NovelToon NovelToon

Ranjang Big Bos

RBB 01 | Gara-gara Perawan

Disebuah kamar hotel, Gilbert tengah menatap lekat seorang wanita yang tengah melepas satu persatu pakaian yang melekat ditubuhnya. Sorot tajam matanya meneliti tubuh polos yang sudah menantang kejantanan. Sambil menggoyangkan gelas yang berisi alkohol Gilbert berkata, "Apakah aku harus percaya jika kau masih perawan?"

"I-iya. Aku masih pe-perawan."

Gilbert terus menatap lekat pada pemandangan didepannya. Entah apa yang diteliti, tetapi Gilbert yakin jika wanita itu sudah tidak perawan lagi.

"Kau tidak perawan lagi!" ujar Gilbert dengan malas.

Wanita itu tercengang tidak percaya lalu memungut kembali pakaiannya dengan rasa kesal.

"Meskipun aku tidak perawan lagi, setidaknya aku masih bisa memuaskan mu," ujarnya

"Keluar!"

Wanita itu semakin tidak percaya dengan ucapan Gilbert yang menyuruhnya untuk keluar padahal dia belum memberikan pelayanan untuknya.

"Apa maksudmu?"

"Apakah aku harus mengulangi kata-kata ku?"

"Ta-tapi ...."

Mata Gilbert memberi isyarat agar wanita itu segera keluar dari kamarnya.

"Dasar! Berani sekali mereka memberikan barang palsu untukku. Apakah mereka sudah tidak ingin bernapas lagi."

Rasa kesal akibat telah tertipu membuat Gilbert sudah tidak berselera lagi untuk berfantasi malam ini. Dengan perasaan amat kesal, Gilbert hanya menenggelamkan tubuhnya diatas tempat tidur.

Pukul 07.00 pagi.

Langkah tegap nan gagah membuat mata yang melihatnya tak ingin mengalihkan pandangannya. Dengan kecamatan hitam yang melekat didepan matanya, sosok Gilbert terlihat sangat sempurna di mata para wanita.

"Kim, sudah kau kerjakan tugas yang aku berikan tadi malam? Aku ingin melihat mereka menanggung akibatnya."

Kimi yang berada dibelakang Gilbert mengangguk sambil berkata, "Sudah, Tuan. Aku pastikan club mereka akan segera tutup."

"Bagus."

Mobil Gilbert melaju pelan membelah kepadatan jalan. Bersama dengan Kimi, Gilbert segera menuju ke kantor.

"Kimi, apakah kau juga sudah mendapatkan sekertaris baru?"

Kimi yang sedang mengemudi sekilas melirik tuannya dari kaca spion. Wajah yang berkharisma mampu memikat wanita kapan saja, membuat Kimi menghela napas beratnya.

"Maaf Tuan, aku belum belum bisa menemukan sekertaris baru untuk anda karena sangat sulit untuk menemukan wanita yang sesuai dengan kriteria anda."

Hidup di negara bebas bergaul akan sangat sulit untuk menemukan wanita yang benar-benar masih perawan.

Terkadang Kimi harus berusaha keras untuk mencari wanita sesuai dengan keinginan bosnya. Bukan hanya urusan ranjang saja yang harus perawan, melainkan urusan pekerjaan juga harus mendapatkan sekertaris yang masih perawan.

"Sudah satu minggu, tapi belum juga kau dapatkan. Sebenarnya kau bisa bekerja atau tidak?"

"Maaf Tuan, aku juga sedang berusaha. Jika bukan karena salah satu kriteria dari anda, mungkin aku sudah menemukan sosok sekertaris untuk anda. Apa bedanya coba antara perawan dan tidak perawan?" protes Kimi kesal.

"Sudah berani memprotes ya? Bagus!" sinis Gilbert.

"Ya Tuhan, makhluk macam apa bosku ini? Mengapa tugasku hanya terus untuk mencari wanita perawan. Apakah dia adalah seorang alien yang sedang haus perawan? Oh Tuhan ... bantu aku mendapatkan wanita perawan untuk tumbal bosku, agar aku bisa sedikit bernapas."

