"Aaaaaaa... Adit apa yang Kau lakukan padaku?" Nayla menarik selimut menutupi tubuhnya kemudian mengambil bantal lalu memukul kepala Aditya yang masih terlelap disamping nya dengan posisi tengkurep.
Aditya yang merasakan pukulan di kepala nya pun membalikkan badannya lalu mengangkat kedua tangannya ke atas kepala menggeliat seperti bayi, Aditya belum menyadari apa yang terjadi. Saat matanya terbuka sempurna, betapa terkejut nya dia melihat ada kekasihnya berada di atas satu ranjang yang sama dengan nya, Aditya terkejut dan seketika langsung bangkit dari pembaringan nya.
"Nayla... Apa yang sudah terjadi?" Keterkejutan Aditya bertambah saat menyadari dirinya dan Nayla dalam keadaan yang sama polosnya tanpa sehelai benang pun. Aditya pun langsung menarik ujung selimut Nayla menutupi tubuhnya juga.
"Seharusnya Aku yang bertanya, bagaimana
Kau bisa ada dikamar ku? dan kenapa kita bisa seperti ini?" Nayla menggenggam erat selimut menutupi tubuhnya.
"Apa, ini kamar mu?" Aditya mengedarkan pandangannya mengelilingi ruangan itu, dan benar saja kamar itu adalah kamarnya Nayla.
"Adit, apa kita sudah melakukannya... " Nayla menujuk pada bercak kemerahan yang terlihat sudah mengering menempel pada sprei berwarna putih itu.
"Apa?" Mata Adit terbelalak melihat ke arah bercak merah yang ditujukan oleh Nayla.
"Awww shhht... " Saat ingin bergerak menggeser posisinya Nayla meringis merasa sakit di bagian intimnya. "Adit, bagian intim ku juga terasa sakit, kita sudah benar-benar melakukannya, Adit!" Nayla membekap mulutnya sendiri lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ya ampun Nay, ini semua pasti karena semalam kita terlalu banyak minum yang membuat kita mabuk terus kita sampai tidak sadar melakukannya... " Aditya mengusap wajahnya dengan kasar.
°°°°°°°
Malam sebelumnya....
Jam dinding berukuran besar di sebuah Villa, sudah menunjukkan pukul 12 malam, dan pesta reuni yang diadakan para alumni sekolah menengah atas itupun telah usai.
Namun, beberapa di antara mereka sudah kehilangan setengah kesadarannya karena pengaruh minuman beralkohol yang sebelumnya sudah disiapkan oleh si tuan rumah, alias pemilik Villa yang mengadakan acara reuni itu.
Sementara yang lainnya sudah terkapar dikamar mereka masing-masing, tinggal menyisahkan sepasang kekasih yang masih berada di ruangan tempat acara berlangsung. Sepasang kekasih itu masih asyik bercengkrama dengan minuman yang menemani mereka berdua, hingga keduanya pun mulai mabuk dan meracau tak jelas.
Sepasang kekasih itu adalah Nayla dan Aditya, mereka berdua sudah menjalin hubungan sejak masih sama-sama baru memasuki masa putih abu-abu.
"Nay, udahan yuk, Aku udah ngantuk nih, ekkk..." Ucap Aditya dengan suara khas orang mabuk dan sesekali cegukan karena sudah terlalu banyak minum.
"Iya nih Dit, Aku juga udah ngantuk banget, Aku kekamar Aku dulu ya dit, bye" Baru saja Nayla berdiri, Dia langsung jatuh dan menimpa Aditya.
"Aduh Nay payah banget sih, masa jalan aja gak bisa, ya udah yuk Aku antarin ke kamar Kamu" Aditya pun mengantar Nayla ke kamarnya, mereka berdua saling merangkul dengan berjalan sempoyongan.
"Nih Nay, udah sampai di kamar Kamu, selamat beristirahat" Aditya melepas tangan Nayla dari pinggang nya, dan Nayla pun langsung terjatuh di atas ranjang dalam keadaan yang sudah tidak sadar, sementara Aditya juga sudah mulai merasakan pusing di kepala nya dan akhirnya juga ikut terjatuh di atas ranjang nya Nayla.
