"Salma, nanti malam akan ada tamu yang datang ingin mengenalmu, Sayang. Apa Kau bersedia menemuinya, Nak? tanya Atikah pada putri bungsunya.
Salma menatap netra ibunya seolah ingin bertanya, namun Salma mengurungkan niatnya. "Siapa, Bu?" Salma balik bertanya pada ibunya.
"Nanti malam Kau akan tahu siapa orangnya, Nak. Kau hanya perlu bersiap dan menyetujuinya, Salma," ucap Atikah penuh harap.
Salma bergeming memikirkan ucapan ibunya.
Nanti malam Kau akan tahu siapa orangnya, Nak. Kau hanya perlu bersiap dan menyetujuinya, Salma.
Mudah sekali ibu mengatakan itu,
tapi bagaimana dengan perasaan Ku, Bu.
gumam Salma sedih.
Atikah memandang Salma dengang perasaan gundah. "Ibu tahu kau tidak akan suka di jodohkan, Nak. Ibu tidak bisa berbuat banyak jika ayahmu sudah menentukan." ucap Atikah lirih di balik dinding dapur.
Salma kembali menata makanan serta, cemilan di piring yang telah tersedia di meja. Sementara Atikah menyelesaikan masakan yang akan di hidangkan untuk menyambut calon besan. Salma keluar dari ruang makan setelah mendengar adzan ashar bersiap mandi dan menunaikan kewajibannya.
Sambil menunggu Salma mandi Atikah menghampiri Suaminya yang sedang menelpon seseorang, dengan membawa secangkir kopi di ruang tengah.
"Nelpon siapa, Yah?" tanya Atikah pada suaminya. Dengan meletakkan secangkir kopi buatannya. "Yah, apa rencana Perjodohan ini Salma sudah tahu sebelumnya?" tanya Atikah lembut. Takut menyakiti hati suaminya.
"Sudah, Bu. Ayah sudah mengatakan pada Salma satu minggu sebelum Malik menyepakati perjodohan ini. ujar Arsyad pada Atikah, dengan menyesap kopi buatan istrinya.
"Oh ya, ayah belum jawab pertanyaan ibu. Tadi sipa yang ayah telpon?" tanya Atikah lagi.
" Ayah tadi menelpon Zakir dan Zahira, untuk datang ke rumah sebelum hari H." terang Arsyad pada istrinya.
Zakir adalah putra pertamanya yang telah menikah dengan Nazea. Dan memiliki dua anak putra, dan putri yang kini tinggal di Bogor. sedangkan Zahira adalah putri kedua yang sudah menikah juga, dengan Darren tapi belum di karuniai momongan yang kini tinggal di Kartasura Solo Jawa Tengah.
Arsyad ingin kedua kakak-kakak Salma datang satu minggu sebelum hari H. Agar bisa membantu persiapan pernikahan adik bungsu mereka. Tanpa sengaja Salma mendengar pembicaraan orang tuanya akan ke khawatirannya jika Salma sampai menolak Perjodohannya secara terang-terangan. Di hadapan keluarga sahabatnya Malik dan Rita.
"Ibu takut jika Salma akan menolak Ruli, secara langsung di hadapan keluarganya. Kita semua akan sangat malu,Yah." ujarnya khawatir.
"Ibu jangan terlalu khawatir! Salma adalah putri kita yang paling baik dan tidak akan mungkin mengecewakan orang tuanya." ucap Arsyad yakin. Mendengar obrolan ayah dan ibunya yang begitu bergantung padanya, mana mungkin Salma mengatakan tidak Pada orang tuanya.
*
*
Sementara di kediaman rumah Malik ArranSyah, Rita AmaliaSyah sedikit ricuh akan sulitnya membujuk putra pertamanya agar mau menerima Perjodohannya dengan putri sahabat Paparnya.
"Tidak, Ma. Ruli tidak ingin di jodohkan titik." ucap Ruli penuh penekanan. Mengancing lengan kemeja kantornya kesal akan bujukan kedua orang tuanya yang memaksanya untuk menerima Perjodohannya.
"Ruli setidaknya ini demi mama" pinta Rita memohon, memakai kan jas ke tubuh putranya.
Ruli memutar tubuhnya hingga berada dihadapan mamanya. Melihat sudut mata Rita berair, Ruli mengusap sudut mata mamanya sayang.
"Mama tahu kan? Aku menjadi lemah jika melihat mama sedih. Tapi Ruli juga punya pilihan hidup Ruli sendiri, mah."
"Terus dimana masalahnya jika kamu menerima Perjodohan ini?" tegur Malik menyanggah obrolan antara ibu dan anak itu.
