Sejak mengajukan gugatan cerai 1 tahun yang lalu hingga berhasil mendapatkan surat cerai dari pengadilan, Anya tahu hal yang perlu ia lakukan adalah mencari pekerjaan untuk menopang hidupnya bersama Arum. Mengajar bimbel dari kenalan wali murid Ocha hingga menjadi tukang cuci piring di restoran yang berada di daerah perkantoran, Anya jalani selagi menunggu panggilan kerja dari kantor-kantor yang ia lamar. Anya melakukanya tanpa mengeluh sama sekali mengingat ada satu nyawa yang berada di tangannya.
Meski sudah berulang kali Wine dan Ocha menawarkan bantuan biaya hidup untuk dirinya dan putrinya selama belum menadapat kan pekerjaan yang sesuai dengan tingkatan pendidikannya, Anya selalu menolak. Mereka sudah bersedia bergantian menjaga Arum saja sudah lebih dari cukup. Saat pagi Arum akan dititipkan di rumah Wine dan dijaga oleh mbak Laksmi, dan sore hari saat Anya memiliki jam mengajar, Arum akan dititipkan kepada Ocha.
Dan dari buah kesabaran, tepat 1 tahun hidup sebagai orang tua tunggal, perusahaan yang dulu sempat menjadi tempatnya bekerja saat muda tiba-tiba menghubunginya dan memintanya untuk kembali bekerja. Besok ia akan datang untuk interview ulang dan akan mendapatkan pekerjaan yang layak.
Jam sudah menunjukan pukul 23.00, kelas les tambahan untuk anak 3 SMA baru saja berakhir. Anya buru-buru membereskan semua barangnya saat para siswa berpamitan untuk pulang. Namun tepat saat dirinya keluar dari gedung bimbel, satu pesan masuk kedalam ponselnya. Pesan otomatis dari aplikasi supir pengganti.
Ya. selain bekerja di tempat bimbel, menjadi tukang cuci piring di restoran, Anya juga menjadi sopir pengganti. Alamat bar yang tertera di pesan lumayan jauh dari tempatnya berada. Namun mau bagaimanpun, demi menambah biaya untuk membeli popok Arum, Anya akan menjalaninya dengan senang hati. Mengurungkan diri untuk mengambil motor di parkiran, Anya naik mini bus yang menuju kearah diskotik itu berada. Hanya butuh waktu sekitar 20 menit, dirinya sampai ditempat yang mana dari dulu selalu masuk kedalam list haram miliknya. Meski tidak terlalu alim-alim amat hingga menggunakan kerudung, Anya dan sahabatnya tak pernah mengunjungi tempat penuh dosa ini.
Mengeluarkan ponsel, Anya berjalan masuk setelah menunjukan pesan kepada penjaga di luar. Dirinya diantar oleh seorang wanita berpakaian minim menuju ruangan yang berada tak jauh dari pintu masuk. Suara musik yang terdengar keras ditambah belasan orang berjoget ria di lantai dansa membuat Anya beristighfar terus menerus. Mereka yang menggunakan pakaian kekurangan bahan, namun Anya yang merasa malu.
“Silahkan masuk”
Anya mengangguk kepada pelayan. Begitu masuk seorang wanita dengan baju tanpa lengan dan celana jins panjang langsung menunjuk ke arah pria yang tertidur pulas di sofa. Disampingnya ada beberapa pria lain yang melambai manis kearah Anya.
“Widih.. dapat sopir cantik begini mah gue juga mau”
Anya langsung mundur begitu tangan seorang pria berusaha untuk menjangkaunya. Sungguh ini adalah akan menjadi yang pertama dan terakhir kalinya Anya menerima menjadi sopir pengganti untuk orang mabuk.
“Jangan jawel-jawel deh lo pada. Dia datang buat bawa Sinan pulang” wanita yang menyambutnya tadi langsung menampik tangan temannya yang berusaha untuk meraih Anya.
“Saya bawa mas-mas itu gimana caranya mbak?”
“Tenang. Bukan lo yang harus bopong dia” jawab wanita ini. dia menepuk tangannya 3 kali membuat 2 orang pria berbadan besar masuk dan langsung membawa Sinan keluar.
