NovelToon NovelToon

My Handsome Rich Husband

BAB 1. Tidak Suka Di Acuhkan.

hai para penduduk kebun labu, selamat datang di novel keduaku. semoga kali ini juga bisa menjadi hiburan buat kalian yang membacanya, ya...

buat para warga yang baru pindah kemari, di sarankan untuk mampir ke rumahnya mak sama bapaknya Ranu dulu, judulnya SEMESTA RAI.

jangan lupa tinggalkan jejak. like, komentar, vote, hadiah. biar jari lentikku selalu lincah menari di atas keyboard. memberikan kalian hiburan di tengah kepenatan beraktifitas.

Selamat membaca....

...****************...

Bandar Udara Internasional Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara.

Ranu Prianggoro, seorang konten kreator terkenal yang sedang naik daun itu berjalan dengan susah payah untuk menembus para penggemarnya yang berkerumun seperti semut. Bahkan manajer dan asistennya hampir tidak mampu untuk menghalau dan membukakan jalan untuknya.

Tubuhnya yang tinggi dan atletis dengan di balut kaus berwarna putih ketat, sempurna menonjolkan otot bisep yang membuat para penggemar yang kebanyakan wanita itu berteriak histeris padanya.

Sebenarnya pria 27 tahun itu merasa agak terganggu dan risih dengan keadaaan itu. Namun ia menyadari kalau itu merupakan sebuah resiko dari pekerjaannya.

Karna merasa sesak, Ranu menegakkan tubuhnya yang semula agak menunduk. Ia mengedarkan pandangannya. Dan sejauh mata memandang, ia hanya melihat kerumunan penggemarnya. Ada satu dua orang yang nampak tidak ikut mengerumuni dirinya dan mereka adalah para pria paruh baya yang sangat tidakmungkin menjadi  penggemarnya.

Namun, sekali pandangan Ranu terhenti pada seorang gadis yang mengenakan hijab berwarna #emerald yang sedang duduk di gerai roti sambil menenggak botol air mineral.

Perasaan Ranu terusik karna dia satu-satunya gadis yang tidak peduli dengan dirinya. Dan Ranu tidak suka saat ada seseorang yang tidak mengindahkannya padahal dia adalah seorang konten kreator yang terkenal. Bahkan kalangan ibu-ibu saja tergila-gila padanya.

“Ada apa?” Tanya Arnav, manajer sekaligus sahabatnya saat Ranu menghentikan langkahnya.

Ranu menatap ke arah samping dan Arnav mengikuti arah pandangan Ranu.

“Bisa-bisanya dia gak peduli?!” Gumam Ranu geram.

“Kenapa kamu peduli? Sudah, ayo.” Arnav memaksa Ranu untuk kembali melanjutkan perjalanan. Namun Ranu nampak masih tidak bisa mengalihkan pandangannya dari gadis berhijab itu.

Baru setelah keluar dari pintu dan naik eskalator, Ranu mengalihkan pandangannya karna ia sudah tidak bisa melihat gadis itu lagi.

Ranu dan rombongan masuk ke dalam hotel yang ada di bandara tersebut untuk beristirahat. Perjalanan jauh dari kota Semarang yang memakan waktu hampir satu hari karna mereka harus berganti pesawat, membuat Ranu dan rombongan kelelahan. Jadi mereka memutuskan untuk menginap di hotel itu dan akan melanjutkan perjalanan besok pagi.

Sementara Arnav sedang melakukan reservasi, Ranu dan asistennya memilih untuk duduk di sofa yang ada di lobi. Ranu menegakkan punggungnya di sandaran sofa dengan ke dua tangan berada di atas pegangan sofa dan mengetukkan jari-jarinya. Jelas ia sedang kesal karna sesuatu.

“Ris!” Panggil Ranu.

“Ya?” Jawab Haris, asistennya yang langsung mendekati Ranu.

“Bawa gadis yang tadi kemari.” Perintah Ranu.