Saat pukul 3 pagi, Aditya mulai tersadar namun belum sepenuhnya sadar, Dia masih dibawah pengaruh alkohol, samar-samar ia melihat ada Nayla yang tidur disamping, ia menyunggingkan senyum rasanya seperti mimpi bisa melihat wajah kekasih nya itu saat tertidur terlihat begitu manis.
Aditya mengulurkan tangannya menyentuh pipi Nayla, rasanya seperti mimpi tapi terasa nyata Nayla tidur disamping nya. Perlahan tangan Aditya turun dari pipi Nayla ke bibir Nayla dan mengusap bibir yang berwarna merah delima itu dengan lembut.
"Nay, A ku beruntung banget bisa mimpi indah kayak gini" Gumam Aditya lalu mendekatkan tubuhnya ke Nayla.
Aditya mendekatkan wajahnya ke wajah Nayla, lalu menempelkan bibir nya ke bibir Nayla. Seperti sebuah keberuntungan untuk Aditya, tak di sangka Nayla malah menarik tengkuknya, tak ingin melewatkan kesempatan dalam mimpi indahnya ini Aditya pun langsung mencecap bibir Nayla dengan rakus.
Hingga, entah bagaimana ceritanya, Aditya berhasil melepaskan semua pakaian yang menempel di tubuh Nayla begitu juga dengan Aditya yang saat ini sudah sama polos nya dengan Nayla.
Masih dalam pengaruh alkohol, akhirnya Nayla dan Aditya pun melakukan hubungan badan yang selama 4 tahun ini selalu mereka hindari selama menjalin hubungan.
Walaupun masih dalam keadaan mabuk, Nayla dan Aditya terlihat sangat menikmati apa yang mereka lakukan saat ini. Menurut Aditya, ini benar-benar mimpi yang indah karena selama berpacaran dengan Nayla sekedar ciuman bibir saja tidak pernah mereka lakukan.
Setelah sampai pada puncak nya masing-masing, Aditya langsung menjatuhkan tubuhnya di samping Nayla dengan posisi tengkurep. Kedua nya pun kembali tak sadarkan diri setelah pergulatan panas mereka.
Saat menjelang tengah hari, Nayla mulai mengerjapkan matanya. Ia memegang kepalanya yang masih terasa pusing. Dia pun menarik tubuhnya untuk bersandar di kepala ranjang.
Namun, saat tatapan nya tertuju pada sosok yang terlelap di samping nya Nayla pun berteriak.
°°°°°°°
"Adit, ini bagaimana?" Nayla mulai terisak, Dia sungguh tidak menyangka, reuni yang mereka adakan dengan berpesta alkohol berujung dengan hilangnya kehormatan yang selama ini bersusah payah Dia jaga.
Aditya memijit pelipis nya, kepala nya juga masih terasa pusing, belum lagi mendapati kenyataan Dia dan Nayla sudah melakukan hubungan badan membuat kepala nya bertambah sakit.
"Nay, Aku mohon Kamu jangan nangis, kita berdua tidak sadar melakukannya. Tapi, Aku janji akan bertanggung jawab" Ucap Aditya meyakinkan Nayla. Dia ingin mendekap Nayla yang menangis, tapi Nayla merentangkan tangannya agar Aditya tak mendekat.
"Stop Adit! Jangan mendekat. Apa kamu tidak lihat keadaan kita sekarang? Sebaiknya kamu cepat pergi dari sini sebelum anak-anaknya yang lain melihat kita seperti ini. Aku tidak mau jadi bahan gosip di kampus" Nayla memperingati.
Aditya pun yang tadinya ingin memeluk Nayla, menjauhkan tubuhnya dari Nayla. Dia menarik nafas nya dalam lalu menghembuskan nya perlahan.
"Nay, Kamu tenang saja, Aku akan bertanggung jawab" Ucap Aditya yakin. Sungguh, menikah muda bukanlah impian nya, tapi Dia harus bertanggung jawab atas apa yang sudah terjadi, walaupun ini bukan sepenuhnya kehendaknya. Mereka sama-sama dalam keadaan mabuk melakukannya, tapi itu semua sudah terjadi. Bukankah mereka berdua juga saling mencintai? Lalu apa salahnya menikah.