“Untuk biayanya sudah saya transfer ya mbak”
Anya mengangguk. Begitu melihat pelanggannya dibawa keluar, Anya buru-buru keluar menghindari segerombolan pria mabuk didalam ruangan.
“Ini kita mau kemana ya mas?” tanya Anya begitu masuk kedalam mobil pria itu.
“Mas” Panggil Anya lagi.
“Mas!”
Merasa tak ada respon, Anya mengguncang tubuh Sinan berusaha untuk membangunkannya. Masalahnya Anya juga lupa menanyakan kemana tujuan pria ini sebenarnya pada wanita yang ada di dalam.
“Mas!” pekik Anya.
Bukan Sinan yang terkejut karena pekikan Anya, melainkan Anya yang terkejut saat Sinan tiba-tiba terbangun dan memegang tangannya erat.
“Siapa lo?” tanya Sinan setengah sadar.
Sungguh jika saja Anya tak akan mendapat terguran dan sanksi karena meninggalkan pelanggan begitu saja padahal sudah setuju mengantar dan juga sudah mendapat bayaran, Anya pasti sudah meninggalkan pria ini.
Dengan sekuat tenaga, Anya melepaskan tangannya dari tangan Sinan “Saya supir mas. Udah malam, masnya mau pulang kemana nih?!”
“Antar saya ke New York”
Anya cengo mendengarnya. Sungguh kalau sudah tahu alkohol itu haram jangan pernah dicoba, efeknya benar-benar membuat orang kehilangan kontrolnya. Anya menghela napas sabar.
“Mas saya supir bukan pilot, dan ini mobil bukan pesawat. Udah malam! Masnya mau diantar kemana nih?!!" sulut Anya. Menghadapi orang mabuk dengan sopan santu jelas tak akan mempan. Diajak ribut aja sekalian.
“Ini. antar saya kesini”
“Bukan ke New York kan mas?” Anya mengambil ponsel yang diberikan Sinan. GPS penunjuk jalan sudah menyala, Anya hanya perlu mengikuti arahan mbak-mbak GPS.
“Mbaknya udah nikah?”
Anya melirik sebentar. “Sudah” jawabnya singkat.
“Kok udah nikah jam segini masih kerja mbak. Suaminya nggak kerja?”
Ini orang mabuk tapi masih bisa ya nanyin masalah hidup orang lain?
Anya memilih untuk diam tak menjawab. Lagi pula untuk apa menceritakan hal pribadi kepada orang yang tidak dikenal, mabuk pula.
“Gimana rasanya menikah mbak?” tanya Sinan lagi. “Pasti enak ya mbak. Bisa hidup bareng orang yang di cinta”
Seperti Wine. Nanya sendiri jawab sendiri.
“Gue baru aja ditinggal nikah mbak. Dia nikah sama sahabat gue sendiri di New York hari ini. ngenes banget hidup gue ya mbak”
Anya hanya melirik sebentar kemudian kembali fokus ke jalan raya. Nggak tahu aja yang diajakin curhat ini baru aja cerai karena suaminya ketahuan selingkunh. Lebih ngenes mana coba.
“Dan lucunya, mereka malah ngundang gue mbak” lanjut Sinan lagi.
Merasa kasihan jika masih tak ditanggapi curhatannya, Anya akhirnya angkat bicara “ Ya udah mas. Berarti bukan jodoh mas. Gampang aja mikirnya”
“NGOMONG ITU GAMPANG. YANG PUNYA HATI YANG SUSAH” pekik Sinan
Saking terkejutnya, Anya bahkan sampai menekan klakson padahal lampu jalan masih berwarna merah didepan sana. Buset dah, mending gue nggak jawab aja kalau gitu.
Merasa kesabarannya sudah berada di paling ujung. Anya balik menatap Sinan galak. “EMANG SITU DOANG YANG NGENES Di DUNIA INI?!!!. ASAL LO TAHU GUE BARU CERAI. MAU APA LO?” bentak Anya balik.
