NovelToon NovelToon

Senandung Cinta

Bab 01 Rencana pergi ke kota

Dhita Pratiwi seorang gadis cantik berkulit putih bersih, berhidung mancung pemilik bola mata indah berwarna ke abu-abuan dan di tambah lagi dengan postur tubuhnya yang mungil namun padat berisi, membuat tampilannya selalu menawan di pandang mata.

Pak Setyo dan ibu Safitri adalah orang tua Dhita, ia terlahir sebagai putri tunggal mereka. Kedua orang tuanya mendidik Dhita dengan norma-norma agama sedari kecil.

Selain cantik parasnya, Dhita juga memiliki kelebihan lain, ia yang di besarkan di dalam keluarga sederhana yang sangat agamis membuat ia tumbuh menjadi pribadi yang mengagumkan, tak hanya cantik ia juga gadis Sholeha, impian kaum Adam.

Tutur katanya sopan dan rendah hati membuat semua orang yang mengenalnya sangat menyayanginya.

Dhita memiliki seorang sahabat bernama Fika Renata, mereka bersahabat dari kecil hingga terasa seperti saudara kandung. Susah senang mereka jalani bersama saling berkeluh kesah satu sama lain.

Fika orangnya baik, cantik namun suka jahil. Ia selalu tau bagaimana caranya membuat sahabatnya yang sedang berduka menjadi bahagia kembali.

Siang itu Dhita berada di dalam kamarnya, memandangi gaun pengantin berwarna putih yang baru saja ia lepaskan dari tubuhnya. Setelah ia mengganti pakaiannya dengan pakaian yang biasa ia pakai sehari-hari. Berpakaian tertutup di sertai jilbab yang menutupi auratnya. Dengan menahan rasa sesak di dadanya, ia melipat gaun tersebut dan meletakkannya ke dalam sebuah paper bag.

Dhita merenung meratapi nasibnya, nasib yang sama sekali tak pernah ia inginkan di dalam hidupnya.

Dikhianati tepat di hari pernikahannya.

Tok.

Tok.

Tok.

Terdengar suara pintu di ketuk dari luar.

" Masuk !" seru Dhita dengan suara parau, tanpa menoleh ke arah pintu. Saat itu ia sedang membelakangi pintu dan menghadap ke ranjang tempat tidurnya.

Kreeek....

Suara pintu terbuka.

" Hai, Dhi.. !" sapa Fika dari belakang.

" Fika, ada apa ?" tanya Dhita kepada sahabatnya sambil duduk di tepi ranjang.

" Gak ada kok, aku cuma mau lihat BESTie aku," jawab Fika sembari tersenyum, ikut duduk di tepi ranjang tersebut.

" Memang kenapa dengan BESTie mu ?" Dhita bertanya balik sambil mengernyitkan dahinya.

" Ya, aku takut aja dia khilaf, mau bunuh diri biasanya kan gitu orang yang patah hati bisa gantung dirinya sendiri loh ." ucap Fika menyindir sahabatnya sambil cengar-cengir sendiri.

" Jadi aku disini mau jaga-jaga !" lanjut Fika.

" Emangnya aku sekonyol itu mau bunuh diri, nyawaku terlalu berharga kali Fi kalo harus melayang hanya karna patah hati, emang kamu mau punya sahabat mati Karna bunuh diri ?" ucap Dhita sambil menoyor dahi sahabatnya yang becandanya gak ketulungan.

"Aww.. sakit tau ." Fika mengaduh kesakitan. Ia berdiri sambil berkacak pinggang dan memonyongkan mulutnya membuat mimik lucu di wajahnya

Melihat ekspresi sahabatnya tanpa sadar Dhita tersenyum, sebuah senyuman yang hampir setengah hari ini hilang dari wajah cantiknya.

Kemudian keduanya sama-sama tertawa.

" Dhi ," panggil Fika lebih serius.

" Ya, apa ?" Dhita menatap wajah sahabatnya, dari cara bicaranya sepertinya Fika sedang serius.

