NovelToon NovelToon

Romantika Cinta Kanaya

Hanya Guru Bantu

'Duhai sang kekasih hati, namamu akan selalu terukir indah di dalam hati. Meski sebuah jarak akan menjadi jurang pemisah, tetapi cinta tidak akan pernah berubah. Kepada Sang Tuhan selalu aku titipkan doa, berharap hanya engkau yang akan menjadi Sang pemilik hati, Kanaya Setya Ningrum'.

#Yuan Prayoga

************

Happy Reading.....

'Kaulah ibuku, cinta kasihku..

Terima kasih ku takkan pernah terganti...

Kau bagai matahari yang s'lalu bersinar..

Sinari hidupku dengan kasih sayangmu..'

Alunan lagu tanpa suara musik terdengar bersahut-sahutan dari para anak didik dari TPA Al Amanah di desa Lembayung, di salah satu desa di kaki Gunung Merbabu.

Suara keluar dari bibir-bibir mungil dari semua anak didik yang begitu banyak jumlahnya, sesekali mereka terdiam dan hanya mendengar suara imut dari bocah kecil berusia enam tahun yang akan menjadi vokal utama.

Bukan hanya bernyanyi yang mereka lakukan, tetapi juga menari dengan gerakan yang di ajarkan dari pembimbing mereka.

Kanaya Setya Ningrum, gadis berusia 18 tahun yang menjadi pembimbing mereka, sekaligus guru bantu di TPA Al Amanah itu. Tapi bukan berarti dia mendapatkan gelar sebagai Ustadzah, gelar itu masih sangat jauh untuk dia dapatkan.

Ilmu yang tak seberapa yang dia dapatkan tapi dia berusaha untuk mengajarkannya kepada para anak didiknya.

'Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang di ajarkan lagi kepada umat, bukan di pendam sendiri. Ilmu semakin di ajarkan maka akan semakin besar di dalam diri dan akan berguna kelak. Tetapi berbeda saat tak di amalkan, ilmu akan hilang karena tak mungkin di pelajari lagi di kesehariannya.'

'Bukan itu saja, tapi ilmu itu akan memberi kita manfaat di akhirat kelak sekaligus menjadi amal jariyah yang akan selalu mengalirkan pahala untuk orang yang mempu mengajarkannya.'

'Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. (QS Al Zalzalah ayat 7-8).

Kata yang selalu Kanaya ingat, petuah dari guru utama, Kyai Ahmad Sholeh. Selaku pemilik dari Pesantren Al Amanah yang juga mendirikan TPA Al Amanah.

Kanaya tidaklah sendiri di sana, ada dua temannya yang menjadi pembimbing juga. Mereka adalah Hani juga Wati.

Acara khataman tahunan yang akan di adakan satu bulan lagi lah yang membuat mereka harus melatih anak didik mereka dengan sekuat tenaga. Satu bulan memang masih lama, tapi mengajarkan anak-anak kecil yang begitu banyak itu sangat susah untuk mereka.

Sesekali mereka semua tertawa saat ada salah dalam gerakan ataupun lirik yang di ucapkan dari gadis cilik enam tahun itu. Suara begitu riuh, kadang langsung serius namun tetap saja mereka semua merasa senang.

"Yuk serius lagi," ucap Kanaya setelah suara tawa menggelegar dari semuanya terdengar.

Bibir mengajak serius tapi nyatanya hati terus menyembunyikan gelak tawa yang akhirnya hanya bisa menumbuhkan senyum kecil di bibirnya.

'Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan'

Begitu mudah mendapatkan kebahagiaan, hanya dengan melakukan hal kecil tapi hati bisa mendapatkan kebahagiaan yang sangat besar.

Sedikit demi sedikit semua anak-anak mulai menguasai lagu maupun gerakannya. Mengajarkan anak yang berjumlah puluhan dari santri laki-laki juga santri perempuan dengan karakter yang berbeda-beda tidaklah mudah, butuh perjuangan juga kesabaran yang besar.

"Alhamdulillahi Robbil 'alamin!" Seru semuanya termasuk Kanaya setelah waktu pertemuan hendak berakhir.

