NovelToon NovelToon

Takdir Cinta Mafia

Awal kehidupan

Kehidupan seorang Mafia yang kejam, sadis dan mempunyai banyak musuh. Hidup hanya seorang diri di istana yang penuh dengan kemewahan, ia adalah seorang Edgar Dale Nichols.

Orang tua Edgar sudah meninggal karena kecelakaan. Di rumahnya ada banyak bodyguard, security, dan pelayan. Edgar mempunyai kelompok mafia bersama 2 temannya yang bernama HEREWOLF.

Pekerjaan Edgar, Bara dan Ernest yaitu melakukan penjualan senjata Ilegal di berbagai kota bahkan negara.

Mereka bertiga sudah melewati masa sulit bisnis gelap, hingga akhirnya mereka berhasil.

**

Malam hari dengan cuaca yang sangat dingin karena hujan turun membasahi ibu kota Jakarta. Di sebuah komplek yang hanya di huni oleh satu rumah besar berwarna hitam mewah.

Sebelum masuk ke dalam sana, ada gerbang yang tinggi, besar menjulang ke atas. Terdapat satu pos keamanan yang di dalamnya ada beberapa security berjaga 24 jam, halaman rumah yang sangat luas, di tengahnya air mancur, berbagai macam mobil sport terparkir di dalam garasi.

Saat ini ada seorang pria yang sedang telponan dan duduk di ruang kerjanya yaitu Edgar Dale Nichols.

"Apa barang yang di kirim semalam sudah sampai?" tanya Edgar kepada orang yang berada di seberang telpon.

"Sudah bos aman, baru tadi sore

tiba di kota H." Jawab bawahannya yang saat ini sedang bertugas mengantar kiriman senjata Ilegal ke kota itu.

"Oke." Edgar mematikan telponnya, dan memasukkan ponsel ke dalam sakunya.

Beberapa saat kemudian Edgar memutuskan untuk keluar dari ruang kerjanya. Berjalan dengan tegak, pandangan yang lurus ke depan.

Terdapat beberapa pelayan yang melihatnya langsung menunduk hormat. Edgar berjalan melewati beberapa pelayan itu lalu menuju kamar utamanya yang terletak di lantai atas.

Kamar yang penuh dengan warna hitam dan barang-barang mewah didalamnya.

Tentunya tempat yang nyaman untuk seorang Edgar Dale Nichols beristirahat.

Edgar membuka jasnya lalu menggantung di lemari khusus, kemudian ia berjalan ke arah ranjangnya dan menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang dengan kasar.

"Akhirnya barang itu sampai juga, setelah berbagai macam drama razia." Gumamnya, diiringi ketawa yang kecil.

Edgar menatap ke arah langit-langit kamar. "Besok aku pergi kemana? Coffe shop?" Gumamnya lagi. "Sungguh membosankan." Mulai memejamkan matanya, lima menit kemudian ia memasuki alam bawah sadar.

**

Waktu pagi tiba, sinar matahari sudah memasuki jendela kamar. Seorang pria yang masih betah di dalam selimut tebalnya, begitu nyenyak ia tertidur. Sehingga menghiraukan matahari pagi yang menyapanya, setengah jam kemudian pria itu bangun.

Edgar membuka matanya sambil menguap. "Ah rasanya enak sekali." Menggeliat lalu menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan.

Sejenak Edgar berdiam diri untuk mengumpulkan nyawa. Beberapa menit kemudian ia pergi ke kamar mandi dan berendam di bathtub. Cukup lama ia berendam akhirnya keluar dengan handuk yang melingkar di pinggangnya. Kemudian berjalan menuju lemari pakaian.

Setelah mengenakan pakaian, ia berjalan ke arah kaca besar di dekat jendela kamarnya.

Edgar berdiri di depan kaca sambil merapikan bajunya. "Huh kemana aku hari ini?" sejenak memandangi wajahnya yang sangat tampan. Ia beranjak ke lemari parfum, meraih salah satu parfum favoritnya lalu menyemprotkan ke pakaian dan lehernya.

Setelah selesai, Edgar pun keluar dari kamarnya menuju meja makan.

