Cerita percintaan Fika dan Fiko berawal dari sekolah menengah pertama. Fika menjadi yang kedua atau menjadi istri kedua dari Fiko.
Mariana istri pertama Fiko melakukan beberapa cara licik untuk merusak hubungan Fiko dengan Fika, istri keduanya. Perceraian lah yang diinginkan Mariana, antara Fiko dengan Fika. Supaya Fiko akan sepenuh nya menjadi suaminya.
Ikuti cerita selengkapnya di novel ISTRI YANG KE DUA.
🍀🍀🍀🍀🍀
Ketika Fika sudah menjadi istri kedua Fika.
Pernikahan Fika dengan Fiko akhirnya terlaksana juga. Mereka melakukan nya hanya ijab kabul saja untuk memenuhi syarat halalnya mereka untuk menjadi suami dan istri. Tidak ada pesta dan kabar pernikahan mereka tertutup untuk pihak luar. Ini hanya dari keluarga Fika saja. Bahkan keluarga Fiko sendiri tidak hadir di sana. Bukan tidak mengetahui, soal Fiko menikah kembali dengan wanita lain sudah sampai di telinga keluarga Fiko. Keluarga Fiko sudah tidak memperdulikan itu karena Fiko sudah berhasil membangun kerajaan bisnisnya, hingga kehidupan nya sudah bergelimang harta benda.
Di malam ini Fika dan Fiko sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Keduanya saat ini mulai menikmati masa-masa indah yang sudah tertunda lama. Cinta pertama mereka kini kembali bersemi. Keduanya sangat bahagia dengan situasi ini.
"Apakah kamu bahagia, akhirnya bisa menikah dengan aku?" tanya Fiko. Fika tersenyum malu.
"Bahagia! Namun aku tidak sepenuhnya bahagia. Karena kebahagiaan aku saat ini, ada cerita dari seorang istri atau wanita yang lain. Itu adalah istri kamu yang pertama," ucap Fika.
"Tapi Mariana sudah mengijinkan kita untuk menikah. Ini jangan membuat risau pada diri kamu, sayang! Aku sudah setia dengan Mariana selama ini. Dan aku juga butuh bahagia dengan wanita impian aku selama ini. Wanita yang aku cintai dari masa remaja aku. Akhirnya aku bertemu dengan kamu dan akhirnya kita bersatu. Aku sangat bersyukur sekali, Fika," ucap Fiko sambil merangkum kedua pipi Fika.
Fika tersenyum cerah. Kedua mata mereka beradu. Kini ada tersirat rasa yang ingin bersatu. Fiko mulai mengecup lembut bibir basah Fika. Fika mulai membalas kecupan lembut Fiko dengan ciuman. Fiko mulai terpancing dengan reaksi Fika yang mulai memanas.
" Kamu yakin ingin melakukan ini dengan ku Fika?" tanya Fiko berbisik pelan di telinga Fika.
Kembali anggukan pelan di kepala Fika sebagai jawaban atas pertanyaan Fiko.
Tubuh Fika mulai di rebahkan pelan oleh Fiko. Fiko mulai membuka pakaian nya sendiri satu persatu di hadapan Fika. Fika menyaksikan tubuh Fiko yang kini sudah tak berbalut kain. Fika hanya tersenyum melihat badan seksi Fiko yang pernah ia lihat nya dulu. Tapi belum pernah melakukan hubungan sejauh ini.
Fiko mulai membuka pakaian Fika satu persatu. Fika semakin tajam menatap Fiko yang melakukan aksi itu. Sampai akhirnya tubuh seksi Fika terlihat bulat - bulat seperti anak bayi yang baru lahir tanpa sehelai kain.
Fiko perlahan memulai aksinya. Sedangkan Fika berusaha pasrah dan pasif dengan pergerakan Fiko. Mungkin saja kali ini, Fika menyerahkan dirinya untuk Fiko yang dulu belum sempat menyentuh nya.
" Aku akan pelan - pelan melakukan nya!" bisik Fiko sambil meraih kembali bibir seksi Fika.
" Aku akan membuat kamu,tidak akan melupakan aku seumur hidup!" ucap Fiko.
" Lakukanlah! Sesungguhnya aku sangat merindukan ini bersama kamu. Aku sudah menjadi istri kamu, Fiko. Dan kamu sudah berhak atas semua yang aku miliki saat ini. Aku mencintai mu dari dulu dan sampai sekarang, Fiko,"sahut Fika.
" Benarkah?!" tanya Fiko.
" Apakah kamu selalu membayangkan aku, ketika Berhubungan dengan Mariana?" tanya Fika akhirnya.
" Iya! Kadang - kadang jika aku teringat kamu!" jawab Fiko mulai menggeliat.
" Kamu sekarang jadi sangat nakal Fiko!" sahut Fika sambil tersenyum.
" Lakukan apa yang kamu mau! Malam ini semua akan ku serahkan ke kamu!" ujar Fika.
" Kamu tidak ingin menguasai aku?" tanya Fiko.
" Tidak!! Lain kali aku yang akan membuat kamu menderita karena tidak bisa melupakan aku." ucap Fika.
" Oh ya? Aku tunggu hari itu Fika!" sahut Fiko.
