Kematian kedua orangtua Sabrina dengan meninggalkan harta warisan untuk putrinya yang masih belia. Perusahaan peninggalan orangtuanya di kelola oleh asisten pribadi orangtuanya Sabrina yang bernama tuan Ardi
Siapa sangka setelah Sabrina dewasa, Tuan Ardi menikahkan Sabrina dengan cucunya Devendra yang sangat arogan. Lelaki bodoh ini tidak mengetahui bahwa kekayaan yang ia nikmati adalah milik gadis yang akan dinikahinya.
"Akankah pernikahan keduanya akan bahagia?"
"Apakah Devendra mengetahui siapa Istrinya?"
Yuk, ikuti kisah cinta keduanya yang penuh dengan rahasia dan air mata. Banyak hikmah di balik cerita ini. Ikuti cerita selengkapnya.
********
Tuan Ardi memanggil cucunya Devendra ke ruang kerjanya. Devendra yang saat itu belum bisa diandalkan oleh kakeknya hanya bisa berfoya-foya dengan para gadis cantik untuk menghangatkan tubuhnya.
"Devendra, sampai kapan kamu hidup menjadi lelaki yang menyedihkan seperti ini?" Tanya tuan Ardi dengan wajah menyalang.
"Aku akan bekerja tapi dengan syarat, kakek harus serahkan semua urusan perusahaan ini kepadaku, dengan begitu aku akan belajar untuk bertanggungjawab atas hidupku." Ujar Devendra dengan mengangkat kedua kakinya meletakkan di atas meja tamu.
Tuan Ardi tersenyum miring melihat tingkah cucunya yang seolah merasa semua perusahaan yang di kelolanya adalah miliknya.
"Oh, begitu yang kamu mau?" Baiklah, tapi kamu tidak bisa mengelola perusahaan ini begitu saja kecuali kamu harus menerima perjodohan yang sudah Kakek pilihkan untukmu." Ucap tuan Ardi.
"Apa...?" Perjodohan?" Tidak! kalau perjodohan ini sebagai persyaratannya, aku tidak mau apapun di perusahaan ini." Ucap tuan Devendra dengan angkuh.
"Kalau begitu, lupakan saja mimpimu menjadi seorang CEO di perusahaan ini untuk mengelola cabang perusahaan mana saja yang ada di semua propinsi." Ancam tuan Ardi datar.
"Sialan si kakek tua! bisa-bisanya dia mengancam aku dengan perjodohan." Umpat Devendra dengan frontal.
Devendra keluar dari ruang kerja kakeknya dengan perasaan gusar.
Impiannya untuk menjadi seorang CEO harus berakhir. Tapi, ia juga tidak suka setiap kali ingin mendapatkan uang banyak harus meminta kepada kakeknya karena kartu kreditnya sudah diblokir oleh sang kakek.
"Akhhhhkkk!" Sial...sial..sial!" Gadis mana lagi yang akan dijodohkan kakek dengan aku?" Gerutu Devendra di dalam mobilnya.
Ia begitu gelisah antara memilih impiannya atau cintanya karena selama ini, hatinya belum tersentuh dengan gadis manapun yang membuatnya jatuh cinta.
Tidak lama kemudian, ia turun lagi dari mobil menemui kakeknya. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Devendra nyelonong masuk, lalu duduk di depan meja kerja kakeknya.
"Baiklah kakek tua!" Aku menerima perjodohan itu, tapi jangan salahkan aku, jika aku tidak bisa membahagiakan gadis itu karena aku yakin selera kakek pada wanita sangat tidak setara dengan kepribadianku." Ucap Devendra dengan angkuh.
Tuan Ardi memainkan kursi kebesarannya sambil memutar ke kanan dan ke kiri lalu menatap tajam manik hitam milik cucunya yang sangat mirip dengannya.
"Baiklah!" Kalau begitu kita akan jemput dia ke bandara besok sore." Ujar tuan Ardi sambil mengulum senyumnya penuh kemenangan.
"Emangnya gadis itu tinggal di mana kakek?" Tanya Devendra heran.
"Ia baru saja lulus pendidikan S3 di Turki." Ujar kakek Ardi.
"Wah, hebat dong kakek, calon istriku. Apakah kakek memiliki fotonya?" Tanya Dev, penasaran.
"Lebih baik kamu bertemu langsung dengannya karena kakek tidak tahu perubahan dirinya saat kakek mengadopsinya dari usia tujuh tahun." Ujar tuan Ardi.
"Apakah dia sangat penting dalam hidup kakek, sehingga harus menjodohkan aku dengannya?" Tanya Dev.
"Dia adalah masa depanmu. Bersama dengannya, kamu akan menemukan kebahagiaan sesungguhnya." Ucap kakek Ardi.
Devendra mengangkat kedua bahunya dengan mengerucutkan bibirnya. Pria tampan itu membayangkan sosok gadis se*si yang akan dinikahinya.
"Apakah dia seorang gadis yang berpenampilan menarik dengan tubuh yang wow, pasti sangat bahenol.
