NovelToon NovelToon

The Unexpected Love

Awal Mula

"Dug... dug .. dug..." terdengar dengan jelas suara bola basket yang dipantulkan pada lantai lapang. Hari telah sore, jam di perpustakaan sekolah Nayla menunjukkan pukul 5 sore kurang beberapa menit saja. Hampir seluruh siswa-siswi di sekolah itu telah pulang ke rumah mereka masing-masing tapi tidak dengan Nayla. Gadis berusia 15 tahun itu masih harus membenahi beberapa buku yang baru saja datang untuk mengisi rak perpustakaan di sekolahnya dan karena Nayla sangat suka membaca ia pun ikut kegiatan ekstrakurikuler perpustakaan, dimana dirinya harus ikut serta dalam menjaga perpustakaan dan menyelesaikan administrasi buku yang tersedia.

Walaupun terdengar membosankan tapi Nayla sangat menyukai apa yang dikerjakannya. Dengan mengikuti ekstrakurikuler ini ia bisa meminjam dan membaca buku baru lebih dulu daripada teman-temannya yang lain. Padahal persaingannya tak seketat itu karena pada umumnya para gadis seusia Nayla lebih suka menghabiskan waktu dengan ponsel mereka.

"Dug.. dug... tring !" suara itu terdengar lagi. Kebetulan letak perpustakaan tempat Nayla melaksanakan tugasnya saat ini tepat di sebelah lapang basket.

"Siapa sih, Arya ?" tanya Nayla pada Arya yang merupakan teman dalam kegiatan ekstrakurikuler itu. Nayla menuliskan kode-kode buku di atas sampul yang telah Arya bungkus dengan plastik. Sebenarnya hari ini mereka melakukan tugas itu bertiga tapi Hani lebih dulu pulang karena merasa tak enak badan.

Arya yang sedang sibuk memasangkan plastik pada salah satu buku pun menolehkan kepala. "Nggak tau lah, Nay. kan aku disini sama kamu," jawabnya terkekeh geli.

Lagi-lagi suara bola basket yang dipantulkan kembali terdengar. Nayla pun bangkit dan melongok keluar dengan menyembulkan kepalanya dari balik pintu. "Gak mungkin Pak Rahmat kan ?" tanya nya dalam hati. Pak Rahmat adalah guru pembina ekstrakurikuler perpustakaan yang sudah berusia lanjut. Dalam hitungan bulan, beliau akan segera pensiun dari tugasnya.

Mata Nayla Langung bersitatap dengan seorang lelaki yang sangat dirinya kenali. Mata coklat karamel lelaki itu meliriknya sinis dan dingin. Bukan hal aneh sebenarnya, karena begitulah Elang. Walaupun sudah mengenalnya lama tapi Nayla tahu jika Elang bukan tipe seorang anak lelaki yang ramah.

Seharusnya Elang duduk di bangku kelas 12, tapi karena ia terlibat dalam sebuah tawuran antar sekolah menjadikannya tinggal kelas dan orang tua Elang memindahkan lelaki itu ke sekolah yang sama dengan adiknya Amelia dan merupakan sahabat Nayla.

Nayla segera tolehkan kepala dan menyembunyikan diri dari balik pintu. Dadanya berdebar kencang seketika. Melihat keberadaan Elang memang tak baik bagi kesehatan jantungnya.

Melihat baju yang Elang pakai, sepertinya lelaki itu telah pulang ke rumahnya dan berganti baju tapi kenapa ia kembali ke sekolah ? apa ia akan menjemput Amelia sang adik dan teman sebangku Nayla ? tapi Amelia telah pulang dari pukul setengah 3 tadi. Ah tentu saja itu bukan urusan Nayla, ia pun segera mengenyahkan pikirannya sendiri.

Kehadiran Elang di sekolahnya menjadi berita hangat dikalangan para siswi. Parasnya yang tampan dan tak banyak bicara menjadikan Elang sebagai cowok populer dan 'most wanted' sekolah dalam waktu singkat saja. Bahkan Amelia sang adik sering mengeluhkan tentang kakaknya itu.

Tiba-tiba banyak siswi lain yang berubah baik padanya tak hanya teman satu angkatan tapi para kakak kelas pun berbondong-bondong mendekatinya hanya untuk mencari informasi mengenai Elang dan Amelia tak suka itu. Menurutnya mereka baik hanya karena Elang, kebaikan merekam palsu.