Pasangan suami istri itu mulai menciptakan malam yang penuh warna bintang-bintang. Kebahagiaan keduanya sangat nyata. Dahulu mereka yang terpisah, akhirnya bisa di satukan dalam ikatan kasih suci sebuah pernikahan. Walaupun saat ini Fika harus menjadi istri yang kedua dari Fiko. Namun ini sudah membuat dirinya bahagia.
"Semoga kita selalu bersama, Fiko!" ucap lirih Fika.
🍀🍀🍀🍀🍀
MASA SEKOLAH
Seorang gadis belia yang masih duduk di bangku SMP. Dia adalah Fika. Fika dari keluarga yang sederhana. Setiap pagi dia harus mengantar ke warung - warung kue - kue buatan bunda nya.
Fiko adalah laki - laki yang masih remaja, kakak kelas dua tingkat dari Fika. Fiko lahir dari keluarga yang berada. Bapak ibu nya terbilang terpandang di daerah nya. Kehidupan yang kontras antara Fika dan Fiko.
Thamrin adalah kawan dekat Fiko dalam bermain dan belajar. Satu sekolah dan satu kelas dengan Fiko.
Adel adalah kawan dekat Fika satu angkatan tetapi beda sekolah dengan Fika. Adel anak orang kaya. Keluarga Adel dan Fiko saling mengenal akrab.
Ibu Fiko yang bernama Maria sangat selektif dalam melihat kawan - kawan Fiko. Fiko terkesan di batasi dalam berteman.
Ibu Fika bernama Salamah. Dia pandai membuat kue - kue tradisional maupun kekinian.
Cerita novel ini mengangkat kehidupan antara si kaya dan si miskin. Lika - liku percintaan antara ke dua nya...
Pagi itu, Fika sudah bersiap - siap pergi ke sekolah. Sepeda mini nya, sudah di siapkan di depan rumah. Bunda Salamah masih sibuk menghitung kue - kue yang akan di titipkan ke warung - warung. Ayah Fika ikut membantu Bunda Fika dalam menghitung dagangannya.
Fika adalah anak tunggal di keluarga sederhana itu. Sudah sekian lama, Bunda Salamah belum ada tanda - tanda kehamilan. Padahal Fika sudah duduk di bangku SMP, tetapi belum punya adik.
" Fika, kue - kue nya sekalian di antar!" kata Bunda Salamah sambil memberikan dua wadah kue yang akan di bawa Fika sekali jalan. Sisa nya Bunda Salamah dan suaminya yang mengantar ke warung - warung.
" Iya bunda! Fika berangkat dulu!" kata Fika setelah bersalaman dengan Bunda dan ayahnya.
" Iya, hati - hati di jalan." kata Bunda Salamah.
' Baik Bunda!" jawab Fika.
Fika menjalankan sepedanya dengan cepat karena hari ini adalah hari Senin. Dia tidak ingin terlambat masuk sekolah. Setelah mengantar dua kotak kue itu ke dua tempat, Fika mengayuh kan sepedanya lebih ceoat dari sebelumnya. Sampai tiba - tiba dari belakang ada mobil putih menyerempet nya. Bukan ke tabrak, melainkan hanya ke senggol body mobil itu. Keseimbangan Fika tidak bisa di kontrol. Fika terjatuh dan mulai meringis menahan sakit.
" Ah lutut ku terluka." kata Fika.
Seseorang di dalam mobil keluar. Seorang ibu muda dan anak laki - laki nya.
" Kamu tidak apa - apa Nak?"
" Tidak apa - apa Bu, hanya luka di bagian lutut yang sedikit lebar." kata Fika yang berusaha mengelap darah di lutut nya dengan sapu tangan yang di bawa nya.
" Ini uang untuk berobat." kata ibu itu sambil menyerahkan dua lembar uang kertas ratusan ribu.
Uang itu tidak di terimanya oleh Fika. Fika hanya bengong dan memperhatikan ibu dan anak laki - laki nya.
" Fiko! Masukkan uangnya di tas gadis kecil itu." perintah ibunya.
" Ini buat kamu, semoga bermanfaat nanti. Nama ku Fiko kelas 9 F." kata anak laki - laki itu yang memperkenalkan namanya dengan sebutan Fiko.
" Ayo Fiko! Buruan! Mama nanti terlambat." teriak ibu itu yang sudah masuk ke dalam mobil nya.
" Aku duluan ya!" kata laki - laki kecil itu.
Fika masih saja diam di posisi nya awal. Dia jadi teringat, hari ini harus berangkat lebih cepat karena hari Senin. Buru - buru Fika bangkit dan memaksakan diri untuk mengayunkan sepedanya dengan cepat.
" Harus cepat sampai di Sekolah." gumam Fika.
@@@@
Fika sudah sampai di sekolah. Pintu gerbang nya sudah di tutup rapat. Itu artinya Fika terlambat dan harus menunggu sampai upacara hari Senin itu selesai.
Fika duduk termenung,menunggu upacara selesai. Dari pagar besi itu Fika mengintip upaca yang sedang berlangsung. Sampai akhirnya pintu gerbang di buka dan Fika masuk dengan sepeda nya.
" Parkir kan dulu sepeda mu! Setelah itu kamu menghadap bapak di lapangan basket." kata Pak Setyo guru Bimbingan konseling.
" Baik pak! Terimakasih kasih pak!" kata Fika sambil menuntun sepeda nya ke tempat parkiran.