Riuh kembali terdengar saat semua saling berlari dan berebut mengambil tas mereka masing-masing untuk segera pulang.

Setelah tas ada di tangan mereka masing-masing semua duduk anteng, menunduk sejenak dan menyerukan doa bersama sebelum pulang.

"Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!" Seru Kanaya sebagai tutupan pertemuan kali ini.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh!" Jawab semua anak-anak dengan serentak.

Semua langsung beranjak, saling berebut untuk menyalami Kanaya dengan penuh hormat. Meski hanya guru bantu tapi mereka semua tetap menghormati Kanaya beserta yang lainnya.

Senyum keluar dari semuanya, senang karena akhirnya mereka bisa pulang setelah berlatih yang akan mereka pertunjukan di acara khataman satu bulan lagi.

"Alhamdulillah," Puji syukur Kanaya ucapkan, senang rasanya bisa menyelesaikan tugas untuk hari ini. Bukan hanya semua anak-anak yang akan pulang tapi Kanaya juga.

"Ayya, kita langsung pulang kan?"

Baru saja keluar dan memakai sendal jepit berwarna putih dengan jepitan berwarna biru Kanaya sudah di kejutkan oleh panggilan dari Hani.

Ya, mereka memang berangkat bersama, pulang bersama, tujuan juga sama tapi mereka mendidik anak-anak di tingkatan yang berbeda. Dan tentunya di ruangan yang berbeda pula, itu semua supaya lebih fokus dengan latihan masing-masing.

"Iya, kita pulang sekarang yuk! Sudah mau hujan juga," Sahut Wati yang juga sudah keluar dari ruangan yang lain.

Tiga gadis hampir sama umurnya itu langsung bergegas setelah Kanaya mengangguk. Dengan tas mereka juga kitab yang mereka bawa masing-masing mereka mulai berjalan.

Ya, mereka mengajar di desa yang berbeda dengan desa mereka tinggal. Jadi mereka harus bergegas pulang sekarang, kalau tidak mereka bisa saja basah kuyup kalau sampai hujan tiba-tiba turun. Apalagi mereka juga tidak bawa payung.

Langkah kaki terus menapaki jalan penghubung desa Lembayung dan desa Buntar. Sesekali mereka bertiga berbincang-bincang supaya tidak terasa capek.

Di ujung Desa Lembayung terlihat ada seorang yang sangat mereka kenal, seorang laki-laki tampan. Sepertinya dia menunggu salah satu di antara mereka bertiga.

Laki-laki itu duduk di sebuah sepeda berwarna biru yang terdapat sebuah boncengannya.

"Cie cie cie, yang di jemput," Wati berbicara. Lebih tepatnya meledek seseorang.

"Ayya" Ya, ternyata laki-laki itu menunggu Kanaya. Dia selalu saja memanggil Ayya dengan panggilan sama seperti yang lainnya.

"Jangan mepet-mepet loh ya, ingat kata Kyai Ahmad," Hani pun tak mau tinggal diam.

Kanaya hanya tersenyum malu karena ucapan dari kedua sahabatnya itu.

Laki-laki itu adalah Yuan Prayoga, seseorang yang begitu menyayangi Kanaya. Entah seperti apa hubungan mereka sebenarnya, belum pernah ada kata cinta atau kata sayang yang di ucapkan sebagaimana pada umumnya orang berpacaran, tapi mereka hanya selalu bersama-sama.

Kanaya ataupun Yuan juga mantan murid dari Kyai Ahmad jadi mereka berdua sama-sama tau apa saja yang di katakan oleh beliau.

'Kalian semua tidak boleh berpacaran, jika memang sayang dan memiliki keseriusan maka berta'aruf lah lalu hitbah dan nikahilah. Setelah sah kalian boleh berpacaran setelah halal. Kalian akan lebih bebas setelah itu.'

Nasehat itulah yang selalu di ingat oleh Kanaya, Yuan ataupun yang lainnya.

Setelah Yuan sudah ikut berjalan di sebelah Kanaya tiba-tiba Hani juga Wati berjalan lebih dulu, dia mempercepat langkahnya tanpa bicara dulu pada Kanaya, mungkin mereka hanya tidak ingin mengganggu saja sih.