" Sebenarnya aku kesini ingin ngajak kamu ke kota ." ucap Fika sungguh-sungguh.

" Ke kota ?" tanya Dhita hampir tak percaya.

Fika mengangguk menatap sahabatnya penuh harap.

" Kota mana ?" tanya Dhita lagi.

" Jogja, aku mau cari kerja di sana ." jelas Fika .

" Tapi... apa orang tua ku akan mengijinkan aku pergi fi ?" Dhita mulai merasa gelisah, walau bagaimana pun ia adalah anak tunggal di keluarganya, jadi sangat mustahil baginya pergi meninggalkan kedua orang tuanya.

" Boleh, " terdengar suara dari arah pintu, rupanya ayah dan ibu Dhita mendengarkan percakapan putri mereka dengan sahabatnya itu.

" Ayah sama ibu yakin ? Dhita boleh pergi ?" Dhita masih tak percaya dengan keputusan orang tuanya.

" Iya nak, kami ingin kamu pergi ke kota itu, siapa tau disana kamu bisa melupakan semua yang terjadi di sini ." ucap ayah Dhita sambil mengelus kepala putrinya dengan penuh kasih sayang.

" Terima kasih ayah, ibu ." ucap Dhita dengan suara lirih, ia sangat terharu Karna kedua orang tuanya begitu memperdulikan perasaannya.

" Jaga diri baik-baik ya nak !" seru ibu Dhita dengan lembut, ia menahan sesak di dadanya, walau terasa berat ia harus lakukan semua itu demi kebahagiaan putrinya. Jika Dhita masih tetap berada di desa itu mereka khawatir putrinya akan semakin berlarut-larut dalam kesedihannya.

" Pasti ibu, akan selalu ku ingat semua petuah mu ." ucap Dhita sambil memeluk sang ibu tercinta, setelah itu ia memeluk ayahnya.

Sesuai kesepakatan Dhita dan Fika akan berangkat ke kota Jogja, Daerah istimewa Yogyakarta ke esokan harinya. Kota yang akan menjadi tujuan mereka menjalani hari-hari penuh makna. Kota yang akan mengubah sendi kehidupan mereka.

*

*

*

Sedangkan di sebuah desa yang berbeda.

Matahari seakan akan memanggang bumi, panasnya yang terik membuat orang-orang di kampung itu kegerahan berada di dalam rumah. oleh karena itu mereka lebih senang duduk-duduk di bawah pohon sambil berbincang-bincang dengan keluarganya.

" Hari ini panas sekali ya pak " ujar ibu ningsih pada suaminya.

" Iya bu, mungkin mau hujan" jawab pak kasim sambil mengibas-ngibaskan bajunya, maklumlah di kampung itu masih belum ada yang memiliki kipas angin karna letaknya yang jauh dari kota dan sangat terpencil.

" Syukurlah pak kalau memang mau hujan, kasihan para petani tanaman padinya kekurangan air " ujar ibu ningsih, memikirkan nasib tetangganya, walau dirinya bukan seorang petani karna tidak memiliki lahan untuk bertani, tapi biasanya kalau musim panen tiba keluarganya selalu mendapatkan cipratan dari tetangganya entah itu bekerja sebagai buruh atau ada juga yang memberikan sebagian hasil panennya dengan cuma-cuma.

" Iya bu, ngomong-ngomong bagaimana pendapat ibu mengenai lamaran nak Anton? " tanya pak kasim.

" Ya.... kita harus omongin dulu sama puri pak, kita tidak boleh mengambil keputusan sendiri!"

Pak kasim hanya mengangguk, membenarkan ucapan istrinya walau bagaimana pun puri, putri sulungnya berhak memilih kehidupannya sendiri termasuk calon pendamping hidupnya.

"Assalamualaikum.."

Terdengar ucapan salam dari depan rumah, tak lama kemudian muncullah Mamat menghampiri ibu dan bapak nya.

" Bapak.... ibu....! " teriak Mamat kegirangan.

