Ellen terus bernyanyi mengikuti alunan musik yang dia nyalakan di mobilnya. Gadis berambut pirang itu mengendarai mobil sendirian setelah pulang dari butik yang dia kelola.
Matanya fokus ke jalanan tapi sesekali melirik ke arah jemari manisnya. Ada cincin berlian tersemat di jemari lentik itu.
Cincin itu dibuat khusus dari berlian paling langka di dunia dan diberi nama Yvone. Cincin Yvone sudah berusia ratusan tahun dan dipakai turun temurun oleh pengantin king mafia De Servant.
De Servant adalah kerajaan mafia yang menguasai benua. Semua akan takluk pada kerajaan mafia tersebut, oleh karena itu banyak yang ikut menjadi anggota organisasi kriminal yang sekarang dipimpin oleh Draco De Servant.
Ellen mendapat cincin Yvone itu saat usianya masih remaja. Dia sebelumnya hanya tinggal berdua dengan sang kakek.
Saat kakek Ellen menghembuskan nafas terakhirnya, dia memberikan cincin Yvone itu pada Ellen. Ternyata selama ini sang kakek adalah anggota dari kerajaan mafia De Servant. Bahkan orang tua Ellen juga seorang mafia, mereka meninggal karena misi rahasia. Karena kesetiaan keluarga Ellen, ratu mafia sebelumnya memberikan cincin Yvone pada keluarga itu.
"Bersabarlah, Ellen. Saat usiamu genap 25 tahun, king Draco akan menjemputmu!"
Itulah kalimat terakhir dari sang kakek sebelum meninggal.
Ellen sendiri belum pernah melihat apalagi mengenal Draco jadi dia berharap calon suaminya akan segera menjemputnya. Dia tidak sabar menjadi istri seorang king mafia.
"Seminggu lagi ulang tahunku yang ke 25 tahun, apa king Draco itu akan benar-benar menjemputku? Dan apa dia selama ini mengawasiku? Bagaimana cara dia menemukanku kalau kita saja tidak pernah bertemu?" gumam Ellen.
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang selama ini bersarang di kepalanya.
Ellen terlalu hanyut dalam pikirannya sampai dia tidak menyadari jika ada mobil lain dari arah berlawanan mengarah padanya.
"Astaga!" Ellen segera membanting setirnya untuk menghindari mobil tersebut dan dia terkejut karena rem mobilnya tidak berfungsi. "Ada apa ini?"
Ellen panik ternyata ada yang telah menyabotase mobilnya. Ellen sangat tahu jika mobilnya dalam kondisi baik-baik saja tadi pagi.
Akhirnya kecelakaan pun tak terhindarkan lagi, Ellen menabrak pembatas jalan sampai mobilnya hancur. Di tengah kesadarannya yang menipis, Ellen merasakan ada seseorang yang mendekat padanya.
Dan orang itu secara paksa mengambil cincin Yvone di jemari Ellen.
...***...
Ellen mulai membuka matanya perlahan, dia merasa kesakitan di sekujur tubuhnya, dia juga merasakan lapar luar biasa, tenggorokannya terasa kering.
Penglihatannya masih kabur dan secara perlahan penglihatan Ellen mulai jelas.
"Kau sudah bangun?" tanya seorang lelaki yang menjadi wali Ellen selama di rumah sakit.
Sudah sebulan semenjak kecelakaan, ternyata Ellen mengalami koma selama sebulan ini.
"Aku akan memanggil dokter," tambahnya.
Lelaki itu segera memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Ellen.
Selang satu jam berlalu, Ellen dinyatakan sadar sepenuhnya dan menunggu masa pemulihan untuk observasi lebih lanjut.
"Terima kasih, Dok," ucap lelaki yang mengaku menjadi wali Ellen saat dokter akan meninggalkan ruangan.
Ketika dokter dan perawat benar-benar pergi, lelaki itu mendekati Ellen yang saat itu duduk menyender di ranjang pasien.