Lalu bagaimana dengan Nayla yang sudah memendam cintanya selama 2 tahun terakhir ini ? Ya Elang adalah cinta pertama Nayla semenjak ia memasuki usia remaja aja. anak lelaki berusia 17 tahun itu mamou memporak-porandakan hati Nayla untuk waktu yang cukup lama dan Nayla tak tahu kapan cinta sendiri ini akan ia terus rasakan.

"kamu ngapain ?" tanya Pak Rahmat yang tiba-tiba masuk ke dalam perpustakaan. Matanya menatap heran pada Nayla yang berdiri di balik pintu dengan kedua telapak tangan yang saling meremas karena rasa gugup.

"Habis lihat hantu ?" tanya Pak Rahmat lagi dan ia pun tersenyum geli karenanya.

"Issshhh, nggak kok Pak. Gak lihat apa-apa," kilah Nayla. Ia pun memilih untuk melangkahkan kakinya kembali ke dalam perpustakaan dan meneruskan pekerjaannya.

Pak Rahmat berjalan mengikuti, dan melihat ke dua petugas perpustakaan yang masih belum selesai mengerjakan tugasnya karena hari ini jumlah buku yang datang cukup banyak. "Sebaiknya kalian pulang, hari sudah sore. Biar besok anggota yang lain yang meneruskan," ucapnya mengingatkan.

"Apa aku boleh ikut membantu lagi, Pak ?" tanya Nayla penuh harap. Ia sangat suka dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan buku.

"Tidak apa-apa, tapi mintalah izin pada kedua orangtuamu karena kamu pasti terlambat pulang ke rumah," jawab pak Rahmat dan Nayla menganggukkan kepalanya dengan senyuman karena saat ini ia tengah merasa senang.

"Ayo cepat bereskan tas kalian ! hari sudah mau berganti gelap. Orang tua kalian pasti khawatir,"

Nayla dan Arya pun menuruti kata guru pembimbing mereka itu. Cepat-cepat mereka benahi meja dan menumpukkan buku yang belum dikerjakan. Nayla menyelempangkan tas nya sedangkan Arya menyampirkannya di bahu. "Kamu pulang naik apa ? mau aku antar ?" tawar Arya tapi segera Nayla gelengkan kepala menolaknya. "Gak usah, arah rumah kita berbeda. Aku naik angkutan umum aja depan gerbang, setengah jam juga sampai kok," jawab Nayla dan keduanya pun berjalan keluar dari perpustakaan.

Walaupun enggan tapi Nayla tolehkan kepala, melihat ke arah lapang basket yang kini sepi karena tak ada siapapun di sana. "Sepertinya Elang sudah pulang," batin Nayla dalam hati. Ia lengkungkan senyum ketika ingat bagaimana mata coklat Elang bertemu dengan matanya.

Tak heran jika Elang memiliki wajah yang tampan dan mata coklat karamel yang indah. Mami Elang berasal dari Jerman dan ayahnya berasal dari tanah Sunda seperti dirinya. Dibandingkan Bimo, sang mantan kekasih kakaknya. Elang terlihat lebih banyak mewarisi gen sang Mami. Dengan tinggi badan mencapai 190cm Elang lebih terlihat seperti warga negara asing.

"Memikirkan dia emang gak ada habisnya," keluh Nayla sembari membenarkan tasnya.

"Siapa yang kamu pikirin ?" tanya Arya.

Apa yang Arya tanyakan membuat Nayla terkejut. "Hah ? apa ?"

"kamu mikirin siapa ?" Arya mengulang pertanyaannya.

"Ooohh mmh... itu.... Artis Korea," jawab Nayla bohong.

"Ada-ada aja," Arya tertawa geli mendengarnya.

Keduanya melangkahkan kaki secara bersamaan, dan keluar dari gerbang sekolah. Mata Nayla dan Arya langsung bersitatap dengan mata Elang yang kini menyandarkan tubuhnya di pintu mobil. Elang langsung memalingkan muka dan kembali berbicara dengan beberapa temannya yang sama-sama anak populer sekolah. Entah sejak kapan mereka berada di sana.

"Itu si anak baru kan ya?" tanya Arya.

"Hmmm mungkin, aku gak tau juga. Udah ya Arya, aku mau langsung ke halte nunggu angkutan," pamit Nayla. Ia tak mau berlama-lama melihat kehadiran Elang di sana.