Setelah memarkirkan sepada nya, Fika menuju lapangan basket sesuai instruksi Pak Setyo.
" Pak!" panggil Fika.
" Kamu berdiri di lapangan sampai jam pelajaran ke dua habis, dengan posisi hormat ke bendara merah putih." kata Pak Setyo.
" Baik Pak!" kata Fika lalu mulai berdiri tegak sambil hormat di depan bendera merah putih.
Siswa - siswa sudah mulai masuk ke kelas masing - masing. Melanjutkan pelajaran di jam ke dua setelah upacara. Beberapa pasang mata memperhatikan Fika yang sedang di hukum di lapangan basket itu. Sepasang mata itu ada yang mencibir ada pula yang merasa kasihan dengan Fika. Pasalnya cuaca pagi itu sangat panas. Terik matahari menyengat ke pori - pori kulit.
Mata Fika sudah mulai berair karena kepalanya yang menengadah menatap bendera sang saka merah putih. Pandangannya mulai ber kunang - kunang tetapi Fika tetap bertahan dan tidak menyerah. Sampai akhirnya bel ke dua berbunyi. Fika dengan tersenyum kembali ke kelasnya.
Fika melewati beberapa kelas untuk menuju ke kelasnya yaitu kelas 7A. Pada saat itulah Fika bertemu seorang laki - laki yang tadi pagi menabrak dirinya dengan mobil tumpangannya.
" Eh? kamu kena hukuman ya?" tanya laki - laki remaja itu.
" Iya! Aku terlambat datang." jawab Fika.
" Oh Iyah namamu tadi siapa?" tanya laki - laki itu.
" Fika!" jawab Fika.
" Oh Iyah Fika. Maaf ya! Gara - gara mama ku kamu jadi terlambat masuk sekolah." kata laki - laki itu.
" Tidak apa - apa..." kata Fika akhirnya.
" Panggil saja aku Fiko!" kata Fiko akhirnya.
" Iya bang Fiko!"
" Baiklah aku pergi dulu! Menjumpai guru piket hari ini. Lain waktu kita ngobrol lagi." kata Fiko dan berlalu meninggalkan Fika.
Fika kembali berjalan menuju kelas 7A. Di sana teman - teman nya sudah mulai ramai karena jam pelajaran ke tiga guru yang mengajar belum masuk ke kelas.
" Hai Fika! Terlambat ya?" sapa Rima sambil mendekati Fika.
"Iya! Tadi ke srempet mobil di jalan." jawab Fika sambil menunjukkan luka nya di bagian lutut.
" Ya ampun! Kenapa belum kamu obati." kata Rima.
" Habis pelajaran ke tiga ini nanti ke UKS minta obat merah." kata Fika.
" Kenapa kamu tidak hati - hati sih?" tanya Rima.
" Namanya juga lagi sial." kata Fika asal.
" Kamu sudah mengerjakan PR matematika belum?" tanya Rima.
" Sudah!" jawab Fika singkat.
" Aku boleh nyontek gak?" tanya Rima.
" Ini! Besok jangan nyontek lagi yah!" kata Fika sambil menyerahkan buku tugas matematika.
" Wah! Terimakasih banyak Fika. Kamu memang temanku yang baik." kata Rima sambil kembali ke tempat duduknya dan mulai menyontek PR matematika dari Fika.
" Fika!" panggil Dodi. Fika yang duduk di depan Dodi menoleh ke belakang.
" Hah?"
" Nanti pulang sekolah aku ke rumah mu ya. Minta di ajari matematika." kata Dodi.
" Oh jam berapa? Aku sore belajar ngaji."
" Pulang sekolah langsung ke rumahmu saja. Boleh kan?"
" Boleh! Tapi aku naik sepeda."
" Iya! Aku juga naik sepeda kok."
" Baiklah. Kita sama - sama pulangnya." kata Fika akhirnya.
Pulang sekolah Fika sudah menunggu di depan gerbang. Dodi ingin pulang bareng minta di ajari secara khusus pelajaran matematika. Tidak berapa lama, Dodi muncul dengan bersama Fiko.
" Kak aku duluan pulang yah. Kawanku sudah menunggu di depan." kata Dodi sambil menunjuk Fika yang menunggu di depan gerbang dengan sepedanya.
" Itu kawanmu sekelas?" tanya Fiko sambil melihat ke arah Fika.
" Iya kak." jawab Dodi sambil ke parkiran mengambil sepedanya.
"Aku ikut!" teriak Fiko.
"Kak Fiko kenapa ikut, nanti kalau di jemput mami gimana?" kata Dodi.
" Nanti biar kakak telepon Mami kalau,kakak naik sepeda dengan kamu." kata Fiko.
" Kakak ini, suka mengganggu kesenanganku saja." sahut Dodi.
Akhirnya dengan terpaksa Dodi memboncengkan Fiko ikut ke rumah Fika.
" Sudah lama nunggu nya yah Fik?" tanya Dodi.
" Tidak! Ayolah keburu sore aku belajar ngaji." kata Fika sambil mengayunkan sepedanya.
Dodi mengikuti dari belakang Fika yang bersepeda ria. Fiko hanya diam memperhatikan gerak - gerik adiknya yang mengikuti Fika naik sepeda.
" Jauh juga rumah kawanmu Di." kata Fiko yang mulai tidak nyaman dengan boncengannya.
" Lagian kenapa juga kakak ikut saja aku bermain." sahut Dodi.
