NovelToon NovelToon

Istri Yang Kau Jandakan

Ketahuan

Evana yang baru saja menerima sebuah pesan dari seseorang, air matanya lolos begitu saja. Tak peduli dengan kondisinya yang sedang sakit, ia langsung pergi dari rumah dengan membawa mobilnya.

Semakin jauh melajukan kendaraannya, Evana menambahkan kecepatannya. Tidak peduli baginya jika harus menyalip mobil besar maupun mobil kecil sekalipun, yang jelas amarahnya harus segera disalurkan.

Tidak perlu sopan santun untuk masuk ke rumah, karena Evana sendiri mempunyai kunci serepnya. Itupun karena sebuah kelalaian dari suaminya sendiri yang menganggap istrinya mudah untuk di bohongi.

Saat sudah masuk kedalam rumah, Evana mendapati sepasang sandal milik perempuan dan satu pasang sepatu yang jelas milik suaminya.

Detak jantung yang hampir saja meledak, Evana mencoba untuk tetap tenang, meski amarahnya sudah memuncak ke ubun-ubun sekalipun.

Saat napasnya mulai bergemuruh, terdengar jelas suara dibalik pintu kamar dengan suara yang sangat menjijikkan untuk didengar. Evana masih mengatur pernapasannya, mencoba untuk tetap tenang walau sangat sakit sekalipun.

Kesabaran yang sudah tidak bisa untuk ditahan, akhirnya dibukalah pintu kamar tersebut.

Alangkah terkejutnya saat melihat suaminya tengah bermain asik dengan perempuan yang sangat dikenalinya, siapa lagi kalau bukan teman dekatnya sendiri yang kini sudah berada dalam dekapan mesra suaminya tanpa sehelai benang apapun yang menempel pada tubuh keduanya yang polos.

Jangankan tertutup selimut, keduanya justru sangat asik dengan permainannya tanpa disadari jika ada sosok perempuan yang tengah berdiri di ambang pintu sambil menyaksikan langsung didepan matanya.

Sedih, justru sangat jijik melihatnya. Tanpa pikir panjang, Evana langsung mematikan lampunya.

"Sayang, lampunya mati." Ucap seorang perempuan yang sedang menikmati sebuah ga*irah di atas tempat tidur bersama suami Evana.

"Lanjutkan saja permainan kalian, bukankah sesuatu yang tidak kelihatan sangat bagus." Ucap Evana dan langsung pergi dari rumah yang menurutnya sangat terkutuk itu.

Seketika, kedua sejoli tersebut terkejut mendengarnya. Tentu saja, suami Evana yang bernama Ardi dan juga perempuan simpanan suaminya yang bernama Lely, langsung mencari sesuatu yang dapat menutupi tubuh polosnya.

Malu dengan tubuh polosnya masing-masing, tetapi tidak malu saat keduanya lepas bajunya dalam satu ruangan.

Ardi dan Lely langsung mengenakan pakaiannya masing-masing setelah lampu dapat dinyalakan kembali.

Setelah itu, Ardi meninggalkan Lely sendirian di rumah yang sudah dijadikan rumah untuk Lely dan Ardi saat keduanya melampiaskan has*ratnya. Dengan terburu-buru, Ardi berusaha mengejar istrinya yang sudah pergi dari rumah kedua miliknya.

Lely yang seharusnya merasa bersalah dan malu dengan Evana, justru tersenyum puas saat melihat rumah tangga temannya sendiri hancur karenanya.

"Rasakan, kamu Evana. Kamu pikir, aku tidak bisa merebut suamimu. Sekarang kamu tahu akibatnya, karena kamu harus menerima karma dari orang tuamu." Ucap Lely yang tengah berdiri di ambang pintu sambil menyaksikan Ardi yang tengah melajukan mobilnya untuk mengejar istrinya.

Evana yang begitu murka dengan apa yang sudah dilakukan oleh suaminya, tak peduli jika dirinya terus menambahkan kecepatannya.

Ssssssttttt!

"Aw!" pekik Evana saat mengerem mendadak mobilnya, yang hampir saja menabrak seseorang yang tengah menyebrang jalanan.