Haris mengernyitkan keningnya. Ia tidak mengerti gadis yang mana yang di maksud oleh Ranu.

“Gadis? Yang mana?”

“Gadis yang duduk di gerai roti tadi. Apa kamu gak ngelihat?”

Haris memutar bola matanya untuk mengingat-ingat. Tadi ia tidak memperhatikan keadaan sekitar karna ia sibuk membukakan jalan untuk Ranu.

“Cepat pergi ke gerai roti itu dan bawa gadis berhijab emerald itu kesini. Aku harus bertanya sesuatu sama dia.” Usir Ranu.

“Emangnya dia masih ada disana?” Tanya Haris memastikan.

Ranu terdiam dan malah menatap tajam kepada Haris. Membuat pria kurus itu langsung mengangguk dan pergi untuk menjalankan perintah Ranu.

*****

Miara Tisha, nampak tidak peduli dengan keriuhan dari kerumunan orang-orang yang melewatinya di terminal kedatangan. Ia hanya sedang sibuk menikmati roti Yo, roti kesukaannya. Gadis berumur 25 tahun itu bahkan sudah menghabiskan hampir dua buah roti namun ia belum cukup kenyang untuk menghentikan kunyahannya. Jadi ia memesan satu buah roti lagi kepada penjaga gerai.

Mia sama sekali tidak peduli dengan kesibukan yang sedang terjadi di sekitarnya itu. Bahkan penjaga konter rotipun ikut serta dalam euforianya. Bagi Mia, tidak ada yang bisa menandingi kenikmatan roti itu. Apalagi hanya seorang artis, ia sama sekali tidak peduli.

“Ranu!!!!!” Pekik para gadis yang terus berkerumun mengikuti serorang pria tampan yang mengenakan masker. Membuat keadaan semakin riuh saja.

Mia sama sekali tidak mempedulikan kesibukan itu. Ia hanya terus menyuapkan roti rasa kopi itu ke mulutnya dan menyesapi setiap kenikmatan rasanya. Ia bahkan tidak melirik sekalipun kepada artis itu.

Sampai beberapa saat kemudian keriuhan itu berubah menjadi keadaan normal dan ia bersiap untuk memasukkan suapan terakhir roti ke mulutnya sampai ia menghentikan gerakannya saat seorang pria kurus dengan tinggi rata-rata berdiri di hadapannya dan menatap aneh kepadanya.

Mia dan Haris saling menatap lama tanpa menegur ataupun mengeluarkan suara. Hal itu membuat Mia heran setengah mati. Ia hanya ternganga saja menatap Haris dengan roti yang sudah hampir masuk ke dalam mulutnya.

“Kenapa situ ngelihatinnya begitu? situ mau roti?” Ujar Mia sambil menyodorkan potongan roti terakhir itu ke pada Haris.

Tentu saja membuat Haris segera tersadar akan tujuannya datang ke sana. Ia ragu apakah gadis itu yang di maksud oleh Ranu? Bagaimana kalau dia ternyata salah orang? Tapi Ranu tidak peduli, ia tetap akan membawa gadis itu terlepas jika ia benar atau salah.

“Maaf, Mbak. Tapi, bisa minta tolong sebentar?” Ujar Haris.

“Minta tolong Apa?” Tanya Mia setelah memasukkan potongan roti terkahir miliknya kemudian menenggak air putih dalam botol.

“Bisa ikut saya sebentar? Ke hotel yang ada di atas?” Haris menyampaikan maksud tujuannya.

“Apa? Hotel?” Mia terbelalak sambil menyilangkan kedua lengan di depan dadanya. ia menatap Haris dengan tatapan aneh.

“Oh, bukan, bukan seperti itu maksudnya.” Haris segera meluruskan penangkapan salah tentang ucapannya. “Maksud saya, ada seseorang yang pengen ngomong sama Mbak dan dia lagi nunggu di lobi hotel.” Jelas Haris dengan dada yang berdegup kencang. Ia sudah salah berucap kepada gadis itu.