Tiba di ruang makan, ia sudah di sambut oleh kepala pelayan(pak Adit) yang ada disana. Kepala pelayan menarik kursi untuk Edgar. "Selamat pagi Tuan."

Tanpa menjawab apapun Edgar langsung duduk lalu mengambil ponsel yang ada di sakunya dengan tangan kiri.

Pelayan 1(Bi Ratih) berjalan menuju meja makan sambil membawa kopi susu hangat lalu meletakkan di depannya. "Silahkan Tuan." Ucapnya, beranjak pergi.

Edgar mengambil gelas kopi susu hangat itu lalu meminumnya.

"Ekhem..." Edgar berdehem memberi kode agar kepala pelayan mendekatinya.

Kepala pelayan pun berjalan mendekatinya dan berdiri di samping.

"Segera siapkan mobil untukku, setelah sarapan aku ingin pergi." Perintahnya lalu meminum kembali kopi susu hangatnya.

Kepala pelayan mengangguk. "Baik Tuan." Beranjak pergi meninggalkan ruang makan, dan menuju garasi mobil.

Sejenak Edgar memainkan ponselnya sambil menunggu makanan datang.

Pelayan 1 berjalan ke arah Edgar lalu meletakkan piring yang berisi roti di depannya.

"Selamat makan Tuan...." Ucapnya, membungkukkan setengah badan lalu pergi.

Edgar meletakkan ponselnya, kemudian mengambil roti itu lalu memakannya. 20 menit kemudian ia pun selesai makan. Tangan kanannya mengambil tissue yang ada di samping lalu membersihkan mulutnya dan membuang tissue itu di atas piring.

Edgar mengambil kembali gelasnya lalu meminum kopi susu hangat itu hingga habis sambil menunggu kepala pelayan datang.

Edgar sangat menikmati kopi susu hangat yang ada di tangannya sambil melihat ke arah ponsel.

Terlihat dari kejauhan kepala pelayan sedang berjalan ke arahnya.

Kepala pelayan berdiri di samping Edgar "Permisi Tuan.... mobilnya sudah siap." Ucapnya sambil menunduk.

Edgar meletakkan kembali gelas kopi susu hangat itu di atas meja, lalu beranjak dan pergi meninggalkan ruang makan. Ia berjalan keluar diiringi oleh kepala pelayan yang ada di belakangnya.

Mereka berdua sudah berada di teras, Edgar pun berjalan ke arah mobil sport miliknya yang sudah terparkir di sana.

Mobil sport yang berwarna hitam pekat.

Kepala pelayan menghentikan langkahnya dan berdiri disamping mobil Edgar. "Maaf Tuan, apa hari ini anda pergi sendiri? Karena Pak Eri (supir) sedang tidak ada." Jelasnya.

"Ya, aku pergi sendiri!" jawab Edgar sambil memegang handle pintu lalu membukanya. Ia masuk ke dalam dan kembali menutup pintu mobilnya.

Edgar menurunkan kaca mobilnya hingga setengah. "Kalau ada yang mencari ku, katakan saja aku tidak ada di rumah!" perintahnya.

"Baik Tuan..." Ucap kepala pelayan. "Hati-hati di jalan." Sambungnya sambil membungkukkan setengah badannya.

Edgar menaikkan kembali kaca mobilnya dengan cara menekan salah satu tombol yang ada di samping pintu mobilnya. Ia memasang seat belt lalu menghidupkan mesin mobil dan AC nya. Ia mulai menjalankan mobilnya hingga keluar dari halaman rumah yang sangat luas itu.

Seorang pria berbadan besar dan juga tinggi berlari ke arah kepala pelayan yang ingin masuk ke dalam rumah.

"Pak....." Panggil Bodyguard 2 (Jhon), membuat kepala pelayan menghentikan langkahnya. "Bos mau pergi kemana?

saya lihat tadi bos pergi sendiri." Tanya Bodyguard 2, karena dari dalam pos keamanan ia melihat Edgar menyetir mobil sendiri tanpa seorang supir.