"Kang Yuan tumben main sepedanya sampai sini," Heran saja sih, tak biasanya Yuan sampai di desa Lembayung apalagi untuk menjemputnya seperti ini.

Yuan berjalan dengan terus menuntun sepedanya. Menyamakan langkah kakinya dengan langkah Kanaya.

"Iya, ada yang mau akang bicarakan padamu," Jawabnya. Matanya melirik sekilas meski Kanaya sama sekali tak melirik ke arahnya.

Kanaya masih diam mendengarkan, sepertinya Yuan masih ingin melanjutkan perkataannya. Dan ternyata benar, setelah beberapa saat Yuan kembali berbicara.

"Lusa akang akan pergi," Yuan menghentikan langkah. Ucapannya terdengar lesu. Sama sekali tak ada semangat.

Kanaya menghentikan langkah, memberanikan diri untuk memandangi Yuan sebentar. Tapi Kanaya tidak bertanya apapun, hanya menunggu kata-kata Yuan kembali keluar.

"Emak bilang, akang harus ngekos di Jogja. Akang tidak bisa terus menerus pulang pergi setiap hari untuk kuliah. Beliau meminta untuk ngekos, dia merasa kasian padaku jika tiap hari pulang pergi dengan jarak yang sangat jauh. Emak takut akan kelelahan lalu sakit," Yuan menjelaskan.

Ya, Yuan anak orang berada dia bisa kuliah setelah lulus SMA dengan nilai tinggi juga. Sementara Kanaya? Dia hanya lulusan SMP saja. Itupun dia sekolah dengan bantuan dari Yayasan.

Kanaya bingung ingin berkata apa, dia tak bisa mencegah meskipun dia ingin. Tapi dia tak punya hak untuk itu.

Diam bibir Kanaya, tapi hatinya menjerit-jerit. Ada rasa tak rela jika Yuan pergi ngekos. Ya, meski dia akan pulang satu bulan sekali tapi dia juga tak mungkin bisa bertemu karena Desa mereka juga berbeda. Yuan tinggal di desa Ambung.

"Aku janji, setiap pulang akan menemui mu," Janji? Bahkan Kanaya tak mau percaya dengan sebuah janji lagi yang selalu orang lain katakan.

"Gapai-lah mimpi Akang. Jangan pikirkan Kanaya. Kanaya bisa jaga diri di sini," Berat rasanya untuk mengatakan itu tapi nyatanya tetap saja keluar.

"Semoga Allah menyiapkan takdir yang baik untuk kita," ucap Yuan.

"Amin," Kanaya hanya bisa mengaminkan saja. Mulutnya bisa seperti dia benar-benar ikhlas tapi hatinya? Dia benar-benar ingin menghalangi kepergian Yuan. Entah kenapa perasaan Kanaya tidak enak. Seperti mereka akan berpisah sangat jauh.

"Jangan khawatir, kita bisa terus bertemu," Mereka berdua kembali berjalan.

"Hemm," Kanaya hanya mengangguk.

````````````

Bersambung.....

--------------

Kepergian Yuan

Perpisahan memang bukan akhir dari kehidupan. Hanya saja, perpisahan akan menyisakan sebuah sunyi juga pilu meski perpisahan tak membutuhkan waktu lama. Kenapa engkau pergi, Kang? Aku sangat menginginkan engkau selalu ada di sisiku menemani keseharian ku.

#Kanaya Setya Ningrum

```````````````

"Aya, Wak mau metik cabe di ladang. Karena hanya sedikit kamu ke ladang dekat Desa Ambung saja untuk memetik sayur untuk di masak nanti siang,"

Deg

'Desa Ambung? Bukankah hari ini...?'

Jantung Kanaya berdetak tak menentu saat mendengar desa Ambung dari Wak Ami. Kanaya termenung sejenak dan menghentikan tangan yang tengah mencuci piring.

"Aya, kamu ngerti toh?" tanya wak Ami mengejutkan lamunan Kanaya tentang Yuan.

"I_iya, Wak. Nanti saya metik sayur di ladang," Kanaya tersenyum gagu. Dia begitu kepikiran dengan Yuan saat ini.