Setelah meyakinkan Nayla, Aditya pun segera memakai pakaian nya dan keluar dari kamar Nayla. Beruntung suasana Villa masih terlihat sepi, sepertinya teman-temannya masih berada di alam mimpi di kamar mereka masing-masing.
Sementara Nayla, ia menangis sejadi-jadinya. Walaupun yang mengambil kehormatan nya adalah orang yang di cintainya, tapi bukan seperti ini caranya. Dia ingin memberikan nya kepada Aditya setelah mereka menikah nanti, dan itu setelah mereka menyelesaikan kuliahnya.
Lelah menangis, Nayla pun beranjak turun dari ranjang ingin membersihkan tubuhnya. Dia berjalan dengan sangat pelan menuju kamar mandi karena masih terasa sakit di bagian intimnya.
Setelah selesai mandi dan berpakaian lengkap. Nayla membereskan semua barang-barang bawaannya karena jam 3 sore nanti mereka semua sudah akan meninggalkan Villa, serta meninggalkan sebuah kenangan di Villa itu. Dimana, Dirinya kehilangan mahkota yang bersusah payah ia jaga.
.
.
.
~ ~ ~ ~ ~ ~
Menjaga kesucian memang penting. Tetapi kehilangannya, bukan berarti kamu kehilangan segala yang kamu punya. Kamu masih punya banyak kelebihan, kamu masih punya banyak nilai yang bisa dibanggakan. Tidak peduli apa yang dikatakan orang, sebab orang yang bijak tentu tidak akan menilai seseorang hanya dari kondisi selaput daranya saja.
#syitahfadilah
"Nayla tunggu...
Nayla yang berjalan menuju kelas, menghentikan langkahnya saat namanya dipanggil seseorang. Namun, Nayla tak menoleh melihat siapa yang memanggilnya, Nayla tahu betul itu suara siapa? Itu adalah suara seseorang yang sudah satu bulan ini berusaha ia hindari.
"Nayla, kenapa sih kamu menghindari aku terus, kenapa Nay?" tanya Adit, dengan nafas tersengal-sengal karena berlari.
"Kalau gak ada hal penting yang mau dibicarakan, aku masuk kelas dulu." ucap Nayla, kemudian melanjutkan langkahnya menuju kelas tanpa menjawab pertanyaan Adit.
Dan seperti biasa Adit hanya bisa menghela nafas panjang karena setiap ia menanyakan hal itu, Nayla tak pernah menanggapinya.
"Nay, kalau kamu menghindari aku karena kejadian malam itu. Tapi, aku kan sudah mengatakan akan bertanggung jawab tapi tidak sekarang Nay, kita masih harus menyelesaikan kuliah kita dulu." ujar Adit yang kini ikut melangkah disamping Nayla.
"Nay, katakan sesuatu jangan mendiami aku terus, aku bingung kalau kamu seperti ini terus." ucapnya lagi merasa frustasi terus diabaikan.
"Nay, malam itu kita sama-sama gak sadar. Kamu gak salah aku pun gak salah, kita berdua gak salah karena itu terjadi bukan atas keinginan kita. Itu murni kecelakaan, tapi aku akan tetap bertanggung jawab Nay,"
"Nay, walaupun kejadian malam itu tidak pernah terjadi, bukankah kita memang akan menikah setelah kuliah kita selesai. Jadi kau tidak perlu khawatir."
Saat hampir mendekati kelas, Nayla menghentikan langkahnya, ia menarik nafasnya lalu menghembuskan dengan perlahan. Kemudian ia menoleh menatap Adit di sampingnya untuk yang pertama kali setelah satu bulan terus menghindari kekasihnya itu.
"Dit, bisa gak, tolong jangan pernah bahas tentang kejadian malam itu lagi. Aku mohon!" Nayla mengatupkan kedua tangannya didepan wajah Adit. "Kejadian malam itu adalah pengalaman terburuk dalam hidupku, dan aku mohon jangan pernah mengingatkan aku lagi." sambungnya, kemudian memutus kontak matanya dari Adit.