"Papa?" ujarnya bingung melihat kedatangan papanya secara mendadak.
"Papa tunggu keputusanmu, Sore ini jam 5 sore. Kita semua akan ke rumah Bapak Arsyad."
Rita dan Ruli menoleh bersamaan ke arah sumber suara. Malik, Papah Ruli jika sudah menyuarakan keinginannya satu pun tak ada yang mampu menolaknya. Sifat Tegasnya serta tidak mau di bantah merupakan dua sifat yang sama yang Ruli miliki dari ayahnya.
"Ruli tidak janji, Pah akan keputusan Ku sore nanti." ucap Ruli datar menyambar tas kerjanya di meja. Serta pergi setelah mencium pipi kanan mamanya.
"Ruliii....!!" bentak Malik marah.
Rita mendekati suaminya memeluknya, meredam amarah yang terkadang lepas kontrol.
"Pah, sabar, Pah! Kita akan Bujuk sekali lagi tapi nanti. Biarkan Ruli berpikir, ini terlalu mengejutkan untuknya." Malik bergeming mengepalkan kedua tangannya. Berusaha menahan marah sebisanya.
"Dia itu terlalu keras kepala, Ma," Keluhnya pada Rita.
*
Di kantor Ruli memikirkan akan ucapan mamanya serta keinginan papanya akan rencana Perjodohannya dengan putri sahabat papanya. Yang sama sekali tidak ia kenali seperti apa wajah, serta, sifat dan karakternya?.
Suara Tio mengejutkan Ruli yang tengah berpikir akan keputusan terbaiknya.
"Woy,,! Ngelamun aja mikir apaan sih, Bro?" tegur Too pada sahabatnya yang sedang galau.
"Brengsek, Lu!!" balas Ruli kesal.
"Hemm, gitu aja marah, Bro. Kenapa, sih?" tanya Rio penasaran.
"Lu, ada ide nggak?" ucap Ruli berdamai.
"Ide apaan? Gak jelas lu?" Tio balik bertanya. Ruli pun menceritakan masalahnya pada Tio. Dan Tio mendengarkan semua keluhan sahabatnya itu, dan mencoba memberi pengertian sebijaknya agar Ruli mengerti dan menerima keputusan orang tuanya.
"Tapi gimana caranya Yo, gue nerima dia. Gue sama sekali gak kenal, terus tiba-tiba nikah tanpa rasa cinta. Menurut gue itu konyol." papar Ruli kesal.
"Ya, lu ambil sisi baiknya aja Rul, kalo lu nerima rencana Perjodohan itu. Paling nggak lu bisa bikin nyokap lu seneng yang pasti mereka gak cek-cok. Sekarang lu telpon rumah kasih tau keputusan lu sekarang." jelas Tio bijak. Menasihati sahabatnya, Ruli yang super killer di antara sahabatnya yang lain.
Selamat datang di Karya Amatirku🤗🤗, Saran Kritiknya ditunggu. 🙏🙏🙏
Rita baru saja akan menelpon Ruli, putranya. Namun ponselnya lebih dulu berdering tertera nama Ruli di layar ponselnya.
~ Hallo, sayang mama tahu kamu pasti menghubungi mama.
~Iya, Ma. Sore nanti Ruli setuju ke rum noah Om Arsyad.
~ Benar begitu, sayang! Mama senang dengarnya. Ya sudah, mama kasih tahu papa dulu. Bye Ruli sayang.
Rita mengakhiri panggilan telpon putranya dan segera menghubungi suaminya di sekolah. Malik ArranSyah dalah Kepala Sekolah Tunas Mandiri, Sekolah Menengah Atas yang di dirikan oleh keluarga besar Malik sendiri.
Setelah berkeliling beberapa ruang kelas, dan memberi nasehat serta arahan pada kelas yang kosong guru. Karena guru mata pelajaran tersebut cuti izin sakit, dan Malik meminta para siswa membuka buku pelajaran sesuai jadwal.
"Oke, semuanya. Kalian bisa buka materinya sekarang. Ingat! Jangan, buat ke gaduhan! ujarnya tegas. Sebagai kepala sekolah. Malik melangkah keluar di langkah keduanya terhenti setelah mendengar ponselnya bergetar di saku seragam dinasnya.
"Rita!" gumam Malik menatap layar ponselnya.
~ Ya, Ma. Ada masalah apa?
~ Pah, barusan Ruli telpon mama. Dia bilang nanti sore dia siap ke rumah Pak Arsyad.
~ Yang benar itu, Mah? Serius?