" Kakak harus memastikan siapa saja kawanmu." jawab Fiko asal.
Tidak berapa lama kemudian Fika berhenti di rumah yang kecil yang sangat sederhana.
" Masuklah dulu Dodi, dan..."
" Kak Fiko!"sahut Dodi.
" Iya kak Fiko. Masuklah!"
" Dia kakakku Fik." kata Dodi.
" Oh ya?" sahut Fiko.
" Oh ada kawan Fika ya! Kalian sudah makan belum? Fika! Ajak makan dulu temannya." kata bunda Fika.
Fiko dan Dodi menjabat erat tangan dan mencium tangan bunda Fika. Fika di kamar sedang berganti baju sekolahnya.
" Kalian sudah sholat belum? Aku sholat dulu yah!" kata Fika sambil memberikan dua gelas air putih untuk Fiko dan Dodi.
Fiko dan Dodi melihat tiap sudut rumah Fika yang sangat berbeda jauh dengan kondisi rumahnya yang super luas dan mewah. Rumah Fiko dengan perabot yang lengkap dan modern, sangat berbeda dengan isi perabot di rumah Fika.
Tidak berapa lama kemudian, Fika keluar setelah menjalankan sholat dhuhur.
" Maaf ya! Jadi menunggu. Jadi apa yang bisa aku bantu Dodi?" tanya Fika sambil membuka buku matematika.
" Oh beberapa soal ini Fik. Aku perlu langkah - langkahnya agar mudah untuk menyelesaikan soal ini lain waktu." cerita Dodi.
Fiko hanya memperhatikan adiknya yang sok peduli dengan pelajaran sekolah. Padahal kalau di rumah, susah sekali kalau di suruh belajar.
" Oh ini!" Sahut Fika sambil memulai memberikan langkah - langkah yang mudah untuk menyelesaikan soal yang membuat Dodi kesulitan mengerjakan.
" Eh Fika! Di ajak makan dulu teman - teman nya." kata Bunda Fika.
" Iya Bun!" sahut Fika.
" Kita makan siang dulu bagaimana?" tanya Fika.
" Kami tadi sudah makan di kantin Fik." jawab Dodi.
" Tapi bundaku menyuruh kita makan dulu." kata Fika akhirnya.
" Baiklah, kalau memaksa." sahut Dodi.
Fiko yang mendengarnya menoyor kepala adiknya.
" Ayo kak! Kita makan dulu ya!" ajak Fika.
Mereka bertiga duduk dengan beralaskan tikar. Di tengah mereka ada nasi, tahu,sambal kecap dan ikan asin. Fiko dan Dodi saling pandang setelah melihat menu yang ada di depannya.
" Kenapa diam saja? Ayo di makan!" kata Fika sambil mengambil nasi dan lauk secukupnya.
" Kalian gak mau makan?" tanya Fika lagi sambil memakan nasi di piring nya.
" Sebenarnya kami sudah kenyang." kata Dodi.
" Oh. Kirain kalian tidak biasa makan makanan seperti ini." kata Fika.
" Kita juga sering makan seperti ini kok." kata Fiko sambil mengambil sedikit nasi dengan lauknya lalu mulai memakannya.
Fika yang memperhatikan sikap Fiko jadi tersenyum.
" Aku pikir, kalian tidak doyan dengan makanan seperti ini." kata Fika sambil menghabiskan nasi di piringnya yang tinggal satu suapan saja.
" Aku doyan kok. Nih lihat!" sahut Fiko sambil makan nasi itu sampai menempel nasi nya di pipi.
Dodi memperhatikan sikap kakaknya jadi tertawa.
🍀🍀🍀🍀🍀
Pagi itu, seperti biasa Fika mengantar kue - kue di beberapa warung. Dengan berseragam sekolah menengah pertama,Fika bersemangat bersepeda. Uang LKS yang di janjikan oleh bundanya belum di berikan oleh nya. Pasalnya, penghasilan ayahnya sedang tidak menentu. Setelah di berhentikan dari pekerjaan nya, ayah Fika menjadi tukang ojek. Penghasilan yang di dapat perhari, belum tentu bisa memenuhi kebutuhan sehari - hari yang mulai tinggi.
Bundanya harus membantu meringankan beban ayahnya untuk mencukupi segala kebutuhan anak - anaknya. Hasil jualan kue pun, setiap harinya belum pasti habis terjual. Fika yang mulai memahami orang tuanya yang bukan dari keluarga mapan, tidak banyak menuntut.
Lingkungan sekolah Fika, mayoritas adalah menengah ke atas. Ketika istirahat di jam pertama sekolah, Fika tidak ikut ke kantin. Fika memilih pergi ke mushola untuk sholat Dhuha. Suasana kantin di sekolah, seperti nya sudah mulai tidak terjamah lagi oleh Fika. Tentu saja, Fika hampir tidak pernah mendapatkan uang saku di sekolahnya.
Dari rumah, Fika sudah membawa bekal dan beberapa kue yang di siapkan bundanya untuk bekal ke sekolah. Sehingga di sekolah, Fika tidak perlu jajan lagi.
Setelah sholat dhuha Fika, memilih duduk di mushola sambil membaca buku. Seperti sekarang ini, di mushola sekolah ini kalau pagi serasa sepi. Anak - anak semua berbondong - bondong menyerbu menu jajanan yang di jual di kantin sekolah. Minat untuk sholat Dhuha,kalah dengan perut lapar anak - anak.