***

Nayla berdiri di halte sembari berpangku tangan. Menunggu angkutan umum berwarna hijau yang akan membawanya pulang.

Ia baru berdiri selama 5 menit saja ketika tiba-tiba mobil sedan berwarna hitam dan berlogo "H" berhenti tepat di depannya. Pintu mobil itu terbuka dan Nayla pun menelan ludahnya paksa saat tahu siapa yang ada di balik kemudinya. "Naik !" ucap Elang terdengar dingin. Dibandingkan dengan sebuah ajakan, lelaki itu lebih mirip memerintahnya.

"mmm... nggak usah, aku naik angkot saja." tolak Nayla dengan dada berdebar hebat.

"Masuk ! aku antar pulang. Apa kata mami ku nanti jika ia tahu aku membiarkan kamu pulang sendirian" ucap Elang dengan tatapan mata tajamnya.

to be continued ♥️

slow update yaaa ini...

semoga bisa lancar nulis 3 novel on going 🥲

Selanjutnya

Happy Reading ♥️

"Masuk ! aku antar pulang. Apa kata mami ku nanti jika ia tahu aku membiarkan kamu pulang sendirian" ucap Elang dengan tatapan mata tajamnya.

Ya memang benar apa yang dikatakan Elang. Kedua orang tua mereka saling mengenal dengan baik. Bahkan ibu Nayla dan Mami Elang akan selalu datang bersama jika ada kegiatan sekolah. Tak hanya itu, terkadang mereka akan keluar bersama hanya untuk sekedar makan bakso atau jalan-jalan sambil berbelanja dan mami Elang memang cukup cerewet orangnya.

"Ayo masuk ! ini hampir gelap !" ucap Elang dengan intonasi suara kesal.

Nayla menekuk muka, mau tidak mau ia memasuki mobil milik Elang. Wangi kopi langsung tercium ketika ia memasukinya. Bukannya tidak bersyukur akan kebaikan Elang, hanya saja ia merasa tak nyaman. Sepanjang perjalanan Elang hanya akan berdiam diri sambil fokus pada jalanan. Nayla pun tak berani untuk membuka mulutnya, karena ia tahu jika dirinya berbicara pasti dengan suara bergetar menahan rasa gugup dan itu akan membuat Elang curiga.

Ini bukan pertama kalinya Nayla di antar pulang oleh Elang. Minggu lalu pun begitu. Sepulang les di sekolah, Elang pun mengantarnya pulang sampai rumah karena hari sudah sore.

"Kamu emang sering pulang sore ?" tanya Elang tanpa menolehkan kepalanya.

Nayla yang tertunduk pun langsung mengangkat wajahnya dan melihat ke arah Elang yang masih saja berekspresi dingin. "hah?" tanya Nayla tak percaya.

tapi Elang kembali terdiam tak mengulangi pertanyaannya.

"Aku kan ikut les matematika setiap hari Senin, les bahasa Inggris di hari Kamis lalu kegiatan ekstrakurikuler perpustakaan di setiap hari Rabu. Pastilah pulang sore," jelas Nayla yang merasa bodoh kenapa harus menjelaskan segala kegiatannya dengan panjang lebar pada Elang, tentu saja lelaki itu tak mau tahu. "Cukup jawab kadang-kadang, Nayla !" batinnya dalam hati. Ia pun kembali merutuki dirinya sendiri seraya menatapi kedua telapak tangannya yang saling meremas di atas paha karena rasa gugup yang tak juga sirna.

Elang diam tak menanggapi, hingga hening kembali menyelimuti.

"Amel nggak ikut les," ucap Elang lagi. seolah bertanya untuk apa Nayla mengikuti banyak les tidak seperti adiknya.

"Iya Amel gak ikut les karena dia sangat pintar, tapi kalau aku harus karena aku lemah dalam dua pelajaran itu," Lagi-lagi Nayla menjelaskan sesuatu yang tak perlu. Rasa gugup membuat mulutnya tak terkendali dan ia pun kembali merutuki dirinya sendiri yang tak bisa mengendalikan mulutnya untuk berbicara. Pastinya Elang merasakan kesal.

Bukan inginnya Nayla untuk mengikuti banyak les, hanya saja ia tahu kemampuan dirinya. Ia tak sepintar Nadia sang kakak. Untuk mendapatkan nilai baik ia harus ikut les tambahan dan Nayla sangat bersyukur karena Nadia mendukungnya, bahkan kakaknya itu yang membiayai semua.