Malik mengakhiri panggilan telpon dari istrinya, dan lebih memilih pulang ke rumah untuk membahas itu semua. Belum sampai satu meter melangkah sudah terdengar suara bising bersorak ria dari arah kelas yang baru saja di hampirinya. Malik hanya menoleh tanpa lagi kembali ke kelas, menurutnya urusannya jauh lebih penting.
*
Setibanya di rumah Malik bertanya pada Rita memastikan, jika ucapannya di telpon itu benar. Mendengar suara langkah kaki yang saling berbenturan antara sepatu dan lantai. Rita pun segera menemui suaminya.
"Mah, benar begitu, apa yang Ruli sampaikan ke mama? tanya Malik sekali lagi.
"Iya, benar Pah. Mama nggak salah denger." jawab mama Rita antusias.
Malik pun menelpon keluarga sahabatnya, Arsyad. Memberitahu untuk menyambut kedatangannya sore nanti. Tanpa harus bersusah payah Malik sudah merpersiapkan semuanya sebelum, tinggal menunggu bel di rumah berdering. Barang pesanan akan datang seliweran.
Ting....."
Bel pertama berbunyi, jasa pengantar barang membawa macam-macam barang hantaran lengkap. Malik membuka pintu depan dan cukup memberi tanda tangannya sebagai bukti syah.
Ting....."
Bel ke dua berbunyi, kurir dari ekpedisi lain datang membawa parsel buah. Dan aneka kue kering yang terbungkus rapih dengan pita merah yang indah. Yang terakhir parsel dengan kotak khusus, sebuah paket perhiasan lengkap. Yang menjadi Toko emas langganan keluarga Malik. Setelah menerima tanda bukti, serta mengambil foto penerina barang. Kurir itu pun pergi setelah menerima uang tip.
Sedangkan Rita hanya memandang heran, pada semua barang yang sudah memenuhi lantai ruang tamu.
"Ini semua papa yang pesan sendiri?" tanya Rita bingung.
"Benar, Mah!" jawab Malik santai.
"Ko, nggak, libatin mama, sih...Pah? tanya Rita lagi kini dengan nada kesalnya.
" Bukan begitu, Mah! Iya, papa minta karna nggak libatin mama dalam hal ini. Mama tahu sendiri Ruli kasih keputusan mendadak kan, Ma? Jadi papa pesan semuanya tadi, saat perjalanan ke rumah."
Ting....."
Bel kembali berbunyi. Malik melangkah heran, menuju pintu depan.
"Papa, pesan apa lagi?" tanya Rita yang masih dengan mode kesalnya.
"Enggak, ko, Ma. Papah cuma pesan itu aja! jawab Malik yang juga ikut bingung.
"Lama amat, sih buka pintu aja! umpat Ruli kesal. Kini giliran Rita yang membuka kan pintu depan.
"Bibi....Lama banget sih, buka pin-tu..."! Suara Ruli yang tadi lantang tiba-tiba, melemah dan terjeda.
"Ma...Mah!" ucap Ruli terbata.
"Gak, perlu marah-marah, sayang! Udah mau nikah, nanti kalo istri kamu takut gimana?"
"Ya, habis, lama!" ujarnya seraya mencium punggung tangan mamanya. "Ini apa-an lagi berantakan di jalan? ucap Ruli kembali kesal.
"Ruli, ini semua nanti kita bawa ke rumah Bapak Arsyad." jelas Rita lembut.
"Terserah lah! Ribet," ucap Ruli sambil berlalu menuju kamarnya.
"Siapa, Mah tadi yang datang? tanya Malik sambil menuruni anak tangga. Dengan penampilan nya yang lebih fresh dan rapih.
"Bukan siapa-siapa, Pah. Ruli anak kita," jawab Rita sambil menepikan parsel-parsel di lantai.
Ya, sudah, sekarang mama yang siap-siap, sana! Biar Papa yang atur sama mang Usman."
Rita pun bersiap-siap. Sedangkan Malik dan supir kantor membereskan hantaran ke dalam mobil. Setelah Rita siap dengan setelan brukatnya, Rita mencoba menemui putranya di kamar. Apakah dia juga sudah siap atau belum?
"Sayang, kamu sudah siap belum, sayang?" tanya Rita dari balik pintu.
Karna lama tidak mendapat jawaban dari dalam, akhirnya Rita masuk kedalam. Yang kebetulan tidak Ruli kunci dari dalam. Rita sedikit marah pada Ruli yang masih saja belum siap dan masih memakai kemeja kantor yang ia pakai pagi tadi.
