Blurb.
Diandra Zivana Athalla seorang gadis yatim piatu yang mencari nafkah dengan berjualan di taman kota setiap malamnya.
Diandra memiliki seorang sahabat yang bernama Galen Baim Pratama Syahputra. Galen sering menemani Diandra berjualan.
Suatu malam, Galen ada acara sehingga tidak bisa menemani Diandra. Gadis itu pulang dengan sepedanya.
Di tengah perjalanan seorang pria menghentikan sepedanya. Diandra diberi obat bius hingga pingsan. Setelah itu Diandra diperkosa. Trauma karena perkosaan membuat Diandra menjadi bisu.
Merasa bersalah dan juga kasihan dengan nasib Diandra, Galen menikahi Diandra.
Saat ijab kabul berlangsung, Diandra mengetahui jika pria yang memperkosanya itu adalah kakak dari Galen yang bernama Adyatma Mahavir Alister Bagaskara.
*************
Seperti malam-malam sebelumnya, Diandra seorang gadis cantik yang hidup sebatang kara,harus mencari nafkah dengan berjualan di taman kota pada malam hari. Siang hari Diandra bekerja di warung kopi.
Diandra mengayuh sepedanya menuju taman kota. Biasanya Diandra ditemani seorang pria, sahabatnya bernama Galen Baim Pratama Syahputra yang biasa di panggil Galen.
Diandra mengenal Galen sejak tiga tahun lalu. Mereka berdua sekolah di tempat yang sama.
Malam kemarin Galen mengatakan jika dirinya tidak bisa menemani Diandra hari ini karena ada keperluan ke luar kota.
Sampai di taman kota Diandra menyusun dagangannya pada salah satu bangku. Diandra berjualan minuman kemasan botol dan makanan ringan lainnya.
Suasana taman kota sedikit sunyi, maklum saja karena malam ini bukan akhir pekan. Diandra duduk menunggu pembeli yang datang satu persatu.
Diandra mengambil ponselnya yang berdering. Ponsel pemberian Galen tahun lalu, saat Diandra berulang tahun.
"Ada apa, Galen. Udah sampai?" tanya Diandra.
"Udah, sore. Maaf, aku baru sempat hubungi kamu malam. Kamu jualan juga?"
"Iya, sayang banget kalau libur." Galen kemarin meminta Diandra hari ini libur saja berjualan. Galen merasa kuatir jika gadis itu harus pulang tengah malam seorang diri.
Diandra mencoba meyakinkan jika tidak akan terjadi apa-apa karena sudah lama dia berjualan, belum pernah ada kejadian aneh sekitar taman kota.
"Jangan pulang larut malam. Jam sepuluh kamu udah harus kembali."
"Iya, Gelen. Bawel banget sih. Aku udah berjualan hampir satu tahun. Udah banyak kenal dengan orang-orang sekitar sini."
"Tapi kamu itu gadis, tidak baik jalan sendiri tengah malam. Takut ada yang berniat jelek."
"Apa yang akan mereka ambil dariku. Aku miskin, Galen."
"Tubuhmu. Kamu itu gadis yang cantik. Bisa membuat pria berniat jahat jika melihat kamu jalan seorang diri di tengah malam."
"Baiklah, Beb. Aku akan ingat kata-katamu."
"Jangan becanda. Aku bicara serius. Jangan hanya memikirkan uang. Kamu juga harus pikirkan keselamatan diri kamu. Uang masih bisa di cari, tapi jika terjadi sesuatu dengan dirimu, kamu akan menyesali seumur hidup."
"Kamu membuat aku takut."
"Aku bukan takutin kamu. Aku hanya mengingatkan. Aku juga akan merasa sangat bersalah jika terjadi sesuatu denganmu."
"Iya, Beb. Terima kasih perhatiannya. Aku sayang banget sama kamu," ucap Diandra.
Kamu hanya sayang. Aku bukan saja sayang, tapi juga sangat mecintai kamu. Cinta itu tak harus memiliki. Cinta itu akan hadir disetiap hati seseorang, sekecil apapun itu. Dan cinta itu sebuah keikhlasan agar orang yang kita cintai merasa bahagia & nyaman walau dia tak memilih kita. Pagi itu memiliki embun yang menetes tanpa harus diminta. Kebahagiaan itu memiliki arti ketulusan tanpa rencanakan. Sama halnya hati dia memiliki cinta tanpa harus diminta meskipun terkadang menyakitkan.