Tak hanya sang kakak, tapi kakak iparnya pun begitu. Alex diam-diam mengirimkan uang pada orang tuanya untuk membantu biaya pendidikan ia dan Dimas sang kakak. Ayah Nayla harus pensiun dini karena penyakit jantung yang dideritanya dan uang pensiun yang ayah Nayla dapatkan tak begitu besar meskipun begitu mereka hidup bahagia.

Senja semakin jingga, matahari mulai kembali ke peraduannya. Di depan sana terlihat banyak mobil berjajar rapi karena jalanan yang mulai macet dan itu membuat Nayla semakin gelisah. Berada bersama Elang dalam waktu yang lama bukanlah suatu hal yang bagus.

"Mmm.... Kak El, aku turun di persimpangan jalan di depan sana aja," ucap Nayla sembari menunjukkan jalan yang ia maksud. "Kakak bisa langsung belok ke kiri untuk langsung pulang ke rumah Kakak, dan aku bisa meneruskan perjalanan dengan angkutan umum gak akan lama kok. Nanti aku bilang ibu pulangnya diantar kak El jadi Kakak gak akan dimarahi," lanjut Nayla.

Bukannya menanggapi usulan Nayla, Elang hanya melirik gadis itu dengan ujung mata tanpa berkata-kata hingga Nayla harus menelan ludahnya paksa. Setelah itu Elang kembali fokus pada jalanan.

Nayla pun heran terhadap dirinya sendiri, bagaimana bisa jatuh hati pada lelaki yang dinginnya mengalahkan mesin freezer ( pendingin) di tempat penjualan frozen food ( makanan beku ). Dua tahun memendam rasa dengan sia-sia karena bisa Nayla pastikan Elang tak akan membalas cintanya.

"Kamu terlalu starbak untuk aku yang kopikap," gumam Nayla sangat pelan. Ia melafalkan mantra yang setiap hari diucapkan. Agar dirinya sadar jika seorang Elang tak mungkin jatuh cinta padanya yang biasa saja. Nayla merasa tak ada yang bisa ia banggakan dari dirinya. Ia tak merasa cantik atau cerdas seperti sang Kakak, Nadia, Tapi seharusnya Elang tahu jika ia benar-benar jatuh hati padanya dengan tulus.

Jalanan masih macet saja, untuk membuang rasa bosan Nayla melihat ke arah luar jendela dan memperhatikan apa saja yang dilaluinya. Sungguh waktu terasa berlalu dengan lambat. Nayla ingin segera sampai di rumah dan meraup oksigen banyak-banyak, duduk bersebelahan dengan Elang membuatnya sulit untuk bernafas. "kenapa sih harus jatuh cinta segala ?" batin Nayla dalam hati.

"Mmm, Kak El... kok gak berhenti ? persimpangan jalannya sudah terle...wa..ti...," ucap Nayla terdengar memelas sambil menunjukkan jalan yang ia maksudkan tadi. Padahal ia telah mengusulkan sesuatu yang baik tapi Elang malah mengabaikan.

Lagi-lagi Elang tak bersuara untuk menanggapinya, dan akhirnya Nayla pun hanya bisa pasrah.

10 menit kemudian keduanya pun sampai di rumah Nayla. Elang memarkirkan mobilnya dengan sempurna di pinggir jalan. Ia pun ikut keluar ketika Nayla keluar dari mobilnya. Elang mengekori langkah Nayla tanpa bersuara. Nayla menolehkan kepalanya dan melihat Elang mengikutinya. "Ya ampun... mau siksa aku sampai kapan ?" batin Nayla sambil menekuk muka. Inginnya Nayla, Elang langsung pergi saja agar jantungnya bisa bekerja dengan normal lagi.

"assalamualaikum," ucap Nayla sembari mengetuk pintu bercat putih itu dan tak lama ibunya datang dari dalam rumah untuk membukakan pintu.

"Maaf kesorean karena jalanan sedikit macet," ucap Elang seraya menyalami ibu Nayla dengan mencium punggung tangannya.

"loh diantar nak Elang lagi ? aduuh maaf ya Nayla bikin repot terus, Terimakasih banyak ya" sahut ibunya Nayla terdengar sungkan.