"Tidak ke kantin Fika?" tanya ibu BP yang datang mengagetkan Fika.
" Eh? Tidak Bu! Sudah sarapan di rumah." jawab Fika.
" Oh ya? Ibu sholat dulu ya?" kata Ibu BP itu yang bernama ibu Maryam.
Ibu Maryam terkenal religius dan rajin ke mushola. Hampir tiap hari, Fika selalu bertemu dengan Ibu Maryam ini. Ibu Maryam, orangnya baik, lembut,perhatian dengan murid - murid dan banyak nama - nama beberapa murid di ingatnya.
" Fika! Fika! Fika!" panggil seseorang di luar mushola. Suara itu tidak asing bagi Fika. Fika menoleh dan menghampiri suara yang memanggil nya. Dia adalah Fiko, si kakak kelas dan abangnya Dodi.
" Kenapa kak?" tanya Fika ketika sudah dekat dengan Fiko.
" Lihat Dodi tidak?" tanya Fiko.
" Tadi sudah lihat waktu masuk kelas. Istirahat ini gak tahu aku kak. Mungkin saja masih di kantin."
" Eh iya yah!" sahut Fiko sambil garuk - garuk kepalanya yang tidak gatal.
" Ada apa kak?" tanya Fika.
" Yuk! Bantu aku mencari Dodi!" ajak Fiko.
Fika akhirnya meninggal kan mushola itu dan berjalan beriringan dengan Fiko.
" Biasanya dia suka bareng dengan Tio, dan Raja kalau ke kantin." cerita Fika.
" Oh ya? Biasanya beli jajanan apa?" tanya Fiko.
" Oh aku tidak tahu kak. Aku jarang pergi ke kantin sekolah ini." cerita Fika.
" Oh begitu. Kamu suka bakso bakar tidak?" tanya Fiko.
" Suka!" jawab Fika singkat.
" Ayo kita beli bakso bakar saja!" kata Fiko.
Fiko dan Fika berjalan beriringan menuju tempat yang menjual bakso bakar dengan bumbu kacang yang super lezat. Biasanya anak - anak sangat meminati jajanan ini. Betul saja, di bagian yang menjual bakso bakar, anak - anak masih banyak antri menunggu pesanan nya.
" Ramai kak!" kata Fika.
" Tidak apa - apa. Kita tunggu saja." sahut Fiko sambil memesan dua puluh tusuk bakso bakar untuk Fika dan dirinya.
" Banyak sekali pesan nya kak?" tanya Fika.
" Untuk kamu juga!" jawab Fiko yang duduk menunggu baksonya sedang di bakar.
" Dodi!" teriak Fika yang membuat kaget Fiko yang duduk di sebelahnya.
Dodi yang merasa di panggil datang menghampiri Fika. Bersama kawannya yaitu Tio dan Raja, Dodi berjalan ke tempat duduk Fika dan Fiko.
" Kak Fiko mencari mu!" kata Fika setelah Dodi dan kawan - kawan mulai dekat dengan Fika.
" Oh? Ada apa Mas Fiko?" tanya Dodi.
" Tidak ada! Siapa juga yang mencari mu" sahut Fiko.
" Lho? Tadi bukannya kakak mencari Dodi?" tanya Fika.
" Itu tadi! Sekarang sudah ketemu berubah pikiran." kata Fiko beralasan.
" Bang Fiko! Modus saja!" sahut Dodi asal.
@@@
Acara isra mi'raj di sekolah akan dilaksanakan. Satu minggu sebelumnya sekolah mengadakan berbagai perlombaan. Diantara nya seperti lomba MTQ, adzan,dan sholat. Fika sudah mulai di daftar oleh ketua kelasnya untuk mewakili kelasnya ikut dalam perlombaan MTQ. Fika tidak bisa menolak dengan keputusan semua teman - teman nya yang menunjuk dirinya untuk mewakili kelasnya. Akhirnya,Fika sudah mulai sibuk berlatih surat yang akan dibacanya di perlombaan nanti.
Fika sore ini datang ke guru mengajinya lebih awal dari biasanya. Fika mengeluhkan bahwasanya,ia akan mengikuti perlombaan MTQ di sekolahnya. Setelah simak kan mengajinya selesai,Fika mulai belajar mengaji yang di akan di tampilkan nanti di acara perlombaan. Teknik - teknik MTQ sudah mulai di kuasai nya. Nada dari yang rendah sampai suara tinggi pun mulai di pelajari. Permainan nafas dalam mengambil bacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an itu pun sudah dilatihnya. Kini tinggal kematangan dan kesiapan secara mental yang harus disiapkan secara matang pada dirinya sendiri.
Kini tiba di hari yang di tunggu nya. Jantungnya mulai berdebar-debar mengikuti perlombaan MTQ tingkat sekolah. Namanya belum disebut oleh petugas MC. Kekwatiran Fika mulai besar,tatkala dirinya harus tampil di podium dengan beberapa teman - teman sekelas,beda kelas maupun kakak kelasnya. Semua mata akan tertuju padanya ketika sudah berada di atas podium itu.