Diandra mematikan sambungan ponselnya. Karena pembeli sepi, Diandra masih menunggu, barang kali masih ada rezeki hingga jam sebelas malam, barulah gadis itu kembali. Setelah semua jualannya dimasukan ke kardus, Diandra mengikatnya di boncengan sepeda.
Diandra mengayuh sepedanya melewati jalan setapak yang sepi menuju kontrakannya. Di tengah perjalanan sepedanya dihentikan seorang pemuda.
"Maaf, Mas. Bisa minggir sedikit. Mas menghalangi jalanku," ucap Diandra.
Pemuda itu masih memegang stang sepedanya, menahan agar tidak bisa jalan. Dari dalam sakunya pemuda itu mengeluarkan sapu tangan dan menutup mulut Diandra.
Beberapa saat, Diandra merasa pandangannya kabur dan akhirnya dia pingsan. Pemuda itu membawa Diandra masuk ke mobil menuju satu rumah kosong.
Diandra dibaringkan di tengah ruangan. Pemuda itu melecuti seluruh kain yang melekat di tubuh diandra tanpa tersisa.
Pemuda itu mulai memasuki bagian inti tubuh Diandra. Gadis itu yang mulai sadar, merasakan sakit saat pemuda memaksa penyatuan tubuh mereka.
Diandra memcoba melawan dengan berteriak, tapi suaranya seperti tertahan. Diandra meronta, namun tidak bisa melawan kekuatan pemuda itu.
Akhirnya pemuda itu memasuki bagian inti tubuh Diandra, tanpa pedulikan Diandra yang kesakitan, pemuda itu menggerakkan tubuhnya dengan cepat. Diandra menangis tertahan, Hingga suaranya hilang. Tidak sanggup mengeluarkan kata lagi.
...****************...
Bersambung.
Selamat Pagi semuanya. Kali ini mama datang dengan karya terbaru. Mama mohon dukungannya.
Jangan lupa tekan Love, beri like dan komentar. Semua dukungan kalian sangat berarti buat mama. Terima kasih.
Diandra kembali tidak sadarkan diri. Pemuda itu meninggalkan Diandra setelah merenggut kesuciannya. Tanpa ada rasa kasihan, Diandra ditinggalkan seorang diri.
Pagi harinya, seorang wanita pemulung melihat pintu rumah kosong terbuka, dia memberanikan diri masuk.
Alangkah kagetnya ibu itu melihat ada wanita dengan pakaian yang telah robek. Pemuda tadi ternyata memakaikan kembali pakaian dalam wanita itu.
Dengan tergesa pemulung itu mencarikan bantuan untuk membawa Diandra ke rumah sakit.
Sampai di rumah sakit Dokter di dampingi polisi melakukan pemeriksaan. Setelah di dapat hasilnya, polisi masih menunggu kedatangan orang yang mungkin mencari keluarganya yang hilang.
Sore hari, barulah Diandra sadarkan diri. Diandra melihat ke sekitar. Barulah sadar jika dirinya berada di rumah sakit.
Diandra kembali teringat kejadian kemarin. Kembali air mata tumpah membasahi pipinya.
Perawat masuk dan melihat Diandra telah sadar memanggil Dokter dan Polisi. Setelah dilakukan pemeriksaan,seorang Polisi wanita duduk di samping ranjang Diandra.
"Selamat sore, Mbak," ucap Polisi itu ramah.
Diandra yang melihat Polisi semakin ketakutan. Dia berpikir, apa yang akan dilakukan polisi terhadapnya.
"Mbak, jangan takut. Saya hanya ingin tau, kenapa Mbak bisa berada di rumah kosong itu dalam keadaan pingsan. Apa yang terjadi? Mungkin kami bisa bantu?" tanya polisi wanita itu dengan ramah.
Diandra hanya menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau orang tau aib yang menimpa dirinya. Diandra menggeleng-gelengkan kepalanya berulang kali.
"Baiklah jika Mbak belum siap mengatakan. Istirahat saja dulu. Apa ada keluarga yang ingin dihubungi? Kami bisa bantu."
Diandra menggerakkan tangan, mengisyaratkan menulis. Polisi itu langsung mengerti.
"Mbak, mau pena dan buku untuk menulis sesuatu."
Diandra menganggukkan kepalanya, mengisyaratkan benar.