Aku akan mempermainkan gadis itu, seperti aku mempermainkan gadis-gadis yang aku kencani.
Masa depan, hah!" Omong kosong!" Aku bahkan tidak mengetahui jati dirinya, mana mungkin aku akan mendapatkan keuntungan dari dirinya, yang ada akulah yang akan diperas oleh gadis itu." Ucap Devendra lalu meninggalkan ruang kerja kakeknya.
Ia kembali lagi ke tempat klab untuk bertemu dengan para wanitanya.
"Apakah aku akan menghabiskan masa mudaku dengan wanita yang tidak aku cintai?" Bagaimana kalau gadis itu jelek, wah!" Parah nih kalau aku harus menikahi wanita jelek." Gumam Devendra lalu menuangkan wine ke dalam gelasnya.
Antara jabatan yang akan ia dapat dengan hatinya yang mengingkari kehadiran gadis yang akan menjadi istrinya kelak.
"Malam Tuan!" Sapa seorang gadis yang bernama Lala.
Gadis itu sangat cantik dengan pakaian minim tersenyum nakal dengan menempelkan dadanya ke punggung Devendra.
"Apakah kamu ingin kita bersenang-senang tuan?" Bisik Lala dengan suara yang mendes*h untuk merangsang Devendra.
Devendra pun mulai terpancing dengan godaan nakal Lala, ia pun menuruti kemauan Lala lalu keluar dari klab itu menuju hotel untuk menuntaskan gairah birahinya yang sudah memuncak.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Keesokan harinya sesuai dengan jadwal kedatangan pesawat yang ditumpangi Sabrina, tiba di bandara internasional Soekarno-Hatta. Kakek Ardi menunggu dengan gelisah kedatangan Sabrina yang tidak lagi dikenalinya karena gadis itu tidak ingin mengirim fotonya untuk kakek Ardi.
Walaupun begitu, Sabrina tidak pernah melupakan wajah kakek Ardi yang pernah menjadi asisten ayahnya karena wajah tuan Ardi selalu ada di setiap majalah bisnis dan sekarang selalu ada medsos.
"Assalamualaikum kakek Ardi!" Sapa Sabrina ketika melihat tuan Ardi menunggu kedatangannya.
"Neng Sabrina!" Kakek Ardi hampir menangis melihat wajah cantik Sabrina dengan balutan pakaian syar'i yang dipakainya.
Devendra menelan salivanya dengan kasar melihat penampilan yang begitu teduh yang dipandanginya saat ini.
Seorang gadis cantik yang berdandan seadanya namun terlalu sopan menurutnya.
"Cantik sih, tapi penampilannya kenapa kampungan seperti ini?" Cibirnya membatin.
"Sabrina kenalkan ini cucuku Devendra!"
"Devendra, ini gadis yang akan menjadi belahan jiwamu."
Tuan Ardi memperkenalkan keduanya. Tapi, ketika Devendra mengulurkan tangannya untuk bersalaman, Sabrina malah mengatupkan kedua tangannya dengan mengangguk hormat kepada Devendra.
"Apakah tanganku begitu kotor Sabrina, sehingga kamu tidak ingin bersalaman denganku?" Tanya Dev, yang merasa sangat kecewa kepada Sabrina yang tidak ingin bersalaman dengan dirinya.
"Maafkan saya Tuan Dev!" Kita berdua bukan muhrim." Ucap Sabrina santun.
"Its Ok!"
Devendra mengerti akan aturan hukum Islam yang memang melekat dengan muslim dan muslimah yang taat akan aturan Allah.
Tapi entah mengapa jantungnya terus berdetak kencang saat pertama kali melihat wajah cantik Sabrina.
"Hei!" Jangan bilang kamu jatuh cinta pada gadis itu!" Gumam Devendra dengan jantungnya.
Sopir pribadi milik Tuan Ardi, mengambil koper Sabrina ketika mobil itu sudah terparkir di depan pintu kedatangan.
Sabrina yang terlihat lembut perangainya, membuat Dev hampir mati penasaran dengan gadis ini. Ia pun mulai ilfil dengan Sabrina yang dianggapnya terlalu berlebihan dalam bersosialisasi dengan orang lain.
Sabrina yang duduk bersebelahan dengan kakek Ardi mulai bercerita banyak hal tentang kegiatan gadis itu dengan menggunakan bahasa Inggris.
Devendra yang tidak begitu mengusai bahasa Inggris memilih diam mendengarkan keduanya saling mengoceh. Terlihat sekali kecerdasan Sabrina dalam menjelaskan suatu ilmu agama kepada tuan Ardi dengan sangat mendetail.
Kali ini Sabrina sengaja menggunakan bahasa Indonesia membuat Dev dan sang sopir menikmati keindahan ilmu Allah yang di sampaikan Sabrina lebih menyentuh jiwa mereka.
Tapi, lagi-lagi Devendra tidak menyukai wanita yang terlalu hebat di atasnya. Ia menggerutu sendiri dengan perjodohan dirinya dengan Sabrina.