Sinan yang sebelumnya menatapnya garang kini merubah tatapannya menjadi lembut. Pria itu bahkan kini memasang ekspresi seperti ingin menangis.
“Lah kenapa masnya nangis?”
“Maaf ya mbak. Saya ikut prihatin” jawabnya sebelum akhirnya menyandarkan punggungnya di kursi kemudian tertidur.
Melihat itu, leher belakang Anya kram seketika. Tingkahnya dua kali lipat lebih menyebalkan ketimbang Aaras anak Wine. Ingin sekali Anya menendang pria ini keluar dari mobil sekarang. Saat lampu berwarna hijau, Anya kembali melajukan mobilnya menuju rumah laki-laki ini. lebih baik pria ini tidur saja, karena suasana didalam mobil jauh lebih tenang.
Namun sepertinya kemalangan memang berpihak padanya malam ini. baru saja jalan, pria itu muntah membuat Anya langsung menepikan mobil. Lengan dan rambutnya menerima muntahan Sinan yang membuat Anya ingin ikut muntah. Cepat-cepat Anya membuka semua jendela mobil guna membuat angin malam masuk kedalam mobil.
Sungguh kenapa naas sekali malam ini. apa karena Anya akan meninggalkan semua pekerjaan ini malam ini juga hingga diberi hadiah sebagai pengingat?. Dengan emosi yang membuncah. Anya meneriaki Sinan hingga membuat pria itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Terkejut dan takut secara bersamaan.
“Yak!!! Asem. Wong gelooo!!!” Pekik Anya. Aroma mobil yang seketika berubah membuat Anya nyaris ikut muntah. Apalagi saat melihat Sinan kembali muntah, membuat umpatan itu keluar begitu mulus layaknya jalan tol dari mulut Anya.
"Kam*ret! Asem! gue pengin muntah juga gila!"
Seperti yang ia katakan sebelumnya, hari ini Anya akan meninggalkan semua pekerjaannya kemarin dan memulai hidup baru sebagai wanita kantoran. Dengan pakaian formal yang dipinjamkan oleh Wine semalam. Anya mengetuk pintu rumah Wine tiga kali. Pintu dibuka oleh mbak Laksmi yang langsung mengambil tas milik Arum.
“Princess nya ibun dateng yah?” dari ruang tengah Wine berjalan mendekat lalu langsung menggendong Arum.
“Jangan cium-cium, nanti bau iler lo nempel di pipi anak gue” ucap Anya.
“Biarin aja, Arum kan anak gue” jawab Wine sambil berjalan masuk menuju ruang makan.
Dahi Anya berkerut “Dih ngaku-ngaku.” Anya mengekor Wine menuju ruang makan, saat matanya menatap Arka, Anya kembali bicara “ Noh bang ada yang pengin anak perempuan kayanya”
Pria yang sudah menggunakan seragam TNI angkatan udara itu berdecak kesal “ Apaan! Orang diajak punya anak lagi nggak mau dia”
Anya tertawa, bukan pertama kali mendengar Arka yang mengeluh karena Wine tidak mau diajak memiliki anak lagi dalam waktu dekat. Katanya nunggu si kembar berusia 3 atau 4 tahun.
“Lo interview hari ini? jam berapa?” tanya Wine. Wanita yang memiliki dua anak kembar ini dengan telaten menyuapi Arum bubur ayam.
“Ini udah mau berangkat. Gue titip Arum ya Win, Bang.”
“Beres. Kalau kamu mau tarum Arum selamanya disini juga nggak apa-apa” jawab Arka.
Nggak suami, nggak istri, semuanya sama saja. Alih-alih ribet setiap hari membujuk Anya agar mengizinkan Arum menjadi anak angkat mereka, bikin sendiri bakal lebih gampang.
“Idih. Nggak suami, nggak istri sama aja gelonya. Gue aja ngerebut hak asuh susahnya minta ampun. pakai diminta segala”
Wine menjulurkan lidahnya pada Anya “Biarin aja. Gimana nih 50 juta, gue angkut Arum ya”
Arka menggeleng “Kemurahan kalau 50 juta. Abang kasih 1M, gimana?”