"Siapa kau?" tanya Ellen yang merasa baru pertama kali melihat lelaki itu.
"Perkenalkan namaku Enzo, aku adalah orang kepercayaan tuan Hill," jawabnya.
"Kau orang kepercayaan kakekku?" tanya Ellen memastikan.
Enzo mengangguk. "Aku langsung datang kemari saat mendengar kau kecelakaan, aku harus menyembunyikanmu karena takut pelaku kecelakaan masih mengincarmu!"
"Kau juga berpikiran jika kecelakaan itu disengaja, 'kan? Hal terakhir yang aku ingat, ada seseorang yang mengambil cincin Yvone di jemariku secara paksa," tanggap Ellen yang matanya tertuju pada jemari manisnya. Dia yakin ingatan itu bukanlah mimpi.
"Kau ingin tahu siapa pelakunya?" tanya Enzo.
Enzo membuka ponsel dan memperlihatkan foto seorang wanita cantik. Tapi ada yang aneh, wanita itu meniru gaya Ellen dari warna rambut dan cara berpakaiannya.
Foto demi foto, Enzo perlihatkan sampai foto terakhir di mana wanita itu memakai baju pengantin dan memakai cincin Yvone di jemari manisnya.
"Itu?" tanya Ellen tidak percaya.
"Ya, dia menggantikanmu menjadi pengantin king Draco," jelas Enzo.
Seketika Ellen langsung mengepalkan kedua tangannya.
"Berani-beraninya dia merebut posisiku, siapa dia sebenarnya?" geram Ellen. Sorot mata gadis itu kini penuh dengan kebencian.
"Namanya Freya Kendley yang sekarang mengganti nama belakangnya menjadi Freya Hill," jelas Enzo yang sebelumnya sudah menyelidikinya. "Sementara hanya itu informasi yang aku dapatkan!"
"Pasti dia mempunyai tujuan tersembunyi," ucap Ellen secara cepat menyimpulkan. "Aku harus menyelidikinya!"
"Jadi, apa rencanamu?" tanya Enzo kemudian.
Ellen berseringai. "Aku Ellen Adriana Hill bersumpah akan menghancurkan pernikahan Freya! Aku akan merebut king Draco darinya!"
Setelah Ellen melewati masa pemulihan dan dinyatakan baik-baik saja, gadis itu diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
"Freya pasti mengira aku sudah mati, bukan? Saat aku muncul tiba-tiba pasti dia akan terkejut," ucap Ellen saat dalam perjalanan pulang.
Karena di apartemen Ellen tidak aman, Enzo membawa Ellen ke markasnya yang dibangun oleh mendiang kakek Ellen dulu.
"Jadi, apa rencanamu?" tanya Enzo mengulang pertanyaannya seperti di rumah sakit.
"Tentu saja merebut apa yang seharusnya menjadi milikku, aku akan menghancurkan Freya," jawab Ellen penuh dendam.
"Kita harus menyusun rencana dengan benar," balas Enzo yang akan mendukung Ellen.
Saat mereka sampai di markas, mereka langsung masuk dan menyusun rencana di sana.
"Jadi, kesimpulannya. Freya dari awal sudah mengincarmu, dia menukar identitasnya menjadi kau dan berusaha membunuhmu," ucap Enzo membuka pembicaraan sambil memberikan Ellen sebuah bir kaleng.
Ellen membuka bir kaleng itu kemudian meminumnya, dia juga berpikiran sama dengan Enzo. "Berarti selama ini king Draco tidak tahu seperti apa aku!"
Seketika Ellen merasa kecewa, dia sudah berharap calon suaminya menjemputnya. Tapi, kenyataan berkata lain, Draco justru menikahi Freya sementara Ellen harus terbaring di rumah sakit saat hari ulang tahunnya tiba.
Memikirkannya saja membuat Ellen emosi sendiri, dia harus menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi.