"Apakah aku akan menikahi seorang ustadzah." Gumam Devendra membatin.
Setibanya di mansion, Sabrina dikenalkan kepada keluarga barunya, mulai dari calon ibu mertua dan juga kedua adik iparnya.
"Sabrina!" Kenalkan ini menantuku, Desy. Dan dua gadis cantik ini adalah Inca dan Indri.
Inca berusia beda dua tahun dengan Sabrina, sementara Indri masih duduk di kelas satu SMP.
Ketiganya saling bersalaman dan menyebutkan nama mereka masing-masing dengan sikap angkuh, kecuali Indri yang langsung menyukai Sabrina.
"Mbak Sabrina baru pulang dari Arab Saudi ya?" Apakah habis jadi TKW di Arab Saudi?" Tanya Indri dengan sikap polosnya membuat kedua wanita di hadapannya ini langsung tertawa terbahak-bahak.
"Mungkin saja, calon kakak ipar kita ini memang seorang TKW." Ucap Inca sambil terkekeh.
"Inca!" Jaga bicaramu!" Bentak kakek Ardi pada cucunya yang terlihat tidak sopan.
"Tidak apa kakek." Mereka tidak tahu apa-apa tentang aku. Setiap penampilan tidak mencerminkan orang itu rendah dihadapan manusia lainnya.
Bahkan yang menertawakan tidak lebih mulia dari orang yang sedang ia tertawai." Ucap Sabrina dengan kata-kata menohok membuat Inca dan ibunya berhenti tertawa dan meninggalkan gadis itu.
Devendra segera angkat kaki dari rumahnya karena ia juga tidak senang dengan ibu tirinya dan adik tirinya. Hanya Indri yang memiliki hubungan darah dengannya karena satu ayah lain ibu. Jadi ayah kandung Devendra menikahi janda anak satu setelah ibu kandungnya Devendra meninggal dalam sebuah kecelakaan lalulintas.
"Ayo Sabrina, kita ke kamarmu." Ucap kakek Ardi yang ingin menunjukkan kamar untuk putri majikannya ini. Tidak banyak orang yang tahu tentang siapa Sabrina karena tuan Ardi memang sengaja menyembunyikan identitas pribadi Sabrina dari keluarganya karena dia tidak ingin keluarganya akan memanfaatkan gadis yatim-piatu ini karena kekayaan yang di miliki Sabrina yang saat ini, ia kelola.
Sabrina pamit dari hadapan ketiga wanita di depannya.
"Cih!" Dari mana kakek mendapatkan wanita aneh ini?" Penampilannya terlihat kampungan dan sekarang harus menjadi menantu di rumah ini." Ucap Inca yang tidak begitu suka dengan kehadiran Sabrina di rumah mereka.
"Mami!" Apakah kita akan tersingkirkan dari rumah ini dengan kehadiran Sabrina?" Tanya Inca kuatir.
"Itu gampang sayang, kita akan membuat gadis itu tidak akan betah tinggal di mansion ini.
Jika dia memang ingin menikah dengan Devendra, lebih baik mereka membeli apartemen, dengan begitu hidupnya akan aman.
"Tapi gadis itu terlihat bukan orang biasa mami. Tidakkah mami lihat penampilannya mulai dari baju abaya, jam tangan, sepatu, tas dan cincin serta gelang yang ia pakai itu sudah bernilai ratusan juta.
Aku curiga, gadis itu memiliki hubungan dengan kakek di masalalu yang tidak kita ketahui. Dia bukan wanita yang datang dari kalangan orang biasa.
Kita harus menyelidiki siapa dirinya mami, dengan begitu kita akan mengambil keuntungan dari gadis itu." Ucap Inca sambil tersenyum miring.
"Benar juga sayang!"
Gadis itu sedang mengecoh penilaian kita dengan penampilannya yang terlihat kampungan, sementara kita mengetahui apa yang dia kenakan adalah barang-barang mewah dan branded." Timpal nyonya Desy.
Persiapan pernikahan yang saat ini sedang dilakukan oleh Sabrina dengan beberapa desainer yang di pilihnya untuk mengukur baju pengantin miliknya.
Bukan hanya untuknya, tuksedo untuk Devendra sudah ia pikirkan karena calon suaminya itu tidak begitu antusias dengan acara sakral yang diadakan seminggu lagi.
Sabrina sengaja menggelar acara pernikahan sederhana di kediaman mansion milik kakek Ardian dari pada harus menyewa gedung atau hotel.
Padahal beberapa hotel mewah yang ada di Jakarta adalah milik orangtuanya. Malam itu Sabrina sengaja tidak ingin tidur karena ia ingin membicarakan beberapa rangkaian acara di perhelatan pernikahan mereka.
Sekitar jam 12 malam, Devendra baru tiba di rumahnya dalam keadaan mabuk. Sabrina yang melihat perilaku Devendra sedikitpun Tidak merasa kecewa karena ia sudah mengetahui banyak tentang Devendra dari kakek Ardian.
"Ya Allah mas Devendra!" Gumamnya lirih saat Devendra hampir menabrak dirinya yang sedang duduk di sofa.