Kimi hanya bisa melirik kesal kepada bosnya yang selalu membuatnya gila hanya karena seorang wanita.

Sesampainya di kantor, Gilbert segera masuk kedalam ruangan untuk segera berlayar pada pekerjaan yang sudah menantinya.

Hidup dalam kesendirian, tak lantas membuatnya kesepian karena akan ada wanita malam yang akan menemani malam panjangnya. Namun, siapa yang menyangka jika pagi itu ada seorang wanita tua yang telah duduk di kursi kebesarannya. Dengan mata yang membulat, Gilbert segera menghampirinya.

"Oma ... apa yang kau lakukan disini?"

Wanita yang dipanggil Oma langsung berdiri dengan dengan pelan. Tatapan tajam tanpa suara, Oma segera melayangkan pukulan kecil menggunakan tongkatnya ke tubuh Gilbert.

"Dasar kau cucu tidak berguna. Kenapa dulu ayahmu membuatmu jika pada akhirnya kau hanya akan seperti ini!"

"Oma ... Oma ... ampun Oma! Sakit."

Gilbert berusaha untuk menghindar, tetapi sang Oma yang masih cekatan tidak bisa dilawannya. Bukan tidak bisa, tetapi Gilbert memang tidak berani.

"Katakan kau tidur dengan berapa banyak wanita untuk malam ini?" Oma masih memukulkan tongkatnya ke tubuh Gilbert.

"Ampun Oma. Gilbert tidak tidur dengan wanita, Oma. Sumpah, Oma."

Saat itu juga Oma menarik kasar napasnya dan menghentikan pukulannya.

"Apakah kau tidak takut jika kau terkena penyakit kelamin? Kau adalah satu-satunya aset yang Oma miliki. Jika bukan kau yang akan meneruskan perusahaan ini siapa lagi? Tidak mungkin aku membangunkan ayahmu di alam kubur sana untuk melanjutkan perusahaan ini jika Oma meninggal sudah nanti!"

Gilbert langsung memeluk erat wanita tua yang kulitnya pun sudah mulai mengkerut. Bahkan rambutnya saja sudah memutih. Jika bukan karena pola makan yang baik dan perawatan, mungkin omanya sudah sangat keriput.

"Maafkan Gil, Oma. Gil tidak seperti yang Oma tuduhkan. Selamanya Gil tidak akan pernah terkena penyakit menjijikan itu, karena Gil tidak pernah berhubungan dengan wanita malam, Oma."

"Dasar kau pembual! Kau pikir Oma tidak tahu apa yang sudah kau lakukan selama ini? Kau pikir Oma bodoh yang mudah kau tipu? Sudahlah, berdebat denganmu hanya akan membuat kadar gula ku meningkatkan, karena bibir manis mu. Oma kesini membawa sekertaris baru untukmu. Tapi bukan untuk menemani mu di ranjang. Awas saja jika kau berani menyentuhnya sedikitpun, akan aku cincang perkututmu!" ancam Oma dengan keras.

Gilbert menautkan alisnya lalu menertawaka sang Oma.

"Oma kau sudah tua dan seharusnya kau tidak udah ikut campur dengan pekerjaanku. Aku bisa mengatasinya sendiri."

Bug.

Satu pukulan keras mendarat lagi di kepala Gilbert. "Dasar kau cucu durhaka! Aku akan coret namamu dari anggota keluarga!" ancam Oma lagi.

"Oma ... Oma ... tunggu! Gil hanya bercanda, Oma. Kalau Gil dihapus dari anggota keluarga, lalu siapa yang akan meneruskan perusahaan Oma?"

"Gilbert ... Gilbert. Oma bisa mengangkat cucu bahkan anak sekaligus jika mau. Jika kau telah terhapus, maka Oma akan memilih Kimi untuk melanjutkan perusahaan. Lalu Oma akan menyuruhnya untuk menikah dan mempunyai anak. Anak-anak Kimi kelak akan menjadi penerus perusahaan."