" Ada apa toh mat, kok sepertinya kamu senang sekali? " tanya ibu ningsih

" Hari ini Mamat ulangan nya dapat nilai seratus bu! " ujar mamat seraya memperlihatkan kertas yang di pegangnya.

melihat angka seratus di kertas ulangan itu membuat pak kasim dan ibu ningsih merasa senang.

" Wah, anak kita pinter ya pak"

" Ya bu, itu juga berkat puri yang telaten melatih adiknya tiap hari"

" Mat, mbak purinya mana? " tanya pak kasim

" Di rumah pak, lagi ganti baju" jawab mamat.

" Cepat suruh kesini ya... "

Mamat mengangguk.

" Iya pak.. " ucap mamat beranjak pergi

Puri adalah putri pertama pak Kasim dan ibu Ningsih.

Puri gadis yang baik, cantik, kulitnya putih. Ia memiliki senyuman yang manis namun agak sedikit tomboi.

Mendengar bahwa dirinya dipanggil, Puri segera menghampiri orang tuanya.

" Ada perlu apa bapak manggil puri? " tanya puri dengan sopan.

" Ada sesuatu yang sangat penting yang ingin bapak dan ibu bicarakan ke kamu" jawab pak Kasim.

" Hal penting, tentang apa? " puri mengernyitkan dahi.

" Begini puri, kemarin nak Anton datang ke sini, dia mau melamar kamu, apa kamu mau dilamar sama nak anton? " pak kasim memulai topik pembicaraan tanpa basa-basi.

" Pak.... puri kan udah bilang mau kerja dulu, puri ingin hidup mandiri pak.. bu... " mata puri mulai berkaca-kaca.

"Tapi puri, tolong pikirkan baik-baik, nak anton adalah orang yang baik dan juga orang berada, kamu akan hidup senang bersama dia! " bujuk pak kasim.

" Untuk apa pak hidup senang tapi gak bahagia..." puri menitikkan air mata, bagaimana pun kata menikah belum pernah terfikirkan olehnya.

" Tapi nak.... " ucapan pak Kasim terpotong.

" Pokoknya puri gak mau, bapak kenapa sih gak bisa ngertiin puri" ucap puri seraya masuk ke dalam rumahnya.

" Sudah lah pak, kalo purinya gak mau jangan di paksa" ujar ibu ningsih yang dari tadi hanya diam saja.

" Tapi ini kan demi kebaikannya juga bu, dia sudah gadis gak baik kalo dia terlalu lama seperti itu"

" Kalau kita terus memaksa yang ada dia itu akan nekat, bapak tau kan bagaimana sikapnya puri"

" Terserah yang penting bapak sudah menyampaikan berita ini sama dia," kata pak kasim jengkel, namun benar juga apa yang di katakan istrinya, pikir pak kasim.

...****************...

Kegelapan mulai menyelubungi bumi, jarum jam menunjukkan pukul setengah delapan malam. Udara terasa dingin, diluar angin malam bertiup lebih kencang dari pada biasanya.

Puri berdiri di depan pintu rumahnya, menatap jauh ke ujung jalan, harap-harap cemas melanda hatinya, ia takut bapaknya akan memaksa dirinya untuk menikah dengan Anton, orang yang sama sekali tidak di cintainya, memang ia sangat dekat dengannya, tapi perasaanya hanya sebatas teman biasa tidak lebih.

Tiba-tiba terlintas di benaknya angan-angan pergi ke kota, mungkin dengan begitu sang bapak tidak akan memaksanya lagi.

" Kamu kenapa puri? " tanya bu ningsih, heran melihat anak nya melamun sendiri.

" Gak apa-apa bu, " jawab puri pelan.

" Apa kamu masih memikirkan ucapan bapak mu tadi? "

" Bu, kalo aku seandainya ingin bekerja, ibu setuju gak? " puri mengalih kan pembicaraan.

" Kalo ibu setuju aja, tapi apa bapak mu mau mengijinkan kamu pergi"

" Memangnya mau kerja apa? " tanya pak kasim tiba-tiba, rupanya beliau mendengar percakapan antara puri dan ibunya.