Tampak Fiko juga menyaksikan perlombaan MTQ itu. Semua siswa sengaja berkumpul menyaksikan perlombaan itu. Satu persatu nama telah dipanggil dan maju di podium. Jantung Fika mulai tidak beraturan karena grogi mulai menyelimuti. Tiba - tiba matanya bertemu pandang dengan Fiko. Fiko melempar kan senyumannya ke arah Fika.
" Apakah Fiko juga mengikuti perlombaan MTQ juga?" tanya Fika dalam hati.
Kini giliran nama Fika di sebut. Seketika jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Dengan tekad dan kemauan yang bulat, akhirnya Fika memberanikan diri melangkah maju di depan dan duduk di podium. Kitab suci yang Fika beri sampul itu ia buka perlahan. Fika mencari surat yang menerangkan tentang perjalanan nabi besar Muhammad Saw dalam mendapatkan perintah sholat. Surat Al isra' itu kini di lantunkan pelan - pelan oleh Fika. Dengan tarikan nafas yang ia atur sedemikian rupa,sehingga menghasilkan suara yang panjang dan melengking. Siswa - siswa yang mendengar menjadi merinding di buatnya. Fika begitu pandai memainkan lagu di surat tersebut. Alhasil yang terdengar membuat beberapa mata menjadi takjub akan penampilan Fika di depan podium. Ayat demi ayat satu persatu Fika baca dengan merdu. Tarikan nafasnya teratur membacakan tiap - tiap huruf panjang dan pendek di ayat tersebut. Akhirnya Fika bisa menyelesaikan tugas nya di depan podium itu. Dengan jantung yang sudah mulai kembali normal, Fika kembali ke tempat duduknya. Menyaksikan siswa - Siswa yang belum mendapatkan giliran maju ke depan.
Fika kembali menengok ke arah Fiko. Fiko masih di tempat duduknya mengamati dirinya yang sudah tampil di depan. Acungan jempol Fiko memberikan penilaian pada dirinya,bahwa ia hebat sudah mencapai hasil maksimal. Itu menurut Fiko, mungkin saja berbeda dengan penilaian dari beberapa juri yang bertugas.
Setelah beberapa lama, perlombaan MTQ itu selesai. Pengumuman pemenang akan di bacakan ketika acara pengajian isra' Miraj di sekolah satu Minggu ke depan.
Siswa siswi mulai kembali masuk ke masing-masing kelasnya. Fika pun demikian halnya.
" Fika!" panggil seseorang yang sudah akrab ditelinga nya.
" Kamu keren Fika! Aku yang mendengar suara Qoriah kamu bergetar dan merinding dibuatnya. Kamu pasti menang dalam perlombaan kali ini." ucap Fiko.
" Mas Fiko terlalu memuji! Yang lain juga bagus - bagus loh!" sahut Fika.
" Kalau saja aku jadi juri nya, aku akan membuat kamu juara satunya." ucap Fiko.
" Eh? Terimakasih mas!" ujar Fika sambil tersipu-sipu.
"Aku masuk kelas dulu mas!" imbuh Fika sambil berlari kecil masuk ke dalam kelas nya.
Beberapa anak langsung bersorak dan ber cie - cie karena Fika tertangkap berjalan berdua dengan Fiko. Fika yang mendengar sorakan teman - teman nya hanya diam dan menjadi merah padam karena malu.
Acara pengajian isra' Miraj sudah di mulai. Siswa - siswi mulai berkumpul di aula sekolah yang cukup luas. Satu persatu susunan acara telah di bacakan. Sampai akhirnya, di acara pengumuman pemenang dalam perlombaan menyambut isra'Miraj. Pengumuman perlombaan sudah dibacakan. Sampai akhirnya nama Fika di panggil didaulat sebagai pemenang juara pertama MTQ putri. Dengan tenang,Fika melangkah maju ke depan dan di atas panggung. Semua mata tertuju kepada Fika. Betapa tidak? Fika adalah siswa baru kelas satu SMP yang bisa mengalahkan kakak - kakak kelasnya dalam juara MTQ putri di sekolahnya.
Beberapa orang sudah maju di depan untuk menerima hadiah dan piagam dari sekolah. Ucapan selamat dan foto bersama dengan kepala sekolah dan guru akhirnya menjadi moment indah bagi Fika saat itu.
Bersyukur Fika bisa menjadi juara pertama dalam perlombaan kali ini. Ini menjadi awal Fika menjadi siswa yang di kenal di sekolah itu.
Fika kembali ke tempat duduknya. Ucapan selamat di ucapkan dari beberapa teman yang sudah mengenalnya. Akhirnya, nam Fika di panggil lagi untuk membawakan ayat-ayat suci Al-Qur'an itu di depan podium. Ada keterkejutan karena itu sangat mendadak dan tiba - tiba tanpa pemberitahuan. Akhirnya dengan berani dan tekadnya, Fika kembali maju ke depan dan ke atas panggung membacakan ayat suci Al-Quran yang pernah dibacanya ketika perlombaan.
Suara Fika nyaring dan sangat merdu. Seketika seisi aula itu terdiam mendengar alunan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang di baca Fika. Suaranya yang melengking bikin merinding dan bergetar jika mendengar suara Qoriah itu.
Fiko menatap jauh ke depan tanpa berkedip. Melihat penampilan Fika di atas panggung. Hatinya bergetar. Kekaguman nya semakin bertambah dari sosok Fika. Fika kini menjadi pusat perhatian di sekolah itu.