Perdebatan antara dua generasi tidak akan ada habisnya jika Gilbert tidak memilih mengalah. Apapun keputusan wanita tua itu harus Gilbert terima jika ingin tetap menjadi penerus perusahaan.

...Bersambung...

NB : Ini adalah cerita pertamaku. Mohon bantuan dan dukungan ya ♥️ Salam hangat dari Author Nitta Siregar ♥️

RBB 02 | Sekertaris Baru

Gilbert seakan terpana oleh kecantikan sosok yang saat ini berada di depannya. Namun, dia tidak ingin menunjukkan secara langsung. Ukuran buah naga yang menantang membuatnya kesusahan untuk menelan salivanya. Apalagi pakaian yang dikenakan juga membentuk indah lekuk tubuhnya.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

Gilbert tersadar dari lamunannya. Pikirannya baru saja berfantasi dengan wanita itu.

"Sebenarnya ada banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan, tapi sepertinya itu tidak penting karena kau dipilih langsung oleh Oma. Aku yakin Oma tidak salah pada pilihannya. Jadi ... yang ingin aku tanyakan adalah, apakah kau sudah memiliki pasangan? Karena saat kau bekerja denganku, maka kau tak boleh menjalin hubungan dengan siapapun, kecuali aku."

Zela, nama wanita yang menjadi sekertaris barunya hanya bisa menautkan alis. Sejak kapan peraturan perusahaan melarang karyawan tidak boleh menjalin hubungan. Saat ini Zela sedang bekerja disebuah perusahaan, bukan tempat biro jodoh.

"Kenapa kau diam? Apakah kau punya kekasih atau suami?" tanya Gilbert sambil mengangkat kedua alisnya.

Zela masih terdiam. Dia tidak tahu apakah dia akan berkata jujur atau berbohong. Saat ini Zela sedang membutuhkan pekerjaan ini untuk biaya pengobatan ibunya yang sedang sakit.

"Bohong apa jujur ya?" batin Zela sambil memeras kemejanya. Zela takut jika saat dia mengatakan jika dia telah memiliki kekasih, dia akan segera di tendang dari perusahaan sebelum dia bekerja.

"Tenang saja, aku belum memiliki pasangan." Zela memejamkan mata sambil memohon ampun kepada Tuhan agar memaafkan kebohongannya.

"Jack, maafkan aku. Aku terpaksa melakukan ini agar mama bisa terus menjalankan pengobatan," batin Zela.

"Bagus. Sekarang kau bisa mulai bekerja. Nanti jika aku membutuhkanmu akan aku panggil," pungkas Gilbert.

Zela keluar dari ruangan Gilbert dengan dada yang berdebar hebat. Kali ini dia telah membuat kesalahan besar yang tidak mengakui jika telah memiliki kekasih, bahkan sebentar lagi mereka akan menikah.

Dari dalam ruang kerjanya, Gilbert bisa melihat Zela yang mulai melakukan pekerjaan. Ruang Zela dengan ruangan Gilbert memang sudah di setting oleh Gilbert. Dimana hanya ada dinding kaca menjadi pembatasnya.

"Ah, sial! Jika seperti ini aku tidak bisa bekerja dengan baik." Gilbert merutuki kekonyolan yang tanpa henti memperhatikan Zela. Karena tidak ingin terus memikirkan Zela, Gilbert memutuskan untuk menutup tirainya.

"Oma dapat wanita cantik ini darimana sih? Apakah dia masih perawan? Ah, tapi percuma saja. Bahkan Oma juga mengancamku tak boleh menyentuhnya. Apa sih keistimewaan wanita itu di mata Oma selain cantik?"

Gilbert tidak bisa berkonsentrasi dengan penuh. Pikirannya ambyar saat mengingat buah naga yang terlihat menantang, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena ancaman dari sang Oma.