" Apa aja pak, yang penting halal, tapi... bapak setuju kan? " puri harap-harap cemas.

" Kalau itu mau mu, bapak izinkan, tapi ingat kamu harus jaga diri baik-baik" pesan pak kasim.

" Insya Allah pak, bapak tenang aja"

" Tapi puri, kamu itu perginya dengan siapa? kota itu kan jauh nak" ucap ibu nya khawatir setelah tau anaknya akan pergi ke kota.

" Bu, aku sudah besar, jadi ibu gak usah khawatir, aku bisa jaga diri baik-baik kok" puri meyakinkan ibunya.

...****************...

Malam semakin larut, angin malam semakin dingin menusuk tulang. Suara jangkrik memecah kesunyian, desir angin malam membawa mereka ke alam mimpi masing-masing.

...****************...

Ayam jantan berkokok, fajar mulai menyingsing, diarah timur tampak cahaya merah menyala.

selesai sholat subuh puri segera berkemas, kini tiba saatnya ia untuk mengadu nasib di kota.

" Pak, bu, doakan puri ya... " ucap puri sambil mencium tangan ke dua orang tuanya, meminta restu.

" Restu dan doa kami selalu mengiringi di setiap langkah mu nak" ucap bapaknya.

" Hati-hati nak, slalu waspadalah dalam setiap keadaan. " ibunya memperingatkan walau air matanya telah jatuh berbulir-bulir membasahi pipinya.

" Baik pak, bu, pesan kalian akan selalu aku ingat" jawab puri mantap.

" Mbak puri mau kemana? tanya mamat dari dalam rumah, anak kecil itu baru bangun rupanya.

" Mbak mau kerja, mamat jangan nakal ya.... " ujar puri seraya memeluk adik nya, berat rasanya ia untuk pergi.

" Nanti kalo pulang bawa oleh-oleh ya mbak"

" Iya tapi kamu harus janji ya gak akan nakal"

mamat mengangguk sekali lagi mereka berpelukan.

pak kasim dan ibu ningsih, serta beberapa orang-orang kampung mengantar kan kepergian puri hingga batas desa.

Bab 02  Bertemu sahabat

Puri menunggu bus di terminal, ia duduk di sebuah bangku panjang sambil memperhatikan orang-orang yang lalu lalang, melakukan aktifitasnya masing-masing.

untuk mengurangi kecanggungannya, ia memakai Iphone, puri mengangguk-anggukkan kepalanya menikmati irama musik DJ kesukaannya.

Siang itu sama seperti siang-siang sebelumnya, di terminal itu ramai sekali, di hari minggu yang panas rupanya tidak sedikit orang yang ingin menghabiskan waktunya dengan pergi ke rumah saudara-saudaranya atau ke tempat lain. Disana terdapat juga para pelajar dan mahasiswa tetapi tidak sedikit pula ibu rumah tangga yang hilir mudik di tempat itu, kata orang di tempat itu, tidak semuanya orang baik-baik, diantara para pelajar dan mahasiswa terdapat juga pencopet dan tukang jambret.

Menurut laporan yang masuk di kepolisian di tempat itu memang cukup rawan, sering terjadi pencopetan, bahkan beberapa waktu yang lalu polisi menangkap seorang pemuda yang kedapatan sedang menghisap ganja disini.

Ketika puri sedang menikmati irama musik nya, tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut di kejauhan, ia terkejut dan segera melepaskan Iphone nya, lalu bergegas pergi ke arah suara tadi. Tak lama kemudian ia melihat seorang pemuda berambut gondrong, acak-acakan berlari ke arahnya sambil membawa sebuah tas.

Puri menghalangi pemuda itu dengan menjulurkan sebelah kakinya,

Bruukk.....

Pemuda itu tak mampu menghindar, akibatnya ia terjatuh ke lantai, sebelum pemuda itu berdiri puri segera menghantamkan pukulannya dan bersarang di badan pemuda itu.