"Apakah kamu sedang berlatih untuk menjadi seorang istri yang baik yang selalu menunggu kepulangan suami?" Tanya Devendra dengan mulut bau alkohol.
Sabrina tidak ingin menjawab karena suatu hal sia-sia bicara dengan orang mabuk yang akalnya sudah tertutup dengan minuman keras.
Sabrina kembali ke kamarnya tanpa memperdulikan Devendra yang sudah tertidur di sofa ruang keluarga.
Lagi pula para pelayan sudah masuk ke kamar mereka masing-masing. Peraturan di rumah itu yang mewajibkan para pelayan harus istirahat kerja pukul 12 malam.
Di kamarnya, Sabrina merenungi kembali keputusannya untuk menikah dengan Devendra.
"Ya Allah, apakah petunjukMu benar atas semua doa-doa yang aku panjatkan dalam sholat istikharah dan tahajud.
Ya Allah, jika ini hanya sebuah obsesi atau amanah, tolong jauhkan aku dari malapetaka ini ya Allah.
Tapi jika petunjuk Engkau benar, berikan hamba kesabaran menghadapi lelaki itu dan rubah lah akhlaknya agar lebih mulia di hadapanMu." Ucap Sabrina lirih dalam doanya.
Seminggu kemudian.
Tidak butuh waktu lama, pernikahan Devendra di gelar sederhana di kediaman Tuan Ardi. Saat ijab qobul berlangsung, Tuan Ardi nampak terharu mendengar nama putri bosnya itu di sebut oleh penghulu.
"Saya nikahkan dan kawinkan saudara Devendra Mahesa bin Zainal Ardi Mahesa dengan seorang gadis bernama Sabrina Quintana binti Alvaro Bautista, dengan mas kawin 700 gram emas dan seperangkat alat sholat di bayar tunai.
Devendra mengulangi perkataan penghulu dengan bacaan yang sangat fasih dan di sambut para saksi dengan kata sah.
Pengantin wanita di hadirkan di hadapan mempelai pria. Lagi-lagi, Sabrina tampil dengan menggunakan baju pengantin Arab lengkap dengan cadarnya membuat darah Devendra mendidih karena tidak bisa melihat wajah pengantinnya.
Pria tampan itu menahan diri dan memilih bersikap wajar sepanjang acara pernikahan itu berlangsung. Setelah semua tamu berlalu, Tuan Ardian memberikan hadiah mobil mewah yang merupakan impian Devendra sejak lama dan meminta suami Sabrina itu menuju ke hotel yang sudah ia siapkan kamarnya untuk pengantin baru itu.
Devendra dan Sabrina tidak mengetahui bahwa hotel yang mereka datangi adalah milik mendiang tuan Alvaro.
"Ini untukmu anak muda!" Bawalah istrimu ke hotel dan lakukan malam pertama kalian di sana." Ucap tuan Ardi kepada cucunya seraya memberikan kunci mobil baru untuk cucunya dan juga cucu menantunya.
"Kakek!" Ini benar untukku..?" Tanya Devendra dengan wajah berbinar. Ia pun meminta Sabrina untuk masuk ke mobil karena sudah tidak sabar ingin mencoba mobil barunya.
Sabrina menuruti permintaan suaminya dengan rasa bangga setelah berpamitan kepada keluarga besar suaminya.
"Dasar anak nakal!" Di mana-mana seorang pengantin lelaki tidak sabar untuk melakukan ritual malam pengantinnya, tapi kamu malah tidak sabar mencoba mobil barumu." Ucap kakek Ardi lalu meminta asistennya menuju bandara internasional Soekarno-Hatta karena ingin kembali ke Amerika untuk berobat dirinya yang saat ini sedang sakit keras.
Di tengah perjalanan Devendra melirik Sabrina yang enggan melepaskan cadarnya. Ia pun menepikan mobilnya di pinggir jalan.
"Bukalah cadarmu Sabrina!" Bukankah kamu sudah sah menjadi Istriku?" Pinta Devendra.
Sabrina yang baru menyadari kesalahannya, langsung membuka cadarnya lalu mengangkat wajahnya menatap wajah sang suami yang sedang menatapnya dengan penuh kekaguman.
"Astaga!" Ternyata gadis ini sangat cantik." Ucap Devendra dengan dadanya yang mulai bergemuruh.
"Maafkan saya mas Devendra, terlambat menyadari kesalahanku." Ucap Sabrina.
Alih-alih membalas ucapan istrinya, Devendra malah sibuk dengan perasaan dan pikirannya sejak melihat wajah Sabrina.
"Ada apa dengan diriku?" Mengapa setiap kali berada dekat dengan gadis ini dan menatap wajahnya, jantungku terus berdetak kencang padahal tiap malam aku jalan dengan wanita lain dan bercinta dengan mereka, namun aku tidak pernah merasakan jantungku berdetak kencang.
Apakah gadis ini menggunakan ilmu pelet untuk menjeratku?" Tapi tidak mungkin karena Sabrina sangat taat beribadah dan menjaga akhlaknya." Gumam Devendra membatin.