BRAK BRAK BRAK BRAK!

"He! buka." Bentak seorang lelaki dengan kedua mata tajamnya saat menggebrak pintu mobil dengan kuat.

Evana yang ketakutan, terasa takut untuk membuka kaca mobilnya.

"Buka!" bentaknya lagi dan lagi, dan masih saja menggebrak pintu mobil milik Evana.

Evana menelan ludahnya kasar. Sudah jatuh, tertimpa tangga lagi. Seperti itulah perumpamaan untuk Evana yang ketiban sial.

Karena takut di serang oleh komplotan, Evana membuka kaca mobilnya.

"Maaf ya, Bang. Serius, tadi aku tidak sengaja. Abang tidak apa-apa, 'kan? sekali lagi aku minta maaf."

"Maaf, kata kamu. Enak saja, sekarang juga kamu harus mengantarkan aku."

"Yang benar saja, aku tidak mau. Lebih baik aku bayar kamu saja, cari taksi lain aja."

"Oh, jadi kamu tidak mau. Baiklah, aku akan panggil banyak orang untuk mengeroyok kamu." Ancam lelaki yang tidak dikenal Evana.

"Jangan, jangan, jangan. Ok, masuk dan duduk di belakang." Jawab Evana yang akhirnya menyerah, dari pada dirinya harus mendapatkan masalah.

Baginya, cukup melihat suaminya bercu*mbu mesra dengan sahabatnya, tetapi tidak untuk kesialan yang ketiga kalinya.

"Aku tidak mau, pokoknya duduk didepan." Pintanya yang tidak bisa untuk ditolak.

Evanana yang tidak mempunyai pilihan lain, akhirnya menyetujuinya.

"Si*alan! kenapa juga mesti apes kek gini." Gerutu Evana sambil memukul setir mobilnya.

Tanpa disadari oleh Evana, lelaki tersebut sudah duduk disebelahnya.

"Itu kan salah kamu sendiri, ngapain juga bawa mobil gak konsentrasi. Makanya, kalau bikin SIM itu, jangan nembak. Gini nih jadinya, lulus kaga, bikin celaka orang mah ya."

"Enak aja kalau ngomong, sok tahu kamu ini."

"Nah! kan, orang kalau SIM nya nembak itu emosian. Seperti kamu ini nih, gampang marah-marah." Tuduhnya lagi sambil memancing emosinya Evana.

Karena merasa berisik dengan segala omelan dari lelaki yang tidak dikenalinya, Evana langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tidak peduli baginya jika dirinya akan mendapatkan bentakan yang entah ke berapa.

"Woi! mau cari mati apa kau ini. Berhenti! belum juga nikah, udah dibikin sport jantung."

Sstttt!

"Aw! sial." Pekiknya saat keningnya terbentur dengan cukup kuat. Evana ketawa kecil melihat lelaki yang duduk disebelahnya tengah mengusap keningnya yang terasa sakit karena ulah darinya yang mengerem mendadak.

'Rasain Lu, emang enak, gue kerjain.' Batin Evana saat dapat membalas dengan impas.

Lelaki yang ada di sampingnya itu langsung menoleh pada Evana, dan menatapnya tajam sambil memegangi keningnya.

Saat itu juga, Evana langsung ditarik dan ganti posisi dengan lelaki tersebut.

"Sekarang giliran aku yang akan membuatmu jera, lihat ini." Ucapnya yang sudah siap untuk melajukan mobil dengan kecepatan tinggi sesuai untuk membalas perbuatan Evana terhadap dirinya.

Naas, baru saja mau menekan gas, rupanya sudah ada lelaki yang berdiri di depan mobil. Siapa lagi kalau bukan suami Evana yang tengah mengejar sang istri.

Evana benar-benar terkejut saat melihat suaminya sendiri sudah berdiri di depan mobil. Ditambah lagi ada sosok laki-laki yang tengah duduk disebelahnya, yakni hendak melajukan mobilnya.

"Siapa dia? apakah pacar kamu? atau suami kamu?" tanyanya pada Evana.

Evana tidak menjawab, masih diam tanpa menoleh kepada lelaki yang ada disebelahnya.