“Siapa?” Mia masih heran kenapa ada yang tiba-tiba mengajaknya ke hotel. Seorang pria pula.

“Nanti Mbak tau kok. Mari...” Ajak Haris dengan nada suara yang sangat sopan.

Setengah heran, setengah takut, Mia mengernyitkan keningnya namun tetap berdiri karna ia penasaran. Sikap sopan Haris meyakinkan dirinya kalau pria itu tidak ada niatan jahat kepadanya.

Mia segera meraih tas jangkatnya yang ia letakkan di kursi di sebelahnya dan berjalan mengikuti Haris di belakang pria itu.

Gadis itu sangat penasaran siapa kira-kira orang yang sangat ingin bertemu dengan dirinya. Dan kenapa orang itu ingin bertemu dengannya? Apakah ia sudah melakukan sesuatu yang merugikan orang lain yang tidak ia sadari? Berbagai pertanyaan muncul di benaknya. Ia ingin bertanya kepada Haris tapi pria itu nampak tidak memiliki jawabannya.

Saat langkahnya sudah mendekati pintu masuk hotel, rasa penasaran Mia berubah menjadi ketakutan. Bagaimana jika orang-orang itu hendak menyakitinya? Dia tidak bisa membela diri dan tidak punya pembela.

Tiba-tiba Mia menghentikan langkahnya tepat di depan pintu lobi.

“Nggak apa-apa, Mbak. dia cuma mau ngomong aja.” Ujar Haris meyakinkan. Pekerjaannya menjadi taruhan disini. Ia bisa mengerti kalau gadis itu merasa aneh dan takut padanya.

-

-

Bersambung...

BAB 2. Haus Akan Semua Perhatian.

Mia mengedarkan pandangannya ke seisi lobi hotel sambil terus mengikuti langkah pria di depannya. Sedangkan Ranu segera berdiri begitu melihat kedatangan gadis yang membuatnya jengkel itu dan langsung mendekatinya.

“Kamu ini kenapa?!” Bentak Ranu tiba-tiba membuat Mia langsung berhenti karna terkejut. Ia menatap heran kepada pria asing itu.

“Permisi.....?”

“Apa kamu gak tau siapa aku?” Ranu terus menyolot tidak suka.

“Apa aku harus tau siapa kamu?”

“Apa?! Aku ini Ranu! Ranu Prianggoro! Kamu gak kenal aku?”

Mia nampak berfikir sebentar. Seberapapun ia mengingat, ia tidak punya teman bernama Ranu Prianggoro.

“Aku gak punya teman yang namanya Ranu.”

“Astaga. Kau membuatku gila. Kamu gak tau betapa terkenalnya aku? Apa kamu hidup di hutan?”

Entah kenapa Mia merasa tersinggung dengan ucapan Ranu itu. Ia kesal setengah mati dengan pria yang bahkan tidak ia kenal itu.

“Begini, ya. Aku gak tau kamu itu siapa. Dan aku sama sekali enggak penasaran tentang kamu.”

Ranu semakin kesal dengan tingkah gadis menjengkelkan itu. Ia membelalakkan matanya tidak suka. “Kamu bahkan gak mengenalku? Orang paling terkenal di Indonesia?”

“Aku berani bertaruh, tuan. Di kampungku, gak akan ada yang mengenalmu. Mungkin ada sih, satu-dua orang. Tapi aku gak benar-benar yakin soal itu.”

“Apa?! Kamu...”

“Tapi aku punya sedikit saran, mendingan kamu cepetan pergi berobat. Kamu punya masalah yang sangat serius. Dasar narsistik.” Ujar Mia sambil mengetuk-ngetuk samping pelipisnya dengan jari telunjuknya.

Mendapat penolakan telak membuat Ranu tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya bisa melihat gadis itu yang membalikkan badan kemudian pergi meninggalkan dirinya. Rasa jengkelnya otomatis meningkat drastis. Ia tidak percaya kalau ternyata masih ada orang yang tidak mengenal dirinya. Padahal yang ia tau, ia sudah sangat terkenal ke seantero negeri. Ia tidak terima saat ada seorang gadis yang berkata kalau ia tidak mengenalnya. Itu membuat perasaannya tersinggung.