Keangkuhan Devendra telah membutakan mata batinnya untuk melihat kebenaran bahwa saat ini Allah sudah memberikan rahmatNya untuk merasakan getaran-getaran cinta pada dirinya, hanya saja Devendra mengabaikan keberkahan itu karena gengsinya yang begitu tinggi pada pilihan kakeknya yang menjadikan Sabrina sebagai istrinya yang sah menurut agama dan hukum.
Setibanya di hotel mewah milik kakeknya, Devendra meminta istrinya untuk pergi sendiri ke kamar pengantin mereka karena dia masih ingin keliling kota dengan mobil barunya.
"Apakah kamu bisa turun sendiri dan menungguku di kamar pengantin kita?" Pinta Devendra lembut.
Sabrina mengangguk dan turun dari mobil mewah milik suaminya menuju kamar mereka di antar oleh dua orang pelayan hotel yang menyambut ramah kedatangan Sabrina termasuk manajer hotel tersebut yang mengetahui siapa Sabrina.
"Selamat atas pernikahannya, nona Sabrina!" Ucap manajer tersebut seraya menyalami Sabrina dari jauh.
"Terimakasih tuan," sahut Sabrina lalu berjalan menuju lift yang siap mengantarnya ke lantai 20.
Sabrina masuk ke kamarnya yang sudah dihiasi berbagai ornamen indah dengan banyak kelopak bunga mawar di atas kasur king size itu.
Ia segera masuk ke kamar mandi dan membersihkan dirinya lalu memakai lengerie sexy berwarna putih untuk menyambut kedatangan suaminya.
Hingga larut malam, tidak sedikitpun nampak batang hidung Devendra hingga membuat gadis cantik ini tertidur tanpa menutupi tubuhnya dengan selimut.
Sekitar pukul 2 dini hari, Devendra mengendap perlahan menuju kamarnya dan mendapati Sabrina sudah tertidur pulas dengan lengerie putih yang begitu menggoda birahinya.
Devendra mundur berapa langkah karena melihat wajah cantik Sabrina dengan rambut panjang berwarna coklat terurai indah. Lekuk tubuhnya begitu menawan bak model cantik majalah dewasa yang sedang memperlihatkan tubuh indahnya dengan gaun tidur yang dipakainya.
"Ya Tuhan!" Apakah aku tidak salah melihat gadis ini yang terlihat kampungan dengan baju syar'i miliknya dan kini menjelma menjadi bidadari cantik dengan sejuta pesona.
"Inikah alasanmu membungkus tubuhmu yang indah ini dengan pakaian yang seperti kelelawar itu?" Gumam Devendra memuji kemolekan tubuh istrinya dipadu dengan wajah cantik yang terlihat begitu sempurna di matanya.
Devendra mendekati tubuh itu lalu mendaratkan ciuman pertamanya pada gadis yang menjadi hadiah pertama dari kakeknya setelah mobil dan perusahaan milik kakeknya.
Sabrina membuka matanya karena merasa ada yang menyentuh bibirnya.
"Mas Dev!" Maaf saya tertidur!" Ucap Sabrina terlihat salah tingkah di depan suaminya karena dia belum menyiapkan mentalnya menyambut lelaki dingin yang di kenalnya selama dua bulan terakhir ini.
Alih-alih menjawab perkataan istrinya, Devendra langsung melu**t bibir sensual milik istrinya yang sudah menggodanya tadi.
Sabrina bukanlah gadis bodoh yang tidak mengerti dengan urusan ranjang. Ia sudah banyak belajar ilmu yang berhubungan dengan pengabdian seorang istri termasuk cara melayani suami di tempat tidur.
Sabrina mengimbangi ciuman panas suaminya dengan saling membelit dan mengisap lidah mereka dalam rongga mulut keduanya.
Devendra mengakui kelihaian Sabrina yang tidak terlihat kaku saat melayani dirinya.
"Apakah kamu sangat tergila-gila kepadaku hingga kamu rela menikah denganku padahal aku tidak mencintaimu sama sekali?" Tanya Devendra sambil menghentakkan tubuhnya hingga membuat Sabrina meringis kesakitan yang luar biasa pada bagian intinya.
"Apakah begini caramu memperlakukan seorang wanita yang hanya menjadi pelampiasan syahwat mu semata?"
Apakah wanita bagimu hanya obyek untuk mencari kesenangan dengan uang dan nama besar yang kamu miliki?" Kata-kata Sabrina terdengar makin menyudutkan suaminya yang terlihat seperti lelaki maniak.
"Apakah kamu ingin menantang aku untuk membuatmu menyesal telah menerima perjodohan ini?" Tanya tuan Devendra makin kesal jawaban Sabrina yang membuatnya makin membenci perempuan yang ada di hadapannya ini.
Pria tampan ini terus berusaha untuk menyatukan tubuh mereka di malam pengantin milik mereka. Sabrina menitikkan air matanya kala suaminya sudah melepaskan masa lajangnya dengan melewati malam pertama mereka.