"Kamu bilang itu kecelakaan? Oke itu memang kecelakaan." ucap Nayla dengan tersenyum masam. "Dan aku sedang berusaha untuk sembuh dari luka yang disebabkan oleh kecelakaan itu, walaupun aku tau selamanya luka itu akan membekas." sambungnya, kemudian melanjutkan langkahnya menuju kelas.
"Nay, apa maksudmu berbicara seperti itu? Jangan bilang kamu juga ingin mengakhiri hubungan kita? Engga Nay, aku gak mau kita putus." Adit mempercepat langkahnya, dan kini ia berhasil menahan Nayla agar tak melangkah lagi.
"Dit, minggir aku mau masuk kelas." namun Adit semakin memperkokoh dirinya tegak dihadapan Nayla.
"Aku gak akan minggir sampai kamu mau berbicara denganku dan berjanji tidak akan menghindari aku lagi."
"Dit, aku mohon kasih aku waktu buat sendiri!" Nayla menatap kekasihnya itu dengan memohon.
Meski sebulan ini ia terus menghindari kekasihnya, namun dalam hati ia tidak ingin, ia merindukan sosok Adit. Namun, jika terus bertemu Adit, ia akan selalu teringat dengan kejadian malam itu yang hampir membuatnya gila. Merasa bersalah pada kedua orangtuanya dan orang-orang yang membanggakannya.
"Sampai kapan, Nay? Sudah satu bulan kamu menghindari aku terus. Sampai kapan kamu ingin sendiri, sampai kapan?" tanya Adit frustasi, sungguh ia tidak bisa terus diabaikan seperti ini.
"Sampai aku benar-benar bisa melupakannya, Dit."
"Nay, tolong jangan seperti ini." Adit memegang tangan Nayla, namun dengan cepat Nayla menepis nya.
"Minggir, Dit." ujar Nayla seraya mendorong Adit, namun malah dirinya yang terhuyung kebelakang.
"Nay, kamu gak apa-apa kan?" tanya Adit khawatir, beruntung ia dengan cepat menahan tubuh Nayla yang hendak jatuh.
"Dit, kepala aku tiba-tiba pusing." Nayla memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa berat.
"Kamu sakit Nay? Ya udah aku antar kamu pulang aja ya, hari ini kamu gak usah ngampus dulu biar nanti aku yang izinkan sama dosen." Adit hendak memapah kekasihnya, namun Nayla lagi-lagi menepis tangannya.
"Gak usah, terima kasih aku bisa jalan sendiri, dan gak perlu antar aku pulang, aku bisa naik taksi."
"Tapi Nay, aku khawatir kamu kenapa-kenapa kalau pulang sendiri, aku antar ya." Adit menatap Nayla dengan sendu, hatinya benar-benar perih mendapat penolakan seperti ini, dan ini adalah pertama kalinya setelah 4 tahun mereka menajalin hubungan.
"Aku bilang gak usah, Dit. Kalau aku gak kuat pulang sendiri, aku bisa meminta Kak Reyhan datang menjemput aku." ucap Nayla, dan itu begitu menohok hati Adit.
Meski Nayla menganggap Reyhan seperti kakaknya sendiri, namun Adit tidak menyukai kedekatan mereka. Apalagi sekarang Nayla menolak dirinya dan mengatakan akan meminta Reyhan untuk menjemputnya. Hati Adit benar-benar sakit mendengar ucapan kekasihnya itu.
"Nay, jangan seperti ini. Sikapmu seperti ini, itu sangat menyakiti aku Nay."
Nayla memalingkan wajahnya, tak sanggup melihat tatapannya Adit yang begitu sendu, dirinya juga sakit terus seperti ini, namun ia hanya ingin menyendiri untuk melupakan peristiwa terburuk yang pernah terjadi antara dirinya dan Adit.
Nayla pun mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, kemudian mencari nomor Reyhan lalu menelponnya sembari berjalan keluar dari kampus tanpa memperdulikan Aditya yang juga berjalan di sampingnya.
Kepala Nayla semakin terasa pusing, namun ia berusaha menguatkan dirinya mencapai gerbang kampus untuk menunggu Reyhan di sana.