"Buka!" bentak sang suami sambil menggebrak kaca pintu mobil berulang kali.

Terlihat jelas jika suaminya ikut emosi saat melihat didalam mobil istrinya ada sosok lelaki yang tengah duduk sebagai pengemudi. Tentu saja, Ardi menyimpan tanda tanya besar tentang istrinya.

Evana tidak pedulikannya, jika sang suami terus menggebrak kaca pintu mobil.

Saat itu juga, Evana mencari ide.

"Cepat! jalankan mobilnya." Perintah Evana pada lelaki disebelahnya dengan bentakan.

Seketika, langsung menginjakkan gasnya dan melaju juga mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Emosi

Sstttttt!

Seketika, mobil pun mendadak berhenti. Tentu saja, membuat Evana jantungan.

"Aw! kamu sudah gila, ya!" pekik Evana tak lupa membentak lelaki yang ada di disebelahnya sambil mengusap keningnya yang sakit akibat benturan yang cukup keras.

Lelaki itu justru tertawa lepas saat melihat Evana meringis kesakitan. Tentu saja membuat Evana seakan tensinya mau naik.

Geram, itu sudah pasti.

"Dah! aku mau turun, terima kasih atas tumpangan darimu." Ucapnya, dan langsung keluar dari mobil setelah melepaskan sabuk pengaman.

Evana yang geram, segera berpindah tempat duduknya dan memukul setir mobilnya.

"Sial! ngapain juga aku harus bertemu dengan laki-laki aneh seperti dia. Awas aja kalau sampai bertemu lagi, aku bakalan buat dia jadi adonan donat." Gerutunya dengan penuh kekesalan.

Sudah jatuh, tertimpa tangga. Kalimat seperti itu yang pantas untuk Evana. Mendapati suaminya selingkuh dengan temannya sendiri, kini harus berurusan dengan lelaki yang tidak dikenalinya. Lebih lagi, harus ketahuan sama suaminya sendiri.

Otak yang panas dan terasa mendidih saat mengingat suaminya tengah tengah bercumbu di depan matanya, membuat Evana ingin rasanya naik tikam.

Tidak ada cara lain selain pergi dari rumah, Evana mencari suasana baru untuk menghilangkan penat di kepalanya.

Di Danau kecil tapi cukup nyaman untuk menenangkan diri, Evana janjian dengan teman satu gengnya.

"Muka kamu kenapa, Va? kok, ditekuk gitu."

"Aku lagi kesel, dan hari ini juga aku menyatakan cerai dengan suamiku." Jawabnya yang langsung pada pokok intinya, dan pastinya telah membuat sahabat karibnya sangat terkejut mendengarnya.

"Apa! kamu mau cerai dengan Ardi, gitu?"

Evana mengangguk pelan.

"Mereka berdua itu baji_ngan tengik, tau." Kata Evana tak lupa umpatan karena kekesalannya.

"Mereka berdua, maksudnya kamu itu, siapa?"

"Siapa lagi kalau bukan Lely yang sudah menghancurkan rumah tanggaku bersama Mas Ardi." Jawab Evana dengan kesal.

"Maksudnya kamu itu, suami kamu selingkuh dengan Lely?"

Evana kembali mengangguk.

"Ya, Net. Baru saja aku memergoki mereka berdua tengah bercu_mbu di rumah baru kami, yang rencananya aku dan Mas Ardi mau pindah." Jawab Evana berusaha untuk tidak menangisi lelaki bejat seperti suaminya.

Neti yang mendengar curhatan dari Evana, hatinya ikut teriris. Rumah tangga yang dibangun dengan cinta, harus berakhir dengan sebuah pengkhianatan.

Neti langsung merangkul dan memeluk Evana, tentunya untuk memenangkannya.

"Kamu yang sabar ya, Va. Jika kamu tidak bisa untuk bertahan dan tidak bisa menerima perlakuan dari suami kamu, lebih baik kamu berpisah. Sakit sih, tapi mau bagaimana lagi. Aku yakin bahwa kamu bisa melewati ujian ini semua, mungkin suami kamu bukan lelaki baik untuk kamu. Bukannya aku ingin kamu berpisah, tapi itu sangat menyakitkan jika kamu masih terus bertahan." Ucap Neti sambil mengusap punggungnya.