"Kuncinya ada di cincin Yvone, siapa pun pemiliknya berarti dia adalah pengantin De Servant selanjutnya," sambung Ellen.
"King Draco pasti akan mempercayai istrinya karena dia mengira jika Freya pemilik cincin itu," balas Enzo.
"Untuk itu, aku harus masuk ke kingdom mafia De Servant supaya aku bisa membongkar kebusukan Freya," ucap Ellen penuh tekad. Dia akan melakukan apapun supaya bisa merebut kembali posisinya.
"Berarti kau harus memikirkan cara supaya bisa masuk ke sana. Kau bisa mendaftarkan diri menjadi anggota organisasi mafia De Servant," usul Enzo.
Ellen menggeleng karena dia sudah memikirkan cara yang tepat. Dia harus bisa mengambil hati Draco supaya lelaki itu percaya padanya.
"Aku harus bisa menggoda king Draco untuk naik ke atas ranjangku," sarkas Ellen. Dia ingin menggunakan tubuhnya, itu adalah cara mudah untuk mendapatkan hati laki-laki.
Ellen belum menyadari seperti apa laki-laki yang akan digodanya itu.
...***...
Di sisi lain seorang lelaki bermata hazel tengah berada di kelab malam. Lelaki itu menyesap rokoknya beberapa kali dengan satu tangannya memutar-mutar gelas wine yang isinya sisa sedikit.
Satu kakinya saat ini tengah menginjak kepala seseorang. Orang itu sudah bersimbah darah dan tengah merintih kesakitan tapi lelaki itu seakan tidak peduli, justru dia semakin memberi tenaga pada kakinya yang membuat mangsanya berteriak.
Kelab malam yang sudah sepi itu kini diisi oleh teriakan orang yang diambang kematian itu.
"Mohon ampuni saya, King Draco," ucap orang itu penuh permohonan dengan mengucapkan nama lelaki bermata hazel yang tatapannya begitu membunuh sekarang.
Draco bukanlah laki-laki pemaaf, lelaki berdarah dingin itu tidak akan membiarkan seorang pengkhianat seperti orang yang di bawah kakinya.
"Kau tentu tahu hukuman apa yang pantas untuk pengkhianat sepertimu," ucap Draco dengan melirik anak buahnya yang mengelilinginya.
Salah satu anak buah Draco memberikan satu pistol pada king mafia itu.
"Aku tidak ingin membuang waktuku sia-sia, beruntung sekali kau hari ini bisa mati di tanganku jadi bersyukurlah," ucap Draco yang nadanya begitu arogan.
Tanpa banyak kata lagi, Draco menarik pelatuk pistolnya kemudian menghadiahi satu tembakan tepat di kepala orang yang berani mengkhianatinya.
Sungguh orang itu bernyali besar karena berani mempertaruhkan nyawa untuk berkhianat, orang itu menyebarkan informasi penting pada kubu musuh yang membuat Draco begitu murka.
Seketika suasana menjadi hening karena suara rintihan dan teriakan kesakitan sebelumnya sudah menghilang.
"Bereskan semuanya!" perintah Draco pada anak buahnya untuk mengurus mayat mengerikan itu.
Draco kemudian berdiri dan keluar dari kelab di mana asisten sekaligus temannya menunggu di luar sedari tadi.
"Sepuluh menit," ucap Kerel seraya melihat jam mahal di pergelangan tangannya. "Aku kira hanya butuh waktu lima menit!"
Draco memicingkan matanya pada lelaki tidak tahu diri itu. "Tutup mulut sampahmu itu!" ketusnya.
"Heh? Kau memang tidak bisa diajak bercanda," balas Kerel yang sudah terbiasa dengan lelaki dingin itu. "Apa kau ingin menemui istrimu sekarang?"
Draco tampak berpikir sejenak lalu berkata. "Tidak!"