"Baiklah, Mbak. Tunggu sebentar, saya ambilkan dulu."
Polisi wanita itu keluar dari kamar dan meminta pena serta buku pada perawat uang menunggu di luar kamar. Polisi itu memang yang meminta salah satu perawat untuk menjaga Diandra.
Polisi wanita itu kembali dengan membawa pena dan buku. Diandra menuliskan nama Galen dan nomor ponselnya.
"Ini nomor ponsel saudara,Mbak?" tanya Polisi wanita itu. Diandra menggelengkan kepalanya.
"Sahabat atau kenalan?" tanya Polisi itu lagi. Diandra menganggukkan kepalanya.
"Bisa tuliskan juga namanya, Mbak!" ucap Polisi itu. Dia menyerahkan kembali kertas ditangannya. Diandra lalu menuliskan namanya.
"Baiklah, saya akan coba menghubungi segera. Mbak sabar dulu. Istirahat aja. Nanti setelah siap, Mbak bisa ceritakan semuanya agar kami bisa membantu."
Polisi itu pamit. Dia keluar, membiarkan Diandra beristirahat. Setelah Polisi itu menghilang dari pandangan, Diandra kembali menangis.
Ya Tuhan, kenapa semua ini menimpaku. Apa yang harus aku lakukan. Aku nggak mau orang tau jika aku ini korban pemerkosaan. Pasti nanti orang akan mengucilkan aku. Menghina aku. Aku malu. Semua juga salahku. Galen sudah mengingatkan agar aku pulang lebih cepat.
...----------------...
Malam harinya, Diandra dikejutkan dengan kedatangan Galen. Pria itu langsung memeluk Diandra.
Diandra ingin rasanya memanggil namanya Galen, namun suaranya tertahan. Diandra hanya bisa menangis.
Setelah cukup lama menangis. Galen melepaskan pelukannya. Galen duduk ditipi ranjang, menghapus air mata Diandra yang jatuh membasahi pipinya.
Galen datang setelah polisi mengabarkan jika ada teman wanitanya yang mungkin menjadi korban pemerkosaan, dan saat ini sedang berada di rumah sakit.
"Diandra, ceritakan semuanya denganku. Apa yang terjadi?" ucap Galen dengan menggenggam tangan Diandra.
Diandra kembali menangis. Dia ingin sekali mengatakan semuanya. Namun, bibirnya terasa kelu. Lidahnya membeku, tidak ada kata yang bisa keluar dari mulutnya. Diandra menggelengkan kepalanya.
"Diandra jangan menangis saja. Katakan semuanya, biar aku bisa bantu kamu!" ucap Galen.
Diandra kembali hanya bisa menggelengkan kepalanya. Diandra mengisyaratkan, menunjuk mulut dan tenggorokannya dan menggelengkan kepala. Diandra mengisyaratkan menulis.
"Kamu nggak bisa bicara? Kamu ingin mengatakan semuanya dengan menulis saja?" tanya Galen kaget.
Diandra menganggukkan kepalanya tanda membenarkan ucapan Galen. Pria itu memandangi Diandra dengan rasa iba. Kembali Galen membawa Diandra ke dalam pelukannya. Tanpa bisa Galen tahan, air matanya juga ikut turun membasahi pipi.
Ini semua salahku, seandainya aku menemani Diandra pastilah semua tak akan pernah terjadi.
...****************...
Bersambung.
Selamat Siang semuanya. Bagaimana cerita mama kali ini? Semoga semua suka. 😘😘😘
Diandra meminta pada Galen untuk tidak memperpanjang masalah. Dia minta kasus ini ditutup saja. Diandra tidak menuntut apa-apa.
Semua ini dia lakukan hanya untuk menjaga dirinya. Diandra hanya sebatang kara. Dia takut jika kasus ini dinaikkan, keluarga pelaku akan meneror atau mengancamnya nanti.
"Kamu yakin tidak akan menuntut pelaku?" tanya Galen.
"Aku yakin. Aku tidak mau ini diperpanjang. Aku takut pelaku malah menerorku. Aku tidak memiliki siapapun di dunia ini. Jika nanti ternyata pelaku orang mampu, aku bisa diancam." Diandra menulis jawaban pertanyaan Galen pada selembar kertas.
"Baiklah, aku akan mengurus semuanya. Biar aku minta kasus ini ditutup saja. Aku panggil dokter dulu untuk periksa keadaan kamu."
