Menjadi seorang Ayah sekaligus seorang Ibu bukan hal mudah bagi Alfonso. Bagaimana tidak? Ia harus merawat keempat anaknya yang masih berusia empat tahun tanpa babysitter. Walaupun dibantu mertuanya, ibu Felisia. Tetap saja keempat anaknya selalu ingin bersama Alfonso.
"Horee...hari ini Alisha mulai sekolah," teriak Alisha sembari berlari mengelilingi kamar.
"Iya sayang, duduk yang diam biar Daddy kuncir rambutnya dengan benar." Alfonso mengikuti kemana Alisha kecil berlari sembari membawa karet warna warni dan sisir ditangan.
"Daddy... kejal Alisha," pekiknya terus berlari dan tertawa.
"Udah Daddy nyerah. Daddy kalah!" Alfonso akhirnya mengangkat kedua tangan keatas. Napasnya tersengal-sengal mungkin efek usia dan juga dulu sering merokok. Dia mendudukkan tubuhnya diatas karpet yang digelar dikamar.
"Dek...udah lari-larinya.Lihat daddy uda kecapean," tegur Aleijo yang sejak tadi hanya menonton Alisha mengerjai Alfonso. Sedangkan Alicia dan Alonzo asyik menonton film kartun kesukaan mereka.
"Maafin Sha, Daddy." Anak berusia empat tahun itu datang dengan cemberut. Dia menatap lekat Alfonso sembari menunduk menyesali perbuatannya.
"It's okey dear. Yuk..Daddy kuncir rambutnya. Nanti kalau Sha, terlambat masuk sekolah, mau gak, dihukum sama guru?" Alfonso mengoceh seraya menarik tubuh kecil Alisha duduk didepannya. Dia mulai menguncir rambut putri bungsunya, kepang dua sesuai request Alisha.
Jangan tanya dari mana Alfonso belajar menguncir? Dia rela tiap malam setelah mendongeng untuk keempat anaknya tidur. Alfonso membuka app YouTube, lalu menonton tutorial menguncir rambut disana.
"Masa seolang gulu jahat? Bukannya Gulu itu halus baik?" Dia memutar tubuhnya menatap Alfonso, matanya sayu ada rasa kwatir disana.
"Kalau ada siswa yang nakal dan nggak nurut pasti dihukum. Makanya dengarin apa kata guru disekolah." Alfonso mengecup kening Putrinya itu, Bibirnya tersenyum dia tidak tega melihat anaknya takut dan gelisah begitu.
Namun, demi kedisiplinan keempat anaknya, Alfonso terpaksa meminta guru-guru disekolah miliknya, tetap berlaku adil dalam mendidik. Walaupun itu anaknya, dia tidak ingin guru pilih kasih. Bagi Alfonso jika sikembar melakukan kesalahan mereka juga harus dihukum sesuai aturan yang berlaku disekolah.
Alisha diam. Dia menggerakkan kakinya memikirkan bagaimana nanti dia jika melakukan kesalahan lalu diihukum guru.
Waktu sudah menunjukkan pukul 6:30 pagi. Anak-anak sudah siap berangkat ke sekolah. Keempatnya masing-masing mengenakan tas dibelakang dengan gambar karakter film kartun kesukaan merek masing-masing.
"Okey...Let's go!" Alfonso menggandeng tangan Alisha dan Alonzo. Sedangkan, Alicia dan Aleijo berjalan lebih dulu diikuti Ketiganya dari belakang.
"Daddy Sha, duduk didepan bersama Daddy." Dia mengangkat kepala menatap Alfonso.
"Iya sayang, Alfonso menyentuh pipi halus putri bungsunya. Lalu, dia berdiri didepan pintu melihat keempat anaknya masuk mobil dengan bantuan Bale. Security yang sudah setia bersama dia. Sejak Alfonso masih kecil itu.
"Terima kasih, Paman Bale." ucap keempatnya serentak.
"Sama-sama." balas Bale tersenyum seraya melambaikan tangan.
Alfonso tersenyum melihat anak-anaknya yang sopan terhadap orang yang lebih tua dari mereka. Dia melangkah ke pintu bagian kiri. Mafia itu masuk dan kembali menutup pintu mobil. Dia mulai menginjak pedal gas mobilnya melaju menuju sekolah taman kanak-kanak miliknya yang letaknya dekat rumah sakit yang dibangunkan atas nama Leticia.
