaknya, kenapa disaat dirampok sang saudagar itu tidak melawan sama sekali. Tentu saja, membuat sosok Araki dibuatnya bingung.

Karena rasa penasaran, akhirnya Hanya menghampirinya.

"Paman sedang apa?" tanya Araki dengan rasa penasaran.

"Paman hanya sedang latihan biasa, Nak." Jawab sang saudagar dengan santai.

"Paman, ternyata bisa beladiri. Terus, kenapa saat dirampok paman tidak melawan?" tanya Araki dengan rasa ingin tahu.

Seorang saudagar tersebut tersenyum mendengarnya, dan menoleh pada Araki.

"Paman bisa melawan perampok tersebut, tapi paman sengaja tidak melawannya, Nak." Jawabnya dibarengi dengan senyumnya.

"Kenapa, Paman?" tanya Araki kembali.

"Paman hanya menguji saja, apakah ada orang baik yang mau menolong paman. Disaat paman dirampok, saat itu pula, paman melihat mu, Nak. Maafkan Paman yang sudah mengerjai kamu, jika Paman memang sengaja untuk tidak bisa berbuat apa-apa. Dan tentunya ingin mengetahui, apakah kamu mau menolong paman? dan ternyata benar, masih ada yang peduli dengan orang lain." Jawab seorang saudagar tersebut.

Mengajak latihan

Tidak terasa, Araki sudah beberapa hari di rumah sang saudagar yang ia tolong dalam perjalanan. Selama tinggal di rumah tersebut, Araki selalu memperhatikan kehidupan sang saudagar yang sederhana itu.

Bahkan, sang saudagar dimata Araki, seperti bukan orang biasa pada umumnya, melainkan ada sesuatu yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Pada lain waktu, Araki menjumpai sang saudagar yang sedang berlatih dengan anaknya. Lalu, ia segera mendekatinya.

"Maaf, Paman, jika saya mengganggu." Ucap Araki sambil membusungkan badannya untuk memberi hormat kepada yang lebih tua.

"Ya, Nak, ada apa?"

"Begini, Paman. Bolehkah saya ikut latihan bersama Paman? jika tidak, saya tidak akan memaksa."

"Tentu saja boleh. Silakan jika kamu ingin ikut berlatih bersama kami." Jawabnya memperbolehkan Araki ikut bergabung latihan ilmu bela diri.

"Terimakasih banyak, Paman." Kata Araki merasa senang, lantaran dirinya mendapatkan izin oleh pemilik rumah yang ia singgahi.

"Ah ya, Paman sampai lupa. Sudah beberapa hari kamu tinggal dirumah paman, tetapi Paman sama sekali belum tahu nama kamu, Nak." Ucapnya yang baru menyadarinya, jika selama tinggal di rumahnya, belum saling memperkenalkan diri atas nama satu sama lainnya.

Araki merasa malu, karena dirinya sampa lupa untuk memperkenalkan diri kepada pemilik rumah.

"Nama saya, Araki Unjong, tetapi kedua orang tuaku memanggilku dengan panggilan Araki." Jawab Araki memperkenalkan diri atas nama lengkapnya.

"Nama yang sangat bagus, seperti pemiliknya." Kata sang saudagar memuji.

"Terima kasih, Paman. Nama yang saya punya, adalah pemberian dari orang tua saya." Jawab Araki.

"Oh ya, kalau boleh paman tahu, darimana kamu berasal, Nak?" tanya sang paman.

"Saya berasal dari balik gunung yang ada disana, Paman. Saya berasal dari kampung kecil." Jawab hanta dengan jujur.

"Oh, dari balik gunung, paman kira dari desa mana." Ucapnya dan tersenyum ramah.

'Bukankah dibalik gunung sana terdapat goa yang terlarang? bahkan, saya pernah mendengar kabar, bahwa disana ada pendekar yang melegenda dan orangnya memiliki ilmu yang tak tertandingi. Dengan jurus yang yang digunakan anak ini saat melawan perampok, sepertinya dia bukan anak sembarangan.' Batinnya penuh dengan rasa penasaran.

Sang paman melamun cukup lama, hingga tak sadar, jika Hanta tengah menepuk punggung sang saudagar tersebut.

"Paman, Paman, Paman." Panggil Araki mencoba untuk menyadarkan sang paman yg sedang melamun.

Tiga kali Araki memanggil sang saudagar, ia lalu mencoba menanyakan kenapa sang paman melamun disaat berbicara tempat tinggalnya.

"Ah ya, Nak. Maaf, tadi Paman melamun." Jawab sang paman yang baru tersadar dari lamunannya.

Karena tidak ingin Araki mencurigainya, sang saudagar tersebut akhirnya berpura-pura meminum segelas air untuk mengalihkan perbincangannya dengan Araki.

Dalam hatinya 'apa mungkin anak ini ada kaitannya dengan pendekar yang ada dibalik bukit sana.' ujarnya dalam hati.

"Oh ya, Nak Araki. Perkenalkan, mereka itu anak Paman, mereka juga rajin berlatih bersama saat ada waktu luang.