*****

Ruang tunggu transportasi.

Mia terus saja mendengus kesal dengan pria aneh yang baru saja ia temui. Pria itu sungguh punya penyakit narsistik yang sangat serius.

Pertemuannya dengan Ranu membuat #mood Mia langsung hancur seketika. Padahal awalnya ia berniat untuk langsung memesan taksi menuju ke pusat kota Medan, namun kini ia memilih untuk duduk saja sambil menunggu emosinya mereda.

Setelah merasa sedikit santai, Mia kemudian memesan taksi dan meminta supir untuk mengantarkannya ke pusat kota Medan. Ia berniat untuk beristirahat di rumah Azizah, sepupunya yang memang tinggal di Medan. Tadi ia sudah menghubungi kalau sepupunya itu sedang ada di rumahnya.

Setelah kurang lebih 40 menit perjalanan, akhirnya taksi yang membawa Mia sudah sampai di depan sebuah rumah yang ada di kawasan Gagak Hitam. Setelah membayar ongkos taksi, Mia segera mengetuk pintu rumah yang tertutup itu.

“Assalamu’alaikum!” Pekik Mia.

Tidak lama kemudian, muncullah seorang wanita mungil yang membukakan pintu untuk Mia.

“Kak Mia!!” Pekik Azizah yang langsung memeluk Mia dengan sangat erat. “Ya ampun, udah lama banget nggak bertemu. Masuk, masuk.” Ajak Azizah.

Saat masuk ke dalam rumah, ke dua orang tua Azizah juga datang untuk menyambut kedatangan keponakan mereka itu. Ibu Azizah bahkan langsung memeluk Mia dengan sangat erat. Semua rindu kepada Mia karna sudah satu tahun Mia tidak pernah pulang. Gadis itu asyik fokus menyelesaikan studinya di kota Yogyakarta.

“Kenapa gak mengabari kalau mau pulang? Kan Zizah bisa jemput di bandara.” Ujar ibu Azizah.

“Gak apa-apa, Ibi. Mia pengen kasih kejutan sama Ibu dan Ayah. Tolong jangan kasih tau mereka tentang kepulanganku, ya.” Pinta Mia.

“Kamu ini nakal sekali.” Sebuah suara pria yang muncul dari dalam rumah mengejutkan Mia.

“Abang?!” Pekik Mia yang langsung menghampiri kakaknya itu dan mencium tangannya. “Kenapa Abang bisa ada di sini? Kapan datang?”

“Abang datang kemarin, ada sedikit pekerjaan disini. Gimana kabarmu? Kamu baik-baik aja kan?”

“Hem. Aku baik-baik aja. Gimana Ayah sama Ibu?”

“Mereka baik. Sepertinya kamu akan membuat mereka terkejut dengan kepulanganmu.”

“Hehehe. Jangan kasih tau mereka. Aku memang sengaja ingin membuat kejutan buat mereka.”

“Okee.” Ujar pria itu yang langsung mengacak-acak kepala adiknya itu sampai hijabnya sedikit berantakan.

Mia merengutkan wajahnya mendapat perlakuan dari abangnya itu.

“Istirahatlah, besok sore kita pulang bersama.”

Mia hanya mengangguk mengerti kemudian mengikuti Azizah masuk ke dalam kamarnya. Melihat kasur yang terbentang, membuat Mia langsung menghempaskan dirinya di atas kasur sambil memeluk guling. Ia melepas dan melemparkan hijabnya ke samping.

“Kak Mia udah makan?” Tanya Azizah.

“Aku udah kenyang.”

“Astaga. Berapa banyak roti yang kamu makan, kak?” Selidik Azizah.

Sambil tersenyum Mia mengangkat 6 jari-jarinya yang tentu saja membuat Azizah terbelalak.