"Nggak apa-apa kok,Bu. Kebetulan saya ada acara juga di sekolah sampai sore jadi sekalian pulang bareng. Saya pamit pulang ya Bu," ucap Elang berpamitan.

"terima.. ka...sih," ucap Nayla pelan karena Elang langsung membalikkan tubuhnya tanpa memberikan kesempatan pada Nayla untuk menyelesaikan perkataannya.

"Ayo masuk, Nay. Mandi sana !" ajak sang ibu sembari meng gandeng lengan Nayla untuk memasuki rumah.

Ternyata Elang tak langsung pergi, ia memperhatikan Nayla dan ibunya masuk ke dalam rumah dari tempat mobilnya terparkir. Setelah keduanya menutup pintu rumah dengan sempurna barulah Elang menyalakan mesin mobilnya dan berlalu pergi.

***

Elang tiba di rumahnya ketika langit telah berubah gelap. Ia berjalan menuju tangga yang akan membawanya ke lantai 2 di mana kamarnya berada sambil memainkan kunci mobil di jari telunjuknya.

"Dari mana, Bang ?" tanya Amelia sang adik yang saat ini sedang rebahan di atas sofa sembari menonton TV.

"Abis dari sekolah, aku kira kamu ada kegiatan ekstrakurikuler hari in. jadi aku pergi ke sana untuk jemput kamu," jawab Elang seraya menghentikan langkahnya.

"Lah kan Bang El tahu, aku gak ada jadwal hari ini !!" protes Amelia yang kini mendudukkan dirinya di sofa karena ia terkejut dengan alasan Elang pergi ke sekolah.

"sstttt !! jangan berisik, bawel !" sahut Elang dengan menempelkan telunjuknya di bibir, dan ia pun memelototkan matanya agar sang adik diam.

"Jangan-jangan....," Amelia memicingkan mata penuh rasa curiga. Ia berpikir jika kakaknya itu menemui teman-temannya yang dulu yang berasal dari sekolah lamanya.

"Beneran aku dari sekolah ! kamu bisa tanya Pak Rahmat pembimbing perpustakaan karena tadi aku banyak mengobrol dengannya !" sahut Elang seraya kembali melangkahkan kakinya menaiki tangga meninggalkan sang adik begitu saja.

To be continued ♥️

terimakasih yang sudah baca... jangan lupa. like dan komen yaa...

Terintimidasi

Happy reading

"Beneran aku dari sekolah ! kamu bisa tanya Pak Rahmat pembimbing perpustakaan karena tadi aku banyak mengobrol dengannya !" sahut Elang seraya kembali melangkahkan kakinya menaiki tangga meninggalkan sang adik begitu saja. Amelia terus memanggil kakaknya agar kembali dan berbicara tapi Elang tak perduli dengan terus melangkah maju hingga tiba di pintu kamarnya.

Elang menutup sempurna pintu itu setelah ia memasuki kamarnya. Membuka jaket hitam yang digunakan, dan menggantungnya di balik pintu. Setelah itu ia pun melepaskan jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya dan menyimpannya di atas meja. berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersuci, karena ia harus melaksanakan ibadahnya.

Setelah selesai dengan itu semua, Elang menyalakan aplikasi pemutar musik di ponselnya yang berlogo apel digigit dan berkamera 3 di bagian belakangnya. Ia menghubungkannya dengan air pods yang kini bertengger di kedua belah sisi telinganya. Suara dentuman drum dari band rock favoritnya tengah memanjakan telinga Eang saat ini.

Anak lelaki berusia 17 tahun itu memang sangat menyukai jenis musik rock, tak heran jika di kamarnya di hiasi banyak poster dari band rock favorit Elang dan tak hanya itu, adrenalin Elang pun banyak disalurkan melalui kegiatan fisik seperti berolahraga atau bahkan berkelahi dibandingkan dengan bergonta-ganti pacar seperti yang banyak anak muda lakukan saat ini.

Bukan karena Elang tak laku, sebenarnya bagi Elang mudah saja untuk mendapatkan seorang pacar dan kemudian bergant-ganti karena banyak sekali para gadis seusianya yang secara terang-terangan menunjukkan rasa suka mereka padanya, tapi Elang bukan tipe anak lelaki seperti itu. Ia tak mudah untuk jatuh cinta, jika sudah suka, maka ia akan dengan setia hanya pada satu perempuan itu saja dan sampai sekarang belum ada satu orang perempuan pun yang diakui Elang sebagai seseorang yang spesial baginya. Ada suatu alasan mengapa Elang melakukan hal itu.