"Yo wes, Wak berangkat dulu. Takut kepanasan," Wak Ami mengambil ember berwarna hitam yang akan dia gunakan sebagai wadah cabe yang akan dia petik, sementara Kanaya mempercepat kerjanya yang mencuci piring.

Begitu buru-buru Kanaya membereskan cucian piring juga membersihkan rumah seperti pagi-pagi biasanya. Dia hanya ingin memastikan kalau Yuan benar-benar pergi atau tidak sekarang.

Langkah Kanaya begitu cepat, seperti biasa dia hanya akan jalan kaki untuk menuju ladang yang sebenarnya cukup jauh.

Naik turun jalan setapak, melintasi tebing-tebing curam yang sangat membuat merinding. Jurang dalam terlihat di bawah sana oleh mata. Begitu ngeri, tapi Kanaya sudah terbiasa melewati jalan yang seperti itu jadi tidak akan membuatnya takut.

Kanaya terus berlari, dia ingin cepat sampai di ladang yang dekat dengan desa Ambung. Rumah Yuan akan terlihat jelas dari ladangnya.

Brukk...

"Aww!" Lutut Kanaya mengeluarkan darah saat dia berada di jalan yang naik dan tersandung batu. Meskipun lututnya tertutup rok panjangnya tapi kerikil yang banyak tetap menggoreskan luka.

"Astaghfirullah, maafkan Kanaya ya Allah. Kanaya hanya ingin melihat kepergian Kang Yuan saja." gumamnya sedih.

Hubungan yang sudah sangat dekat membuat Kanaya merasa sangat sedih. Setelah Yuan benar-benar pergi dia pasti akan merasa sangat kesepian bahkan akan terasa kehilangan.

Sampailah Kanaya di ladang yang tidak terlalu luas milik suami wak Ami. Kanaya masih terus berlari hingga ke ujung ladang dan terlihatlah dengan jelas halaman rumah Yuan.

Beberapa kardus juga tas punggung besar sudah terlihat di pelataran rumah. Juga terlihat emak juga bapak dari Yuan yang ada di luar sementara Yuan sendiri belum juga terlihat, entah di mana dia saat ini.

Kanaya duduk begitu saja di ujung ladang, melipat kaki dan memeluknya.

"Ternyata Kang Yuan benar-benar akan pergi meninggalkan Ayya."

Tak terasa air matanya menetes begitu saja seraya melihat rumah bercat cokelat muda. Terlihat jelas ada bunga mawar berwarna pink-pink putih dengan ukuran lebih besar dari mawar biasanya yang kini tengah bermekaran. Juga terdapat bunga kaktus yang sudah menjulang tinggi dengan bunga berwarna merah di bagian pucuknya.

"Tidak usah menangis, Akang tidak akan pergi selamanya. Akang akan pulang sebulan sekali dan akan Akang temui kamu di sini. Akang juga akan pulang saat acara khataman nanti, Akang ingin melihat penampilan Ayya dan juga hasil kerja keras Ayya mendidik anak-anak."

Cepat Kanaya menoleh, melepaskan kaki dan biarkan bergelantung di tepi ladang.

"Akang! Kenapa Akang malah kesini!" Cepat Kanaya hapus air matanya. Kanaya tidak ingin terlihat cengeng di depan Yuan yang sudah rapi dan siap berangkat itu.

"Akang pengen menemui mu sebelum pergi. Nih buat kamu," Yuan ternyata datang membawa bunga mawar yang dia petik dari depan rumahnya. Bunga yang menjadi kesukaan Kanaya.

Beberapa kali Kanaya memetik tangkainya dan mencoba untuk menanamnya di depan rumahnya tapi selalu saja mati, bahkan pernah akan hidup tapi kalah dengan ayam nakal milik tetangga yang terus mengacak-acak tanah di sekitarnya.

Yuan tersenyum setelah Kanaya menerima bunga itu darinya. Yuan juga langsung duduk di sebelah Kanaya tapi tetap saja ada jarak dari keduanya.

"Akang masih butuh berapa tahun untuk menyelesaikan kuliahnya?" Tanya Kanaya setelah menghirup aroma mawar yang sangat khas itu.