Melihat adegan itu orang-orang yang ada di sana juga ikut membantu puri, terjadilah masa seru-seruan, dan akhirnya berhenti ketika seorang polisi datang mengamankan pemuda berambut gondrong itu.

Puri segera meraih tas yang di tinggalkan pemuda itu dan memberikan nya pada seorang gadis yang sedang berdiri tidak jauh dari tempatnya, mereka adalah Fika dan Dhita.

" Nich tasnya, lain kali hati-hati ya ini daerah rawan" ucap Puri sembari menyerah kan tas merah muda itu.

" Makasih ya, untung ada kamu kalo gak aku gak tau nasib aku nanti " ucap Dhita penuh rasa terima kasih.

" Memangnya kalian mau kemana? " tanya Puri ramah.

" Kami mau ke jogja, mau cari kerja" jawab Fika.

" Wahh sama dong, aku juga mau kesana, bagaimana kalo kita barengan aja! " ajak Puri

" Boleh, tapi kalo boleh tau kamu siapa kok baik banget sih, " ujar Fika sambil meletupkan balon permen karet dari mulutnya.

" Oh iya perkenalkan aku puri saraswati " Puri mengulurkan tangannya.

" Aku Dhita Patiwi" Dhita menyambut uluran tangan Puri.

" Fika renata" Fika pun melakukan hal yang sama.

Beberapa saat lamanya mereka berdiri sambil berbincang-bincang pasca perkenalan tadi, menceritakan tentang pengalaman masing-masing..

Beberapa menit kemudian sebuah bus datang, mereka segera naik setelah bus itu penuh dengan penumpang. Bus itu melaju dengan perlahan-lahan makin lama semakin kencang membawa penumpangnya ke tempat tujuan masing-masing.

...****************...

Di jogja mereka segera mencari tempat kontrakan, kurang lebih setengah jam mereka menemukan sebuah rumah sederhana. Setelah membayar uang sewa pada pemiliknya, mereka segera memasuki rumah itu.

" Bagaimana? " tanya Puri setelah mereka berada di ruang tamu.

" Lumayan lah untuk sekedar tempat berteduh" jawab Dhita seraya menghempaskan tubuhnya ke sofa.

" Ehh... aku ke dalam dulu ya... mau ngecek peralatannya" ujar Fika sambil melangkah pergi.

Tak lama kemudian ia kembali lagi, menemui ke dua temannya yang sedang melepas lelah.

" Dhi, genteng nya ada yang pecah tuh" ujar Fika kepada Dhita.

" Trus... gimana donk? " jawab Fika panik.

" Udah biar aku aja yang betulin, sebelah mana yang rusak? " kata Puri kepalanya menengadah ke atas mencari-cari genteng yang rusak.

" Memang nya kamu bisa? " tanya Fika seolah tak percaya.

" Ya.. bisalah kan aku udah terbiasa waktu di kampung. " ujar Puri lalu pergi ke tempat yang di tunjukkan oleh Fika.

Meskipun Puri seorang perempuan, ia juga cekatan menaiki anak tangga tak kalah dengan kaum lelaki.

" Dhi, aku beli makanan dulu ya di warung" ujar Fika.

" Mau nitip? " ujarnya lagi

" Ya, nih nitip donk, laper... e.. sekalian beliin buat Puri juga ya.. " jawab Dhita seraya memegang perutnya yang kempes.

" Siip " jawab Fika

" Ya udah tapi hati-hati ya.. " ucap Dhita.

Dhita bergegas untuk membereskan barang-barangnya dan barang-barang ke 2 sahabatnya, ya... mereka telah bersahabat.

Semua barang di letakkan di kamar masing-masing.

...****************...

Ketika hari menjelang sore, three girl sweets. Itulah julukan untuk ketiganya, setelah selesai membersih kan rumah kontrakannya mereka pun mandi untuk membersihkan diri masing-masing. Sehabis mandi mereka merasa segar setelah hampir seharian bekerja membersihkan rumah.