Dari kecil Draco juga tahu jika pendampingnya nanti adalah pemilik cincin Yvone. Dia tidak pernah peduli dengan calon istrinya karena menurut Draco tradisi keluarganya itu terlalu kuno.
Memimpin kerajaan mafia terbesar yang menguasai pasar gelap di benua, Draco tidak mau membuang waktunya untuk memikirkan tradisi tersebut.
Selama ini keberadaan Ellen tidak pernah Draco anggap sama sekali. Yang Draco tahu jika calon pengantinnya keturunan dari keluarga Hill. Sampai sebulan yang lalu orang kepercayaan mendiang orang tuanya berpesan jika Draco harus segera menjemput calon pengantinnya.
"Namanya Freya Hill," ucap Dante kala itu.
Dante adalah orang kepercayaan mendiang orang tuanya yang selama ini setia jadi Draco tidak pernah meragukan lelaki tua itu.
"Sepertinya memang aku tidak bisa menolaknya bukan?" tanggap Draco dengan wajah acuh. "Aku percayakan semua padamu!"
"Baik, King Draco." Dante membungkuk hormat dengan senyuman seringai yang Draco tidak sadari.
Dante kemudian membawa Freya ke kerajaan mafia De Servant dan memperkenalkan gadis itu pada Draco.
Karena Freya memiliki cincin Yvone, Draco mempercayai gadis itu sepenuhnya. Dan akhirnya pernikahan pun digelar yang membuat Freya menjadi ratu di kerajaan mafia De Servant sekarang.
Bagi Draco pernikahannya hanyalah sebatas formalitas jadi dia tidak mau sekamar dengan istrinya. Freya mempunyai kamar pribadi yang selama sebulan ini tidak pernah Draco kunjungi sama sekali.
"Kau benar-benar tidak mau menemui istrimu?" tanya Kerel untuk kesekian kalinya.
Saat ini keduanya berada di dalam mobil menuju ke apartemen Draco. Lelaki itu memutuskan tidur di apartemen untuk menghindari Freya. Seminggu ini Draco mulai tidak nyaman karena istrinya yang terus berusaha menggodanya.
"Sepertinya aku harus bersikap lebih tegas pada istriku!" geram Draco tidak suka.
Kerel hanya memutar bola matanya malas, dia tidak mau membuka suara lagi karena tahu jika suasana hati Draco tengah memburuk.
Saat mobil sampai di parkiran, Kerel bergegas untuk membuka pintu mobil. Draco keluar sembari membenahi jas yang dia pakai.
"Aku butuh waktu sendiri, siapkan misi kita, jangan sampai ada pengkhianat yang membocorkan informasi lagi," ucap Draco pada Kerel dengan nada perintah yang kental.
Kerel mengangguk patuh, kali ini dia harus lebih waspada karena banyak para pengkhianat yang ingin menghancurkan kingdom mafia De Servant.
Setelah kepergian Kerel, Draco masuk ke dalam lift untuk menuju ke unit apartemennya yang berada di lantai paling atas. Pada saat pintu lift akan tertutup, tiba-tiba ada tangan lentik menahan pintu lift tersebut yang membuatnya terbuka kembali.
Sesosok gadis cantik, tinggi, berkulit putih dan berambut pirang ikut masuk ke dalam lift.
Di dalam lift hanya ada Draco dan sang gadis yang tak lain adalah Ellen.
Beberapa hari ini, Ellen dan Enzo mengumpulkan informasi tentang Draco. Sampai akhirnya mereka mendapati jejak Draco yang seminggu ini tinggal di apartemen.
Ellen bahkan menjadi penguntit supaya dia bisa bersinggungan dengan lelaki itu. Beruntung malam ini, Draco hanya sendirian tanpa pengawalan seperti biasanya.
Jadi, Ellen harus menggunakan kesempatan itu. Malam ini Draco harus bisa menghabiskan malam panas bersamanya.