Dalam perjalan Alonzo hanya diam saja.Putra kedua Alfonso dan Leticia itu sedikit berbeda dengan ketiga saudaranya. Di mana mereka masih tertawa lepas jika diajak bercanda Alfonso. Alonzo, dia mewarisi Alfonso wajahnya dingin dan tidak pernah tertawa. Dia akan bicara jika pertanyaan itu ditujukan untuk dia, atau dia akan bicara jika ada hal yang penting saja. Sejak ditinggal mati Leticia Alonzo lebih banyak berdiam dikamar, banyak yang bilang Alonzo sangat terpukul karena dia lebih dekat dengan Leticia.
"Daddy...Nanti pulang kita jadi,'kan main ke rumah Belinda?" Alicia mengingatkan janji Alfonso tadi pagi sebelum memandikan Anak-anaknya.
"Iya sayang jadi. Tadi Daddy uda kabarin papa Glen. Tapi, janji dulu sama Daddy, pulang sekolah makan dulu, setelah itu tidur siang bangun mandi. Baru deh boleh ke rumah papa Glen, setuju?" Alfonso melirik sebentar ke kursi belakang.
"Siap Daddy," sahut ketiganya serentak.
"Sha ngga mau. Hari ini Sha janji mau main di rumah Oma dan Opa." Alisha melipat kedua tangannya didada. Wajahnya menatap keluar jendela mirip Leticia jika ngambek.
Alfonso mengusap lembut rambut Alisha, 'Kamu kenapa mirip sekali dengan Mommy?' batinnya. Rasanya dia ingin menangis, tapi dia sudah berjanji tidak akan menangis lagi.
"Ya udah, Adek ke rumah Oma dan Opa. Kakak mau main dengan Belinda," sahut Alicia.
"Kakak Aleijo temani Alisha!" Dia melirik ke kursi belakang menatap Aleijo.
"Iya...Iya nanti Alisha dengan Kakak ke rumah Oma. Alonzo temani Alicia ke rumah Belinda," Jawab Aleijo.
Akhirnya setelah tiga puluh menit dalam perjalan dan melewati perdebatan kecil didalam mobil. Alfonso membelokkan mobil minicooper itam itu ke halaman sekolah dengan cat berwarna warna ciri khas sekolah taman kanak-kanak.
Security dan para guru sudah berdiri didepan lorong sekolah. Mereka tersenyum menyambut kedatang keempat anak kembar pemilik sekolah itu.
"Hola..Tuan. Selamat pagi." sapa para guru dan security sekolah.
"Pagi." balas Alfonso.
Sikapnya masih dingin jika bertemu dengan orang yang bukan sahabatnya. Walaupun dia duda. Alfonso tau batasannya dan tidak pernah centil terhadap guru wanita yang masih jomblo. Tidak seperti duda lain dimana memanfaatkan status duda mereka untuk menggombali para wanita. Alfonso masih setia dengan janji dan sumpahnya kepada Leticia. Di mana dia akan menduda hingga ajal menjemput dan dia bisa kembali bertemu dengan Leticia di surga.
"Hallo anak cantik. Namanya siapa?" tanya seorang guru muda. Guru itu datang dan menunduk menatap wajah Alisha.
"Alisha!" sahutnya lalu melangkah mundur dan menggandeng tangan Alfonso lagi. Alfonso tertawa melihat reaksi Alisha yang sedikit takut dengan guru itu.
Berbeda dengan ketiga saudaranya yang diajak kenalan langsung menjawab dan mengikuti gurunya diajak bergabung dengan teman-teman yang sudah menunggu dikelas.
"Daddy ikut antar," pintanya merengek.
"Iya sayang, Daddy antar masuk ke kelas," jawab Alfonso. Dia mengikuti ketiga anaknya dan guru kelas itu. Alisha masih enggan melepas genggaman tangannya.
"Selamat pagi. Ini kita ada empat teman baru lagi." Guru itu menjejerkan ke-empatnya berdiri didepan.
"Hallo," sapa dua puluh siswa-siswi dikelas itu.
Alfonso tersenyum melihat keceriaan anak-anak itu. Dalam hati dia menyesal karena kebanyakan yang sekolah miliknya itu orang tuanya korban dari kekejaman dia dimasa lalu. Alfonso berusaha menetralkan emosinya. Biasanya yang memahami perasaan dia hanya Leticia seorang. Namun, kini wanita itu telah tiada.