"Ah, sial!" umpatnya lagi.

Disaat yang bersamaan, Kimi masuk tanpa mengetuk pintu. Dia terkejut saat melihat bos-nya uring-uringan sendiri dengan mengacak-acak rambutnya.

"Ada masalah apa, Tuan?" tanya Kimi langsung.

"Kamu cari tahu asal-usul wanita itu darimana!" titah Gilbert sambil menujukan kearah ruangan Zela.

"Dia siapa, Tuan?"

Gilbert memutar bola matanya yang hampir terlepas karena ternyata Kimi tidak mengetahui siapa Zela.

"Kau tidak tahu siapa dia?"

Kimi menggelengkan kepalanya pelan, membuat Gilbert mendudukkan kasar di sebuah sofa.

"Dia sekertaris yang dibawa Oma. Kenapa bisa kau kalah cepat dari wanita tua itu? Bahkan aku tidak tahu apakah dia perawan atau tidak. Dan asal kau tahu, Oma juga mengancam ku tak boleh menyentuhnya dia. Sekarang tugasmu adalah cari tahu siapa dia, mengapa bisa bertemu dengan Oma dan ada hubungan apa dengan Oma!" tegas Gilbert.

Lagi-lagi Kimi hanya bisa mengangguk pelan sebagai tanda patuh. Setelah menyerahkan file yang membutuhkan tanda tangan bosnya, Kimi pun segera undur diri.

Jika bukan mengingat atas semua kebaikan yang telah diberikan oleh Oma, mungkin saat ini Kimi bisa menikmati hidupnya dengan bebas. Demi menjaga dan mengawasi Gilbert, Kimi harus merelakan masa mudanya untuk tetap mendampingi Gilbert. Bahkan saat ini usia Kimi sudah menginjak di angka 27. Namun, karena amanah yang diemban, Kimi tidak lagi memikirkan pasangan hidupnya. Baginya mengabdi pada keluarga Gilbert adalah tujuan hidup saat ini.

Kimi mendengus pelan saat melewati ruang milik Zela. Kali ini dia harus mendekati Zela agar bisa mengorek sedikit informasi.

Sebelum Kimi bertindak lebih jauh, tidak ada salahnya untuk bertanya langsung pada Zela lebih dahulu. Kimi yakin jika Zela bukan wanita sembarang karena dia adalah rekomendasi langsung sang Oma.

**

Dering ponsel Gilbert tak hentinya bergetar. Satu nama yang membuat Gilbert enggan untuk mengangkat. Siapa lagi jika bukan nyonya besar sang pemilik perusahaan sebenarnya.

"Tuan, ponsel anda sepertinya bergetar," ucap Kimi yang tengah mengemudi.

"Biarkan saja. Itu dari nyonya besar. Pasti dia akan menyuruhku untuk pulang dan memaksa ku untuk menikah. Dan kau tahu, aku paling benci dengan pembicaraan seperti itu!" jelas Gilbert santai.

"Jadi, kita pulang kemana?"

"Kau bodoh atau pura-pura bodoh!"

"Maaf Tuan."

Kimi segera mengambil jalan menuju ke apartemen milik tuannya. Dalam hati Kimi merasa kasian kepada Oma yang selalu kesepian. Gilbert satu-satunya keluarga yang masih tersisa, tetapi malah selalu mengabaikannya.

"Kim, sebaiknya setelah ini kau temani Oma! Jika dia bertanya tentangku, katakan aku masih ingin menyelesaikan pekerjaanku!"

"Baik Tuan."

Setelah mengantarkan Gilbert ke apartemen, Kimi segara berbalik arah menuju rumah Oma.

Didalam apartemen, bayangan Zela kembali muncul dalam pikiran. Bahkan Gilbert hanya bisa menelan kasar salivanya saat membayangkan buah naga yang terlihat sangat menantang. Hanya memikirkan saja sudah membuat kejantanan miliknya mulai mengeras.

"Sial!" umpatnya.

