NovelToon NovelToon

Sepasang Mantan

1

Stella menatap risau kearah jarum jam yang terus bergerak ke kanan, seperti malam malam sebelumnya, dengan sabar dia menanti kepulangan sang suami, walaupun sesudah suaminya datang, laki laki itu langsung tertidur tanpa menyapa nya terlebih dahulu, bahkan beberapa minggu terakhir Alex pulang dalam keadaan mabuk.

Pada awalnya semua terasa indah dan membahagiakan, bahkan tak lama setelah pernikahan, kehamilan Stella menjadi kabar yang sangat membahagiakan, karena posisi Alex sebagai anak lelaki satu satunya, tentu tumpuan harapan sebagai penerus keluarga berada di pundaknya.

Tak mengherankan jika kedua mertuanya begitu tulus memperhatikan kondisi kehamilannya, tak pernah sedetikpun Stella di biarkan kelelahan, Stella seperti seorang ratu di rumah mertua nya, karena dirinya tengah mengandung calon penerus kerajaan bisnis perhotelan milik keluarga Geraldy.

Yah pernikahan dua insan ini adalah buah dari perjodohan yang di gagas kedua orang tua mereka, persahabatan kedua orang tua merekalah yang membuat mereka berdua terikat.

Stella putri satu satunya keluarga William dan Alexander putra satu satunya keluarga Geraldy, pernikahan yang sempurna menurut orang orang yang yang hanya melihat dari kulit luarnya saja.

Namun pada kenyataannya tak semudah bayangan, Alex begitu tertekan dengan keinginan papanya, terus terang jika disuruh memilih, Alex lebih suka menjadi atlet basket nasional, dari pada menjadi penerus keluarga.

Dahulu semasa Masih di Intenasional Senior High school, Alex dan Stella telah saling mengenal, Alex berada di tingkat akhir dan Stella baru kelas 1, bahkan keduanya sama sama mewakili sekolah di kejuaraan nasional antar sekolah, bedanya Alex bersama tim basketnya, sementara Stella mewakili cabang taekwondo.

Perkenalan mereka terbilang cukup unik dan berkesan, kemudian dekat karena sama sama di karantina, agar bisa berlatih dengan keras, bayangkan saja, jam 6 pagi mereka harus sudah berada di sekolah untuk memulai sesi latihan pagi, sementara jam belajar normal dimulai pukul 9, untunglah Internasional School tempat mereka belajar, menyediakan asrama bagi siswa sekaligus atlit yang akan mewakili sekolah dalam ajang nasional.

Para pelatih mengkarantina mereka semua agar lebih disiplin, dalam hal waktu dan peraturan. ada pembatasan jam malam, dan hanya hari minggu mereka diizinkan pulang ke rumah.

Hari itu, Stella tergoda ajakan Nindy untuk menyaksikan konser Lady Naga, hingga membuatnya terlambat kembali ke asrama, Stella mengendap endap di pinggir pagar asrama, berharap tidak ada security yang memergokinya, bukannya apa apa, di titik titik tertentu ada CCTV yang selalu mengintai.

Ketika Stella sedang waspada mengendap endap, tiba tiba wajahnya disergap dengan jaket dari arah belakang, firasat Stella mengatakan bahwa orang yang menyergapnya adalah laki laki, karena perbedaan tinggi, dan struktur otot lengan yang kini tengah Stella genggam.

Dengan satu gerakan cepat, Stella menyodok perut pria itu menggunakan siku nya, hingga dia memekik terkejut, dan ketika Stella akan melanjutkan dengan tendangan pria itu pun bersuara.

"Stop!" pekik nya dengan kedua tangan terangkat keatas.

Stella yang terkejut, seketika menghentikan gerakannya.

Pria yang kini tengah berbaring di rerumputan nampak meringis kesakitan seraya memegangi perutnya. "Hei ... kenapa kamu begitu mengerikan," pekik pria itu dengan kesal. "Padahal aku hendak menyelamatkanmu, karena beberapa langkah ke depan, wajahmu akan terekam di kamera CCTV." ucap pria itu penuh pembelaan.

Stella mendelik kaget mendengar pengakuan pria itu, "mm ... maaf, itu hanya reflek alami tubuhku ketika mendapat serangan." Stella berusaha menjelaskan situasinya.