Waktu sudah pukul 10:00. Jam anak-anak pulang sekolah. Hari ini Alfonso masih menemani keempat anaknya didalam kelas. Sebenarnya, Aleijo, Alicia dan Alonzo tidak masalah ditinggal dikelas sendiri. Tapi, Alisha sama sekali tidak mau melepas tangan Alfonso.
Lonceng sekolah berdering semua anak sekolah berdiri dari kursi masing-masing.
"Bye...bye...see you tomorrow." Gurunya melambaikan tangan.
"Bye...bye see too.Mis." sahut para siswa serentak
"Nanti saya akan usahakan biar Alisha mau ditinggal dikelas." Sebelum meninggalkan kelas Alfonso masih berbicara dengan wali kelas Alisha sebentar. Sama seperti orangtua pada umumnya.Dia selalu berusaha untuk tidak diperlakukan istimewa.
"Nggak apa-apa, Tuan. Namanya anak baru mulai sekolah, semua anak begitu awal sekolah pasti sulit tidak mau ditinggal orang tuanya. Kami memahami itu," jawab guru yang bernama Julia itu.
Setelah berbicara dengan Julia. Alfonso dan keempat anaknya berjalan menuju mobil.
Ting...Ting...
Pintu mobil terbuka Alfonso membantu anak-anak masuk ke mobil satu persatu. Setelah Keempatnya sudah masuk dan tidak lupa Alfonso memasangkan sealtbealt kepada anak-anaknya dengan benar. Lalu, ia pun masuk ke mobil. Kakinya menginjak pedal gas mobil melaju menuju Mansion.
"Daddy...Adek itu dibilangin jangan gitu didalam kelas. Lihat Kakak bertiga nggak rewel. Malu kalau adek masih aja terus gandeng tangan Daddy," ujar Aleijo.
"Iya lagian dikelas ada kakak bertiga, apa yang mau adik takutkan?" timpal Alicia.
"Sha...itu dengarin apa kata kakak Jo." Alfonso melirik Aleijo sebentar lalu kembali fokus menyentir.
"Sha, takut. Tadi pagi kata Daddy anak nakal nanti bisa dihukum guru." celetuk Alisha cemberut.
"Tapi Sha anak pintar. Kenapa harus takut? Guru itu nggak jahat, jika Sha dihukum itu karena guru ingin Sha menjadi lebih baik lagi. Dulu Daddy juga sama kalau nakal Daddy dihukum guru." Alfonso memberi pengertian.
Lalu, Alfonso tiba-tiba menepi dan berhenti. Dia mengambil earphone di dasbord mobil kemudian dipasang ditelinganya.
"Hallo...Ada apa Gareth?" tanya Alfonso.
Gareth terus menatap layar monitor laptop.
[Kita harus rapat dadakan sekarang, Al]
Alfonso melirik ke anak-anaknya. Dia menghela napas.
"Lu dan Andre tidak bisa atasi sendiri? Aku lagi sibuk hari ini anak-anakku hari pertama sekolah. Lu tau kan Alisha manjanya seperti apa? Hari ini aku harus temani dia didalam kelas." Alfonso mengusap kasar wajahnya.
Memang sejak menikah dan punya anak Alfonso dan teman-teman yang sudah menikah mereka memutuskan untuk fokus keluarga, soal markas dan bisnis ilegal dan markas, ditangani Gareth dan Andre serta beberapa anak buah kepercayaan Alfonso. Ethan, Jose dan Nuel.
[Nggak bisa. Ini harus Lu sendiri yang atasi.]
Jari Gareth terus menari di keyboard laptopnya. Alonzo terus menyimak, ia mengernyit ketika melihat Alfonso cemas.
Setelah hampir sepuluh menit berbicara lewat sambungan telepon seluler. Akhirnya Alfonso harus mengakhiri panggilan. Karena, Alisha mulai cemberut.
Alfonso kembali melajukan mobilnya menuju Mansion. Benar setiba di Mansion keempat anaknya turun dari mobil dengan bantuan beberapa pelayan. Mereka membawa tas sekolah si kembar.
"Bersih-bersih badan dulu. Setelah itu makan. Nanti habis makan tidur siang. Bangun tidur baru boleh pergi main," ujar Alfonso.