Tapi meskipun begitu, walau Elang terkenal dengan sifat anak nakalnya karena ia sering terlibat perkelahian dengan murid sekolah lain, sebenarnya Elang adalah seseorang yang sangat mencintai keluarganya. Bahkan ia sangat hormat kepada orangtuanya. Elang tak pernah sekalipun melawan pada maminya yang cerewet. Ia akan hanya diam jika sang mami mulai berceramah. Begitu juga pada Papinya, Elang akan menuruti semua ucapan Papinya apapun itu. Termasuk menuruti kemauan sang Papi untuk memindahkan sekolah Elang dari sekolah swasta elite dimana para sahabat kentalnya berada di sana, ke sekolah negeri biasa yang terkenal dengan prestasinya. Mau tak mau kini Elang pun harus giat belajar untuk bisa bertahan di sekolah negeri itu.

Tanpa banyak bicara dan melawan, Elang menuruti kemauan kedua orangtuanya. Bahkan ia tak menolak ketika sang mami memintanya menjadi supir pribadi Amelia sang adik yang cerewetnya 11 12 dengan mami. Elang dengan setia mengantarkan dan menjemput Amelia dalam melaksanakan tugas ekstrakurikulernya.

Bukti cinta Elang pada keluarganya terbukti dengan adanya photo keluarga Elang yang ia pajang diantara poster band favoritnya. Sebuah photo ketika mereka berlibur di pantai 6 bulan yang lalu. Semua anggota keluarga Elang berada dalam photo itu sambil tersenyum lebar ke arah kamera, memperlihatkan rasa bahagia. Dan tak hanya keluarga inti Elang saja yang berada di sana. Di sisi paling jauh photo itu terdapat Nayla yang juga tersenyum ke arah kamera sembari memeluk lengan Amelia. Bukan hal aneh jika gadis itu ikut dalam acara keluarga Elang karena hubungan keluarga mereka yang cukup dekat.

"Dug, dug, dug," bunyi gedoran di pintu membuyarkan lamunan Elang yang kini sedang menikmati dentuman musik rock sembari memandangi photo keluarga yang ia gantungkan di dinding. Malas-malas Elang bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju pintu lalu membukanya.

"Bang El, dipanggilin dari tadi gak nyahut-nyahut sih ? jadinya kan aku harus naik ke sini," keluh Amalia dengan mencebikkan bibirnya karena kesal.

Elang pun melepaskan airpiods yang terpasang di telinganya agar ia bisa mendengar dengan jelas ucapan adiknya itu. "Apaan sih, Mel ?" tanya Elang tanpa dosa dan itu membuat Amelia menekuk muka.

"Ya ampuuuun !!! aku tuh dari tadi panggil-panggil bang El buat turun ke bawah karena makan malam udah siap dan mami nanyain bang el terus ! karena gak turun-turun akhirnya aku harus naik ke lantai 2 dan gedorin pintu kamar bang El tapi ternyata...."

"huussh ! udah ngerti aku !" ucap Elang sembari meremas halus bibir adiknya yang masih bersungut-sungut meluapkan rasa kesalnya. Elang lakukan itu agar sang adik berhenti bicara.

"Ya udah, ayo turun !" lanjut Elang seraya berjalan mendahului. meninggalkan Amelia yang masih saja mengomel pelan karena merasa kesal pada sang kakak.

Elang terus berjalan menuju ruang makan diikuti Amelia yang masih mengeluarkan keluhan dari bibirnya tapi Elang sudah kebal dengan itu semua. Ia tak merasa kesal apalagi marah pada adiknya itu.

"Elang, kamu kemana saja tadi sore ? katamu mau jemput Amel, tapi ternyata adikmu itu berada di rumah karena memang katanya hari ini ia tak ada kegiatan ekstrakurikuler," tanya sang Mami begitu Elang muncul di ruang makan.

Papinya pun sudah duduk di sana sembari menopang dagunya dengan kedua tangan dan memperhatikan Elang seolah menunggu jawaban dari anak lelakinya itu.