Kemudian gadis itu berlutut, dan dengan iba menyentuh perut pria itu, "sakit sekali yah?"

Alex bersungut sungut, kemudian bangkit berdiri "Iya, sakit sekali, aku yakin musuhmu akan langsung roboh setelah merasakan ini,"

Stella hanya menunduk karena merasa bersalah, "maaf ... " ucapnya sekali lagi.

"Kamu Stella kan?" pria itu menebak.

"Kok tahu namaku?" Tanya Stella terkejut.

"Aku kan juga sudah sebulan tinggal di asrama ini, dan aku sudah hafal seluruh penghuni asrama, termasuk kamu," Alex masih mengelus perutnya yang sakit, bedanya kali ini dia mengangkat kausnya hingga menampakkan perutnya yang rata, ternyata bekas sodokan Stella berakhir memar di perutnya.

Stella yang melihat hal itu, segera menurunkan ranselnya, kemudian merogoh merogoh mencari sesuatu, tak lama dia mengeluarkan kantong kresek, dan mengambil selembar koyo yang baru saja ia beli di apotik ketika perjalanan kembali ke asrama.

"Maaf kalau tidak keberatan, aku akan menempelkan ini, aku juga sering mengalami memar ketika berlatih atau bertanding, dan akan membaik setelah menggunakan koyo ini" Stella menjelaskan.

Dan Alex mengangguk begitu saja.

"Ngomong ngomong, aku Alex, kapten tim basket," Pria itu memperkenalkan diri di sela sela kegiatan Stella menempelkan koyo di perutnya.

Stella pun mengulurkan tangannya, "Stella, dari tim Taekwondo." Alex pun menyambut uluran tangan tersebut.

"Ngomong ngomong kamu kelas berapa?" Tanya Stella.

"Kelas 3."

Alex menjawab santai.

Kedua mata Stella membola, kedua telapak tangannya menutup mulutnya yang otomatis terbuka, "OMG ... maaf kak, aku gak tahu," Stella meminta maaf dengan perasaan malu dan rasa bersalah yang luar biasa.

"Gak papa, santai aja, namanya juga baru kenalan," Alex menanggapinya dengan senyum. "Ayo aku tunjukkan, jalan pintas sekaligus titik buta masuk ke asrama."

Dengan patuh Stella mengikuti langkah Alex, menuju ke selatan gedung asrama, dan benar saja, pagar disana terlihat mudah untuk di panjat, "bisa memanjat kan?" tanya Alex.

Stella mengangguk, "Bisa kak, ini cukup mudah," Stella melemparkan ranselnya ke sisi dalam pagar, kemudian mengambil beberapa langkah mundur, dan dengan tiga langkah cepat, Stella dengan tubuh rampingnya, mampu memanjat pagar, dan turun dengan sempurna.

Hal itu cukup membuat Alex terbelalak kaget, belum pernah ia menyaksikan gerakan lompat pagar segesit itu, apalagi di lakukan oleh seorang gadis, namun Alex tak punya banyak waktu untuk berpikir, dia pun dengan segera memanjat dan berhasil turun dengan aman.

Nafas keduanya turun naik tek beraturan, namun senyuman bahagia tergambar dengan jelas.

Tiba tiba.

"Siapa di sana?"

Nampaknya seorang security tengah berkeliling memeriksa keadaan, dengan cepat Alex mendorong tubuh Stella ke gudang di dekat pagar, agar mereka terlindung.

Meooooong ... meoooong ... meooooong ...

terdengar suara kucing bersahutan, "Aaaahhh kucing rupanya, kirain ada apa," gerutu security tersebut.

Kemudian terdengar langkah kaki yang kian menjauh, Alex dan Stella yang semula menahan nafas kini mulai bernafas lega, kembali mereka tertawa cekikikan.

"Thanks ya Kak?" ucap Stella.

"Hmmm ... " Alex menjawab singkat, "Lain Kali kalau mau kabur, bilang aja, aku temenin, sekalian aku juga keluar."

Stella nampak berpikir sejenak, "Baiklah, tapi sepertinya dalam waktu dekat aku belom ada rencana keluar sih," Jawab Stella.

"Tak masalah, kapanpun kamu butuh bantuan atau partner untuk kabur, aku siap membantu," Alex mengerlingkan matanya.