"Saya juga tidak tahu Tuan Edgar mau pergi kemana." Jelas kepala pelayan. "Saya masuk dulu ya." Beranjak meninggalkan Bodyguard 2.

Seseorang menepuk bahu Bodyguard 2. "Kenapa kau ada disini?" tanya Bodyguard 1 (Baron) yang dari garasi mobil.

"Aku tadi melihat bos pergi sendirian. Aku pikir hari ini bos ada keperluan, tapi ku rasa tidak." Ucap Bodyguard 2.

"Pak Eri sedang tidak ada, makanya bos menyetir sendiri." Jelas Bodyguard 1.

"Kenapa bos tidak menghubungi kita untuk menyetir? Apa bos ada keperluan sendiri?" tanya Bodyguard 2.

"Ku rasa begitu, yang penting standby saja dulu. Kapanpun bos pasti menghubungi kita." Jawab bodyguard 1.

Bodyguard 1 dan Bodyguard 2 kembali ke pos keamanan. Walaupun di rumah Edgar banyak bodyguard tetapi yang paling di perlukan Edgar hanya mereka berdua.

...-First time saya membuat cerita seperti ini, maaf jika dalam penulisan banyak kekurangan...

...- Jika suka dengan ceritanya, jangan lupa dukung terus karya ini dengan cara like, vote, gift dan favorit. Terimakasih...

...⚠️author yang sama dari tiktok‼️...

...Bersambung.............

Yang tidak di duga

Kini mobil Edgar sudah menyusuri jalanan kota. Di tengah perjalanan tiba-tiba ponselnya bergetar.

Drett.... Drettt.... Drettt......

Edgar mengambil ponsel dari dalam sakunya dan langsung menyambungkan ke audio connectivity mobil.

"Ini aku Bara!" ucapnya di sebrang telpon.

"Ada apa?" tanya Edgar.

"Kau dimana? Apa kau sedang di jalan?" tanya Bara asal menebak.

"Ya di jalan! Kenapa?" Edgar fokus menyetir sambil melihat ke kaca spion sampingnya.

"Kemana? Apa kau mau pergi ke markas?" tanya Bara lagi.

"Tidak... Aku mau pergi ke coffe shop."

"Aku ikut, jemput aku dan Ernest di markas." Perintahnya dengan santai di sebrang telpon sana.

"Berani-beraninya menyuruhku untuk menjemput kalian." Ucap Edgar dengan nada sedikit tinggi.

Bara terkekeh mendengar ucapan Edgar. "Tidak, bukan begitu. Mobil yang ada di markas...." Jelasnya terpotong.

"Aku segera kesana!" Edgar mematikan sambungan telpon, dan kembali meletakkan ponsel ke dalam sakunya.

Bara Terkekeh. "Dia itu sangat aneh. Walaupun dia kesal dan nada tinggi tapi tetap mau menjemput ke markas." Menggelengkan kepala.

Edgar mulai melajukan mobilnya, tiba-tiba ada seseorang yang lewat menyebrang jalan. Membuat Edgar langsung menginjak remnya dengan cepat.

Ciiiiittttt........

karena mobil Edgar terlalu kencang sehingga suara ban mobilnya terdengar, bahkan berbekas di tanah aspal. Membuat orang yang ada di depan mobilnya terkejut.

Edgar memukul stang mobil. "Sial." Ia melepaskan seat belt lalu pergi keluar.

Terlihat ada seorang wanita yang sedang terduduk di depan sana.

Edgar menutup pintunya dengan keras. Lalu mendekat ke arah wanita itu. "Apa kau buta?" teriaknya. "Bisa-bisanya kau nyeberang tanpa melihat kiri kanan, kalau ku tabrak mati kau!" sambungnya kesal.

"Jika kau tidak bisa menyeberang jalan tidak usah pergi kemana-mana!!!"

Wanita itu memberanikan diri untuk mendongakkan kepalanya menatap Edgar.

"Ma....maaf saya kira tadi tidak ada orang, dan saya juga tidak melihat ada mobil anda. Mungkin karena anda terlalu laju membawa mobilnya." Jawab Moon Ae-ri.