Kemudian, Evana melepaskan pelukan dari Neti.

"Sepandai-pandainya menyembunyikan bangkai, pasti akan tercium baunya. Kamu beruntung, karena kamu tidak lagi dibohongi oleh suami kamu. Lagi pula kamu belum mempunyai anak, tidak ada pertimbangan apapun untuk berpisah dengan suami kamu. Tapi, itu semua ada pada diri kamu. Tinggal kamu sendiri, keputusan apa yang ingin kamu ambil. Berpisah, atau bertahan. Tapi ingat, kebiasaan sangat sulit untuk dihilangkan." Ucap Neti tak lupa mengingatkan.

"Ya, Net. Aku terima saran dari kamu, semoga pilihanku tidak salah." Jawab Evana meyakinkan diri sendiri untuk memutuskan pilihannya.

"Nah, gitu dong. Kamu tidak perlu menangisi lelaki yang tidak ada gunanya untuk kamu pertahankan. Ingat, kamu masih muda dan masih bisa untuk mencari lelaki yang baik." Kata Neti.

"Entahlah, aku masih trauma. Yang jelas, aku mau menata hidupku sebaik mungkin. Agar aku tidak salah untuk melangkah dan percaya dengan gombalan maupun rayuan dari lelaki." Jawab Evana yang tidak dapat dipungkiri jika dirinya menangis karena rasa sakit hati oleh suaminya sendiri.

"Itu hak kamu, Va. Tapi harus di garis bawahi, jangan sampai kamu menyiksa diri kamu sendiri dengan cara tidak mau menerima perhatian dan cinta dari lelaki yang serius untuk menikahi kamu." Ucap Neti, Evana sendiri mengangguk.

"Makasih banyak ya, Net. Kamu teman aku yang selalu ada waktu untukku berbagi curhatan."

"Ngomong-ngomong, kamu udah makan belum? aku lapar nih."

"Aku sedang tidak berselera makan. Kalau kamu mau pesan, pesan aja. Aku pesan minuman aja kalau gitu."

"Ya udah, kamu disini dulu. Aku mau pergi ke sana, pesan makanan dan minuman dulu."

"Makasih banyak ya, Net."

"Kek ama siapa aja, dah ah, aku ke sana dulu." Kata Neti yang langsung bergegas pergi untuk memesan.

"Nih, minuman kamu. Seriusan nih, kamu gak makan. Entar badan kamu sakit loh, mau bagaimanapun kamu itu butuh energi. Jangan sampai kamu itu sakit, sayangi badanmu. Kamu itu cantik, da_sar suami kamu aja yang mata kera_njang. Maaf, bukannya aku menghina kamu. Aku hanya tidak ingin, kalau kamu di budak dengan cinta dari suami kamu." Ucap Neti sambil menawari Evana untuk memesan makanan.

"Tidak apa-apa kok, yang kamu katakan itu memang benar. Seharusnya aku berterima kasih padamu, karena kamu sudah mengingatkan aku. Kalau untuk makan, aku masih kenyang." Jawab Evana sambil mengaduk minumannya.

"Lebih baik selesaikan masalah kamu dengan suami kamu. Ingat, jangan sampai mengulur waktu. Yang ada tuh, kamu bakal sakit hati." Ucap Neti blak-blakan mengingatkan teman dekatnya.

"Ya, Net. Besok juga, aku mau urus surat perceraian. Mungkin dengan cara berpisah, akan membuatku tenang." Jawab Evana sambil mengatur pernapasannya, meski begitu sakit menerima kenyataan yang ada.

Mau bagaimana lagi, penghianatan tetap penghianatan, dan tidak ada kata ampun, pikir Evana yang sudah bulat dengan keputusannya. Bahwa dirinya akan menggugat suaminya dengan tuduhan perselingkuhan.