Setelah selesai dengan tugasnya. Fika kembali ke tempat duduknya. Menarik nafas dalam-dalam karena jantungnya berkali - kali berdetak kencang. Tapi semua sudah di jalankan. Kini Fika bisa rileks kembali. Mengikuti pengajian menyambut isra'Miraj di sekolahnya.
" Fika! Setelah ini aku main ke rumah kamu yah?" kata Anis yang duduk di samping Fika.
" Memangnya pulang cepat yah?" tanya Fika.
" Iyalah! Setelah acara pengajian ini selesai, pasti pulang!" ucap Anis.
" Boleh saja main ke rumah aku. Tapi rumah aku tidak sebagus rumah kamu Nis!" kata Fika mulai membanding-bandingkan kondisi nya dengan Anis.
" Aku tidak melihat itu semua Ka! Aku suka bermain di rumah kamu. Rumah kamu bikin tenang!" ucap Anis.
" Oh begitu yah!" sahut Fika.
" Nanti kita buat rujakan buah yah!" ajak Anis.
" Boleh! Tapi uangku hanya dua ribu rupiah Nis!" kata Fika sambil menunduk malu.
" Jangan kwatir! Aku nanti yang beli semua bahan - bahan nya!" kata Anis akhirnya.
" Oh Terimakasih Anis!" sahut Fika tersenyum.
" Aku akan ajak yang lain bermain di rumah kamu, biar ramai!" kata Anis sambil tersenyum.
" Boleh saja! Tapi rumah ku tidak sebagus rumah kalian Nis!" ucap Fika mulai minder.
" Ah kamu! Tidak apa-apa. Jangan malu. Eh aku akan mengajak Mas Fiko!" ucap Anis yang membuat terkejut Fika.
" Kenapa harus mengajak nya?" tanya Fika.
" Karena diam - diam Mas Fiko menyukai kamu ka! Dia titip salam padaku." kata Anis sambil tersenyum menggoda.
" Eh???" Fika mulai tersipu malu.
@@@
Pulang dari pengajian isra'Miraj, Fika, Anis dan juga yang lainnya mulai berkumpul di rumah Fika. Di perjalanan, Anis sudah memborong beberapa jenis buah-buahan untuk acara rujakan. Anis,Mita,Nisa sangat bersemangat ke rumah Fika. Pasalnya rombongan kakak kelas seperti Fiko dan rombongan nya ikut bergabung ke rumah Fika.
Fiko, Didik, Rudi dan Rahmat dengan mengendarai motor menuju ke rumah Fika.
Mereka akhirnya berkumpul di rumah yang sangat - sangat sederhana. Fika mulai menggelar tikar di bawah pohon jambu yang cukup rindang. Buah-buahan sudah mulai di kupas oleh Anis. Mita membuat sambel rujak yang super pedes. Fika menyiapkan minuman dingin.
" Silahkan! Rujak nya bisa langsung di makan!" kata Anis.
" Apakah kalian semua sudah makan siang?" tanya Fiko sambil melirik Fika yang sibuk menuangkan minuman dingin.
" Eh?? Belum sih?" jawab Mitta.
" Aku akan membelikan sesuatu buat kalian semua!" kata Fiko.
" Eh? Kalian semua belum makan yah? Aku akan lihat di dalam dulu. Kira - kira kalian semua bisa makan di rumah aku saja." kata Fika yang menatap ke arah Fiko.
Fika masuk ke dalam rumah nya. Fiko mengikuti Fika yang mulai kwatir kalau bunda nya tidak menyiapkan makanan untuk siang ini.
Fika membuka tudung saji di atas meja. Benar saja, hanya ada sambal dan tempe goreng.
" Fika!" Panggil Fiko.
" Eh iya!" sahut Fika.
" Jangan terlalu dipaksakan dengan kedatangan kami. Ayo kita keluar mencari makan siang untuk mereka." ajak Fiko.
" Tapi..tapi aku tidak ada uang Mas!" sahut Fika.
" Aku yang akan bayar Fika!" Ucap Fiko.
" Ayolah!" ajak Fiko lagi sambil menarik tangan Fika.
" Eh???" Fika terkejut bukan main.
" Mas! Jangan menarik tangan aku! Aku malu!" ucap Fika yang mulai memerah wajahnya.
" Eh iya! Maaf!" sahut Fiko.
" Ayolah naik!" ajak Fiko.
" Kalian mau kemana?" teriak Nisa.
" Kami cari beberapa nasi bungkus dulu buat kalian semua!" jawab Fiko ikut berteriak.
" Pegangan yah!" kata Fiko pelan kepada Fika.
Sepanjang perjalanan, Fika tidak banyak bicara. Baru kali ini, Fika di boncengin seorang cowok yaitu Fiko. Rasa canggung dan kaku Fika rasakan ketika di atas jok motor itu.
" Kamu jangan takut! Aku tidak akan membawa kamu lari jauh!" kata Fiko yang mulai bisa menebak Fika yang grogi di belakang punggung nya.
Tangan Fika memegang sedikit baju Fiko di pinggangnya. Fiko mulai jahil. Dia dengan sengaja menge rem mendadak agar Fika lebih berpegangan kuat.
" Ehhh???" teriak Fika yang tertahan.
Spontan tangannya jadi memegang kuat ke perut Fiko. Diam - diam Fiko tersenyum geli.