Anya memutar bola matanya jengah “Nggak ada yang waras emang. Mbak Laksmi ko betah sih punya majikan kaya gini?”
“Terpaksa dia. Jangankan mbak Laksmi, gue aja terpaksa punya kakak sama kakak ipar macam mereka”
Padangan Anya kini tertuju pada Kais yang tengah menuruni anak tangga. Dilihat dari pria itu yang masih menggunakan baju tidur, Kais pasti menginap semalam.
Anya mengangguk setuju. Menepuk pundak Kais yang kini sudah berdiri disampingnya dan langsung mengambil Arum dari pangkuan Wine. “Mbak turut prihatin ya Ka”
“Jangan cium-cium, lo masih bau iler Ka” Wine kembali mengambil Arum dari gendongan Kais.
Hal yang paling kasihan jika menitipkan Arum di rumah Wine adalah anaknya akan menjadi bahan rebutan, gendong sana, gendong sini, hal itu bisa membuat badan Arum sakit semua. Namun mau bagaimana lagi, hanya rumah Wine yang bisa Anya kunjungi di pagi hari. Jika dititipkan di rumah Wine, Anya merasa jika Arum aman dan mantan suaminya itu tak akan berani mengunjungi rumah ini setelah hampir akan dipukul oleh Arka.
“Gue berangkat ya, Arum jadi anak yang baik ya di rumah aunty Wine. Bunda cuman sebentar aja. Nanti bunda jemput lagi” Anya mencium pipi kanan dan kiri Arum kemudian berpamitan pergi.
Hari ini, hari interviewnya, Anya jelas tak boleh terlambat. Dulu di kantor ini Anya sudah menjabat sebagai manager, namun karena sempat resign, Anya akan memulainya dari nol lagi. Tak masalah yang penting dirinya mendapat pekerjaan tetap yang bisa menopang hidupnya dengan Arum. Malamnya dirinya bisa memiliki waktu bersama putri kecilnya. Tak seperti dulu, Anya akan pulang jam 10 malam dan menemukan Arum sudah tertidur di kamar Ocha.
Hanya butuh waktu sekitar 45 menit menggunakan ojek online, Anya sudah berdiri didepan gedung berlantai 9 dengan papan nama perusahaan bertuliskan Miracle. Perusahaan ini adalah perusahaan make up yang sudah lumayan terkenal di dalam negeri.
Merapihkan pakaiannya, Anya berjalan melewati pintu masuk. Pandangannya menelusuri setiap sudut kantor yang tak berubah sama sekali. Letaknya masih sama persis hanya beberapa banner yang dipanjang yang berubah. Banyak produk baru yang bermunculan dan rasanya Anya ingin sekali memutar waktu kembali mundur ke hari itu, hari dimana dirinya mengajukan resign setelah melahirkan Arum atas perintah mantan suaminya. Harusnya menjaga Arum sambil bekerja masih bisa Anya lakukan, apalagi gajinya saat itu terbilang lumayan besar.
“Mbak Anya ya?”
Anya memutar tubuhnya. Wanita dengan baju berwarna coklat dan rok yang berwarna senada berjalan mendekat kearahnya dengan pandangan tak percaya. Anya masih mengingatnya, Alun, dulu saat wanita ini masih menjadi karyawan baru, Anya lah yang bertanggung jawab atasnya
“Ya Allah, beneran mbak Anya?”
Anya tersenyum kemudian menyambut pelukan hangat Alun. Wanita yang dulu masih menggunakan kacamata dengan wajah polos tanpa make up itu kini berubah menjadi cantik layaknya bidadari.
Alun melerai pelukan mereka lalu menggenggam tangan Anya “Mbak apa kabar?”
“Baik. kamu gimana?” tanya Anya balik.
“Baik mbak. Ya walaupun banyak tekanannya. Apalagi dari mbak Jini” jawab Alun dengan cengiran lebar.
Jini, wakil managernya dulu yang langsung diangkat menjadi manager tepat setelah Anya mengajukan resign. Dilihat dari sifatnya, Jini memanglah bukan tipe orang yang mudah untuk didekati. Galaknya minta ampun hingga membuat semua karyawan baru lebih takut kepadanya ketimbang kepada Anya dulu.