“6?!! Astaga. Apa kamu sesuka itu?”

“Ya iyalah. Suka banget. Ya udah, aku mau istirahat. Ini hari yang buruk.” Gumam Mia geram jika ia teringat dengan pria bernama Ranu yang aneh.

“Buruk? Kenapa memangnya?” Azizah jadi penasaran.

“Aku ketemu sama makhluk aneh yang sangat nyebelin banget. Aku gak habis fikir ternyata di dunia ini ada makhluk kayak itu. Benar-benar jengkelin banget, narsistik, menjijikkan. Aku harap gak akan pernah bertemu lagi sama orang semacam itu.” Dengus Mia.

Azizah hanya mengangguk saja kemudian pergi meninggalkan kamar. Ia tidak berani mengganggu jika Mia sudah merepet tidak jelas begitu.

*****

Kamar hotel bandara.

Sejak Kemarin, Ranu masih saja uring-uringan tidak jelas. Ia merepet sejadi-jadinya. Terus bergumam pada

dirinya sendiri mengungkapkan kekesalannya pada gadis yang bahkan ia tidak tau namanya itu.

Begitulah Ranu, ia tidak tahan jika ada orang yang tidak memperhatikan dirinya. Ia tidak terima jika ada orang yang menganggapnya tidak ada. Itu membuatnya kesal. Ia haus akan semua perhatian itu.

Sementara Arnav dan Haris memilih untuk menyibukkan diri mereka dengan ponsel. Arnav nampak sedang bertelfon dengan seseorang.

“Aku gak percaya dia gak kenal aku?! Berani-beraninya dia mengabaikanku!” Ranu masih sibuk dengan kejengkelannya. Ia mondar-mandir di depan ranjang dengan raut wajah yang suram.

“Dasar gadis udik. Di hutan mana sih dia tinggal sampai gak kenal sama aku?”

“Udahlah. Gak ada gunanya kamu ngutuk orang yang gak kamu kenal.” Gumam Arnav pada akhirnya. Ia sudah tidak tahan mendengar ocehan Ranu

“Apa kamu lihat tatapan menjengkelkannya? Dia mengabaikanku!”

“Ranu, udahlah. Tarik nafasmu dalam-dalam dan berhentilah memikirkannya. Dia cuma gadis asing yang gak sengaja kamu temui. Seberapa tenarnyapun kamu, enggak semua orang kenal kamu. Mungkin dia memang gak punya HP atau TV. Berfikir positif aja.” Arnav mencoba untuk menenangkan Ranu.

Ranu duduk di sofa dengan setengah membanting tubuhnya. Kemudian ia meraih air minum yang ada di dalam gelas di atas meja dan langsung menenggaknya sampai habis.

“Aku harap aku gak akan ketemu sama orang kayak gitu lagi.” Lanjut Ranu sebelum ia memejamkan matanya berusaha untuk mengusir kejengkelannya.

-

-

-

Bersambung...

BAB 3. Hah! Bertemu Lagi.

Hotel Bandara.

Ranu, Arnav, dan Haris, mereka sedang bersiap-siap untuk keluar dari hotel. Beberapa saat yang lalu, mereka sudah mendapat telfon dari orang yang akan menjemput mereka yang mengabari kalau sudah ada di depan bandara dan sedang menunggu mereka.

Ranu menunggu di luar sementara Arnav sedang check out di resepsionis hotel. Setelah menyelesaikan semua urusan, mereka langsung berjalan menuruni eskalator. Di depan eskalator, seorang pria berumur 30 an tahun sedang menunggu mereka dan langsung menyambut mereka saat melihat kedatangan Ranu.

“Mas Ranu, selamat datang.” Sambut pria itu yang langsung menyodorkan tangannya.

Ranu segera menyambutnya dengan tersenyum ramah. Begitu juga dengan Arnav dan Haris sambil memperkenalkan diri mereka.

“Saya Fuan, makasih banyak udah bersedia datang, mari, silahkan.” Ajak Fuan.