"Kalau lancar Akang masih butuh waktu dua tahun lagi. Setelah lulus Akang akan melamar pekerjaan supaya bisa...?" Yuan menghentikan perkataannya.

"Supaya apa?" Kanaya menoleh bingung.

"Ayya, mungkinkah Allah menyiapkan takdir indah untuk kita? Apakah kamu bisa menunggu Akang sampai lulus dan bekerja?" Terlihat ada harapan besar di raut wajah Yuan saat ini. Benarkah dia mengharapkan Kanaya untuk menunggunya selama itu.

Umur Kanaya memang masih 18 tahun. Tapi banyak gadis-gadis di desanya akan menikah di umur-umur segitu. Contohnya Wati, dia sudah di lamar orang satu minggu yang lalu dan dia akan menikah satu bulan lagi. Tidak menutup kemungkinan Kanaya juga bisa di lamar orang juga setelah itu.

"Ayya tidak tau, tapi Ayya yakin takdir Allah pasti yang lebih baik," Jawab Kanaya seraya tersenyum manis.

Dalam lubuk hati paling dalam Kanaya juga menginginkan Yuan sebagai takdirnya. Kanaya sudah sangat nyaman dengan Yuan tapi dia juga tidak berani mengatakan itu.

"Sebenarnya, sebenarnya Akang sudah meminta Bapak untuk mengikatmu untuk Akang. Tetapi Bapak belum boleh. Kata Bapak, Akang harus fokus kuliah dulu. Kalau sudah sukses baru memikirkan perempuan, jadi Akang tidak bisa mengikatmu (bertunangan)."

Hati Kanaya merasa sangat bahagia dengan kata-kata dari Yuan barusan. Secara tidak langsung Yuan mengungkapkan perasaannya kalau dia menginginkan Kanaya untuk bisa menjadi pendampingnya.

"Bapak benar. Akang harus fokus dengan kuliah Akang dan bisa menjadi kebanggaan mereka."

"Tapi, bagaimana kalau kamu keburu di bawa pergi orang." Terlihat ketakutan yang sangat besar dari wajah Yuan saat ini. Sepertinya dia benar-benar menyukai Kanaya.

"Yakin saja, Kang. Jodoh tidak akan pernah tertukar. Kalau Ayya memang jodoh Akang kita pasti akan bersama meski waktu dan jarak memisahkan kita. Tapi kalau Ayya bukan jodoh Akang, sedekat apapun kita berada tetap saja jarak dan waktu akan memisahkan kita."

'Kenapa kamu bisa begitu tenang seperti ini, Ayya. Padahal aku sangat ketakutan. Aku takut kamu benar-benar di bawa pergi orang seperti mimpiku semalam.' batin Yuan.

"Akang, akang kenapa toh. Kok ngelamun begitu?" Tanya Kanaya heran.

"Ayya, akang semalam bermimpi...?"

"Mimpi apa, Kang?"

"Ah, bukan opo-opo." Senyum Yuan terlihat sangat berbeda, sepertinya dia menyembunyikan sesuatu dari Kanaya tentang mimpinya.

"Ayya, Akang pamit yo. Kamu jangan nakal sama Wak Ami dan Wak Tejo."

"Hem," Kanaya mengangguk.

Kanaya juga ikut berdiri setelah Yuan juga berdiri lebih dulu. Kanaya juga menepuk-nepuk roknya bagian belakang yang mungkin kotor karena tanah yang dia duduki barusan.

"Doakan Akang ya, semoga Akang berhasil. Dan jangan lupa berdoa pada Sang Gusti supaya memberikan takdir yang terbaik untuk kita." Yuan tersenyum begitu manis setelah mereka berdua sudah saling berdiri dan berhadapan.

"Pasti, Kang. Ayya akan selalu berdoa," Kanaya pun membalas senyum itu begitu manis.

Senyum untuk mengantarkan kepergian Yuan yang akan pergi demi menimba ilmu di daerah Jogja.

"Kamu hati-hati ya, Ayya. Dan selalu jaga kesehatan. Assalamu'alaikum.." Lambaian tangan dari Yuan dan pria itu mulai membalikkan tubuhnya memunggungi Kanaya.