"Ruli....?" Kenapa belum siap,Nak?" Tanya Rita setengah berteriak. "Bersiap lah, Ruli, sebelum papa naik. Dan mama lah yang bertanggung jawab atas semua ini."
"Iya, Mah. Ruli pasti siap-siap, Mamah sama Papa tunggu aja di bawah!" pinta Ruli pada mamanya. Rita pun turun dan menunggunya di bawah.
Tidak lebih dari 15 menit, Ruli telah siap dengan setelan kemejanya dan jas dengan warna senada. Mama dan papanya pun senang dengan penampilan Ruli yang kelihatan tampan dan gagah. Mereka pun siap menuju di kediaman rumah Bapak Arsyad.
*
Salma nampak gugup menyambut kedatangan keluarga sahabat ayahnya. Meski pernah bertemu Ruli tapi itu dulu sewaktu mereka masih sama-sama berusia 8 tahun. Lama tidak bertemu karna Ruli harus menempuh pendidikan di luar negri. Dan kembali setelah menerima gelar MBA nya di London.
"Kamu kenapa, Salma? Atikah menatap wajah Salma sedikit pucat.
" Salma, tidak apa-apa, Bu. Mungkin karna gugup ini yang pertama kali untuk Salma." Ucap Salma jujur.
"Bismillah, Nak. Yakin lah pada cara tuhan yang mendekatkan pada jodohmu." Salma mengangkuk pelan.
"Salma.....Bu....Liha lah! Mobil calon besan Kita sudah memasuki halam rumah." Teriak Arsyad senang melihat dua mobil memasuki halaman rumahnya.
Atikah melangkah keluar melihat sekilas dan kembali masuk kedalam untuk bersiap menyambut calon besannya. Sementara Salma masih dengan rasa gugupnya, yang memenuhi dadanya. Hingga jantungnya tak hentinya berdebar, dan debaran jantungnya pun semakin cepat.
"Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumsalam. Calon besan," jawab Arsyad pada Malik. Mereka pun saling melepas kangen setelah hampir 15 tahun lamanya. Arsyad mempersilahkan tamu spesialnya masuk.
"Hai, Jeng Tikah, apa kabar? Akhirnya kita ketemu lagi dan jadi besan." sapa Rita yang tak kalah bahagianya.
"Alhamdulillah, berkat doa kalian. Kami sekeluarga sehat wal'afiat. Mari jeng Rita silahkan! sambut Atikah.
Arsyad dan Atikah melirik Pria tampan nan gagah yang berdiri diantara Malik dan Rita.
"Kalo yang ganteng ini pasti calon menantuku." ucap Arsyad yakin. Ruli hanya tersenyum simpul, membalas godaan sahabat papanya.
Meski yang sebenarnya, Ruli secepatnya ingin keluar dari ruangan itu, yang membuat dadanya sesak. Pandangan Malik nampak berkeliaran seperti mencari sesuatu.
"Hay, Arsyad dimana Kau sembunyikan menantu Ku? Menantu Ku pasti sangat cantik." Ruli memutar bola matanya malas. Seakan tidak ingin melihat seperti apa, calon istrinya yang di jodohkan dengannya.
Sementara di dalam, Salma bersusah payah mengatur detak jantungnya agar tetap normal. Salma sudah tahu siapa calon suaminya. Yang ia lihat dari balik tirai, saat ayahnya menyambutnya. Salma tidak menyangka jika orang yang akan di jodohkan dengannya adalah Pria yang nyaris sempurna.
Untuk melangkah mengantarkan minum saja Salma tidak mampu. Hingga terdengar suara ayahnya memanggilnya, sebagai tanda protes kenapa jamuannya belum juga siap.
"Salma....Kemari, Nak! Calon suami dan mertuamu ingin menemuimu," panggil Arsyad pada putrinya.
"Mungkin Salma masih malu, Pah? tebak Rita asal.
"Iya, Mah. Seperti jaman kita muda dulu. Malu tapi mau. Benerkan, Arsyad? Mereka yang tak lagi muda itu saling tertawa lepas. Lagi dan lagi Ruli di buat jengah, oleh kedua tingkah orang tuanya yang ke kanak-kanakan.
Dari balik tirai muncul sosok gadis bercadar. Membawa nampan berisi minuman dingin rasa orange serta, cemilan aneka kue kering dan basah. Serta beberapa jenis buah segar, dengan perasaan yang tak karuan Salma keluar membawa jamuan ke hadapan calon suami dan mertuanya.
"Silahkan di minimum, Om, Tante!" ucap Salma mempersilahkan pada calon mertuanya. Dan Salma memberi kode pada Ruli lewat bahasa tubuhnya saja.