Dia mengikuti langkah anak-anak menuju kamar. Benar Kamar keempat anaknya berpisah tapi masih menggunakan pintu sambung. Karena, setiap Alfonso masih mendongeng untuk anak-anak sebelum tidur. Dia juga tengah malam ke kamar keempat anaknya untuk mengecek mereka. Letak kamar keempat anaknya di sisi kanan kamar Alfonso. Kamar yang cukup luas bisa muat empat ranjang anak-anak.
Keempat anak menurut mereka melepas baju lalu dengan bantuan Alfonso satu persatu dimandikan Alfonso. Setelah mandi seperti biasa semua berbaris menunggu antrian untuk dipakaikan baju.
"Sudah. Sekarang ayo keluar makan dulu," Alfonso mengajak keempat anaknya keluar dari kamar.
"Siap Daddy. Nanti Daddy telpon Oma suruh Opa jemput Alisah dan Kakak Aleijo di sini," pinta Alisha.
"Iya, makan dulu." sahut Alfonso.
Pelayan yang melihat Alfonso dan anak-anaknya berjalan menuju ruang makan. Mereka segera menarik kursi untuk keempat kembar duduk juga Alfonso. Pelayan yang lain meletak'kan piring didepan sikembar dan Alfonso.
" Hore...ada udang!" teriak Alisha. Anak itu memang suka sekali dengan seafood. Apalagi salmon mentah itu makanan favorit Alisha.
Alfonso tersenyum melihat anak-anaknya sangat ceria. Dia juga duduk menemani keempat anaknya makan siang.
'Sayang...Kamu lihat anak-anak kita. Andai saja kamu disini,' batin Alfonso.menghela napas. Besok genap tiga bulan Leticia meninggal Alfonso dari tadi malam tidak bisa tidur dia begitu merindukan istri tercintanya itu.
Hampir satu jam mereka makan. Setelah makan seperti biasa, Alfonso mengajak anak-anaknya duduk diruang keluarga. Mereka berlima bersenda gurau disana. Walaupun anak-anaknya masih berusia empat tahun Alfonso merasa keempat anaknya bisa mendengar apa yang Alfonso ceritakan.
"Aaaa..." Alicia menguap.
"Okey... sekarang semua tidur ya." Alfonso berdiri dari sofa supaya keempat anaknya bisa ikut berdiri.
"Hari ini Daddy mau cerita apa lagi?" Alisha bergelayut ditangan Alfonso.
"Sha maunya apa? Cinderella? Aurora? Sofie? Terserah Alisha," tawar Alfonso menunduk melihat putrinya.
"Pokoknya yang ada pangerannya. Tapi, yang ganteng mirip Daddy, ada?" Mata Alisha berbinar-binar. Berharap semoga ada pangeran yang mirip daddynya.
"Mirip Daddy nggak ada," Alfonso menggosok dagunya berpikir sejenak.
"Kenapa? Padahal Daddy itu ganteng," Alisha berkedip-kedip.
"Kata Mommy, tidak ada orang yang mirip Daddy. Tuhan ciptakan Daddy hanya untuk Mommy, Alisah, Alicia, Alonzo dan Aleijo." Alfonso memeluk Alisha dia membawa Alisha untuk berbaring di ranjang bermotif princess Cinderella itu.
"Hmmm... Alisha nggak akan menikah," cebik Alisha. Kekecewaan nya terlihat jelas diwajahnya.
"Kenapa? Daddy nggak mau Alisha bicara nikah. Alisha itu hanya boleh belajar belajar dan belajar. Paham?" Alfonso mengecup kening Alisha.
"Alisha mau menikah dengan orang yang mirip seperti daddy," lirihnya.
'Jangan mirip Daddy sayang. Seandainya kamu tau siapa daddy, kamu pasti akan berpikir dua kali bermimpi menikahi pria yang mirip Daddy. Daddy pria yang tidak beruntung tidak bisa menjaga Mommy kalian. Daddy juga memiliki banyak catatan hitam,' batin Alfonso. seraya mengelus rambut Alisha. Akhirnya Alisha tertidur diatas lengan Alfonso.
Mafia itu sampai hari ini masih sering mengutuk dirinya. Bagi Alfonso kematian Leticia karena kesalahan dia. Tidak bisa mengobati Leticia hingga sembuh. karena itu, untuk menebus kesalahannya Alfonso dan sahabat-sahabatnya setiap bulan mengadakan pembagian bansos. Alfonso juga termasuk donatur tetap di yayasan kanker dan penyakit autoimun.