"Iya. Akang juga hati-hati dan jaga kesehatan ya. Wa'alaikumsalam!" Suara Kanaya sedikit berteriak karena Yuan sudah mulai melangkah menjauh.

Yuan kembali menoleh setelah beberapa langkah, dia tersenyum begitu manis, senyum sebagai tinggalan untuk Kanaya yang kini begitu bahagia akan kedatangannya.

Bahagia di tengah-tengah perpisahan mereka berdua. Dan setelah itu jarak juga waktu akan memisahkan mereka.

'Semoga mimpiku semalam tidak akan menjadi nyata, Ayya. Kalau benar maka aku akan menjadi laki-laki paling tidak beruntung.'

'Apakah keputusanku ini salah ya Allah. Apakah seharusnya aku mengikat Kanaya lebih dulu sebelum pergi? Aku ingin dia menjadi milikku selamanya, tapi aku juga tidak bisa mengabaikan mimpi dari Emak dan Bapak. Mereka sudah berjuang untuk melihat aku bisa berhasil. Semoga aku tidak akan menyesal,' batin Yuan begitu banyak.

```````````````

Bersambung....

Foto Kenangan

Sahabat senang, sedih, duka dan bahagia. Itulah persahabatan kita. Tak memandang status yang berbeda tak memandang perbedaan. Kita adalah sahabat, tiga untuk satu, satu untuk selamanya.

#Tiga Gadis Remaja Lereng Merbabu

*********

Langkah Kanaya begitu pelan, rasanya sangat malas untuk pulang. Pikirannya masih tentang Yuan dan semua akan kata-katanya tadi.

Sesekali tangannya memetik bunga-bunga rumput yang ada di pinggir jalan setapak itu, kadang juga memetik kecil sayur sawi yang ada di dekapannya.

"Eh! Maaf maaf!" Hampir saja Kanaya menubruk orang yang tengah membawa rumput di depannya.

"Kenopo to, Ya. Jalan kok rak hati-hati. Nanti kalau jatuh lak yo bahaya to. Itu jurang loh,Ya," Peringatan dari orang yang ada di depannya itu yang masih membenarkan rumput yang banyak dan sudah di ikat rapi dan akan di letakkan di atas kepalanya.

"Maaf Paklik, Ayya nggak sengaja," Jawab Kanaya dengan sangat menyesal. Tidak seharusnya dia larut dalam lamunan seperti sekarang ini ketika berjalan. Bisa-bisa ini akan membahayakan dirinya juga orang lain.

"Yo ndak opo-opo. Hati-hati, ingat!" Ucapnya menegaskan.

Kanaya mengangguk, dia juga menunggu orang itu berjalan lebih dulu. Setelah dia berjalan baru Kanaya yang kembali berjalan namun sangat pelan. Tak dapat di pungkiri kalau kepergian Yuan benar-benar sangat mempengaruhi hati Kanaya.

"Ya Allah, apakah Ayya salah yo kalau Ayya menyukai Akang Yuan? Ayya nggak salah kan, jika Ayya mengharapkan Akang Yuan untuk menjadi imam di kemudian hari?" Gumam Kanaya.

Langkah Kanaya bagaimana siput yang kelaparan, sangat pelan seolah tak punya tenaga. Bahkan orang yang membawa rumput tadi sudah jauh dari hadapannya dan hanya terlihat kecil dari matanya.

***********

Seperti hari sebelumnya, Kanaya kembali ke desa Lembayung bersama dengan Wati juga Hani. Tak seperti kemarin yang ceria sekarang dia lebih banyak diam tak semangat. Kanaya hanya akan bicara sepatah dua patah kata saja itupun saat Hani atau Wati bertanya lebih dulu.

"Ayya, kamu kenapa toh?" Hani yang berjalan di sebelah langkahnya kini menoleh, melihat wajah sahabatnya itu yang dari tadi di tekuk masam.

"Iyo, dari tadi kok diam saja," Saut Wati yang ada di sebelah Kanaya juga. Ya, mereka bertiga jalan berdampingan dan Kanaya berada di tengah-tengah saat ini.