Wajah Edgar seketika berubah. Ia langsung menarik tangan wanita itu lalu membawa ke kursi belakang mobilnya dan menghempaskan badannya ke kursi itu.

"Aw." Aeri meringis kesakitan.

"Apa kau menyalahkan ku hah? Jelas-jelas yang nyeberang tidak menggunakan mata itu kau" maki Edgar sambil menuding kan jari telunjuk ke dahi Aeri.

"Maaf bukan itu maksud saya....." Menundukkan kepalanya karena takut dengan laki-laki yang ada di hadapannya.

"Apa kau mau mati?" Edgar menarik satu alisnya. "Biar ku bunuh sekarang juga." Teriaknya.

Aeri menggelengkan kepalanya. "Tidak."

Edgar menarik bagian belakang kepala Aeri. "Aku lihat...." Ucapnya, empat mata itu pun bertemu. "Kedua bola mata mu masih utuh ya?" menyeringai. "Apa aku perlu menghilangkan kedua bola mata itu sekarang juga?" mengencangkan tarikannya.

"Asal kau tahu, aku tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menghilangkan dua bola matamu itu." Ucap Edgar membuat Aeri merinding mendengarnya.

Aeri memegang tangan Edgar. Ia berusaha melepaskan tarikan Edgar, tidak terasa air matanya turun. Karena menahan sakit akibat tarikan yang sangat keras.

"Sepertinya kedua matamu itu sudah tidak berguna lagi." Edgar menatap tajam ke arah Aeri. "Kau seperti orang yang buta padahal mempunyai sepasang bola mata."

"Maaf saya salah...... Jangan lakukan apapun." Teriak Aeri sambil menggelengkan kepalanya.

Edgar melepaskan tarikannya lalu mencekik leher Aeri. "Jangan karena kamu seorang wanita lalu aku akan kasihan kepada mu!! Jangan mengharapkan itu."

Kedua tangan Aeri berusaha melepaskan tangan Edgar yang sedang mencekik lehernya.

"Aku peringatkan padamu, dengar baik-baik!!! Jangan pernah muncul lagi di hadapan ku, jika kau masih ingin hidup dengan tenang." Perintah Edgar lalu melepaskan tangannya dari leher Aeri.

Uhuk... Uhuk.... Uhuk......

Aeri terbatuk-batuk sambil memegang lehernya yang sudah memerah.

Edgar mendekatkan wajahnya "Kau tidak tuli kan? Ingat itu!" menarik paksa tangan Aeri dan mendorong tubuhnya keluar dari mobil, sehingga badan Aeri terpental di atas aspal jalanan.

Aeri menundukkan kepalanya sambil menangis. "Kenapa takdir hidupku begitu buruk?" Batinnya.

Menatap Edgar yang mulai berjalan menuju kursi kemudi. "Baru kali ini aku bertemu dengan seorang laki-laki yang seperti itu." Gumamnya sambil merapikan rambut.

**

"Pagi-pagi aku sudah sial!!" kesal Edgar, ia beranjak pergi meninggalkan Aeri sendirian.

melangkahkan kakinya ke arah kursi kemudi, dan masuk ke dalam.

Edgar pun memasang seat belt. dan menatap tajam ke arah wanita yang ada di depan mobilnya. "Wanita itu....." Gumamnya dengan tatapan tajam.

Edgar menginjak gas dan melajukan kembali mobilnya dengan suasana hati yang sangat buruk.

Sepanjang perjalanan Edgar ngedumel. Tidak terasa mobilnya sudah memasuki kawasan markas terlihat ada pos keamanan yang selalu berjaga. Edgar segera memasuki halaman markas dan memarkirkan mobilnya.

Markas HEREWOLF terletak di tengah hutan, tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam kawasan markas itu. Karena banyaknya petugas keamanan dan juga beberapa beberapa bawahan yang di perintahkan nya untuk menjaga markas HEREWOLF , karena Edgar memiliki banyak musuh dan musuhnya itu ada dimana-mana. Kapanpun mereka bisa menyerang HEREWOLF.