Sebenarnya Ellen begitu gugup karena ini untuk pertama kalinya dia bisa melihat Draco begitu dekat. Lelaki tinggi, berbadan kekar dengan wajah tegas, apalagi Draco mengenakan setelan jas yang pas di tubuh seolah pakaian itu diciptakan khusus untuk raga kekar itu.
"Awas kau Freya!" batin Ellen geram jika mengingat perempuan yang telah merebut posisinya. "Aku akan merebut Draco darimu malam ini!"
Ellen perlahan membuka tasnya untuk mengambil semprotan yang berisi cairan perangsang. Ellen menyemprotkan cairan itu dan memenuhi udara di dalam lift.
"Maaf," ucap Ellen malu-malu karena bau dari semprotan itu memang seperti orang buang gas.
Draco bergeming dari tempatnya, lelaki itu tidak mengubah ekspresi apapun. Dia sebenarnya tidak sudi menggunakan lift umum, sepertinya dia harus pindah ke mansion pribadi saja. Draco bisa membelinya dengan sekejap mata.
"Suasana jadi dingin, ya," tambah Ellen karena Draco yang tidak ada merespon sama sekali.
Saat lift terbuka, Draco menyeret kakinya perlahan untuk keluar. Tangan Draco membuka kancing atas kemejanya karena dia tiba-tiba merasa tubuhnya panas.
Draco sadar jika itu bukan panas biasa, dia pernah merasakan panas itu saat dijebak oleh kubu musuh dan Draco harus berakhir tidur dengan wanita malam kala itu.
"Sial!" Draco kemudian membalik badan dan memicingkan matanya pada Ellen. "Siapa kau?"
Draco mengeluarkan pistol dari balik jasnya dan menodongkannya langsung ke kepala Ellen.
"Apa yang kau lakukan, Tuan!" seru Ellen yang justru mendekati Draco.
"Selangkah lagi kau maju, maka kepalamu akan berlubang!" ancam Draco.
Peluh membanjiri kening Draco dan gejolak tubuhnya semakin menjadi-jadi. Efek dari semprotan itu rasanya lebih kuat dari pada yang pernah dia rasakan dulu.
"Sepertinya kau tidak akan melubangi kepalaku, Tuan. Karena kau membutuhkan lubang yang lain," ucap Ellen mulai menggoda. Gadis itu semakin maju kemudian menaikkan satu kakinya sampai lututnya menyentuh tonjolan di celana Draco. "One night stand?"
Draco menurunkan pistolnya lalu mencium Ellen di sana. Keduanya saling bertautan dalam ciuman dengan tubuh terus berjalan ke arah unit apartemen Draco.
...***...
Keesokan paginya, Draco membuka mata dan merasakan pusing luar biasa. Dia sudah mendapati tubuhnya tanpa busana.
"Damn!" umpatnya pada diri sendiri.
Draco mengambil celana pendeknya yang tergeletak di lantai dan memakainya.
Bersamaan dengan itu, Ellen yang sudah membersihkan diri masuk ke kamar Draco dengan segelas kopi.
"Kau sudah bangun, Tuan?" tanyanya sesantai mungkin.
Draco memicingkan matanya pada Ellen, lelaki itu berdiri dan membuka brankas yang ada di kamarnya. Draco mengambil segepok uang bernilai 100 Kan dan melempar uang itu ke tubuh Ellen.
"Pergi kau!" usir Draco.
Ellen justru terkekeh mendapat perlakuan seperti itu. "100 Kan, ya?"
"Selagi aku memberimu kesempatan hidup, lebih baik kau gunakan sebaik-baiknya!" Draco berkata dengan ancaman yang kental.
Tapi, Ellen tidak takut. Dia mengambil satu lembar uang kemudian mendekat dan berbisik di telinga Draco. "Aku akan mengambil satu lembar jadi kita masih punya kesempatan bertemu 99 kali lagi!"
_
Kan itu mata uang buatan author sendiri🤭
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!