Lalu dengan perlahan ia meletakkan kepala Alisha dibantal. Kemudian Alfonso segera berdiri dari ranjang Alisha. Dia berjalan menuju ranjang Aleijo, Alicia, Alonzo untuk mengecek anak-anaknya memastikan mereka benar-benar sudah tidur. Yakin anak-anaknya sudah tidur. Ia segera berjalan menuju kamarnya membiarkan pintu penghubung terbuka.
Alfonso berjalan keluar di menelepon Felisia. Mertuanya. Untuk datang ke Mansion bersama Mason menemani anak-anak sebentar. Setelah setengah jam menelpon akhirnya mobil Mason masuk ke halaman mansion. Alfonso tersenyum. Dia berjalan keluar menemui mertuanya.
"Mommy, Daddy... Aku titip anak-anak sebentar. Di markas ada urgent yang mengharuskan Al turun tangan," ucapnya lalu menyalami tangan kedua mertuanya.
Alfonso tepati janjinya. Dia menjaga kedua orang tua Leticia dengan baik.
"Baik. Anak-anak dimana?" tanya Felisia menenteng tas dibahunya.
"Mereka sudah tidur. Biasanya dua jam mereka tidur siang. Aku, janji sebelum dua jam Al sudah kembali ke Mansion." Alfonso membuka pintu mobil allau masuk dan duduk. Dia memasang sealtbealt dengan benar. Kakinya menginjak pedal gas mobil.
"Hati-hati nak," pesan Mason dan Felisia.
Ting...Ting..
Alfonso membunyikan klakson mobil seraya melambaikan tangan kepada mertuanya. Lalu dia mulai melaju menuju Markas.
Melihat Alfonso sudah pergi, Felisia dan Mason bergandengan tangan mereka melangkah masuk mansion. Seperti biasa Opa dan Oma keempat kembar itu langsung menuju kamar anak-anak, memastikan keempat cucunya masih tertidur atau sudah bangun.
"Masih tidur dad," ujar Felisia ketika berada disamping ranjang Aleijo. Dia menatap wajah Aleijo dengan tersenyum.
"Ya udah biarin mereka tidur kasihan cucu-cucuku pasti capek setelah pulang sekolah. Mommy temani daddy ke makam Leticia yuk. Daddy kangen besok,'kan Cia tiga bulan meninggal." Mason tertunduk sedih.
"Tapi gimana kalau anak-anak bangun? Alfonso lagi ke markas. Mommy sih nggak kwatir ketiga kakaknya. Alisha ini, pasti histeris kalau bangun nggak lihat daddynya atau kita berdua di kamar," cegah Felisia.
Mason berpikir sejak.
"Ya udah nggak apa-apa kita tunggu disini aja. Nanti cucu-cucuku bangun baru deh kita sama-sama ke makam Cia." Mason menghempaskan tubuhnya di sofa yang tersedia di kamar anak-anak.
Felisia berbaring disamping Alonzo. Putra kedua Leticia itu sedikit berbeda dengan ketiga saudaranya. Sejak kematian Mommy tercintanya dia lebih banyak diam dan tidak seceria dulu lagi.
Felisia mengecup ujung kepala bocah berusia empat tahun itu lalu memeluknya dengan lembut.
"Kamu kenapa lebih banyak murung? Ceria lagi sayangnya Oma. Oma sedih sekali lihat kamu seperti sekarang ini." Felisia menitikkan air matanya. Mason sudah mendengkur halus di sofa. Pria paruh baya itu memang akhir-akhir ini gampang lelah dan sering tidur sembarang, mungkin efek dari diabetes yang dideritanya. Padahal Felisia sering mengingatkan untuk jangan sembarang tidur apalagi dijam 10 pagi seperti ini, membuat diabetes dan kolesterolnya semakin tapi Mason selalu menganggap angin lalu.
♥️♥️♥️♥️♥️
Sementara Alfonso sudah memarkirkan mobil didepan markas. Dia disambut Ethan dan mengawalnya masuk ke dalam markas. Didalam markas sudah ditunggu ketiga sahabatnya kecuali Kevin. Karena, Kevin sejak menikah dia memutuskan menetap di Paris mengurus markas Alfonso yang disana.
"Akhirnya datang juga lu, Al." sapa Gareth dia berdiri memeluk sahabatnya itu.
"Pak duda sekarang kurusan ya," goda Glen.