“Banyak tekanan tapi kayanya berhasil buat merubah tampilan kamu jadi lebih baik kan?”
Meski cemberut, Alun mengangguk menyetujui ucapan Anya. “ Mbak ngapain disini? Mau ketemu sama mbak Jini?”
Anya menggeleng. Alasan dirinya datang selain interview adalah karena undangan dari ibu Beti— istri dari pak Hamdan sang pemilik perusahaan. Minggu lalu mereka sempet bertemu di restoran tempat Anya bekerja, dan karena melihat kondisinya yang amat mengenaskan, ibu Beti memanggilkan ke kantor hari ini untuk ditawarkan kembali bekerja.
Anya tahu, kembalinya dirinya di kantor ini akan membuat dua kondisi pada karyawan, ada yang suka, dan ada juga yang tidak suka.
“Mbak mau ketemu sama ibu Beti. Beliau biasanya hadir pagi atau siang?” tanya Anya.
“Mbak janjian ketemu jam berapa?”
“Jam 08.00”
“Oh ya udah, naik aja langsung ke atas mbak” saran Alun.
Anya mengangguk, keduanya masuk kedalam lift. Alun turun dilantai 5 dimana departemen pemasaran berada, sedangkan Anya tetap di dalam lift hingga lantai menunjukkan angka 8. Setelah keluar dari lift, Anya terus berjalan hingga ruangan yang berada di paling ujung. Dilantai 8, terdapat ruang CEO dan wakil CEO beserta departemen keuangan. Sepanjang jalan menuju ruang CEO, beberapa karyawan yang sudah lama dan mengenalnya menyapa Anya dengan ramah, bahkan ada yang mengajaknya mengobrol terlebih dahulu hingga memakan waktu 15 menit. Anya berpamitan dan langsung berjalan menuju ruangan CEO.
“Loh mbak Anya ya?”
Lagi Anya tersenyum. Mas Navel, sekertaris pak Hamdan langsung menyapanya begitu Anya sampai di depan meja pria itu.
“Iya mas. Gimana kabarnya?”
“Alhamdulillah baik mbak. Mau ketemu sama bu Beti ya mbak?”
Anya mengangguk.
“Ada di dalam mbak. Tadi ibu pesan kalau mbak dateng langsung suruh masuk aja”
Anya mengangguk. Mengetuk pintu itu 3 kali kemudian langsung masuk begitu mendapat sahutan dari dalam.
Saat masuk kedalam, alih-alih menemukan ibu Beti atau pak Hamdan, Anya malah menemukan seorang pria yang tengah berdiri menghadap jendela. Pria itu hanya melirik sebentar dan kembali menghadap jendela dengan ponsel yang ada di telinganya. Karena sinar matahari, Anya tak begitu jelas melihat wajahnya.
Tahu jika dirinya menggangu, Anya memilih untuk diam hingga pria itu menyudahi panggilan telfonnya.
“Eh Anya ya?”
Suara dari arah belakangnya membuat Anya menoleh. Di sana bu Beti baru saja keluar dari kamar mandi dan langsung berjalan mendekat kearah Anya.
“Gimana kabarnya nak Anya?”
Anya menjabat tangan bu Beti “Baik bu, ibu gimana kabarnya?”
“Baik juga. Seneng deh bisa liat kamu. Dan mas…”
Ucapan bu Beti terpotong saat pria yang tengah berbicara di telfon itu mengangkat tangannya meminta untuk menunggu sebentar.
“Dia sibuk. Kita duduk aja dulu ya”
Lagi Anya mengangguk dan mengikuti bu Beti yang duduk di sofa yang diletakan di tengah ruangan. Wanita yang dulu sudah terlihat cantik kini semakin cantik saja meski sedikit ada kerutan di bawah matanya.
Anya ingat, usia bosnya ini sama dengan usia mamahnya. Dulu pertama kali kenal dengan bu Beti adalah saat Anya mengikuti seminarnya mengenai kosmetik di kampus. Sejak saat itu Anya diajak bu Beti untuk menjadi salah satu model kosmetik karena kecantikan yang dimilikinya. Anya jalani selama masa kuliah, namun setelah lulus kuliah Anya merangkap menjadi staf pemasaran sekaligus model untuk kosmetik keluaran Miracle.