Fika, puri dan dhita sedang duduk santai di teras rumah. Mereka menikmati makanan dan minuman yang di beli Fika tadi. Angin sore berhembus semilir, menggoyangkan bunga-bunga yang tidak seberapa itu, namun tertanam rapi di depan rumah.

" Fi, katanya kamu tadi beli nasi bungkus ya?" tanya Puri

" Iya kamu lapar? " Fika tanya balik,

puri mengangguk.

" Ya udah kita makan yuk! " Dhita mengajak ke 2 sahabatnya.

Keakraban yang terlihat di antara mereka, seolah-olah mereka telah lama bersahabat. Di meja makan, mereka menikmati makanannya, sesekali terdengar percakapan mereka.

" Enak ya makanannya" ucap Fika sembari mengunyah.

" Lumayan lah buat pengganjal perut" seru Deh.

"Tapi kita gak mungkin beli nasi bungkus terus kan?" ujar Puri.

" Ya... gak lah... kita harus masak sendiri, kalo beli nasi bungkus terus nanti cepet abis dong duit kita! " timpal Dhita.

"Makanya sore ini juga kita harus belanja" ujar Puri.

" Tapi jangan kita semua, harus ada yang di rumah, takutnya nanti ada pak RT atau apalah... " ucap Dhita.

" Ya udah.... kalian aja yang belanja, aku jaga rumah? gimana? " Dhita meminta persetujuan pada teman-temannya.

" Boleh" ucap puri.

Selesai makan Puri dan Fika pergi ke sebuah toko untuk berbelanja. Sedangkan dhita duduk santai di teras rumah sambil membaca koran, ia berharap ada berita tentang lowongan kerja. Karna lama sekali ia membuka-buka koran, namun ia tidak dapat menemukan apa yang ia cari. Setelah yakin tidak ada informasi tentang LOKER, Dhita meletakkan begitu saja koran yang ia pegang, lalu beranjak memasuki rumah.

Bab 03 (๏_๏) Duo Ribut (๏_๏)

Pagi-pagi sekali Fika dan Dhita telah bangun, selesai shalat subuh mereka pun memasak.

Mereka tidak perlu bingung lagi mencari bahan-bahan makanan untuk di masak, karna semuanya seperti beras dan lauk-pauknya sudah tersedia di kulkas, rupanya kemarin mereka berbelanja cukup banyak, kira-kira cukup untuk satu minggu tentunya mereka berbelanja secara patungan.

" Dhi, dari tadi aku gak lihat si puri,kemana dia? "ucap Fika sambil terus mengiris bawang merah.

" Mungkin di kamarnya kali, kamu bangunin dia ya siapa tau dia belum shalat subuh! " ujar Dhita.

" Oke, nich? "ucap Fika seraya menyerah kan pisau yang di pegang nya pada Dhita.

Kemudian ia melangkah pergi.

Ia mengetuk pintu sambil memanggil temannya itu, tapi tak ada jawaban.

" Puri bangun udah pagi nich,kamu belum shalat subuh kan? " ujar Fika mengulangi ucapannya.

Namun belum juga ia mendengar jawaban dari dalam.

Ia mulai merasa jengkel, kemudian menggedor pintu itu lebih keras lagi.

Sementara di dalam kamarnya puri hanya menggeliat ia mengerjap-ngerjap kan matanya kemudian bergegas bangun dan membuka pintu.

" Ngapain sih pagi-pagi udah gedor-gedor, berisik tau gangguin orang tidur aja"ucap Puri kesal.

" Hei udah jam berapa nich, ini bukan waktunya tidur,kamu belum shalat subuh kan ayo cepat mandi sana" Fika menarik lengan Puri dan menuntunnya ke kamar mandi.

" Apaan sih lepas dong aku bisa sendiri. " Puri meronta melepaskan tangannya.

" Oke aku lepas, dah mandi sana atau mau aku mandiin" Puri terbelalak, sementara Fika hanya tersenyum melihat tingkah laku sahabatnya. Kemudian ia kembali ke dapur.

" Puri udah bangun? " tanya Dhita ketika melihat Fika telah kembali ke dapur.