Stella hanya menanggapi nya dengan senyuman, mereka pun berpisah menuju kamar masing masing, setelah sebelumnya bertukar nomor ponsel.

Stella tersadar dari lamunannya, ketika mendengar suara mobil memasuki Halaman rumah nya, rumah yang ia tempati, setelah menikah dengan Alex.

Buru buru ia berjalan ke arah pintu dan membukanya, benar saja suaminya kini tengah di papah oleh Dimas, asisten sekaligus sopir ketika Alex sedang mabuk.

"Maaf Nyonya, tadi saya sudah berusaha melarang Tuan untuk minum, tapi Tuan tidak menghiraukan larangan saya," Dimas meminta maaf pada istri tuannya tersebut.

Tanpa bicara, Stella mengambil alih tubuh Alex yang bahkan sudah tak mampu berdiri sendiri, Kemudian memapahnya.

"Biar saya saja nyonya," Dimas tampak iba melihat tubuh ramping Stella yang nampak kewalahan memapah Alex yang memiliki postur tubuh lebih tinggi dan gagah.

"Ga papa, kamu pulanglah, ini sudah malam, bawa saja mobil tuan, besok pagi pagi kemarilah sebelum kekantor," perintah Stella pada asisten suaminya tersebut.

"Baik nyonya, selamat malam," Dimas pun pamit.

"Hati hati Dimas," Dimas mengangguk dan berlalu pergi.

Butuh tenaga Ekstra untuk membawa Alex menuju kamar mereka, syukurlah kamar mereka bukan berada di lantai 2, jadi dengan mudah Stella membantu Alex berjalan menuju ke kamar.

Sesampai nya di tempat tidur, Stella kesulitan memposisikan dirinya, Dan tubuh mungilnya pun terhimpit dibawah tubuh Alex.

Tak disangka, Alex tiba tiba membuka mata, tanpa bicara dia mencium bibir Stella, dan Stella hanya bisa pasrah manakala Alex mulai mempermainkan lidahnya di sana, Stella dapat merasakan pahit dari alkohol yang di minum suaminya tersebut, namun sebisa mungkin dia mencoba memberikan apa yang di inginkan suaminya.

Setelah beberapa saat, mereka pun saling melepaskan Hasrat, setelah Lebih dari 2 minggu pria itu tak menyentuhnya, karena selalu pulang dalam kondisi mabuk.

Stella termenung menatap langit langit kamar, sementara Alex sudah tertidur lelap setelah aktivitas mereka beberapa saat lalu, lengan pria itu memeluk erat pinggangnya, "Kak ... apa sebenarnya yang sedang terjadi, kenapa kakak tiba tiba berubah begini," Stella berucap lirih, telapak tangannya membelai lembut pipi suaminya tersebut, terlihat jelas guratan lelah disana.

Suara tangisan membuyarkan lamunan Stella, pelan pelan dia melepaskan pelukan suaminya, dan berjalan kekamar mandi sebelum menghampiri putranya.

Sesampainya di sana Kevin sudah duduk dan menanti kehadirannya, "Sayang bayi nya mommy, haus?" Bayi berusia 12 bulan itu pun mendesak masuk kepelukan sang mommy, dengan sabar Stella memberikan Asi nya, diusapnya kepala putranya tersebut, tak lama ia pun ikut terlelap bersama Kevin putra sulungnya.

2

Stella terbangun dini hari ketika suara tangis putra bungsunya menggema, dengan mata masih berat dan terasa pedih, Stella bangkit dan memindahkan Kevin ke box bayinya, kemudian menghampiri box bayi milik Andre, ditimangnya bayi tampannya tersebut, kemudian dia kembali memberikan Asinya untuk Andre putra bungsunya.

Yah, Stella dan Alex memiliki sepasang anak kembar laki laki, dengan demikian tugas Alex memberikan penerus keluarga sudah terlaksana.

...****************...

Jam tujuh Stella kembali terbangun, suara Alex terdengar dengan jelas di ruang tengah.

Setelah membersihkan diri, dilihatnya Andre tengah berdiri di ujung tempat tidurnya. begitu melihat kedatangan sang mommy, bayi kecil itu berceloteh bahagia.