“Kenapa sampai kerja di restoran?. Balik aja kesini. Pasti ibu nerima kamu jadi karyawan lagi”
Ingin. Jelas Anya menginginkannya dulu, dirinya bahkan sempat membuat email ke bu Beti langsung namun ia batalkan mengingat dirinya sudah mengajukan resign. Saat itu Anya sama sekali tak peduli dengan bu Beti yang menahannya untuk tetap bekerja, setidaknya hanya menjadi model saja yang tak terikat dengan jam kerja dari Senin sampai Jumat. Namun karena perintah dari mantan suaminya, Anya menolak dengan halus. Dari situ rasanya tak etis jika Anya meminta kembali untuk bekerja.
“Ngga enak bu, saya malu. Dulu sudah menolak padahal ibu sudah menawarkan solusi terbaik”
“Malu, kaya sama siapa aja sih An”
Anya nyengir. Sejak dulu bu Beti sudah menganggapnya seperti anak sendiri.
“Maaf bude, tadi ada telfon penting”
Baik bu Beti ataupun Anya, keduanya menoleh ke sumber suara. Pria yang sebelumnya berdiri di depan dinding kaca, kini berjalan mendekat kearah mereka.
Bu Beti tersenyum lebar, namun tidak dengan Anya. Mata Anya membulat seketika saat melihat pria yang ada di depannya ini. Dia, pria mabuk yang muntah tepat di lengan kirinya hingga membuat Anya ikut ingin muntah mencium aroma yang sudah menyebar didalam mobil, naasnya bukan hanya baju, ujung rambut panjang Anya juga terkena muntahan laki-laki ini. Anya bahkan harus mencuci rambutnya berulang kali sebelum kembali ke rumah. Bukan hanya Anya yang terkejut, pria itu juga terlihat sama terkejutnya.
Jadi dia kerja di sini juga? Di ruang CEO?
“Maaf bude, tadi ada telfon penting”
Baik bu Beti ataupun Anya, keduanya menoleh ke sumber suara. Pria yang sebelumnya berdiri di depan dinding kaca, kini berjalan mendekat ke arah mereka.
Bu Beti tersenyum lebar, namun tidak dengan Anya. Mata Anya membulat seketika saat melihat pria yang ada di depannya ini. Dia, pria mabuk yang muntah tepat di lengan kirinya hingga membuat Anya ikut ingin muntah mencium aroma yang sudah menyebar di dalam mobil, naasnya bukan hanya baju, rambut panjang Anya juga terkena muntahan laki-laki ini. Anya bahkan harus mencuci rambutnya berulang kali sebelum kembali ke rumah. Bukan hanya Anya yang terkejut, pria ini juga terlihat sama terkejutnya.
“Nan ini Anya yang bude ceritain sama kamu kemarin. Dan Anya, ini Sinan keponakan saya, dia yang ambil alih perusahaan sekarang”
Tunggu, biarkan otak Anya mencerna semua kalimat bu Beti barusan.
Pria yang meneriakinya malam tadi sekaligus muntah di bajunya ini ternyata adalah ponakan ibu Beti.
Pak Hamdan sudah pensiun dan sekarang diambil alih oleh Sinan.
Dirinya akan bekerja disini.
Sinan adalah CEO di perusahaan ini sekarang.
Kesimpulannya adalah, jika dirinya bekerja di perusahaan ini, maka Sinan akan menjadi atasannya.
Sungguh, kenapa cobaan hidupnya terus saja terjadi?.
“Loh ini pada diam aja. Ngga salaman?”
Ucapan ibu Beti barusan menyadarkan Anya seketika. Ia langsung mengulurkan tangannya yang disambut oleh tangan Sinan.
“Pagi pak. Saya Anya”
“Pagi juga, saya Sinan, silahkan duduk”
Wih CEO mah emang beda ya. Itu muka bisa langsung balik datar kaya nggak terjadi apapun semalam. Si Pandai Sandiwara.