"Enak kamu ada yang bantu urusin anakmu. Sedangkan aku? Semua aku lakukan sendiri," celetuk Alfonso.
"Salah lu juga, kenapa tidak nikah lagi saja. Udah tau Leticia udah kasih lampu hijau ada surat wasiat yang ditinggal kan Cia. Tapi, masih juga lu bertahan dengan status dudamu. Kan enak lu nikah lagi ada yang bantu urusin keempat anak kembar," timpal Glen.
"Aku udah omong berjaki-kali, untuk perempuan aku sama sekali tidak tertarik lagi. Saat ini yang ada dipikiranku hanya keempat anakku. Aku akan tepati janjiku membesarkan mereka dengan baik dan lihat mereka sukses setelah itu, aku siap mati." Alfonso mendudukkan tubuhnya di sofa. Dia menaikkan kaki kiri diatas kaki kanannya.
"Hmmm..." Alfonso menghela napas.
"Kenapa? Tiba-tiba minta rapat dadakan?" sambung Alfonso lagi. Dia menatap jam yang melingkar ditangannya karena dua jam lagi dia sudah harus kembali ke Mansion berharap dia tiba dimansion nanti anak-anaknya belum bangun.
"Kenapa? Anak-anak dimansion siapa yang jagain?" tanya Andre.
"Ada mertuaku. Tadi sebelum kesini aku minta tolong mereka datang jaga anak-anak sebentar." Alfonso menggosok dagunya.
"Ya udah. Ada mertua yang jaga, kenapa lu kwatir banget? Lu itu sesekali perlu refreshing biar nggak stres. Kuat juga lu dua puluh empat jam ada disamping anak-anak, dimana tiap hari juga lu harus lihat foto-foto Leticia. Apa lu nggak sedih?" Glen menatap sahabatnya itu. Sebenarnya mereka kasihan lihat Alfonso. Mafia berdarah dingin itu berubah 180% setelah Kematian Leticia.
Biasanya seorang duda apalagi duda tajir melintir seperti Alfonso, pasti akan bermain diclub mencari pendamping hidup yang baru, atau sekedar melepas hasrat biar tidak stres. Tapi, berbeda dengan Alfonso dia justru menghabiskan waktunya dengan keempat anaknya dan duduk merenung dimakam Leticia.
"Nggak lah, walaupun ada mertua aku masih tetap kepikiran. Aku rasa kalau aku tinggalin anak-anak. Aku seperti ingkar janjiku kepada Leticia. Lagian Glen lu tau sendiri Alisha itu manjanya seperti apa? Dia persis Leticia banget," ujar Alfonso pandangannya kosong kedepan.
"Ya kalau alasan lu begitu kami bisa apa? Kami hanya bisa berdoa dan berharap semoga kamu tetap sehat dan kuat. Karena lu tau keempat anakmu masih kecil mereka butuh lu," sahut Gareth. Dia tidak ingin terus membahas anak-anak Alfonso, kwatir Ayah empat anak ini akan stres dan berimbas ke moodnya.
"Gini aku dan Andre minta kamu berdua datang ke markas karena ada yang sedang iseng dengan senjata yang saat ini dalam perjalan menuju ke sini," ujar Gareth mengalihkan pembicaraan.
"Siapa?" Alfonso menurunkan kakinya dia mencondongkan tubuhnya ke depan menatap ketiga sahabatnya bergantian.
"Lu ingat nggak? Bella yang waktu itu tembak lu pas acara nikahan Glen dan Steward? Sepertinya ada orang yang ingin balas dendam atas nama dia," jelas Andre.
"Hmm...Bella. Iya aku ingat. Suruh Ethan pancing mereka keluar dari persembunyian. Lalu bawa mereka ke hutan Pinus," titah Alfonso.
"Bukan hanya itu Al. Tapi, saat ini mereka sementara bermain-main dengan paket yang sedang menuju ke sini," sergah Gareth.
Alfonso mengepal, gerahangnya mulai bergerak.
"Perintahkan anak buah sisir mereka sampai dapat. Jika mereka bermain-main didalam laut habiskan mereka didalam laut. Jika mereka bermain-main didaratan habiskan juga. Jangan sampai aku yang turun tangan maka semua aku ratakan. Aku sudah berjanji untuk mendiang istriku. Kalau aku menyerahkan semuanya untuk kalian berdua. Tapi, jika mereka bermain-main maka aku bisa bertindak juga." Alfonso berdiri dia melangkah ke arah kandang harimaunya yang letakajn dekat ruang rapat mereka. Dia menatap keempat harimau itu.