Ranu segera masuk ke dalam mobil van yang di bawa Fuan. Sementara Fuan membantu Arnav dan Haris membereskan barang-barang mereka dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Setelah selesai, Fuan dan yang lainnya segera masuk ke dalam mobil dan mobilpun segera melaju meningalkan area bandara.

“Mas Ranu, semua kebutuhan kalian udah kami persiapkan. Tapi perjalanan kita masih jauh.” Jelas Fuan untuk mengusir keheningan.

“Berapa jam sampainya, Mas Fuan?” Tanya Ranu.

“Besok pagi kita udah sampai. Karna ini perjalanan jauh jadi, silahkan buat diri kalian senyaman mungkin.”

“Berarti semalaman kita di jalan?”

“Lelah ini pasti akan terbayar dengan hal-hal hebat.” Gumam Arnav.

“Maaf saya harus mengatakan ini, tapi apa kalian gak keberatan kalau kita bawa satu orang lagi? Kebetulan adikku juga akan ikut pulang bersama kita.” Izin Fuan.

“Gak masalah.” Jawab Ranu.

*****

Rumah Azizah.

Keluarga Azizah baru saja selesai sarapan, begitu juga dengan Mia. Gadis itu membantu sepupunya itu mencuci piring bekas makan mereka.

“Bukannya kamu ada kelas pagi? Biar aku aja yang nyelesaiinnya.” Tawar Mia kepada Azizah.

Azizah melirik jam dinding yang tergantung di dekat meja makan kemudian tersenyum kepada Mia.

“Okee. Kalau gitu makasih banyak sepupuku tersayang.” Ujar Azizah yang langsung melepas celemek dan menggantungnya di belakang pintu dapur.

Selesai mencuci piring, Mia segera membereskan barang-barangnya. Karna sebentar lagi abangnya sudah datang dan mereka akan segera berangkat pulang.

“Udah selesai beres-beres, kak?” Tanya Azizah saat gadis itu sedang memakai sepatu dan bersiap untuk pergi.

“Udah. Aku gak bawa banyak barang.” Jawab Mia. Ia sudah siap duduk di sofa menunggu kedatangan abangnya.

“Yaudah. Aku berangkat dulu. Doaku hati-hati dijalan ya. Salam sama Abang, maaf aku gak bisa nunggu kalian pergi.” Ujar Azizah merasa menyesal. Ia memeluk erat Mia sambil mengusap punggung dan Mia membalasnya.

Saking lamanya menunggu, Mia sampai merasa bosan. Untungnya ada ibu Azizah yang menemaninya mengobrol ringan. Baru setelah di serang rasa kantuk dan bosan, Mia mendengar suara sebuah mobil yang berhenti di depan rumah seketika rasa kantuknya menghilang. Ia segera berlari untuk membuka pintu dan membukanya. Ia tersenyum saat melihat abangnya turun dari dalam mobil.

“Udah siap?” Tanya Fuan sambil tersenyum.

Mia mengangguk senang dan tersenyum. Kemudian ia dan Fuan berpamitan dengan ibu Azizah dengan mencium tangan wanita paruh baya itu.

Tidak lupa, doa baik menyertai kepergian Fuan dan Mia. Ibu Azizah juga menitipkan sedikit oleh-oleh untuk kakaknya yang merupakan ayah Fuan dan Mia.

Mia sama sekali tidak menyadari kalau ada beberapa pasang mata yang terbelalak melihatnya tidak percaya dari dalam mobil.

Mungkin saking senangnya karna sudah tidak sabar untuk bertemu dengan ayah dan ibunya, sampai-sampai Mia langsung saja membuka pintu belakang yang berada tepat di samping Ranu.

Untuk sesaat baik Mia maupun Ranu hanya bisa mematung saling terkejut. Mia terkejut dengan penampakan pria menyebalkan kemarin yang sedang ada di dalam mobil. Sedangkan Ranu terkejut karna gadis itu langsung membuka pintu tanpa aba-aba terlebih dahulu padahal ia sedang fokus dengan ponselnya.