" Udah, tapi lama banget tau gak jadi sebel deh" jawab Fika kesal.

" Ya udah sabar aja mungkin ini tugas kamu tiap pagi" Dhita menggoda Fika.

" Apa? gak mau ah capek tau" Fika memonyongkan bibirnya.

Kurang lebih 15 menit masakan sudah tersedia di atas meja, aroma makanan yang lezat tercium sampai ke hidung Puri, yang telah menata dirinya usai shalat subuh.

" Hmmmm.... kayaknya enak nich" ucap Puri seraya duduk di kursi meja makan.

"Tentu dong kan yang masak koki-koki handal" ujar Dhita memuji dirinya dan Fika.

" Iya apalagi kalo kokinya itu bertiga pasti lebih enak, tapi sayang koki yang satunya lagi sedang sibuk! " Fika melirik Puri.

" Kamu mau nyindir aku? " Puri tersinggung.

" Gak siapa juga yang nyindir kamu, kurang kerjaan aja. " Fika mengelak.

" Tapi dari cara kamu tadi... " Puri mulai meninggikan suaranya, ia marah.

"Apa? " Fika menantang.

" Susah deh bicara sama orang.... " Puri tak meneruskan kata-katanya.

" Oang apa? ayo bilang? " Fika emosi

" Udah.... berhenti.... kalian ini apa-apaan sih, mau makan malah ribut, malu di dengar tetangga! " Dhita berusaha menengahi Puri dan Fika.

Usai makan Fika dan Puri masih belum berubah sikap juga, rupanya mereka masih marahan, dan Dhita melihat semua itu.

" Kata orang tua... orang yang selalu bermusuhan hidupnya tidak akan pernah tenang" gumam Dhita entah pada siapa.

Seketika Fika dan Puri menatapnya.

" Apa maksud mu? " Fika menatap penuh resah.

" Maksud apa aku cuma baca dialog di buku ini" Dhita berbohong untuk menghindari pertengkaran,

Puri mencerna kembali perkataan Dhita barusan.

" Memang benar sih ," pikir Puri.

Tapi ia masih malu untuk menyapa Fika, dan ternyata Fika merasakan hal yang sama. Kemudian beranjak ke kamarnya dan keluar lagi sambil mengunyah permen karet, itu kebiasaannya sehari-hari, sesekali dibuatnya balon dari celah-celah bibirnya kemudian diletupkan kembali, lucu sekali kelihatannya.

" Pagi-pagi dah ngunyah permen karet ." gumam Puri dengan nada rendah, karna takut menyinggungnya lagi.

" Sisa kemarin masih banyak, mau? " tawar Fika.

" Enggak " jawab Puri cepat.

" Uh sok jual mahal, mau Dhi ?"

" Mau dong... !" ucap Dhita seraya mengambil sebuah permen karet dan mengunyahnya.

" Eh aku juga mau ah" Puri sengaja ingin membuat suasana semakin akrab.

" Uh dasar ." Fika tersenyum, Puri pun tersenyum.

Sebenarnya mereka adalah gadis-gadis yang baik, tapi ada kalanya juga masalah kecil mereka buat jadi masalah besar.

Keakraban mulai terlihat kembali di antara mereka seakan-akan telah lupa dengan kejadian tadi.

" Kapan kita cari kerja ?" ujar Dhita.

" Iya secepatnya dong ." komen Puri.

" Bagaimana kalau besok kita cari loker ," usul Fika.

" Setuju ." jawab Dhita.

" Jadinya kita lomba nich ," ucap Puri.

" Boleh, tapi aku mau ganti nama panggilan aku ," Fika mengejutkan kedua sahabatnya.

" Ganti nama panggilan?" Dhita dan Puri bersamaan.

" Iya mulai sekarang kalian panggil aku Rena ya.. " Fika mengangkat alis kanan kirinya bergantian, lalu tersenyum.

" Iya deh.... Fika... eh Rena... " ucap kedua sahabatnya bersamaan pula.

Kemudian mereka tertawa bersama.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!