Alih-alih menjawab pertanyaan sang Mami, Elang memilih untuk memberikan ciuman di pipi Maminya yang berambut pirang dan bermata cokelat karamel persis seperti dirinya. "Mami terlihat cantik hari ini," puji Elang seraya membantu maminya itu menyimpan makanan ke atas meja.

"Kamu selalu bisa membuat Mami senang," ucapnya dalam bahasa Jerman dan wajahnya yang berkulit putih pucat merona merah karena pujian sang anak.

"Tapi kamu tak bisa bebas begitu saja, Elang ! kamu berhutang penjelasan pada kami tentang kemana kamu pergi tadi sore ? apa kamu ketemu teman-teman kamu yang lama ? apa kamu berkelahi lagi?" tanya sang mami beruntun.

Malas-malas Elang dudukan tubuhnya di hadapan Papinya yang duduk bersebelahan dengan Amelia sang adik. Sepertinya rayuan Elang pada Mami tidak mempan kali ini. Elang tak menyalahkan sang Mami tentu saja, wanita yang masih terlihat cantik di usianya yang tak lagi muda itu pasti sangat mengkhawatirkannya.

Terakhir Elang berkelahi adalah beberapa bulan yang lalu dengan akhir si musuh mengalami patah di hidungnya dan patah di jarinya hingga orang tuanya meminta pertanggungjawaban pada Mami dan Papi Elang. Sedangkan Elang hanya mengalami luka robek pada dahinya saja.

Beruntung bagi Elang karena Papinya merupakan dokter bedah yang cukup ternama di kota Bogor hingga ia bisa memberikan pengobatan gratis pada musuh Elang tanpa membawa masalah ini ke jalur hukum.

Namun Elang yang mendapatkan luka robek di dahinya harus rela kesakitan ketika assiten Papinya memberikan jahitan tanpa obat pereda sakit. Itu papinya lakukan sebagai hukuman karena kenakalan Elang yang sudah keterlaluan.

"Jadi kemanan saja kamu pergi, Elang ?" tanya Mami sembari mendudukkan dirinya tepat sebelah Elang. Sepertinya ia belum juga lupa untuk menginterogasi anaknya itu.

"aku pergi ke sekolah untuk menjemput Amelia, Aku kira dia ada kegiatan ekstrakurikuler hari ini," jawab Elang beralasan.

"padahal kan Bang El tahu kalau aku tidak ada jadwal hari ini tapi kenapa masih pergi ke sekolah? sampai-sampai mami marah kepadaku dan mengira aku berbohong karena malas," potong Amelia merasa tidak terima dirinya kena omelan sang Mami juga.

"aku lupa, beneran," sahut Elang seolah tanpa dosa.

"Apa benar yang kamu bilang, Elang ? kamu tidak berkelahi lagi kan? kepala Mammi langsung sakit kalau ingat kamu dan kenakalanmu," ucap maminya dengan melototkan matanya menatap galak pada Elang. sedangkan Papinya masih memperhatikan Elang tanpa bersuara sambil bertopang dagu.

"beneran Mi, Aku pergi ke sekolah tadi sore. kalau Mami nggak percaya boleh tanya ibunya Nayla karena aku tadi nganterin dia pulang," jawab elang beralasan.

mendengar apa yang elang ucapkan membuat maminya mengerutkan dahi penuh tanda tanya. "Nayla ?" tanyanya heran.

"iya tadi Elang tidak sengaja bertemu dengannya di sekolah. ternyata dia sedang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler hingga sore karena tidak merasa tidak enak aku pun mengantarnya pulang. bukannya Mami bilang aku harus bersikap baik padanya seperti pada adikku sendiri? "jawab elang dan menjelaskannya

Papi Elang yang sudah dari tadi memperhatikan akhirnya membuka suara. "kalau tidak salah, ini ketiga kalinya kamu mengantar Nayla pulang bukan?" tanya papinya dengan tatapan mata yang sulit Elang artikan.

"I-iya, bukannya memang harus begitu?" tanya Elang kembali menelan ludahnya paksa. tiba-tiba ia merasa terintimidasi dengan apa yang Papinya tanyakan.

"kamu yakin mengantarkan Nayla itu hanya sebuah kebetulan?" lagi-lagi pertanyaan Papinya membuat Elang menelan ludahnya paksa.

bersambung.

terima kasih yang sudah baca

jangan lupa like dan komen ya

maaf telat update.. sakitnya giliran di rumah 🥲

moga kakak2 sehat selalu...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!