Jarak dari rumah Edgar ke markasnya tidak terlalu jauh.

Markas yang sangat besar dan juga mewah. Hampir semua isi yang ada di dalamnya itu berwarna hitam pekat. Dengan halaman yang sangat luas, bermacam mobil sport terparkir di tempat khusus, kolam renang yang luas, ruangan untuk olahraga,dan ruangan billiar.

Tetapi Edgar jarang tidur di markas itu, ia tetap tidur di rumah utamanya. Yang tidur di markas adalah Bara dan Ernest, mereka dulunya sahabat Edgar di masa SMA.

Edgar keluar dari dalam mobil dan membanting pintunya dengan kasar.

"Hari ini adalah hari yang sangat buruk bagiku." Gumam Edgar sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam markas.

**

Di sisi lain.....

Saat ini Aeri masih terdiam duduk di pinggir jalan karena benar-benar ketakutan gara-gara ucapan Edgar tadi.

Aeri seperti orang yang sedang linglung, tidak percaya dengan kejadian yang baru saja dia alami.

"Apa laki-laki tadi gila? Bisa-bisanya memperlakukan wanita seperti itu." Gumamnya, dengan kepala yang menunduk.

Aeri mengelus lengan kirinya. "Semoga aku tidak bertemu dengan laki-laki itu lagi." Ucapnya. "Yang ada nanti aku yang menjadi gila."

Ketika Aeri sedang asik melamun, tiba-tiba ada seseorang menepuk bahunya dari arah samping.

"Hey.... Apa yang sedang kau lakukan disini?" tanya orang itu.

Aeri tersadar dari lamunannya lalu menoleh ke arah sumber suara. "Hah? Tidak ada kok." Tersenyum. "Tadi kaki ku keseleo." Ucapnya berbohong sambil menyentuh kaki kirinya, agar Al tidak curiga kepadanya.

Al menyentuh kaki bagian kiri. "Yang mana sakit? Di sini?" tanyanya sambil meraba-raba kakinya dengan cara menekan.

"Tidak usah, aku sudah mendingan kok." Aeri melepaskan tangan Al dari kakinya.

Al menatap Aeri, ia merasa tidak enak atas sikapnya tadi. "Maaf aku tidak bermaksud apa-apa...."

"Aku hanya....." Sambung Al terpotong.

Aeri terkekeh. "Tidak apa-apa kok." Tersenyum. "Terimakasih ya."

"Baguslah kalau memang sudah tidak apa-apa." Ucap Al. "Ayo kita berangkat kerja, nanti telat."

"Kenapa kamu jam segini baru berangkat kerja? Biasanya juga lebih awal datangnya." Tanyanya heran, Al selalu datang lebih awal ke tempat kerja.

"Hahaha iya tadi itu aku mengerjakan sesuatu terlebih dulu, makanya sedikit terlambat." Jelas Al, ia beranjak sambil mengulurkan tangan kanannya ke Aeri.

Aeri terdiam dan menatap tangan Al yang ada di hadapannya. Tanpa banyak bicara, Al menurunkan sedikit badannya sehingga wajah mereka berdua sangat dekat, membuat Aeri menelan ludahnya.

"Wajahnya sangat dekat." Batin Aeri dengan mata yang tidak berkedip.

Al meraih tangan Aeri dan menggenggamnya sambil tersenyum. "Ayo." Ajaknya. Empat mata itu bertemu dan bertahan beberapa detik.

"A...Ayo" ucap Aeri tergagap, ia pun berdiri.

Mereka berdua melangkahkan kaki menuju tempat kerja.

Aeri adalah seorang anak yatim piatu, bekerja di sebuah coffe shop yang terkenal banyak pengunjung nya. Dan Al adalah teman kerjanya di coffe shop itu.

Aeri dan Al sudah berada di tempat kerja dengan wajah Aeri yang masih linglung.

Al menepuk bahu Aeri. "Apa kamu baik-baik saja?" Tanyanya. "Aku perhatikan daritadi kamu seperti orang yang sedang ada masalah."

Aeri tersadar. "Hah? Tidak ada."