"Bagaimana kalau kita mandi dulu?" ujarnya ketika Membawa Andre kepelukannya.

Andre seolah faham maksud dari kata kata mandi, dia pun berceloteh bahagia.

Stella mengisi bathtub dengan air hangat, sambil menunggu air cukup untuk berendam, satu persatu di lepasnya pakaian Andre, kemudian dibawanya bayi mungil itu ke dalam bathtub.

Andre sangat menikmati ketika sedang berendam di bathtub, perlu usaha ekstra keras jika ingin membawa bayi itu menghentikan aktivitas mandi nya.

Sesuai dugaan, Andre menangis keras ketika Stella membawanya keluar dari kamar mandi, bayi kecil itu bahkan tampak merajuk ketika Stella memakaikan minyak telon dan baju.

Akhirnya setelah beberapa saat berjuang dengan kerewelan yang nyaris terjadi setiap hari, Stella membawa Andre keluar kamar, disana Alex tengah menemani Kevin bermain.

Alex begitu menyayangi kedua putranya, setiap akhir pekan selalu dia habiskan untuk menemani kedua putra mahkotanya tersebut untuk bermain, bahkan Andre yang selalu rewel ketika mandi bersama mommy, justru sebaliknya jika dia mandi bersama Alex.

Stella membawa Andre bergabung bersama Alex dan Kevin.

Alex mendaratkan kecupan di pipi Stella, begitu istrinya ikut duduk di sampingnya.

Ibu dua anak itu tersipu malu mendapat perlakuan manis dari sang suami.

"Kenapa tak membangunkanku?" Tanya Stella.

"Justru Kevin yang membuatku tebangun dengan suara tangisnya,"

"Benarkah, rupanya aku tak mendengar apa apa," ujar Stella.

"Kulihat kamu sedang menyusui Andre, jadi aku tak tega membangunkanmu," Alex mengelus punggung tangan istrinya, tak bisa di pungkiri, sejak dahulu hingga sekarang, sikap pria itu selalu manis terhadap Stella, hal itulah yang membuat Stella begitu mencintai suaminya, bahkan dengan mudah, Stella melupakan perasaannya pada mantan kekasihnya dahulu.

"Mau sarapan? aku akan siapkan buah,"

"Iya, aku mau juice saja,"

"Baik lah, tunggu sebentar,"

Stella pun beranjak menuju dapur, "Apa nyonya mau sarapan sekarang?" Tanya bi Nela ART yang sejak setahun lalu membatunya.

"Tidak bi, nanti saja, bibi sarapanlah dulu,"

"Baik nyonya,"

Stella mulai memilih beberapa buah dari kulkas, kemudian mencucinya dengan air mengalir.

Karena Alex tidak suka juice yang di campur gula, jadi Stella menghancurkan buah tersebut menggunakan slow juicer, agar cairan buah yang dihasilkan benar benar maksimal dengan rasa asli buah tanpa pemanis tambahan.

Alex tersenyum melihat isi gelasnya, kali ini Stella memberinya juice dengan tiga warna berbeda dalam satu gelas, entah bagaimana caranya Stella membuat juice tersebut menjadi 3 lapisan warna berbeda.

"Thank you mya dear," Ucap Alex ketika menerima juice nya.

"Kenapa belum bersiap kerja?" Tanya Stella.

"Hari ini aku sengaja tidak ke kantor, ingin libur, hanya nanti sore ada janji dengan Klien,"

Stella mengangguk.

Dan Alex pun menepati janjinya, sepanjang Hari dia menghabiskan waktu liburnya bermain bersama kedua putra mahkotanya, bahkan Alex dengan sabar membuat kedua anaknya tertidur pulas dalam pelukannya.

Usai mandi sore, pria itu pun bersiap, kemeja non formal dan jeans menjadi pilihannya, "Kenapa pakai baju non formal?"

"Karena ini sudah diluar jam kantor, rasanya lebih nyaman pakai baju seperti ini," Alex beralasan.

Ting

Sebuah notifikasi pesan masuk ke ponsel pria itu, sekilas Stella membaca nama pengirimnya, Anindita...

Deg ...

Tiba tiba perasaan tak enak menyeruak, mendadak ia merasa gelisah, dan rasa curiga tumbuh di hatinya.