Dalam satu hari ini pikiran Gilbert tak henti memikirkan Zela. Andaikan saja bukan wanita dari Oma, mungkin malam ini Gilbert bisa melewati malam panjangnya bersama dengan Zela.

Sambil memejamkan mata, Gilbert menuntaskan hasratnya di dalam kamar mandi dengan tangannya. Bayangan Zela menjadi obyek untuk terus berfantasi. Mungkin saat ini Gilbert hanya bisa membayangkan, tetapi suatu nanti Gilbert yakin bisa bermain dengannya diatas ranjang bersama dengan Zela.

De.sah.an pelan mengiringi penuntasan hasratnya, sebelum pada akhirnya Gilbert memutuskan untuk mandi.

Malam ini Gilbert memutuskan untuk tidak pergi ke club. Selain merasa lelah, Gilbert memang sedang memiliki pekerjaan yang harus dia kerjakan.

Diseberang sana, Zela yang baru saja pulang dari kantor harus segera mengurus ibunya. Kecelakaan beberapa waktu lalu selain merenggut nyawa papanya, ternyata juga merenggut sepasang kaki mamanya. Saat ini sang mama hanya bisa berada diatas kursi roda karena kedua kakinya yang patah.

Kecelakaan maut itu telah merubah semuanya. Kebahagian hilang dalam sekejap mata saat sang papa telah meninggalkannya untuk selamanya.

"Mama ....!" teriak Zela yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Mama mau kemana?" Zela segera menghampiri mamanya saat kursi roda itu telah terbalik.

Dengan cepat Zela membantu mamanya untuk bangkit. Pasrah dengan ketidakberdayaan, membuat Sarla merasa sangat tidak berguna.

"Mengapa saat itu Mama harus selama, Ze? Lebih baik Mama ikut bersama dengan Papa jika pada akhirnya Mama hanya akan menjadi beban mu?" Dengan air mata tak terbendung lagi, Sarla hanya bisa meratapi hidupnya yang tak berguna.

"Mama ngomong apa sih? Bukankah Mama pernah bilang jika kita harus bangkit dan berjuang lagi. Mama adalah semangat untuk Zela, jadi Mama harus kuat agar kita bisa melewati semuanya bersama. Sebentar lagi Zela akan membawa Mama berobat agar Mama bisa berjalan kembali. Tapi Mama jangan pernah ulangi lagi hal seperti ini, mengerti?"

Akhirnya Zela membawa Mamanya masuk lagi ke dalam kamar untuk beristirahat. Zela menatap mamanya dengan tatapan sendu. Berharap ada keajaiban dari Tuhan untuk mamanya. Namun, dalam kesedihan dia juga bersyukur bisa bertemu dengan nyonya Roberto yang pada akhirnya merekomendasikan dirinya untuk menjadi sekertaris di perusahaan miliknya.

...♥️Bersambung ♥️...

RBB 03 | Memaksa

Sesekali Gilbert mencuri pandangan kearah Zela yang sedang menjalankan presentasinya. Meskipun Zela tidak memiliki keahlian dalam bidang pekerjaannya saat ini, tetapi Zela bisa membuat para klien merasa puas dengan hasil presentasi darinya.

"Selamat Tuan Gilbert, perusahaan anda memang luar biasa," puji salah satu rekan bisnisnya.

Gilbert hanya bisa tersenyum tipis. Sudah pasti perusahaannya akan memenangkan tender lagi. Selain hasil kinerja yang bagus, tangan kanan Gilbert juga lebih cekatan untuk menangani pekerjaannya.

"Terimakasih, tapi anda terlalu berlebihan," ujar Gilbert.

"Hahahaha anda seperti itu, Tuan. Selalu merendah."

Satu persatu para rekannya meninggalkan ruang meeting. Hanya tinggal Zela dan Gilbert yang belum keluar, karena Zela masih memeriksa datanya.

"Apakah bisa dipercepat sedikit? Aku sudah lapar!" ketus Gilbert dengan kesal.