Beberapa saat menunggu dengan ditemani oleh Adit yang terus memohon padanya, mobil Reyhan pun datang. Nayla segera masuk kedalam mobil Reyhan dan sekali lagi tanpa memperdulikan Aditya.
"Nay, kamu bertengkar sama pacar kamu?" tanya Reyhan, setelah melajukan mobilnya meninggalkan kampus.
"Gak apa-apa Kak, ada salah paham dikit aja, nanti juga baikan lagi." jawab Nayla berbohong.
Reyhan pun terdiam, ia cukup sadar diri meski Nayla menganggapnya sebagai kakak namun ia tak berhak untuk ikut campur masalah adiknya itu. Tetapi, hingga saat ini Reyhan masih belum bisa menghilangkan perasaannya pada Nayla meski ia tahu Nayla sudah memiliki kekasih.
Reyhan yang fokus menatap jalanan didepannya, terkejut saat tiba-tiba Nayla pingsan dan kepalanya oleh kearahnya.
Reyhan pun menepikan mobilnya secara mendadak.
"Nayla, kamu kenapa Nay? Ya ampun muka pucat sekali, sebaiknya aku bawa ke rumah sakit."
Tanpa berpikir panjang Reyhan segera melajukan mobilnya menuju rumah sakit, dan setelah sampai dirumah sakit Reyhan dengan tergesa-gesa menggendong Nayla masuk kedalam rumah sakit.
Dua orang perawat yang melihatnya segera membantu Reyhan membawa Nayla ke IGD, di luar ruangan itu Reyhan menunggu dengan cemas dengan banyaknya pertanyaan dalam benaknya.
Tak lama kemudian pintu ruangan itu terbuka, Reyhan langsung menghampiri dokter yang baru saja keluar dari sana.
"Dok, bagaimana keadaan adik saya?" tanya Reyhan khawatir.
"Oh jadi pasien adik Anda, saya pikir istri anda." ucap dokter itu tersenyum masam.
"Gak Dok, itu adik saya." ujar Reyhan. "Adik saya sakit apa Dok, kenapa dia tiba-tiba pingsan?" tanyanya.
"Gak ada yang perlu dikhawatirkan, itu sudah biasa terjadi pada ibu hamil muda. Dan usia kandungan adik Anda sudah memasuki Minggu ke-tiga."
"Apa... Ha-mil...?"
.
.
.
~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~
...Tidak ada penderitaan yang abadi, tidak ada kebahagiaan yang abadi. Kecuali bagi yang pandai bersyukur, selamanya ia akan merasakan kebahagiaan....
#Author_syitahfadilah.
Setelah dilakukan pemeriksaan keseluruhan, suster memindahkan Nayla ke ruang rawat. Sementara Reyhan duduk dalam keheningan didepan ruangan itu, ditangannya terdapat sebuah amplop yang berisi hasil pemeriksaan Nayla.
Hatinya hancur, benar-benar sakit mengetahui jika wanita yang sudah lama diam-diam ia cintai ternyata sedang hamil, dan yang pasti anak dalam kandungan Nayla itu adalah anak kekasihnya, Adit.
"Aku akan benar-benar kehilangan cinta yang bahkan tidak pernah aku ungkapkan, cinta yang aku simpan sendiri kini akan menjauhiku dengan sendirinya.Tapi aku akan berdo'a untuk kebahagiaanmu, Nay."
Reyhan mengelus dadanya yang bergemuruh. Meski Nayla tak dapat ia miliki, setidaknya ia akan tetap menjadi seorang kakak untuk Nayla, namun mungkin kedekatan mereka tidak akan seperti dulu lagi karena Nayla akan menjadi milik orang lain.
Reyhan beranjak dari tempat duduknya, ia melangkah masuk ke ruang rawat Nayla dan ternyata Nayla masih belum sadarkan diri.
Reyhan mendudukkan tubuhnya di kursi yang berdekatan dengan ranjang dimana Nayla terbaring. Ia menatap dengan sendu wajah lelap Nayla yang masih terlihat pucat.