Senyum dibibir Devendra terlihat jelas setelah ia merasakan kepuasan batin usai melakukan kewajibannya sebagai suaminya Sabrina.
Ketika Devendra mendapatkan kepuasan atas tubuh istrinya, namun tidak berlaku pada gadis malang itu.
Rasa sakit dan perih yang dirasakan oleh Sabrina menyeruak bersama darah segar kesucian Sabrina mengalir perlahan membasahi seprei putih.
"Kaulah hadiah terindah yang pernah aku dapatkan seumur hidupku Sabrina." Gumam Devendra membatin.
Pria tampan ini ogah menyampaikan pujian itu pada istrinya. Sabrina pun tidak berharap banyak dari suaminya karena di benaknya, ia hanya ingin menjadi istri yang baik untuk suaminya.
"Ya Tuhan, aku tidak tahu bagaimana masa depan yang akan aku jalani bersama dengan lelaki yang saat ini sudah sah menjadi suamiku.
Tapi aku mohon kepada Engkau, agar pernikahan yang aku terima ini mendapatkan ridho dariMu.
Ya Tuhan, surgaku kini berpindah pada suamiku. Bimbinglah dia ke jalan yang benar, di mana jalan-jalan orang-orang yang Engkau ridhoi dan bukan jalan orang-orang yang Engkau sesati." Sabrina berdoa dengan lirih usai menunaikan kewajibannya sebagai istri di malam pertamanya itu.
Tidak seperti pasangan umum pengantin yang menikah karena saling mencintai, namun pasangan ini hanya melakukan ritual hubungan suami-istri tanpa ada rasa cinta yang ada di hati mereka.
Mungkin hanya waktu yang akan membuktikan perjalanan rumah tangga mereka dengan cinta ataukah dengan perceraian.
Devendra memasuki lagi milik istrinya, kali ini begitu kasar membuat mata Sabrina terbelalak dengan mendongak wajahnya sedikit ke belakang. Belum sempat Sabrina menyiapkan tubuhnya untuk menerima sentuhan kasar itu dari Dev, lelaki beringas ini memacu tubuhnya dengan membabi buta, hingga membuat gadis ini lebih merasakan tubuhnya sedang diperkosa.
Sabrina di siksa berkali-kali dengan berbagai posisi seperti yang diinginkan oleh Dev. Walaupun tubuhnya sudah merasakan kelelahan dan kesakitan karena Dev melampiaskan amarahnya pada tubuhnya dengan cambukan ujung gesper yang terlihat ringan namun menyakitkan.
"Kamu kira aku menyukaimu, hmmm?" Tanya Dev sambil mengigit biji kenyal milik istrinya.
"Dev!" Sakit." Keluh Sabrina lalu mendorong wajah suaminya dari miliknya.
"Mengapa kamu mau menerima perjodohan ini Sabrina?" Padahal aku belum ingin membina rumah tangga dengan wanita manapun.
Devendra kembali melebarkan paha istrinya secara paksa dan melancarkan serangannya pada milik Sandra. Tubuh gadis itu benar-benar babak belur dibuat oleh Dev. Bukan hanya tubuhnya saja, namun lelaki arogan ini melukai hati istrinya secara verbal.
Setelah puas menyiksa istrinya, Dev lalu berbaring di samping tubuh Sabrina sambil mengusap punggung mulus Sabrina yang sudah ia siksa hingga punggung itu nampak membekas meninggalkan guratan kemerahan yang terlihat jelas dan menyakitkan.
Sabrina yang merasakan perih pada miliknya, lalu memilih untuk bangun dan membersihkan tubuhnya.
Saat kakinya melangkah menuju kamar mandi, ia merasakan sakit yang amat sangat pada bagian sensitifnya.
"Ya Allah, kenapa ini sangat sakit. Sabrina melihat jam di ponselnya yang sudah menunjukkan pukul empat pagi.
"Astaga, berarti kami bercinta selama dua jam dan lelaki ini seperti monster, yang melahap tubuhku dan menyiksaku."
Sabrina berjalan agak sedikit mengangkang karena terlalu sakit miliknya. Setibanya di kamar mandi, ia berendam di dalam air hangat yang sudah disiapkan olehnya.
"Apakah aku salah menerima perjodohan kakek Ardi yang memohon kepada dirinya untuk mengubah lelaki arogan itu menjadi lelaki sholeh seperti yang diharapkan oleh kakeknya.
Sabrina mengerjapkan matanya saat mendengarkan kumandang azan subuh. Ia melihat di samping tubuhnya, ternyata Devendra belum pulang sampai saat ini.
"Astaga!" Ternyata aku hanya mimpi." Ucap Sabrina lirih.
Sementara itu, Devendra sedang berpesta ria dengan beberapa wanita cantik dengan body yang terlihat aduhai. Dia tidak lagi memikirkan statusnya sebagai suami dari Sabrina yang sedang menantikan kepulangannya malam ini..