Bahkan ketika Alex berpamitan, kemudian mencium keningnya, ia merasa tak rela lelaki itu keluar dari rumah, namun tak berani berucap.

Selama dua tahun usia pernikahan mereka, Stella merasa nyaman membagi kisah nya pada Alex, namun sebaliknya Alex sangat tertutup, jarang sekali bercerita tentang dirinya, apa yang dia rasakan atau apa yang dia inginkan.

Hampir tengah malam, ketika Alex kembali kerumah, dengan wajah kusut, dan penampilan yang sudah acak acakan, tak tercium bau alkohol seperti hari sebelumnya, namun Stella bisa menebak bahwa pria itu sedang dalam masalah berat.

Alex meletakkan ponsel, jam tangan dan kunci mobil nya begitu saja di walk in closet, kemudian merangkak naik ke tempat tidur tanpa mengganti pakaiannya.

Sikap Alex membuat Stella semakin gelisah, firasatnya kali ini mengatakan Alex sedang tak baik baik saja.

Stella yang hanya pura pura tidur, menunggu beberapa saat sampai suara nafas Alex naik turun teratur.

Setelah dirasa aman, Stella pun bangkit menuju walk in closet, entah sedang beruntung atau kebetulan, ponsel suaminya masih dalam kondisi terbuka.

Dengan perasaan berdebar, Stella membuka aplikasi pesan di ponsel Alex, tepat sekali dugaannya, nama Anindita ada di baris pertama chat, Kedua telapak tangan Stella bergetar hebat, namun dia memberanikan diri membuka pesan tersebut.

Aku sudah sudah tiba -Anindita-

Tunggu sayang, 20 menit lagi aku tiba -Alex-

Kini bukan hanya tangan Stella yang bergetar hebat, namun seluruh tubuhnya pun mendadak lunglai terduduk di lantai, air matanya mulai berlomba turun dari kelopak matanya, sakit sungguh hatinya sakit bagai di tusuk dengan ribuan jarum, cinta yang selama ini ia siram ternyata tak mendapat balasan.

Selama dua tahun usia pernikahan, tak sekalipun Stella maupun Alex saling mengucap kata cinta, rasa cinta yang Stella miliki pun, hanya ia simpan untuk dirinya sendiri, karena Stella berpikir Alex memiliki perasaan yang sama, mengingat bagaimana selama ini pria itu selalu bersikap manis terhadapnya.

Stella masih terduduk di sudut Walk in closet.

Dengan tekad dan keberanian besar, Stella kembali melanjutkan membaca chat suaminya dengan wanita bernama Anindita tersebut, semakin di baca hati Stella semakin hancur, setiap kata sayang dan cinta yang dia baca, membuat pecahan hatinya terasa berubah menjadi serpihan hingga berakhir menjadi debu.

Melihat riwayat Chat sepasang kekasih tersebut, barulah Stella menyadari bahwa keduanya sudah berhubungan jauh sebelum Alex menikahi Stella.

Rupanya gadis itulah yang selama ini dicintai suaminya, gadis itu pula yang menjadi alasan Alex sering melompat keluar pagar asrama.

Sakit hati, marah, sedih, kecewa, itulah yang kini Stella rasakan, ternyata mencintai dengan setulus hati sungguh menyakitkan baginya, tak pernah terbayangkan olehnya, bahwa sikap manis Alex selama ini, hanya untuk menutupi hubungan gelapnya dengan sang kekasih.

Stella melangkahkan kakinya ke kamar mandi, kemudian menyalakan shower dan membiarkan seluruh tubuhnya basah oleh air dingin, Stella menangis tanpa suara, menumpahkan segala rasa sedih dan kecewanya, hingga entah berapa lama dia membiarkan tubuhnya dihajar dinginnya air, kini ia mulai menggigil, namun tak dihiraukannya, rasanya ini tak seberapa dibandingkan rasa sakit yang tengah ia derita.

3

Ruang makan siswa usai latihan pagi.

Stella membawa nampan berisi makanan miliknya, ke sebuah meja di sudut ruangan, dia sedang ingin sendiri karena harus belajar untuk ulangan di jam pertama, Stella nampak sibuk dengan buku yang ada dihadapannya, tanpa peduli suara ramai di sekitanya, bahkan ia sengaja menutup telinganya dengan headphone agar konsentrasinya tak terganggu.