Dokter dan perawat masuk untuk periksa keadaan Diandra. Keadaannya sudah mulai membaik.
"Dok, kenapa teman saya tiba-tiba jadi bisu padahal sebelumnya normal."
"Kami telah melakukan pemeriksaan fisik tadi siang bersama kepolisian. Tidak ada luka fisik selain kekerasan pada organ intinya. Jadi kemungkinan tuna wicara yang dialami pasien karena trauma psikologi."
"Maksud dokter apa?" tanya Galen.
"Berhenti bicara atau bisu setelah mengalami kejadian yang traumatik dapat terjadi bila kejadian tersebut menimbulkan stres yang besar pada seseorang. Hal tersebut dinamakan selective mutism pada dunia kedokteran. Kami akan minta dokter spesialis saraf atau spesialis kejiwaan untuk melakukan pemeriksaan untuk penanganan lebih lanjut."
"Apakah ini bersifat permanen atau sementara, Dok?"
"Ini biasanya hanya sementara. Dampingi dengan Dokter psikologi, agar pemulihan trauma dapat segera disembuhkan."
"Umumnya, trauma akan sesuatu hal akan sembuh dan kembali normal dalam satu bulan. Tubuh akan 'mematikan' peringatan akan pemicu trauma dan tidak lagi menguras energi. Pada sebagian orang, trauma akan bertahan lebih lama hingga bertahun-tahun. Untuk itu diperlukan cara sembuh dari trauma yang benar. Trauma yang akan terjadi pada korban pe*le*ce*han se*ksu*al adalah PTSD. Jika seseorang mengalami ini, ia akan merasa takut, marah, merasa bersalah, cemas bahkan sangat sedih. Apalagi, kebanyakan korban akan diberikan label buruk atau stigma negatif di masyarakat, dan itu semua sulit dihilangkan," ucap Dokter itu lagi.
"Baik, Dok. Terima kasih atas jawabannya."
Dokter dan perawat meninggalkan Galen dan Diandra. Wanita itu tampak menangis dengan terisak. Galen mendekati Diandra dan menggenggam tangannya.
"Maafkan aku, Diandra. Seandainya aku tidak pergi ke luar kota hari itu, pastilah kamu tidak akan mengalami kejadian seperti ini."
Diandra bangun dari tidurnya. Memeluk Galen dan kembali tangisnya pecah dalam pelukan Galen.
Diandra melepaskan pelukan setelah tangisnya berhenti. Diambilnya buku dan pena yang Galen berikan.
"Kamu tidak perlu minta maaf. Kamu tidak ada salah. Mungkin ini semua sudah menjadi takdirku. Aku bahkan berterima kasih karena kamu mau menemani saat ini. Aku tidak akan pernah melupakan semua kebaikan kamu."
Diandra menyerahkan kertas yang telah ditulisnya. Galen membacanya.
"Aku ikhlas melakukan semua ini. Kamu sahabatku. Aku akan mendampingi kamu selalu baik dalam keadaan susah atau senang. Aku harap kamu bisa segera melupakan semua ini, walau itu tidak akan mudah. Kamu harus bangkit."
Diandra menatap Galen dengan mata masih berkaca.
"Aku rasanya ingin pergi saja dari dunia ini. Jika saja bunuh diri itu dibolehkan, aku akan melakukannya. Kenapa Tuhan memberikan aku cobaan begini beratnya? Apa dosaku terlalu besar?"
"Semua ujian yang datang dalam kehidupan kamu pasti dapat kamu lewati, dikarenakan Tuhan memberikan hal tersebut dikarenakan Tuhan yakin jika kamu bisa melewatinya. Manusia diberikan kelebihan dibandingkan makhluk lainnya yaitu Akal, tentunya kita dapat menggunakan akal kita untuk berpikir dan mencari solusi dari masalah yang sedang kita hadapi.Akan selalu ada bintang di balik awan gelap. Selalu ada pelangi diantara rintik hujan. Selalu ada hikmah dibalik setiap kesulitan," ucap Galen.
"Jangan pernah menyerah. Hidup hanya sekali. Tidak untuk disesali."
...****************...
Bersambung.
Sumber : google
Selamat Pagi semuanya. Mohon berikan dukungannya untuk novel terbaru mama ini. Terima kasih. 🥰🥰🥰🥰
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!