Al menatap Aeri dengan teliti. "Kamu sakit ya? Wajah kamu terlihat pucat."

Aeri menyentuh wajahnya dengan kedua tangan. "Tidak, aku tidak sakit."

"Tapi...." Ucap Al terpotong.

"Aku pergi ke dapur dulu ya." Aeri tersenyum lalu beranjak pergi meninggalkan Al.

Al menatap kepergian Aeri sambil geleng-geleng. "Apa dia membohongi ku? Padahal terlihat jelas wajahnya pucat." Gumamnya. "Kenapa dia tidak mengambil cuti saja untuk hari ini?"

Aeri memasukkan tas nya ke dalam lemari khusus. "Aku sangat takut jika bertemu dengan laki-laki itu lagi." Batinnya.

"Aeri." Panggil seseorang. Membuat Aeri tersadar dari lamunannya.

"Apa kau baru datang?" tanya temannya.

"Iya nih." Jawab Aeri tersenyum. "Aku kesana dulu ya." Sambungnya, lalu berjalan ke arah pembuatan minuman.

"Ada apa dengan hari ini? Kenapa aku begitu sial." Batin Aeri.

...- First time saya membuat cerita seperti ini, maaf jika dalam penulisan banyak kekurangan...

...- Jika suka dengan ceritanya, jangan lupa dukung terus karya ini dengan cara like, vote, gift dan favorit. Terimakasih...

...Bersambung.............

Markas HEREWOLF

Edgar berjalan masuk ke dalam markasnya, terlihat dari kejauhan sudah ada Bara dan Ernest yang sedang duduk bersantai di ruang tengah dengan tangan memegang gelas kecil yang berisi Wine.

Bara

Ernest

Edgar masih memasang wajah yang kesal. Ia berjalan ke arah mereka berdua. Dan menjatuhkan tubuhnya di atas sofa dengan kasar. Ia merebut gelas kecil dari tangan Bara lalu meraih botol Wine dan menuangkan di gelas itu.

"Eh gelas ku." Ucap Bara menatap kesal ke arah Edgar.

Edgar tidak menghiraukan Bara, ia meneguk minumannya kemudian meletakkan gelas kecil itu dan bersandar di sofa.

Ernest menatap Edgar lalu Bara. "Sepertinya suasana hati dia sedang kacau." Terkekeh sambil minum. "Apa kau sedang mempunyai masalah?"

"Hahaha iya terlihat jelas dari wajahnya." Sahut Bara.

"Wanita sialan." Gumam Edgar sambil mengacak-acak rambutnya.

Bara menatap Ernest dengan kaget lalu menatap ke arah Edgar. "Wanita? Wanita siapa yang kau maksud?" mengambil botol Wine lalu menuangkan ke dalam gelas dan meminumnya.

"Apakah kau bertemu dengan seorang wanita yang cantik di pagi ini." Ledek Bara.

"Hahaha mau secantik apapun wanita di luar sana, bagi Edgar hanyalah biasa." Sahut Ernest. "Bukan begitu Edgar?"

"Dia tidak begitu cantik!" jawab Edgar. "Jadi gini, waktu aku dalam perjalanan ke sini tiba-tiba ada wanita nyeberang, hampir ke tabrak mobilku! Sayangnya tidak ketabrak, reflek ku injak rem." Sambungnya dengan wajah yang makin kesal karena mengingat kejadian tadi.

Ernest yang mendengar itu tiba-tiba terkekeh.

Edgar menatap tajam ke arah Ernest. "Apa ada yang lucu?"

"Tentu saja tidak ada." Ernest meminum lagi minumannya.

"Terus bagaimana dengan wanita itu?" tanya Bara tiba-tiba.

Edgar kembali bangun lalu mengambil botol Wine dan langsung meminumnya.

"Lupakan saja! Aku tidak ingin mengingat kejadian itu, yang ada darah ku naik." Ucap Edgar.

Ernest beranjak pergi ke dapur untuk mengambil beberapa botol Wine lagi yang ada di kulkas khusus penyimpanan minuman beralkohol.

"Kapan kita pergi ke coffe shop?" tanya Bara yang duduk di sampingnya.