"Nggak opo-opo," Kanaya sangat enggan untuk bercerita. Dia hanya merasa malas saja sebenarnya.

"Kenapa, Kak Yuan jadi berangkat ke Jogja?" Tebak Hani yang seratus persen benar.

Kanaya mengangguk, dia semakin lemas mendengar kenyataan kalau Yuan memang sudah pergi ke Jogja. Kanaya sangat ingin melihat Yuan sukses, bisa mewujudkan cita-cita kedua orang tuanya juga cita-cita dia sendiri. Tetapi kenapa Kanaya terasa nggak ikhlas dengan kepergiannya, apakah dia terlalu egois?

"Sudah lah, Ayya. Jangan kamu pikirin terus. Kalau kamu seperti ini nanti Kak Yuan-nya di sana jadi nggak bisa konsentrasi. Mending kamu doakan saja supaya Kak Yuan selesai cepet."

"Masih dua tahun lagi, Han."

"Yo nggak opo lah. Emang kenapa kamu takut begitu? Kamu takut Kak Yuan kecantol cewek Jogja atau kamu takut kamu lebih dulu di pinang orang lain?"

"Dua-duanya."

"Kalau alasannya nomor satu aku pikir nggak deh, Kak Yuan sudah sayang banget sama kamu. Tapi kalau alasannya nomor dua, tinggal kamu tolak aja kalau ada orang yang minang kamu, beres toh."

Panjang lebar Hani bicara, memang benar apa yang di katakan Hani. Tapi masalahnya, Hani kan tau benar bagaimana sifat Wak Tejo, bahkan Wak Tejo juga diam-diam mencari pria untuk di jodohkan kepada Kanaya. Alasannya, Wak Tejo sudah nggak kuat menghidupi dan mencukupi kebutuhan Kanaya.

"Meski pada dasarnya wanita itu di pilih, tapi wanita juga berhak menentukan pilihan, Ayy. Kalau memang kita nggak suka ya jangan di paksakan. Kita menikah kan hanya sekali, kita akan menjalaninya seumur hidup jadi tetap harus di seleksi lah setiap pria yang datang. Jangan asal terima saja," Imbuh Hani.

"Nggak kayak Wati tuh! Dia mah udah kebelet pengen nikah. Baru aja di pinang belum kenal orangnya udah di iyain aja," Ucap Hani sewot.

"Yo nggak opo-opo toh, Han. Aku kan percaya sama bapak, bapak kan udah kenal sama orang tuanya juga dia." Jawab Wati.

"Sak karepmu ae lah(terserah kamu saja lah)," Hani kembali fokus dengan jalan yang hanya bisa masuk satu mobil itu saja. Jika dua mobil berpapasan maka satunya harus ngalah dan mundur cari tempat yang lebih lapang.

Tak terasa mereka bertiga sudah sampai di tempat yang kemarin. Anak-anak sudah berkumpul, bahkan hari ini Ustadz Ahmad juga hadir.

"Wah, berarti kita ngaji dulu nih sebelum mengajar anak-anak," Lirih Wati.

Kanaya mengangguk begitu juga dengan Hani. Bersamaan mereka melepas sendal tapi bergantian mereka masuk ruangan yang cukup luas.

"Assalamu'alaikum!" Seru ketiganya bersamaan.

"Wa'alaikumsalam..." Jawab Ustadz Ahmad juga anak-anak bersamaan.

Kedatangan mereka bertiga membuat acara mengaji langsung di mulai. Yang anak-anak hanya ngaji Iqro' sementara mereka bertiga mengaji kitab fikih dengan Ustadz Ahmad.

**********

Tak seperti saat berangkat, kini Kanaya bisa tersenyum saat pulang. Cuaca yang bagus dengan dua gunung Merapi dan Merbabu yang terlihat cerah membuat mereka bertiga enggan untuk langsung pulang.

Mereka berhenti sejenak, menikmati keindahan dan angin sore yang sangat indah dan segar.

"Hani, Wati, seandainya kelak kita berada di desa yang berbeda-beda kita tetap menjadi sahabat kan?" Kanaya mendahului kata.

"Jelas dong, Ayy. Kita akan menjadi best friend forever," Celetuk Wati.