“Ini yang bude ceritain? Yang dulu jadi model kosmetik kita?”
Ibu Beti mengangguk “Iya mas. Cantikkan?”
Anya tersenyum tipis mendengarnya. Wine terkenal cantik di skadron, namun Anya terkenal paling cantik di kampus dulu.
“Dilihat dari resume anda kemarin, dan karena anda juga sudah pernah bekerja di sini hingga menjabat sebagai manager pemasaran. Saya rasa anda bisa langsung bergabung dengan kami mulai lusa”
“Bagus kan mas?. Pasti dong, bude udah kenal Anya lama, udah tahu gimana kerja Anya. Makanya pas posisi wakil manager pemasaran kosong, terus bude kebetulan ketemu sama Anya, bude langsung kepikiran biar Anya aja yang ngisi tempat kosongnya”
Sinan mengangguk setuju. Tatapannya kini beralih ke Anya yang membuat Anya heran sendiri melihat ekspresi tenang Sinan “ Tapi anda tidak keberatan jika sekarang jadi wakil manager pemasaran?”
Mari, demi popok dan susu formula Arum. Anya akan menjalankannya sepenuh hati, meski gambaran jika kantor adalah neraka di dunia sudah tercetak jelas di pikiran “Tidak apa-apa pak. Saya bisa memulainya dari awal lagi”
“Baik kalau begitu. Selamat bergabung kembali dengan kami”
Anya ikut berdiri saat melihat Sinan berdiri. Laki-laki ini mengulurkan tangannya mengajak Anya untuk bersalaman. Demi bersikap professional, Anya menjabat balik tangan Sinan dengan senyuman ramah, meski Anya tahu pandangan Sinan terhadapnya kali ini terlihat berbeda. Seperti tatapan meminta tolong agar menyembunyikan segala hal yang terjadi semalam.
***
“Serius, yang muntahin lo semalam ternyata malah jadi bos lu?” tanya Wine penuh semangat.
“Gila sih ini” tambah Ocha.
Mereka kini tengah berkumpul di halaman rumah Wine setelah para bayi tertidur pulas didalam rumah. Setelah hampir 1 tahun, akhirnya mereka bertiga bisa kembali berkumpul bersama sambil becanda ria. Arka mengizinkannya dan memilih untuk tidur lebih dahulu bersama anak-anak.
Anya mengangguk menjawab pertanyaan Wine.
“Terus, terus gimana?” tanya Wine lagi. wanita itu meletakan daging yang sudah matang kedalam piring lalu duduk di sebelah Ocha, siap mendengarkan dengan seksama cerita Anya.
“Lo tahu pada, ajaibnya ekspresinya itu langsung bisa datar kaya nggak terjadi apa-apa”
“Kaya Ocha berarti ya. Mayat hidup”
Ocha langsung menempelng kepala Wine dengan tangannya. Wine sudah memiliki anak, tapi masih aja memanggilnya dengan sebutan mayat hidup.
“Persis banget” jawab Anya yang juga langsung dihadiahi pukulan di kepala oleh Ocha.
Mesti rasanya menyakitkan, Wine dan Anya masih tertawa karena berhasil membuat Ocha kesal.
“Jadi mulai besok lo bakal ketemu terus dong sama dia?” kali ini bukan Wine yang bertanya melainkan Ocha yang bertanya.
Anya mengangguk pasrah “Ya mau bagaimana lagi. Gue butuh cuan soalnya”
Kedua sahabatnya mengangguk bersamaan.
Wine menyomot potongan daging dan menyuapkannya kepada Anya “ Semangat. Ya walau posisi lo terancam kalau dia ingat apa yang lo omongin sama dia kemarin”
Ocha menepuk punggung Anya tiga kali “Lo harus tetap waspada berarti. Suatu saat dia pasti bakal ingat kalau lo pernah ngatain dia gelo”
Anya memasang raut wajah ngeri “Emang kalau orang minum alkohol bisa ingat apapun yang terjadi saat mabuk?”
Wine mengangguk “Inget”
“Emang lo pernah mabuk?” tanya Ocha dengan tatapan curiga.