"Nanti dulu lah, kepala ku sedang pusing gara-gara tadi." Edgar beranjak pergi meninggalkan Bara yang ada di ruang tengah.

Bara menatap Edgar yang mulai menaiki tangga. "Kau mau kemana? Apa tidak jadi pergi?" teriaknya.

"Aku mau berendam." Teriak Edgar dari atas tangga. Ia berjalan menuju kamarnya yang ada di lantai 2.

Kamar mereka bertiga ada di lantai atas. Mereka mempunyai kamar masing-masing yang khas dengan warna hitam.

Ernest datang dengan beberapa botol alkohol yang ada di tangannya. Ia duduk di samping Bara sambil celingak-celinguk. "Edgar mana?" tanyanya sambil membuka tutup botol Wine.

"Berendam katanya." Bara merebut botol Wine yang ada di tangan Ernest lalu menuangkan ke gelas dan meminumnya.

"Apa tidak jadi pergi ke coffe shop?"

Bara hanya mengangkat kedua bahunya.

"Sudah lama aku tidak minum kopi, karena keseharian ku hanya minum ini." Ernest mengangkat botol alkohol sambil terkekeh lalu bersandar di sofa.

"Iya sama." Sahut Ernest.

**

Edgar sedang berada di kamar mandinya yang lumayan luas, dan mewah. Tidak kalah dengan kamar mandi yang ada di rumah utama.

Saat ini kondisi hatinya benar-benar tidak baik.

"Gara-gara wanita itu, aku menjadi tidak mood untuk pergi kemana-mana." Gumamnya. "Seketika darahku mau mendidih."

Edgar mulai melepaskan bajunya lalu berdiri di bawah shower, diam sejenak merasakan air yang mengalir di badannya.

"Ah ini sangat enak."

***

Di ruang tengah dengan botol Wine yang masih di tangan mereka berdua.

"Apa Edgar ada bercerita tentang wanita yang ia temui tadi?" tanya Ernest penasaran.

Bara menatap Ernest. "Tidak ada, dia tidak bercerita apapun." Jawabnya.

"Apa Edgar masih lama berendam?" tanya Ernest lagi. "Kalau gitu kita tunggu saja dia di ruang khusus." Sambungnya.

Ruang khusus adalah tempat penyimpanan senjata mereka, sekaligus tempat untuk membicarakan bisnis senjata ilegal mereka. Atau bahkan membicarakan misi-misi mereka bertiga.

Ernest beranjak. "Kau datangi kamar Edgar dan suruh dia secepatnya ke ruang khusus." Pergi meninggalkan ruang tengah sambil membawa satu botol Wine.

Bara juga beranjak dari ruang tengah dan berjalan menuju kamar Edgar.

Sesampai di depan kamar Edgar. Bara mencoba ketuk pintu tetapi tidak ada jawaban sama sekali, ia memutuskan untuk masuk dan ternyata kamarnya tidak di kunci.

"Sepertinya dia masih berada di dalam kamar mandi." Gumam Bara. Ia berjalan ke arah kamar mandi Edgar.

***

Edgar di bawah shower menghabiskan waktu sekitar 15 menit lalu beranjak pergi ke bathtub untuk berendam sejenak.

Beberapa menit Edgar berendam, tiba-tiba ada suara ketukan.

Tok... Tok... Tok ...

"Apa kau masih lama?" teriak Bara dari luar kamar mandi.

"Sebentar lagi." Teriaknya dari dalam

"Okay, kami tunggu di ruang khusus." Bara beranjak pergi keluar kamar.

"Aaaarrrggghhhh.... belum juga lama aku berendam."

Beberapa menit kemudian Edgar pun selesai. Ia keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melingkar di pinggang lalu menuju lemari pakaian yang ada di kamar itu.

Memasang baju dan celana. "Ini sangat enak." Gumamnya, berjalan ke arah penyimpanan jam tangan.

Menatap sejenak jam tangan yang tersusun rapi. Setelah itu mengambil salah satu jam tangan yang bewarna coklat.