"terima kasih, sayang." ucap Rita penuh sayang.
"Salma, kenapa keluar dengan mengenakan cadar, sayang? Calon suamimu ingin mengenalmu." Tanya Atikah pada putrinya.
"Salma hanya tidak ingin calon suami Salma kecewa, Bu." jawab Salma jujur.
"Kecewa bagaimana, sayang? Kami semua sudah menerima Salma apa adanya, sayang." bujuk Rita pada calon menantunya.
"Maaf'kan, Salma,Tante"
"Jangan panggil, Tante! Kami datang kemari sebagai orang tuamu Salma."
"Benar, itu, Nak. Kami adalah orang tuamu juga," sambung Malik. Ruli yang diam nampak penasaran dengan Salma yang sama sekali tak meliriknya.
Seperti apa sih, cantiknya dia? Muka pake di bungkus segala. Dia pikir Aku bakal langsung tertarik, tanpa dia pakai cadar sekali pun.
Ruli bergumam. Hanya tatapan sinis yang Ruli tampakkan pada Salma.
"Nak,? panggil Arsyad pada Salma, sambil mengedipkan kedua matanya.
Salma mengambil posisi duduk di sebelah ibunya, menghadap pada calon suami juga mertuanya. Salma pun menerima permintaan ayahnya untuk membuka cadarnya, Namun kedua tangannya menggantung begitu saja sebab Ruli melarang Salma membuka penutup wajahnya.
"Tidak perlu, kau tidak perlu membuka cadarmu. Saya menghargai keputusanmu."
"Terima kasih" ucap Salma, tanpa menatap Ruli sedikit pun.
"Jadi bagaimana jika pernikahan mereka kita gelar satu minggu setelah hari ini? papar Malik mantap.
Apa?! Satu minggu? ucap Salma dan Ruli bersamaan.
"Kenapa bisa samaan gitu? Itu artinya kalian berjodoh dan di takdirkan untuk saling bersama." Ujarnya yakin.
Mah, maaf satu miggu itu terlalu cepat untuk kami. Berikan Salma waktu satu bulan untuk kami saling tahu masing-masing dari kepribadian kami." tawar Salma pada calon mertuanya.
"Benar Mah, Pah. Berikan kami waktu satu bulan untuk kami saling mengerti." Pinta Ruli membenarkan pendapat Salma.
kedua orangtua Ruli nampak berpikir, dan akhirnya menyetujui keputusan Salma dan Ruli.
"Bagaimana Pah,? satu bulan asalkan mereka tetap akan menikah." Tanya Rita pada suaminya.
"Baiklah, Mama dan papa setuju pada keputusan kalian. Satu bulan papa rasa waktu yang cukup untuk kalian saling mengenal." Malik meminta Mang Usman, dan Bi Nayah mengeluarkan barang seserahan. Untuk di berikan pada Salma, sebagai pengikat hubungan mereka.
Satu per satu barang di keluarkan dari mobil ke dalam rumah. Salma tidak menyangka jika barang seserahan untuknya begitu banyak dan mewah. Satu ruangan penuh dengan barang lamaran, hingga Salma sendiri pusing melihat lantai penuh dengan parsel berias aneka pita dan bunga yang indah.
"Lihat lah Salma! Betapa sayangnya mertuamu padamu. Mereka memberikan ini semua hanya untukmu Salma." ujar Atikah pada Salma.
"Terima kasih banyak, Mah, Pah Salma ucapkan." ucap Salma sopan.
"Iya, sayang," jawab Rita lembut.
"Baiklah, kami undur diri mungkin lain waktu kita bisa ngobrol-ngobrol lagi, di lain kesempatan. Tentunya untuk membahas rencana- pernikahan anak-anak kita." tutur Malik.
"Kenapa harus buru-buru Malik, semua hidangan belum habis," cegah Arsyad pada sahabatnya.
" Hey, besan masakan putrimu sangat lezat. Sayangnya jika nanti kolestrolku naik istriku yang repot." Malik dan keluarga bersiap untuk pulang setelah saling berpamitan.
Ruli menatap lekat mata indah milik Salma. Namun Salma tanpa berani membalas tatapan Ruli. Dan itu membuat Ruli semakin geram saja.
Awas, Kau perempuan, Akan Ku jatuhkan egomu. Perempuan sombong, seperti apa sih dia ngelirik Aku aja enggak.
umpat Ruli kesal akan sikap Salam padanya.
Arsyad dan Atikah mengantarkan rombongan sampai halaman depan. Mobil pun bergerak perlahan meninggalkan area rumah Arsyad.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!