"Sudah lama mereka tidak makan daging manusia," ucapnya.
"Selama ini mereka makan daging sapi kadang ayam," sahut Andre.
"Ya karena itu jika mereka ajak bermain kenapa kalian diam? Bertindak dan bawa daging mereka untuk keempat harimau ini," titah Alfonso.
Glen hanya diam.Dia tidak bisa kasih usulan jika Alfonso sudah memberi perintah tidak ada yang bisa menolak titah Alfonso.
"Terus bagaimana dengan kiriman ke Korea Utara?" tanya Alfonso dia melipat kedua tangannya didada. Lalu menoleh sedikit menatap tajam ke tiga sahabatmya.
"Malam ini kapal berangkat menuju Korea Utara," sahut Andre.
"Ya udah. Aku pikir semua sudah selesai dibahas. Aku harus pulang sekarang, karena satu jam lagi anak-anakku bangun," ucap Alfonso.
"Baiklah. Aku juga harus pulang. Anak-anakmu jadi'kan ke masionku?" tanya Glen.
"Iya jadi. Alicia dan Alonzo yang mau ke Mansionmu. Alisha minta ditemani Aleijo ke Mansion opa omanya," Alfonso memutar kunci mobil dijari telunjuknya.
"Lakukan sesuai perintahku. Oya... besok malam jangan lupa ke Mansion ada acara tiga bulan meninggalnya Leticia." Sebelum melangkah keluar markas, Alfonso mengingatkan Andre dan Gareth.
"Siap!" sahut keduanya serentak.
"Ayo Glen kita beriringan aja," ucap Alfonso.
Keduanya berjalan keluar meninggalkan dua jomblo dimarkas. Karena, sekarang Andre dan Gareth lebih banyak menghabiskan waktu di markas. Alfonso dan Glen masuk ke mobil masing-masing lalu melaju menuju Mansion mereka masing-masing.
****
Sementara di mansion keempat anak Alfonso masih pulas. Felisia yang memang tidak bisa diam sedang berkutat dengan alat dapur.
"Mommy masak apa?" tanya Alfonso yang sudah berdiri didepan wastafel untuk cuci tangan.
"Ini buat camilan untuk Al dan anak-anak," Felisa yang belum menyadari itu Alfonso.
"Mommy kenapa repot-repot. Ada pelayan yang tiap hari masakin," timpal Alfonso.
"Loh Nak Alfonso? sudah pulang?" tanya Felisia yang baru sadar kalau yang daritadi ajak dirinya bicara itu menantunya.
"Sudah. Hanya masalah sepele," jawab Alfonso. Dia menekan kran air.
"Aku pikir masih lama juga nggak apa-apa. Ada mommy dan Daddy disini lagian anak-anakmu pintar," timpal Felisa.
"Al nggak tenang mom. Kalau ninggalin anak-anak lama sendirian dimansion. Al merasa seperti ingkar janji Al," lirihnya.
"Nggak lah nak. Cia juga ngerti kamu butuh refreshing," sambung Felisia.
Alfonso tersenyum sinis.
"Al tidak bisa mom. Ya udah Aku ke kamar anak-anak dulu," pamit Alfonso.
"Iya Nak. Daddymu juga lagi tidur dikamar anak-anak," timpal Felisia.
"Iya mom. Al mau rebahan di kamar Al, nunggu anak-anak bangun," sambung Alfonso.
Kemudian, Alfonso menaiki anak tangga satu persatu menuju kamar dirinya. Felisia menyimpan camilan yang sudah jadi di toplas kaca.
'Nak...kenapa kamu hukum dirimu seperti ini? Tadinya aku pikir kamu akan pulang malam.' gumam Felisia.
Karena, Mason dan Felisia berpikir Al tadi izin akan ke club hanya alasan aja akan ke markas mungkin karena dia malu untuk jujur ke mertuanya untuk menyalurkan hasratnya. Maka itu, Felisia dan Mason berniat akan menginap di mansion Alfonso.
Sayangnya Pendapat Felisia dan Mason bertentangan dengan prinsip Alfonso. Pria yang teguh memegang janjinya itu tidak mau mengingkar janji yang sudah dia buat untuk istrinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!