'Untung saja, aku ada rekaman CCTV tanpa suamiku tahu. Jadi, tanpa saksi sekalipun, aku masih mempunyai bukti yang sangat akurat.' Batin Evana sambil tersenyum lega saat dirinya sudah gunakan idenya tanpa di ketahui oleh suaminya.

"Hei! ngelamun aja, aku pesankan makanan ya, Va. Jangan-jangan kamu ini belum makan, kamu kan gitu. Kalau belum siang, kamu belum sarapan."

"Gak ah, aku masih kenyang kok, serius. Tadi tuh, aku dibuatkan sarapan pagi oleh Bi Ratna."

"Awas ya, kalau sampai kamu bohongi aku. Oh ya, kalau kamu sudah cerai, kamu mau tinggal dimana? di rumah aku aja, bagaimana? kebetulan, aku ngontrak sendirian."

"Gak tahu deh, Net. Mungkin aku ngontrak juga deh, aku lagi pingin sendirian aja." Jawab Evana yang tidak ingin merepotkan teman dekatnya.

"Nanti kalau terjadi sesuatu denganmu, bagaimana? kita satu kontrakan aja. Lagian nih ya, kontrakan aku ruangannya luas. Ya emang sih, gak kek rumah suami kamu."

"Hem, aku gak bangga dengan kekayaan suami aku. Justru nih ya, hidup sederhana dengan suami yang setia tuh, aku rasa lebih bahagia. Karena apa coba, karena tahu rasanya berjuang."

"Cie ... udah bisa keluarin kata-kata mutiara nih."

"Lagian untuk apa aku harus bersedih, ya ... walau kenyataannya hatiku sangat sakit sih. Tapi, untuk apa aku menangisinya, bikin sakit hati."

"Sangat bagus itu, ini baru namanya temanku yang kuat dan sabar yang berlipat-lipat."

"Kalau gitu, aku pulang dulu ya. Aku lagi kena apes tadi, sial dah pokoknya."

"Apes kenapa, Va? terus, sialnya kenapa?"

"Itu, tadi aku ketemu laki-laki reseh. Udah gitu, suami aku tahu, kalau lelaki sial itu berada di dalam mobilku."

"Dari mana datangnya, Va? kok bisa ada di mobil kamu?"

"Tadi tuh, hampir saja aku menabrak dia. Eee, dianya langsung meminta imbalan untuk mengantarkannya, sial banget kan, akunya. Yang jelas tuh, aku bakal di tuduh selingkuh juga sama suamiku. Bo_doh amat lah, yang penting aku ada buktinya, jika suamiku berselingkuh."

"Apes bener, kamu ini. Yang sabar, ya. Aku do'ain, semoga urusan kamu dengan suami kamu segera selesai. Dan kamu-nya bisa bebas, tidak lagi memikirkan suami selingkuh. "

"Ya, Net. Ya udah ya, aku pulang dulu. Nanti aku kabarin kalau aku keluar dari rumah suamiku."

"Ya, Va. Hati-hati dijalan, jangan kebut-kebutan."

"Tenang aja, aku baik-baik saja kok. Ya udah, aku pulang."

Setelah berpamitan, Evana segera pulang ke rumah suaminya.

Tuduhan

Sampainya di halaman rumah, Evana langsung masuk. Ingatannya kembali pada perselingkuhan suaminya dengan sahabatnya sendiri.

Rupanya, sang suami sudah menunggu kepulangan istrinya sambil berkacak pinggang. Bukannya merasa bersalah karena ketahuan sudah berselingkuh, justru dengan percaya dirinya akan memarahi istrinya.

"Bagus! bagus, sekali. Ternyata kamu juga bermain di belakangku." Ucapnya.

Lalu, Ardi bertepuk tangan di depan istrinya, Evana menatap tajam pada suaminya.

"Mana buktinya, jika aku sudah bermain di belakangmu, Mas Ardi."

Ardi hanya tersenyum sinis pada istrinya. Bukan lagi kata romantis yang dilontarkan oleh suaminya, justru seperti mau menerkam istrinya sendiri.

"Pura-pura lupa segala, siapa laki-laki tadi?"