"Nay, bangun," ucap Reyhan dengan mengelus punggung tangan Nayla.
"Jangan buat semua orang khawatir dengan berlama-lama disini. Kita harus segera pulang dan kamu harus menjelaskan semuanya." ucapnya lagi.
Merasakan ada sentuhan ditangannya, Nayla mulai mengerjapkan matanya, samar-samar ia melihat langit-langit ruang rawat itu yang serba putih.
"Aku dimana?" tanyanya lirih. Nayla memegang kepalanya yang masih terasa pusing.
"Kamu di rumah sakit, Nay." jawab Reyhan, dan membuat Nayla dengan cepat menoleh kearahnya.
"Kak, Reyhan. Kenapa aku bisa ada disini?"
"Tadi kamu pingsan, jadi aku bawa kamu ke rumah sakit. Ini," Reyhan menyodorkan amplop yang berisi hasil pemeriksaan Nayla, kepada Nayla.
"Ini apa, Kak?" tanya Nayla sembari menyambut amplop itu.
"Bukalah, itu hasil pemeriksaan kamu." jawab Reyhan dengan sendu. "Selamat ya, Nay." ucapnya kemudian tersenyum.
"Selamat, selamat untuk apa?" tanya Nayla bingung, ia tidak mengerti kenapa Reyhan memberinya ucapan selamat.
Reyhan pun menatap Nayla dengan bingung, seolah-olah Nayla berpura-pura tidak mengetahui kehamilannya.
"Kak, Kak Reyhan kenapa mengucapkan selamat padaku? Aku masuk rumah sakit loh ini, bukan wisuda." ucap Nayla dengan terkekeh, merasa lucu dengan ucapan Reyhan yang memberinya ucapan selamat.
"Apalagi yang harus aku ucapkan, selain kata selamat Nay?"
"Aku tidak mengerti dengan maksud Kak Reyhan." kata Nayla. Ia mendudukkan tubuhnya di atas ranjang pasien itu kemudian menatap Reyhan dengan lekat.
"Sebenarnya Kak Reyhan sedang membicarakan apa?" tanya Nayla.
"Nay, apa kamu tidak tahu kalau kamu sedang hamil?" Reyhan mengerutkan keningnya menanti jawaban Nayla.
"A-pa, ha-mil, ak-u hamil?" tanya Nayla terbata, berharap ia salah dengar, namun melihat Reyhan menganggukkan kepala membuatnya seketika menjadi lemas.
Inilah yang ia takutkan dari kejadian malam itu, dan kini ketakutannya itu benar-benar terjadi.
Apa yang ia lakukan bersama Adit dalam keadaan mabuk malam itu, ternyata meninggalkan sesuatu dalam dirinya.
"Isi amplop itu hasil pemeriksaan yang menyatakan kalau kamu sedang hamil, Nay." ucap Reyhan.
Dengan cepat Nayla membuka amplop itu, dan ternyata benar. Selembar kertas yang berada di dalam amplop itu menyatakan dirinya positif hamil dan usia kandungnya sudah memasuki minggu ke-3.
"Kak, sekarang antar aku ke balik ke kampus. Aku harus bertemu Adit, dia harus tau soal ini." tanpa memperdulikan dirinya, Nayla mencabut jarum infus yang tertancap dipunggung tangannya.
"Ya ampun Nay, apa yang kamu lakukan?" Reyhan panik melihat darah yang menetes dari punggung tangan Nayla, dengan cepat Reyhan mengambil tisu yang terletak di atas nakas kemudian membalutkan nya ditangan Nayla agar darahnya berhenti menetes.
"Kak, aku harus ke kampus sekarang bertemu Adit."
"Iya, tunggu sebentar aku panggil Dokter dulu untuk memeriksa kamu sekali lagi.
Beberapa saat kemudian, setelah dokter memeriksa kondisi Nayla dan mengatakan semuanya sudah stabil. Reyhan pun mengantar Nayla kembali ke kampus, ia juga ingin memastikan jika ayah dari anak yang dikandung Nayla itu benar-benar bertanggung jawab, karena jika tidak bukan hanya David papanya Nayla yang akan murka tapi dirinya juga selaku salah satu orang yang menyayangi Nayla.