“Apa ini? Kenapa kamu ada disini?” Tanya Mia heran.

“Ah, abang lupa. Mereka ini tamu abang. Khusus datang buat promosikan daerah kita” jelas Fuan. Mia melirik abangnya tidak terima.

Fuan hanya mengernyit heran kenapa ia mendapat tatapan setajam itu dari adiknya

“Aku...” Ranu tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karna Mia segera menutup pintu mobil dengan kasar. “Apa-apaan dia itu?” Dengus Ranu kesal. Ia sebal karna gadis itu sama sekali tidak menghormatinya.

Dengan perasaan kesal Mia langsung beralih menuju ke depan dan duduk di samping kemudi. Dan Fuan segera menyusul adiknya itu duduk di depan kemudi.

“Perkenalkan, Mas Ranu. Ini adik saya, Miara Tisha. Panggil aja dia Mia.” Fuan memperkenalkan mereka semua. Ia tidak tau bahwa sebuah kejadian sudah mengenalkan mereka.

Ranu nampak melirik ke kaca spion kemudian melengos tidak peduli.

“Salam kenal, Mia. Aku Arnav, maaf atas kejadian yang gak ngenakin kemarin.” Arnav menimpali.

“Kejadian? Kejadian apa?”

“Ada, aku ketemu orang yang haus ketenaran plus narsistik.” Gumam Mia geram.

“Apa? Haus ketenaran katamu?” Ranu tidak terima. Ia merasa tersindir dengan ucapan Mia.

“Itu kan bener? Jadi apa kamu udah berobat? Sakitmu itu?” Lagi-lagi Mia mengetuk ujung pelipisnya. Ia menegaskan kalau penyakit itu ada di dalam kepala Ranu.

“Kamu!” Hardik Ranu. Hampir saja ia menarik hijab yang di kenakan Mia kalau saja Arnav tidak segera mencegahnya.

Walaupun bingung dengan situasinya, namun Fuan tetap melajukan mobilnya meninggalkan rumah Azizah. Sebelumnya mereka berpamitan untuk yang terakhir kalinya kepada ibu Azizah.

Setelah mobil melaju, tidak ada seorangpun yang bersuara, terlebih Mia. Ia lebih memilih untuk mengalihkan wajahnya menatap ke luar jendela. Berada di dalam satu mobil bersama pria aneh menyebalkan itu membuat Mia tidak bernafsu melakukan apapun.

“Kayaknya kalian udah saling mengenal. Kalian pernah ketemu dimana?” Tanya Fuan. Ia bosan dengan keadaan mobil yang sepi karna tidak ada yang bersuara. Padahal hari sudah menjelang malam dan matahari sudah kembali ke peraduannya.

“Ketemu di Bandara kemarin, Mas.” Arnav yang menjawab.

“Ooh. Kebetulan banget ya.”

“Bang nyalain musik dong. Biar gak sepi.” Ujar Mia yang langsung menghidupkan pemutar musik di dalam mobil.

Mia memutar lagu-lagu ost drama dan lagu-lagu korea kesukaannya. Tidak jarang dia ikut bernyanyi juga untuk mengusir sunyi dan rasa bosan. Tidak peduli dengan suaranya yang cempreng. Yang penting menurutnya bagus terdengar di telinganya.

“neoman... Neoman.. Neoman.. Saranghaetdooon.... Naui jeonbuyeoseotdon..... Neol apeuge haeseo Mianhae... Mianhae... Dasi toragalsu objiman.. Nan neoman.. Nan neoman.. Nan neomaaaaannnnn.....”

Sepasang mata milik Ranu selalu menatap tajam dari kursi belakang. Ia ingin mencoba tidur tapi tidak bisa karna terganggu dengan suara yang seperti jeritan malaikat maut itu. Merusak gendang telinganya saja. Ia hanya bisa mengepalkan tangannya dan mencoba bersabar dengan cobaan mematikan itu.

-

-

-

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!