"Tidak perlu aku memberitahunya sama Mas Ardi. Karena percuma saja jika aku berkata jujur, tetap saja tidak akan pernah di percaya. Hari ini juga, aku minta cerai. Sana, hidup dengan perempuan mu_rahan."

Ardi yang mendengar perkataan istrinya, semakin geram mendengarnya.

"Seharusnya kamu itu sadar diri, kalau kamu itu tidak bisa memberiku keturunan."

DEG!

Kalimat yang tidak ingin ia dengar, akhirnya mendengarnya juga lewat mulut suaminya sendiri.

Evana tertunduk lemas mendengarnya, begitu sakitnya ketika dirinya belum bisa memberi suaminya keturunan.

"Mas, pernikahan kita ini baru dua tahun. Mungkin saja memang lama, kita mana tahu. Begitu pendeknya pikiran kamu, Mas. Apa Mas Ardi tidak pernah dengar di luaran sana, istrinya hamil ketika usia pernikahannya sudah sepuluh tahun."

"Halah, kamunya aja yang ma_ndul. Pakai alasan segala, aku tuh punya bukti, kalau kamu itu man_dul. Makanya, kamu tidak mau mengakuinya dariku." Tuduh suaminya dengan enteng.

Evana terkejut mendengar ucapan dari suaminya, yakni mengatakan jika dirinya tidak bisa mempunyai keturunan.

Sungguh sangat sakit sekali ketika mendengar fitnah tentang dirinya.

"Bukti? mana buktinya jika aku ini mandul."

"Ada buktinya, aku akan mengambilkannya untuk kamu." Jawab Ardi dan bergegas pergi ke kamarnya untuk mengambilkan bukti yang ia dapatkan dan disimpan.

Tidak lama kemudian, Ardi sudah keluar dari kamarnya.

"Nih, bukti bahwa kamu tidak bisa memberiku keturunan. Sangat rugi jika sampai aku tidak bisa mempunyai anak. Mendingan juga mencari bibit di luaran sana." Ucap Ardi dengan enteng.

PLAK!

Sebuah tamparan keras telah mendarat di pipi kanan milik suaminya. Evana sengaja menampar suaminya dengan tangan kiri, baginya sangat berharga jika harus menampar dengan tangan kanannya.

Ardi mengusap pipinya yang sakit itu, dan tersenyum sinis pada istrinya.

"Silakan saja kalau kamu ingin menggugat cerai. Lagi pula, kamu juga bukan perempuan baik-baik." Ucap Ardi tanpa merasa bersalah apapun pada istrinya.

Evana yang sudah tidak sabar ingin melihat selembar kertas dari suaminya, segera ia membukanya.

Dengan teliti dan juga seksama untuk membaca tulisan tersebut dari atas sampai bawah, tidak ada satu kalimat yang tertinggal.

Alangkah terkejutnya saat membaca sebuah pernyataan jika dirinya tidak bisa mempunyai keturunan. Evana langsung mendongak dan menatap suaminya dengan tatapan kebencian.

"Katakan padaku, kamu mendapatkan kertas ini dari mana, Mas?" tanya Evana dengan nada penuh penekanan.

"Tidak penting aku mendapatkan kertas itu dari mana, yang jelas aku sudah mengetahuinya jika kamu itu, man_dul." Jawabnya, tak ada rasa malu mengatai istrinya sendiri wanita man_dul.

Evana yang mendengarnya, pun terasa sakit hatinya. Dirinya tak pernah menyangka, jika suaminya begitu tega mengatai dirinya wanita man_dul. Ingin rasanya menyerang suaminya, hatinya tak mampu. Bukan tidak berani, hanya sia-sia membuang tenaganya.

Evana mere_mas lembaran kertas tersebut dengan sekali kepalan. Menjadi seorang istri yang sabar dan setia, ternyata tidak cukup untuk memberi bukti cintanya pada sang suami jika belum memberinya keturunan.

Evana menatap suaminya penuh kebencian, suami yang dianggapnya setia, ternyata tidak jauh dari kata pengkhianat. Dua tahun lamanya menjalani hubungan pernikahan, dan terhempas begitu saja hanya karena mudah percaya dengan omongan orang lain dari pada istri sendiri.