Kakaknya bernama Bujaro dan adiknya bernama Moji." Ucap sang paman memperkenalkan kedua anaknya.

"Nama yang bagus, sebagus pemilik namanya." Jawab Araki memuji.

"Kalau kamu tidak keberatan, cobalah berlatih dengan mereka. Kamu tahu, mereka akan mengikuti lomba beladiri dikampung sebelah." Ucap sang paman.

"Jadi, mereka pernah ikut kejuaraan beladiri juga paman?" tanya Araki penasaran.

"Belum pernah, mereka berdua baru kali ini mau ikut lomba." Jawab sang paman.

"Oh, kirain udah sering ikutan lomba." Kata Araki.

Sang paman menggelengkan kepalanya pelan.

"Perlombaan ini dilangsungkan setiap lima tahun sekali, tahun sebelumnya mereka belum ikut. Karena keinginannya untuk menguji kemampuan, mereka berdua memutuskan tahun ini mereka ingin mencoba mengikutinya." Jawab sang paman.

"Lama juga ya, Paman. Araki ngira sih, setiap tahunnya ada perlombaan." Ucapnya.

"Terus, bagaimana denganmu Nak Araki?apakah kamu tidak ingin ikut?" tanya paman.

"Entahlah paman, nanti akan saya pikirkan lagi. Sekarang mau ikut latihan dulu bersama kedua anak Paman." Jawab Araki.

Setelah banyak mengobrol, tidak terasa latihan sudah hampir selesai. Kemudian, mereka pulang bersama menuju rumah.

Sambil berjalan beriringan, salah satu anaknya memberanikan diri untuk bertanya.

"Ayah, bagaimana kalau besok kita berlatih di Padang rumput di seberang sungai saja? Araki akan ikut, dan juga begitu mahir dengan bela dirinya." Ajak Bujaro penuh harap.

Lalu, sang paman menganggukkan kepala sembari bertanya kepada Araki.

"Bagaimana menurut kamu, Araki? bukankah latihan hari ini sangat menyenangkan? bagaimana kalau besok kamu ikut berlatih di padang rumput, tepatnya diseberang sungai sana." Tanya sang paman sekaligus mengajaknya untuk berlatih di lain tempat.

Sejenak, Araki berpikir untuk memberi jawaban kepada orang tua Sanji.

"Terserah Paman saja. Jika Paman mengizinkan, saya akan ikut ajakan Paman." Jawab Araki sambil berjalan.

Sesampainya di rumah, istrinya saudagar telah menghidangkan makanan. Kemudian, mereka semua menikmati hidangan makanan yang telah disiapkan.

Setelah selesai, mereka semua beristirahat di dalam kamarnya masing-masing.

Ketika sudah berada didalam kamar, Araki bergumam dalam hati memikirkan tentang perlombaan beladiri yang akan dilangsungkan bulan depan.

"Apa sebaiknya aku ikut saja, apa ya." Gumam Araki dalam hatinya sembari merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.

Sambil menatap langit-langit kamar, Araki teringat kepada Bujaro dan Moji saat berlatih bersamanya.

"Ternyata, Bujaro dan Moji sangat pandai mempelajari ilmu beladiri. Hampir saja, saat latihan tadi, aku terkena pukulan dari mereka berdua. Mulai sekarang, aku harus lebih giat lagi latihannya, tentu saja untuk pertandingan besok." Gumam Araki dalam hatinya.

Begitupun dengan kedua kakak beradik, mereka berdua mengagumi kelihaian dari sosok Araki dalam menguasai ilmu bela diri.

Sama halnya dengan sang paman, memperhatikan kemahiran Araki dalam seni beladirinya. Sang paman, pun memastikan, jika Hanta mengikuti perlombaan tersebut, tidak menutup kemungkinan, bahwa Araki bisa menjuarai perlombaan itu.

Selama dalam latihan, sang paman memperhatikan tekat Hanta yang begitu serius.

"Sepertinya Araki memiliki suatu keinginan menjadi sang pendekar legenda, dan anak itu bukanlah anak sembarangan." Gumam sang paman sambil menilai sosok Araki yang sudah dikenalinya.

.

.

.

Keesokan harinya, mereka semua berangkat berlatih di padang rumput di seberang sungai.

Sesampainya di padang rumput, masing-masing tengah melakukan pemanasan sebelum berlatih.

"Untuk memulai, bagaimana kalau Bujaro dan Moji bertanding?"

Kedua anaknya tidak ada penolakan apapun dengan permintaan dari orang tuanya. Kedua kakak beradik mengiyakan.

Setelah itu, Bujaro dan Moji bersiap untuk melakukan uji coba pertandingan dalam berlatih. Kemudian mereka memasang kuda-kuda, sedangkan sang ayah memberi aba-aba pertandingan kepada kedua anaknya.

"Kalian sudah siap." Ucap sang ayah kepada kedua anaknya.

"Siap! ayah." Jawab Sanji dan Sojiro dengan serentak.

Kemudian, setelah keduanya siap untuk bertarung, terjadilah pertarungan antara mereke berdua, yakni kakak-beradik.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!