"Dev!" Bukankah kamu baru saja menikah hari ini?" Tanya Clara sambil mengusap air matanya karena akan kehilangan tambang emasnya.
"Clara!" Mengapa kamu menangis sayang?" Kau bahkan bukan kekasihku!" Ayolah, hubungan kita ini hanya sebatas partner ranjang, mengapa kamu merasa terbebani dengan pernikahan aku?" Tanya Devendra dengan setengah meracau.
"Devendra, memang aku ini seorang pelacur bagimu, tapi aku tidak pernah menerima job dengan lelaki lain selain kamu sayang." Ucap Clara menahan perih.
"Clara!"
Memang aku adalah lelaki breng**ek sama brengs*knya seperti dirimu, tapi tidak berarti aku akan menjadikan kamu sebagai istriku.
Masa depanku begitu panjang dan reputasi keluarga aku begitu penting, aku tidak ingin mengangkat seorang wanita dari kubangan hina untuk melahirkan keturunanku." Ucap Devendra menolak Clara dengan kata-kata yang menyakitkan.
"Oke, tidak masalah sayang!" Jika itu keinginan kamu, tapi ingatlah satu hal Devendra, jika kamu menghina wanita sepertiku, aku tidak menjamin suatu saat nanti, kamu akan memiliki keturunan dari seorang pelacur karena tidak menjamin alat kontrasepsi bisa mencegah kehamilan." Ucap Clara dengan mata menyimpan amarah yang memuncak.
Plakkk...
Kedua pipi Clara dicengkeram kuat oleh Devendra." Dasar wanita hina!" Berani-beraninya kamu menghinaku, kamu tahu!" Wanita yang aku nikahi adalah bidadari yang tidak sedikitpun tersentuh oleh lelaki manapun." Ucap Devendra tanpa sadar memuji istrinya.
"Dasar lelaki aneh!" Sudah tahu istrimu lebih berharga, mengapa datang menemuiku di sini dan memintaku untuk melayani dirimu?"
Jika sudah mendapatkan wanita suci mengapa tidak sekalian saja menjadi seorang kyai?" Semprot Clara.
Devendra mengeluarkan uang dua puluh kembar warna merah dan melemparkan uang itu di wajah Clara" Ini harga tubuhmu." Ucapnya lalu mengambil jas hitam miliknya lalu keluar dari kamar hotel itu yang sekaligus menyatu dengan klub malam yang menjadi tempat langganannya.
Clara menutup pintu kamar itu dengan kencang. Hatinya begitu sakit mendengar ucapan Devendra yang sangat merendahkan harga dirinya.
"Ketahuilah Devendra, seorang pelacur akan terbakar hatinya saat pekerjaannya menjadikan dirinya terhina, seorang pelacur tidak akan terima di katakan pelacur." Teriak Clara histeris.
Sambil mengemas kembali uang yang berhamburan di atas karpet hotel, ia berjanji tidak akan pernah lagi melayani Devendra karena malam ini ucapan Devendra sangat menyakitkan.
"Dasar lelaki bajingan!" Hanya karena uangmu lebih banyak dan tahta kerajaan bisnis keluargamu bertebaran di kota ini, bukan berarti kamu lebih mulia dariku.
Aku bersumpah hidupmu tidak akan bahagia selamanya." Ucap Clara lalu merapikan dirinya di depan cermin dan segera pulang dari kamar hotel itu.
Sementara itu Devendra berjalan spoyongan menuju mobil baru miliknya. Ia pun tidak sanggup untuk melanjutkan pekerjaannya menuju hotel yang ditempati Sabrina kini.
Tidak lama kemudian, pak Iwan yang merupakan kepala pelayannya yang mengurus lelaki itu untuk kembali lagi ke hotel.
Devendra tertidur pulas di dalam mobilnya. Sementara pak Iwan bergegas membawa tuan mudanya menemui Sabrina yang saat ini sangat sedih dengan sikap suaminya yang meninggalkan dirinya begitu saja di malam pengantin mereka.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Sabrina yang sudah membersihkan dirinya lalu mengeringkan rambutnya dengan hairdryer.
Setelah itu ia pun mengambil air wudhu untuk menunaikan sholat subuh sendirian. Gadis ini membaca doa dengan khusu setiap berganti gerakan hingga di sujud terakhirnya, ia bermunajat kepada Allah untuk kebahagiaan rumah tangganya.
"Ya Allah berikanlah hamba banyak kesabaran untuk menghadapi sifat suamiku. Aku yakin, setiap ujian yang Engkau berikan pasti ada ujung di setiap hikmahnya.
Aku ingin menjadi istri yang sholehah untuk suamiku dan ingin mendapatkan ridhonya walaupun saat ini dia tidak menganggap aku ada."
Sabrina melantunkan doanya dalam hatinya di sujud terakhirnya yang begitu panjang sambil menangis.
Ting tong...Ting tong!"
Bunyi bel kamarnya berdering berkali-kali. Sabrina mengucapkan salam terakhirnya lalu menghampiri pintu itu dan melihat suaminya yang sedang berdiri di depan pintu dengan penampilan yang begitu kacau.