"Kalau memang keputusan kamu itu ingin memiliki keturunan, cari sendiri keturunan kamu itu. Mungkin juga, rahimku tak pantas untuk menjadi singgahan darah dagingmu. Mulai detik ini, aku bukan istrimu lagi, dan kau! haram menyentuhku walau hanya berjabat tangan denganmu sekalipun." Ucap Evana dengan napas yang mulai terasa sesak dan juga panas, tatapannya pun penuh kebencian dengan suami sendiri.

Bukannya mengoreksi kesalahan diri sendiri, Ardi justru merasa paling benar. Tatapannya pun sinis pada sang istri. Perempuan yang pernah di jadikan kekasihnya itu selama satu tahun, dan dinikahi hingga usia pernikahannya berjalan sudah dua tahun. Dan kini, dirinya telah berkhianat dan bermain dibelakangnya dengan sahabat istrinya sendiri.

"Ada apa dengan kalian? apa yang kalian bicarakan, Ardi? Eva?"

Bagai tersambar petir saat mendengar suara yang tidak asing di telinga Ardi maupun Evana.

"Ma-Mama." Keduanya menoleh dan menyebut nama yang sama.

"Katakan pada Mama, ada masalah apa dengan kalian berdua?" tanya sang ibu menatap satu persatu secara bergantian. Ardi dan Evana seperti tertangkap basah.

"Kita berdua tidak ada apa-apa kan, sayang?"

Ardi yang tidak ingin orang tuanya mengetahui kebenaran, berusaha untuk menutupinya.

Evana yang mendengar suaminya telah bermain drama, serasa ingin muntah mendengarnya.

Diam, hanya cara itu akan membuat suaminya kelimpungan. Dirinya tidak akan menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi, dan membiarkan suaminya sendiri yang akan mengatakannya dengan jujur.

Sang ibu masih menunggu jawaban dari menantunya, tentu saja ingin mendengarnya langsung.

Evana sangat beruntung mempunyai ibu mertua yang begitu baik dan sayang padanya. Sayangnya, suaminya sendiri tidak seperti sang ibu yang menerima kondisi menantunya apada adanya, meski belum dikaruniai sang buah hati sekalipun.

"Kenapa kamu tidak menjawab pertanyaan suami kamu, Eva?"

Kini ibu mertuanya bertanya pada Evana, tatapannya terlihat seperti hakim yang siap ketuk palu.

"Maaf, Ma, Evana tidak bisa menjawab. Jawaban ada pada Mas Ardi, Ma." Jawab Evana, dan menggigit bibir bawahnya karena takutnya akan mendapatkan ceramah panjang kali lebar dari ibu mertuanya.

Arah pandangan ibu mertuanya kini tertuju pada tangannya yang terlihat masih mengepal, seperti terlihat mengepalkan sesuatu yang pastinya membuat ibunya Ardi penasaran dan menaruh kecurigaan kepada anak dan menantunya.

"Apa apa yang kamu genggam itu, Evana? berikan pada Mama." Tanya sang ibu mertua saat mendapati menantunya seperti memegang sesuatu.

Bukannya takut sama suaminya, justru Evana merasa ada kesempatan emas untuk membuka kebenaran tentang kebusukan suaminya sendiri lewat lembaran kertas tersebut.

"Bukan apa-apa kok, Ma. Ini hanya kertas nota belanjaan tadi di Mall aja kok, Ma." Jawab Evana beralasan, tidak mungkin juga jika harus menyerahkannya begitu saja.

Setidaknya, Evana dapat memberi alasan yang masuk akal di hadapan suaminya sendiri. Yakni, sudah mencoba untuk tidak menyerahkannya langsung.

'Bagus, Evana. Jangan sampai kamu berikan kertas itu pada Mama, bisa-bisa kamu akan menguak semuanya.' Batin Ardi yang merasa berhasil mengajak istrinya untuk berpura-pura di depan ibunya.

Sedangkan Evana sendiri hanya bisa menahan tawanya saat suaminya terlihat begitu santai dan percaya diri.

'Kamu pikir, aku tidak bisa untuk bermain drama sepertimu.' Batin Evana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!