Stella terkejut, ketika tiba tiba di hadapannya ada nampan milik orang lain yang hanya berisi 3 buah apel dan segelas fresh milk.

Stella menengadahkan wajahnya, Alex yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya nampak tersenyum kearahnya.

"Boleh bergabung, temanku temanku sudah sarapan duluan,"

"Boleh banget kak," jawab Stella.

Alex pun duduk dihadapan Stella, namun gadis itu nampak tidak terganggu dengan kehadiran Alex, dia kembali membaca bukunya, Alex pun tak terlalu peduli dengan apa yang dilakukan Stella, dia hanya sibuk mengunyah apel sementara matanya terus mengawasi apa yang dilakukan Stella.

Sadar tengah di perhatikan, Stella pun mengangkat wajahnya, "Ada apa kak?"

"Kalau kamu begini terus, kapan sarapanmu selesai?, 30 menit lagi sekolah di mulai,"

Stella melongok jam di pergelangan tangannya, betapa terkejutnya ia manakala melihat jarum panjang sudah bertengger di angka 7, sementara sarapannya nyaris belum di sentuh.

Stella pun melepas headphone dan menutup bukunya, kemudian mulai makan dengan terburu buru, "Pelan pelan saja makannya," tutur Alex.

Gadis itu pun menurut, dan mulai mengunyah makanannya perlahan. "good girl," Alex mengacungkan jempol nya, "ada ulangan?" Tanya Alex.

Stella yang tengah sibuk mengunyah, hanya mengangguk, "Jam pertama," jawabnya setelah makanannya masuk ke tenggorokan.

"Kakak hanya sarapan itu?" stella menatap nampan milik Alex, yang hanya berisi apel dan segelas fresh milk.

"Pencernaan ku hanya bisa menerima ini setiap pagi," jawabnya.

Stella mengangguk faham, mereka pun menyelesaikan sarapannya tanpa berbincang lagi, Setelah selesai Stella dan Alex pun beranjak meninggalkan meja makan, syukurlah keduanya sudah memakai seragam lengkap jadi tak perlu kembali lagi ke asrama.

Sampai di depan ruang makan, Alex berbisik di telinga Stella, "Sore nanti aku keluar, apa kamu mau ikut keluar?"

Stella terbelalak, bagaimana bisa mereka memiliki rencana yang sama, baru saja Stella hendak mengatakan keinginannya, dan Alex bahkan sudah mengatakan nya lebih dulu.

Stella mengangguk sebagai jawaban.

"Oke, pulang sekolah di tempat kemarin yah," Ujar Alex.

"Oke kak,"

Stella tersenyum lebar, kemudian mereka pun berpisah jalan, Stella keruangan kelas 1 dan Alex ke ruangan kelas 3.

Begitulah hari hari mereka, usai latihan pagi, sarapan dan bersiap ke sekolah, tentu membosankan, sudah jadi rahasia umum, tahu sama tahu, jika para siswa yang di karantina sering melompat keluar asrama, dan menjadi kesepakatan tak tertulis untuk tidak saling melaporkan atau buka suara. toh pelakunya bukan hanya satu atau dua orang, tapi hampir semua.

Aaaahh dasar anak muda, tak bisa di beri aturan, prinsip mereka adalah, aturan itu dibuat bukan hanya untuk di patuhi, tapi juga untuk di langgar.

Begitu pun Alex dan Stella, setelah tak sengaja bertemu di luar gerbang asrama, dan kedua kalinya mereka janjian, ketiga dan seterusnya seakan menjadi candu bagi mereka, padahal mereka hanya bersama ketika keluar pagar, kemudian berpisah di persimpangan sesuai tujuan masing masing, tak ada yang kepo ingin bertanya, kamu mau apa, atau kemana, atau bertemu siapa, itu terserah seolah olah tak ingin mencampuri privasi masing masing.

...✨✨✨...

Baru beberapa saat yang lalu Stella berusaha memejamkan mata, dari depan terdengar suara mobil Alex, Stella pun beranjak pergi dari kamar yang ia tempati bersama Alex, kini dia muak dengan suaminya, bahkan jijik membayangkan dirinya berbagi tempat tidur dengan Alex.