Edgar melangkahkan kakinya menuju cermin besar dan berdiri di depan cermin itu. Sejenak memandangi wajahnya sambil memasang jam tangan dan merapikan bajunya. "Berendam adalah hal yang membuatku sangat nyaman selain tidur."

Setelah itu Edgar keluar dari kamarnya dan menuju ruang khusus yang di maksud Bara tadi.

Edgar mulai menuruni anak tangga dengan pelan sambil melihat ke setiap sudut ruangan markas.

"Kemana keamanan? Apa mereka tidak berjaga di pintu belakang?" berjalan ke arah ruang khusus. "Seharusnya aku pasang cctv juga di dekat ruang khusus." Berdiri di depan ruangan itu.

Klekkkk.....

Edgar membuka pintu ruang khusus lalu berjalan menuju kursi bagian tengah. samping kiri sudah ada Ernest dan samping kanan Bara dengan botol Wine yang ada di tangannya.

Edgar menarik kursinya lalu duduk sambil menatap tajam ke arah mereka berdua. "Untuk apa kalian menyuruhku ke ruangan ini? Apa ada pembicaraan yang penting?"

"Bagaimana pengiriman barang itu?" tanya Ernest.

"Aku dengar ada penyelidikan. Apakah barang itu itu sudah tiba disana?" tanya Bara juga.

Beberapa hari yang lalu mereka mengirim barang senjata ilegal, tetapi Bara mendapatkan kabar bahwa ada penyelidikan di setiap perbatasan.

Sementara barang yang mereka kirimkan itu jumlahnya lumayan besar. Kalau sampai terkena razia maka kerugian mereka juga lumayan besar.

"Aman!" jawab Edgar. "Baru sore semalam

tiba ke kota itu." Sambungnya lagi.

"Baguslah kalau begitu." Sahut Ernest.

"Kira-kira ada berapa barang lagi yang akan di kirim?" Bara meneguk minumannya.

"Masih banyak, karena ada di beberapa kota yang masih penyelidikan dan hampir ketahuan." Jelas Edgar sambil menuang Wine di gelasnya.

"Oh iya nanti sore kita akan mendapatkan kiriman dari kota Z." Ucap Bara.

"Kiriman?" Ernest menatap Bara dan Edgar. "Memangnya kiriman apa?"

"Tidak ada, Kita mendapatkan berbagai macam jenis alkohol secara gratis." Jawab Bara sambil terkekeh.

"Ku pikir apa." Ucap Ernest. "Jadi atau tidak pergi ke coffe shop?" tanyanya yang sudah tidak sabar ia ingin bersantai diluar markas.

Edgar hanya diam tidak menjawab apapun.

"Aku sudah lama tidak minum kopi." Bara beranjak dari kursinya, begitu juga dengan Ernest , sementara Edgar masih duduk.

Bara menoleh Edgar. "Apa kau tidak jadi pergi ke coffe shop?" melangkahkan lagi kakinya keluar ruangan.

Edgar pun beranjak dan berjalan duluan melewati Bara dan Ernest. "Ya! Aku sudah lama tidak bersantai-santai."

Mereka bertiga sudah keluar dari ruangan itu lalu berjalan keluar markas dan menuju garasi mobil yang letaknya di bawah.

Terlihat jelas banyak mobil-mobil mewah mereka yang terparkir disana.

Edgar melihat satu persatu mobil yang ada di sana. "Mobil apa yang bagus?"

Padahal semua mobil yang ada di sana bagus semua.

Ernest mengambil salah satu kunci mobil lalu berjalan ke arah mobil sport berwarna hitam pekat. "Yang itu saja." Menunjuk mobil itu.

"Siapa yang akan menyetir?" tanya Bara sambil berjalan menuju mobil sport yang di tunjuk oleh Ernest tadi.

"Tentu saja kau." Sahut Edgar, menyusul mereka berdua.

...- First time saya membuat cerita seperti ini, maaf jika dalam penulisan banyak kekurangan...

...- Jika suka dengan ceritanya, jangan lupa dukung terus karya ini dengan cara like, vote, gift dan favorit. Terimakasih...

...Bersambung................

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!