"Halah, sok pakai bahasa Inggris. Ucapinnya aja masih belepotan begitu, hahaha!" Seloroh Hani menertawakan.

Ya, mereka bertiga memang sama-sama sudah lulusan SMP, tapi mereka tak begitu mahir dalam bahasa Inggris. Ucapan mereka akan selalu aneh di dengar, bahkan sangat lucu dan menggelitik telinga.

"Ya nggak apa-apa toh! Syirik aja," Protes Wati tak terima.

"Sudah to, mbok jangan ribut terus. Ini lagi momen yang indah loh. Kapan lagi kita bisa melihat kedua gunung ini cerah begini." Kanaya menengahi.

"Hani, katanya kamu bawa ponsel. Foto dong buat kenang-kenangan." Pinta Kanaya.

"Oh iya bener!" Tangan Hani pun seketika merogoh tasnya. Ponsel Nokia jadul berwarna biru sudah di tangan.

"Mau siapa dulu yang foto!" Teriak Hani heboh.

"Aku!" Kalau urusan foto-foto Wati yang paling utama. Meski saat ada orang yang sengaja mencuri fotonya dia akan langsung merinsuk dan bersembunyi.

Bukan hanya Wati saja, tapi Kanaya juga Hani pun sama. Mereka akan selalu menutup wajah saat ada kamera-kamera nakal ingin memotret wajah mereka. Bisa di katakan kalau di depan umum mereka anti kamera, tapi kalau hanya bertiga ya gitu, mereka akan heboh.

"Yo wes, Wati dulu." Wati langsung mengambil pose kesukaannya, mengangkat kedua jarinya sampai samping wajah dan membentuk huruf 'V' di sana. Tentu dengan polesan senyum yang memperlihatkan lesung pipi di tengah-tengah pipi bakpaonya.

"Idih, narsis sekali kamu, Wat." Ucap Hani sembari mengambil foto Wati, "sekarang giliran kamu, Ayy. Biar besok kalau Kak Yuan pulang aku kasiin fotonya. Atau aku kirim langsung ke nomernya sekarang. Aku ada loh nomernya," Mata Hani mengerling tak biasa. Benar-benar deh nih Hani.

"Apa sih, Han," Kanaya senyum malu.

"Cepat ambil pose yang bagus. Biar Kak Yuan makin terpana."

"Astaghfirullah, Han. Kamu ini ya," Suara Kanaya sudah terdapat nada kesal tapi juga ada tawa sementara Hani hanya meringis saja.

Kanaya berdiri menghadap ke arah Gunung Merapi dan mendekap kitabnya. Hijab merah, atasan merah dan rok hitam, itulah yang menjadi style Kanaya saat ini.

Satu jepretan di ambil dari samping saat Kanaya melihat Gunung, dan satu saat dia tetap berdiri di tempat yang sama posisi yang sama tapi menoleh dan tersenyum ke arah Hani.

"Oh adek berjilbab merah, namanya Kanaya Setya. Gadis cantik anak pak Rahmah, Kakak Yuan yang ada di hatinya. Hahaha....!" Tawa Hani menggelegar setelah selesai bersenandung untuk menggoda Kanaya.

Seketika wajah Kanaya memerah, malu bukan main pokoknya. Tapi mulutnya menganga karena itu. Tangan juga langsung bergerak hendak menyapit hidung Hani.

"Apa sih, Ayy! Bentar lah." Entah apa yang Hani lakukan. Dia bisa menghindari dari gerakan tangan Kanaya, "sudah beres. Paket sudah mendarat dengan selamat," Imbuhnya.

"Kenapa, Han?"

"Ini, sudah mendarat di nomor Kak Yuan. Hahaha!" Tawanya kembali menggelegar. Hani berhasil mengirim foto yang dia ambil kenomor Yuan.

"Haniii!!!!" Teriak Kanaya.

Hani langsung lari terbirit-birit. Mereka bertiga tertawa sambil berlari kejar-kejaran.

"Awas ya, Han!" Kanaya semakin semangat mengejar Hani.

"Hahaha.... Coba saja kalau bisa." Ledek Hani sembari menjulurkan lidah juga kedua tangan bergerak di atas kepala seperti telinga kelinci.

*******

Bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!