“Gue gila kalau berani minum. Sembarangan aja lo kalau ngomong ya. Di drakor itu biasanya mereka bakal inget.”
Anya merutuk kesal sendiri. Dia ngatain itu pun karena Sinan muntah terlebih dahulu. Jika Sinan tidak muntah, Anya pasti tak akan mengatakannya. “Ya kan itu karena dia muntah. Gue refleks lah jadinya”
“Ya udah, kalau dia ingat lo kasih aja alesan begitu”
“Ini bukan alesan Ocha. Kenyataan” koreksi Anya cepat.
Lagi, Wine mengambil daging dan menyuapkannya kepada Anya. Meredam emosi wanita ini sebenarnya. “Tapi kok ya bisa bersamaan gitu ya kejadiannya. Jangan-jangan dia jodoh lo An”
Ocha mencolek dagu Anya, jahil “ Cielah.. satu kelar tumbuh yang tajir. Udah nongol aja papah sambung Arum”
“Ciee, ciee” sambung Wine.
“Gila semua!” Anya langsung bangkit dari duduknya dan berjalan masuk kedalam rumah, meninggalkan Ocha dan Wine yang kini tertawa puas, bahkan tawa mereka masih terdengar hingga Anya berada di ruang keluarga.
“Loh udah mau pulang An?”
Anya yang tengah mengangkat Arum terhenti seketika saat Arka yang berbaring di sebelah Arsya terbangun.
“Iya bang udah malam” jawab Anya singkat dan kembali menggendong Arum pelan-pelan, takut jika putrinya ini terbangun.
“Ko rame banget diluar. Pada ngetawain apa? Ada yang lucu ya?”
Anya menggeleng “Nggak ada. Istrinya abang aja sama Ocha yang kayanya rada gila malam ini”
Arka yang mendapat jawaban sewot itu hanya mengedikan bahunya dan kembali berbaring.
Setelah memastikan jika Arum tak terbangun didalam gendongannya, Anya berjalan keluar yang langsung disambut oleh tawa Wine dan Ocha.
“Besok-besok bukan lo yang repot angkat Arum An. Tapi mas CEO ganteng yang bersedia mengangkat Arum” goda Ocha.
“Jangankan Arum. Ngangkat emaknya juga kuat kayanya” tambah Wine.
Anya yang sedang menggunakan sandal, langsung mengambil sandal milik Arka dan melemparkannya kearah Wine dan Ocha.
“Gila semua”
Ocha dan Wine kembali tertawa. Sungguh jika lama-lama bersama mereka malam ini, Anya bisa ikut gila nanti.
Tak peduli dengan kedua sahabatnya yang masih cekikikan, Anya berjalan menuju rumahnya yang berbeda beberapa gang dari rumah Wine. Rumah dari harta gono gini yang kini menjadi miliknya sepenuhnya.
Begitu sampai di rumah, Anya langsung berjalan menuju kamar utama. Membaringkan Arum pelan kemudian mencium kening anaknya lembut.
"Terimakasih sudah bisa diajak kerja sama ya cantik. Hidup kita akan jauh lebih baik mulai sekarang"
Anya turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi. Namun baru saja sampai batas pintu, ponselnya yang bunyi membuat Anya kembali memutar arah.
Mengambil ponsel didalam tas kemudian mendengus sebal saat group 'Harta Karun Negara' yang anggotanya berisi dirinya, Ocha dan Wine yang muncul.
"Bahagia banget nih pada"
Anya berniat untuk kembali meletakan ponselnya saat satu pesan kembali masuk. Bukan dari group 'Harta Karun Negara', melainkan nama 'Danu' – ayah Arum yang terpapar dilayar ponselnya.
"Orang yang paling gila muncul"
Anya membaca isi pesannya sekilas kemudian kembali meletakkannya ke dalam tas tanpa berniat untuk membalasnya sama sekali.
Danu
Gue pengin ketemu Arum besok. Anterin Arum ke kafe yang dulu jadi langganan. Meski lo yang menang hak asuh, lo nggak boleh ngejauhin gue dari anak gue sendiri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!