Zela hanya melirik Gilbert dengan sekilas. "Jika sudah lapar, silahkan anda pergi duluan. Aku tahu arah jalan pulang ke perusahaan."

Gilbert membuang kasar napasnya. Dengan tatapan dingin, Gilbert segera menutup laptop milik Zela.

"Apakah seperti ini caramu menghargai atasanmu? Kau bekerja untukku, itu artinya kau harus menuruti perintahku!"

Zela menautkan alisnya saat menatap iris tajam sang bos. "Tapi ini belum selesai," protesnya.

"Aku tidak peduli karena itu adalah urusanmu! Yang aku mau sekarang kau ikut denganku untuk makan siang!"

"Tuan mengapa anda harus memaksa? Bukankah anda bisa mengajak nona Kimi untuk makan siang? Aku masih ada pekerjaan, Tuan."

Gilbert yang anti dengan penolakan, tak peduli dengan alasan Zela. Dia segera menyeret tangan Zela untuk keluar dari ruangan meeting.

"Aauuww ... sakit Tuan!"

Gilbert mengehentikan langkahnya saat Zela memberontak. "Bukankah sudah ku katakan sebelumnya, jika saat ini kau bekerja untukku, berarti kau harus patuh kepadaku. Sekarang pilih aku seret atau jalan sendiri?"

Meskipun Zela mengikuti langkah Gilbert, tetapi hatinya sangat kesal. Jika tidak mengingat gajinya dua kali lipat lebih besar dari gaji sebelumnya, Zela yakin detik ini juga Zela akan langsung menyodorkan surat pengunduran dirinya.

Zela hanya melirik Kimi yang turut mengiringi langkah tuannya. Wanita yang terlihat cantik, tetapi sayang kecantikan ditutupi dengan penampilan yang serba hitam.

"Jangan berpikir macam-macam tentang ku!"

Zela membulatkan bola matanya saat Kimi memberi peringatan kepada dirinya. Padahal Zela hanya membatin saja, tetapi Kimi langsung bisa membaca pikirannya.

Sungguh hebat Kimi, batin Zela.

"Apakah kau punya mata batin yang bisa membaca pikiran seseorang?" Zela melontarkan pernyataan konyol membuat Kimi menautkan alisnya.

Saat itu juga Gilbert yang tanpa sengaja mendengarkan pertanyaan Zela langsung memberhentikan langkahnya. Naas, Zela yang berjalan tanpa memperhatikan arah depan langsung menabrak punggung Gilbert.

"Aduuh .... " Zela menggosok keningnya.

Saat itu juga Gilbert berbalik arah dan langsung menambahkan jentikan di kening Zela.

"Kau bisa jalan dengan benar atau tidak?"

"Maaf Tuan. Siapa yang menyuruhmu untuk berhenti mendadak?" protes Zela.

"Memangnya aku sedang mengemudikan mobil yang harus aku rem saat ingin berhenti? Tidak 'kan?"

Zela hanya bisa menggosok keningnya dengan kesal. Bisa-bisanya dia melakukan kecerobohan yang memalukan. Untung saja hanya Kimi yang melihatnya. Jika sampai ada orang yang melihatnya, akan diletakkan dimana wajah merah padamnya.

"Aku sudah pesankan restoran, ku harap kau jangan lupa pesan Oma!" Kimi pun melenggang pergi dengan langkah tegapnya.

Sementara itu, Gilbert melanjutkan langkahnya dengan diiringi Zela dari belakang.

"Maaf Oma, Gil tidak akan menyentuh wanita ini. Tapi Gil akan buktikan bahwa wanita ini yang akan menyentuh Gil. Jangan salahkan Gil jika saat itu terjadi." Gilbert tertawa dalam hati. Apalagi saat mengetahui tentang Zela yang asih tersegel. Hasrat ingin memiliki wanita itu semakin kuat.

Mobil melesat cepat membelah jalanan yang ramai karena memang itu jam istirahat kantor. Gilbert memarkirkan mobilnya di depan sebuah restoran besar.