Bekas lipstik wanita dan kecupan kepemilikan wanita malam terdapat di dada bidang suaminya. Lelaki itu rupanya sedang menghabiskan malam dengan para pelacurnya.
Mulut Devendra yang begitu bau alkohol menyengat di penciuman Sabrina.
"Mengapa membuka pintu ini lama sekali Sabrina?" Tanya Devendra dengan kasar.
"Maaf mas!" Aku baru selesai sholat. Ucap Sabrina memberi alasan.
"Apakah kamu ingin aku ketiduran di luar hingga menunggumu selesai sholat?" Bentak Devendra sambil mendorong tubuh Sabrina dengan kasar.
Sabrina tidak ingin menjawabnya. Ia tahu kalau ia mengomentari lagi perkataan suaminya, maka akan ada pertengkaran berkepanjangan antara mereka.
"Astagfirullah!" Ucapnya sambil mengurut dadanya diikuti kalimat ta'auz.
Devendra memilih merebahkan tubuhnya karena masih mengantuk.
Sabrina dengan sabar membukakan sepatu dan kaos kaki suaminya dengan tetap berdzikir.
Devendra memperhatikan wajah istrinya sekilas, yang terlihat sabar menghadapi sikap arogannya.
"Aku mau lihat, sampai di mana batas kesabaranmu, gadis pecundang." Ucap Devendra membatin lalu kembali terlelap menyusuri mimpinya.
Sabrina yang masih memiliki pekerjaan dengan beberapa negara, melakukan aktivitasnya pagi itu sambil menunggu suaminya bangun. Ia terlihat serius dengan laptop miliknya dengan mengirim beberapa file ke negara yang membutuhkan jasanya.
Hingga tiba di waktu dhuhur, Devendra baru puas menikmati tidurnya. Ia pun segera bangkit dan melihat istrinya sedang serius menatap laptop miliknya dengan menggunakan dress yang cukup sexy tanpa hijab.
Wajah Sabrina begitu cantik dengan rambut yang digulung rapi hingga memperlihatkan leher jenjangnya yang memancing gairahnya.
Tatapan mata Devendra menyusuri setiap lekukan tubuh istrinya. Sabrina yang baru sadar diperhatikan oleh suaminya balik menatap wajah tampan itu.
"Mas Devendra sudah bangun?" Tegur Sabrina lalu menghampiri suaminya yang terlihat masih malas di tempat tidur.
"Hmmm!" Jawab Devendra singkat dan merasa malu dengan Sabrina karena badannya terasa bau bercampur dengan alkohol dan parfum wanita.
"Mas, mau makan siang di luar atau di kamar?" Tanya Sabrina yang juga mulai merasa lapar.
"Pesan saja makanan di restoran hotel dan antarkan ke kamar. Pikirkan makananku yang menurutmu enak," ujar Devendra sambil berjalan menuju kamar mandi.
Sandra menghubungi pihak restoran dengan menyebutkan beberapa menu makanan yang merupakan kesukaan Devendra.
Ia merasa beruntung karena selama dua bulan ini, ia selalu menanyakan kepada kepala pelayan yang sudah lama melayani Devendra sejak suaminya itu masih kecil.
Sabrina begitu telaten menulis setiap menu makanan kesukaan suaminya, apa saja yang tidak disukai Dev dan hal apa saja yang membuat Dev marah. Semuanya sudah ada di catatannya dan gadis ini mulai menghafalkan satu persatu dari apa yang dicatatnya.
Seperti siang ini, ia dengan mudah memesan makanan dan minuman kesukaan Devendra.
Tidak begitu lama Devendra sudah keluar dari kamarnya dan melihat baju gantinya sudah disiapkan oleh Sabrina.
Begitu juga makan siang mereka sudah tersaji di atas meja. Sabrina menunggu suaminya untuk makan terlebih dahulu baru dirinya.
"Semoga mas Devendra suka dengan pilihan Sabrina." Ucap Sabrina santun.
Wajah Devendra yang terlihat datar mulai menikmati makanannya dengan sangat lahap. Sabrina pun ikut menikmati makanannya tanpa banyak komentar.
Devendra bersendawa dengan kencang di depan Sabrina.
"Alhamdulillah!" Ucap Sabrina ketika mendengar suaminya bersendawa.
"Jangan harap aku menganggap kamu sebagai istriku Sabrina. Pernikahan kita hanya sebagai formalitas karena kamu adalah jembatanku untuk mendapatkan kedudukan di perusahaan milik kakek. Aku segera mendapatkan apa yang aku mau dan pernikahan kita yang tidak penting ini akan berakhir setelah kakek aku meninggal.
Rasanya aku sudah tidak sabar mendapatkan semua harta warisan milik kakek. Aku ingin meninggalkan kamu secepatnya dan memilih gadis yang lebih dari segalanya dari dirimu. Jangan merasa bangga dengan apa yang kamu miliki karena sedikit pun aku tidak tergugah dengan perhatian dan kecantikan kamu." Ucap Devendra angkuh.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!