" Kamu tidak apa-apa Fika?" tanya Fiko.
" Tidak apa-apa! Maaf ya!" sahut Fiko.
" Sudah ku katakan bukan? Pegangan yang kuat!" ucap Fiko.
" Iya! Ini sudah pegangan!" ucap Fika yang mulai berpegangan di besi belakang.
" Kamu pegangan apa?" tanya Fiko.
" Di besi jok belakang!" jawab Fika.
" Mana tangan kamu?" ucap Fiko.
Fika mulai memberikan tangan nya. Dan tangan itu akhirnya di raih oleh Fiko dan dilingkarkan nya di pinggangnya.
" Pegangan di sini saja yah!" ucap Fiko senang.
" Tapi! Nanti di lihat orang! Aku malu Fiko!" ucap Fika.
" Kenapa malu? Nanti kalau jatuh, aku juga yang repot." ucap Fiko.
" Iya!" sahut Fika.
" Nah kita beli nasi Padang saja yah!" ucap Fiko lalu menghentikan motornya.
@@@
Peringatan isra mi'raj masih di gelar di berbagai sekolah dan juga di desa - desa. Kali ini, Fika sedang berlatih membaca puisi. Pasalnya, di tingkat kecamatan akan mengadakan perlombaan puisi tingkat remaja dan juga dewasa. Fika tidak ingin ketinggalan dalam mengikuti perlombaan kali ini. Fika harus melatih mental nya agar terbiasa di depan panggung dan dilihat banyak orang.
Sore jam tiga nanti, Fika akan mengikuti perlombaan itu. Tempat pelaksanaan lomba di adakan di kecamatan. Jarak antara rumah dan kantor kecamatan lumayan jauh.
Fika sudah berpakaian rapi. Di depan rumahnya sudah menunggu Fiko yang sudah rapi dengan kaos oblong dan celana jeans nya. Fiko duduk di depan teras rumah Fika. Di tangan nya ada bungkusan, seperti nya makanan.
Fika mulai berjalan menghampiri Fiko yang masih duduk diam di kursi kayu di teras rumah Fika.
" Maaf yah, sudah menunggu lama. Aku tidak tahu kalau kamu akan datang ke rumah. Lagi pula aku akan mengikuti perlombaan. Jadi aku harus pergi." cerita Fika panjang kali lebar kali tinggi sama dengan rumus luas persegi panjang.
" Aku tahu kok! Aku akan mengantar kamu di perlombaan itu." sahut Fiko sambil tersenyum.
" Kamu juga ikut lomba?" tanya Fika heran.
" Tidak! Aku lihat di pengumuman saja. Aku tidak pandai baca puisi." ungkap Fiko.
" Oh!" sahut Fika dengan mulut maju setengah Senti.
" Ini untuk kamu! Itu tadi bibi bikin itu di rumah." kata Fiko sambil memberikan tas plastik yang dibawanya.
" Oh apa ini?" tanya Fika mulai mengintip tas plastik itu.
" Buka saja! Dan jangan lupa dihabiskan!" ucap Fiko tersendiri.
" Oh gado - gado! Terimakasih banyak yah!" kata Fika ceria.
" Oh iya mas, aku harus berangkat sekarang. Takutnya acara akan segera di mulai." kata Fika sambil meletakkan bungkusan makanan yang dibawa oleh Fiko.
" Baiklah! Bawa saja makanan nya. Pasti kamu belum makan bukan? Kalau tidak cepat dimakan, tidak enak gado - gado nya." ujar Fiko.
" Baiklah!" sahut Fika menurut saja apa yang dikatakan Fiko.
Fiko berjalan mendekati sepeda nya. Sepeda itu diparkirkan nya di bawah pohon mangga. Fiko tersenyum ke arah Fika.
" Kita naik ini, tidak apa-apa bukan?" tanya Fiko sambil tersenyum.
" Hem! Bagaimana kalau aku juga bawa sepeda sendiri mas?" tanya Fika menawarkan diri.
" Kamu tidak suka jika berboncengan sepeda dengan aku?" tanya Fiko lagi.
" Bukan! Bukan begitu! Aku masih malu jika berboncengan dengan kamu mas. Kita masih kecil. Tidak baik kalau di lihat orang - orang berboncengan sepeda." ucap jujur Fika.
" Hehe. Begitu yah. Baiklah!" kata Fiko akhirnya.
Sudah tiba di kantor Kecamatan. Fika dan Fiko memarkirkan sepedanya di bawah pohon akasia. Di tempat itu, sudah banyak orang-orang berkerumun melihat perlombaan baca puisi. Peserta yang mengikuti nya duduk di kursi lipat yang sudah disiapkan oleh panitia.
Jantung Fika mulai tidak beraturan. Ia mulai merasakan grogi. Fika menunggu namanya di panggil untuk maju ke depan membacakan puisinya. Fiko yang melihat ekspresi wajah Fika memberikan nasihat.
" Tenang saja Fika! Anggap saja tidak ada orang yang melihat kamu baca puisi." kata Fiko sambil tersenyum.
" Mana bisa begitu!" sahut Fika tersenyum simpul.
" Hehe. Ya sudah! Kamu baca saja puisi yang di perlombaan tanpa beban harus juara. Bagaimana?" kata Fika.
" Itu yang lebih benar!" sahut Fika sambil menarik nafas panjang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!