"Apakah kau tidak ingin turun? Atau kau berharap aku membukakan stafety belt ini?"

Zela langsung tersadar dan segera membuka sabuk pengaman itu sendiri. "Tidak perlu repot-repot Tuan. Aku bisa sendiri."

Zela terus mengikuti langkah Gilbert masuk untuk mencari tempat yang telah dipesan Kimi. Setelah menemukan tempat, Gilbert segera menyuruh Zela untuk duduk.

"Apakah anda tidak salah tempat, Tuan?" tanya Zela heran.

"Ada yang salah?" Gilbert kembali bertanya.

"Tidak ada. Hanya saja ...."

Belum sempat Zela melanjutkan ucapannya beberapa pelayan sudah datang untuk membawakan menu makanan.

"Silahkan Tuan, Nyonya. Jika ada yang kurang silahkan panggil kami," ujar salah satu pelayan setelah menata hidangan diatas meja.

Gilbert hanya mengangguk dan mempersilakan para pelayan itu meninggalkan mejanya.

Lagi-lagi Zela hanya bisa mengernyitkan dahinya melihat gelagat aneh dari bosnya. Tidak masuk akal seorang atasan mengajak makan siang karyawan dalam nuansa romantis layaknya sedang melakukan lunch bersama dengan pasangannya.

"Jangan berpikir macam-macam! Aku tahu kau belum pernah ke restoran ini sebelum jadi wajar saja jika kau heran. Ini adalah layanan istimewa dari pihak restoran untuk pelanggan tetapnya!" ujar Gilbert sedikit acuh.

Zela pun menelan lagi salivanya. Sejak kapan restoran akan menyiapkan pelayan istimewa jika tidak diminta. Saat ini boleh saja Zela dianggap orang yang rendahan, tapi setidaknya dulu dia juga pernah berada merasakan kemewahan.

"Sejak kapan pihak restoran mempunyai pelayanan istimewa? Sepertinya aku harus berhati-hati dengan pria ini." Zela membatin sambil melirik Gilbert yang sudah menyantap makan siangnya.

***

Sesampainya di kantor, semua orang menatap Zela dingin. Karena Zela adalah karyawan baru, Zela tidak berani untuk menegur para mata yang sedang menatapnya dengan dingin.

Baru saja Zela ingin masuk kedalam ruangan kerjanya, suara bisikan dari belakang mampu dia tangkap.

"Lihatlah, pasti dia adalah wanita murahan yang ingin naik ke ranjangnya bos besar. Baru dua hari bekerja sudah diajak makan siang bersama. Dasar ja.la.ng!"

"Wanita seperti itu tidak akan lama. Karena setelah dicampakkan oleh bos, maka dia pun juga akan ditendang dari perusahaan ini."

Zela tidak kuat dengan apa yang dia dengar. Namun, lagi-lagi dia menahan amarahnya agar tidak terpancing oleh cuitan lambe nyinyir.

"Sabar Zela. Anggap hanya angin yang lewat. Kamu harus kuat demi mama!" batin Zela yang kemudian membuka pintu ruang kerjanya.

Zela mendudukkan tubuhnya begitu saja diatas kursi kerjanya. Helaan napas panjang teras sangat berat. Zela yang sejatinya rapuh harus berpura-pura kuat demi kesembuhan mamanya.

"Mama ... bersabarlah! Sebentar lagi Zela akan bawa mama berobat ke luar negeri agar mama bisa berjalan kembali, tapi Zela mohon mama harus sabar."

Setelah bermonolog sendiri, Zela kembali melanjutkan pekerjaannya. Namun, tanpa sepengetahuan dari Zela, sepasang mata sedang memperhatikan setiap gerak-geriknya.

...♥️Bersambung ♥️...

...Sebelumnya Author ucapin terimakasih buat kalian semua yang sudah mampir dan mendukung novel Author. Tetap dukung cerita ini ya 🙏...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!