Beruntung rumah sakit tempat Nayla dirawat sebelumnya, tak begitu jauh dari kampus, sehingga tak membutuhkan waktu lama mobil Reyhan pun kini telah terparkir di pelataran kampus.
Nayla turun dari mobil Reyhan, dan dengan tergesa-gesa melangkah masuk ke kampus dan tujuannya sekarang adalah kelas. Nayla yakin Adit saat ini berada di kelas dan benar saja kekasihnya itu ada didalam kelas sedang berbincang-bincang dengan beberapa temannya.
"Nay, kamu balik lagi?" Adit beranjak dari tempat duduknya, kemudian menghampiri Nayla yang berdiri di ambang pintu.
"Nay, kamu udah gak apa-apa kan, apa masih pusing kepalanya?" tanya Adit sembari menelisik wajah Nayla yang masih terlihat sedikit pucat.
"Dit, ada yang mau aku omongin, penting. Tapi bukan di sini." Nayla langsung menarik tangan Adit pergi dari sana dan membawanya menuju mobil Reyhan.
"Nay, ini sebenarnya ada apa?" tanya Adit bingung, apalagi saat ini Nayla membawanya masuk kedalam mobil Reyhan.
"Ini, kamu lihat sendiri." ucap Nayla sembari memberikan amplop yang berisi hasil pemeriksaannya pada Adit.
Adit pun membuka amplop itu, dan seketika kedua matanya terbelalak melihat tulisan positif hamil yang tercetak tebal pada selembar kertas yang ada ditangannya.
"Apa, Nay ka-mu ha-mil?" tanyanya terbata. Ini sebuah kejutan untuknya, ia tidak menyangka kejadian malam itu akan membuahkan hasil padahal mereka melakukannya hanya sekali dan itupun tanpa sadar.
"Dit, apa yang harus kita lakukan sekarang?" air mata Nayla lolos begitu saja. "Apa kita harus menggugurkan anak ini." ucapnya, yang membuat Reyhan sedari tadi diam langsung menoleh menatap Nayla.
"Apa yang kau katakan, Nay!" tukas Reyhan geram, namun tatapannya tertuju pada Adit.
"Nay, jangan digugurkan, dia gak salah," ucap Adit gugup karena mendapat tatapan membunuh dari Reyhan.
"Dan sekarang kamu pulang, tunggu aku. Hari ini aku akan datang bersama kedua orangtuaku, aku akan bertanggung jawab." ucapnya sembari mengusap puncak kepala Nayla.
Nayla mengangguk, kemudian Adit pun keluar dari mobil Reyhan lalu masuk kedalam mobilnya sendiri. Hari ini ia akan menyelesaikan masalah yang memang seharusnya sejak awal ia selesaikan.
Setelah mobil Adit meninggalkan pelataran kampus, Reyhan pun mulai melajukan mobilnya.
"Kak Reyhan, nanti tolong jangan bicara apapun pada Mama dan Papa sebelum Adit dan orangtuanya datang." ucap Nayla.
Reyhan menganggukan kepalanya. "Sebenarnya aku kecewa dengan apa yang kamu lakukan itu, Nay. Aku pikir kamu...
"Kak, itu gak seperti apa yang Kak Reyhan pikirkan," ucap Nayla menyela ucapan Reyhan.
"Itu terjadi bukan atas keinginan kami, kami melakukannya dalam keadaan gak sadar." sambungnya menjelaskan.
"Apa maksudmu, Nay?"
Nayla pun menceritakan tentang kejadian malam itu yang berawal dengan mereka merayakan reuni di sebuah villa yang berada di puncak, kemudian mereka mabuk dan pada akhirnya berakhirlah ia yang kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam dirinya.
.
.
.
~ ~ ~ ~ ~ ~
Menyerah berarti menerima bahwa kamu lelah. Tetapi untuk beristirahat dan mencoba lagi adalah tanda sebuah tekad. Menjadi kuat bukan berarti kamu tidak pernah lelah. Itu hanya berarti kamu memiliki kekuatan untuk bangkit kembali setelah beristirahat.
#Author_syitahfadilah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!