Setelah malam sebelumnya Stella mendapati fakta menyakitkan, semangat hidupnya seolah pudar begitu saja, Stella merasa cinta dan perhatian nya selama ini tak pernah dihargai, bahkan mungkin selama ini Alex tak mengharapkan keberadaan nya, sungguh hatinya terasa sakit jika mengingatnya.

Stella sengaja memeluk salah satu putranya, kemudian berpura pura terlelap, suara pintu kamar dibuka jelas masih terdengar di telinga nya.

Dengan langkah pelan Alex masuk ke kamar, Penampilannya sudah tidak serapi ketika dia berangkat kerja pagi tadi, kini kemejanya sudah acak acakan, lengan nya sudah di gulung hingga ke siku, dan dasi sudah menggantung tak beraturan.

Netranya menatap hampa kearah tempat tidur, rasanya aneh bila sepulang kerja ia tak melihat Stella di tempat tidur mereka, 'pasti sedang di kamar si kembar' pikirnya.

Benar saja, ketika ia membuka pintu penghubung kamar mereka, Alex mendapati Stella sedang tertidur memeluk Andre, Alex duduk bersila di lantai, kedua telapak tangannya menyangga wajahnya, lama ia menatap wajah wanita yang sudah 2 tahun ini mendampingi dirinya.

Stella seperti medan magnet yang sangat kuat, hingga mampu menariknya semakin dekat, bahkan ketika kedua orang tua nya menjodohkan nya dengan wanita ini, Alex hanya mengangguk setuju, ia sendiri tak pernah tahu kenapa ia bisa menyetujui perjodohan tersebut, padahal ia memiliki gadis lain yang sangat ia cintai.

Namun jika harus memilih, dia tak ingin kehilangan Stella, tapi bila harus merelakan kekasihnya ia pun tak sanggup, Alex mengakui dirinya sungguh egois, padahal ketika ia menikah dengan Stella, gadis itu berbesar hati meninggalkan kekasihnya, hingga kini Alex masih terus dihantui perasaan berdosa pada istrinya.

Alex menggendong Andre ke pelukannya kemudian memindahkan putra kecilnya itu ke box bayi, setelah memastikan putranya aman, Alex ikut berbaring di sisi istrinya, entah mengapa hari ini perasaannya tak enak, dipeluknya wanita itu erat erat, walaupun ia belum mampu menghadiahkan cinta untuknya, namun Alex sungguh sangat menyayangi istri dan anaknya.

Tak lama Alex pun ikut terlelap, tapi tidak dengan Stella, jika selama ini dia sangat menikmati pelukan suaminya, kali ini tubuhnya seakan menolak, perasaannya untuk pria itu tak lagi sama, Stella benar benar menahan dirinya untuk tidak membalas pelukan Alex, bahkan setelah Alex terlelap Stella memilih kembali kekamar mereka dan tidur seorang diri.

Keesokan paginya, Aktivitas kembali berjalan seperti biasa, walaupun rasa sakit masih mendera hati dan perasaannya, tapi Stella masih menyiapkan segala kebutuhan suaminya, baju kerja dan sarapan pagi, hanya bedanya, tak ada lagi senyum yang menghiasi wajahnya, atau bahkan sapaan lembutnya ketika Alex bergabung di meja makan, semuanya datar, dengan malas Stella menghabiskan sarapannya, karena ini satu satunya waktu terbaik sebelum si kembar bangun, karena jika mereka bangun, Stella bahkan tidak lagi memiliki waktu untuk sekedar menikmati makanan.

"Apa kamu sakit?" Alex bertanya khawatir, karena sikap istrinya tak seperti hari hari sebelumnya, pria itu meletakkan punggung tangannya di kening Stella, 'tidak demam' pikirnya.

"Tidak, aku baik baik saja," Stella menepis tangan Alex.

Entah mengapa Alex tak suka ketika Stella menepis tangannya. "Tidak, aku tahu kamu tak baik baik saja, ada apa hem?" Alex mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada istrinya.

Stella mengembuskan nafasnya pelan, "baiklah jika kamu memaksa, aku akan mengatakannya," Stella kembali meletakkan sendoknya di piring, kemudian dia mengepalkan tangannya dibawah meja, "Ayo kita berpisah,"

Duaaaarrrr ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!