NovelToon NovelToon

Maduku ternyata Readerku

Kamu berbohong mas

POV 1

"Tidak, tidak," kataku tak percaya.

Air mataku meluncur bebas saat melihat sebuah status wa di ponselku, aku melihat seorang wanita cantik tengah mengandung dengan lelaki yang mencium perutnya.

Aku melihat dengan cermat wajah si lelaki yang sangat familiar bagiku. Alisnya, senyumnya, matanya, bibirnya, semua sama persis dengan Cello suamiku.

Berkali kali aku melihat foto itu bahkan aku menyamakan dengan foto Cello suamiku dan memang persis sekali.

Apa mungkin Cello memiliki saudara kembar? atau orang lain yang persis Cello? atau memang itu adalah Cello? entahlah aku sendiri juga bingung bin heran.

Aku sungguh tak tau, pernikahanku dengan Cello perasaan baik-baik saja, tak ada masalah bahkan Cello sangat menyayangiku

Dengan pikiran yang berkecamuk aku menghubungi ponsel suamiku namun tidak dijawab.

Aku kembali melihat foto yang tadi aku screenshoot beharap aku salah lihat namun foto itu sangat mirip dengan Cello suamiku.

"Apa ini benar kamu mas," kataku yang masih percaya.

Hatiku sangat sakit, apa benar wanita itu dia? dia pernah bilang padaku kalau suaminya adalah orang Surabaya dan juga seorang Dokter bedah, apa Cello yang dimaksud olehnya?

Aku berharap suaminya bukan suamiku, aku tak sanggup jika benar terjadi, tapi bagaimana dengan foto itu?

Arrrggggg, aku yang tak tenang mengambil tas milikku dan pergi ke rumah sakit dimana Cello bekerja namun setibanya di rumah sakit perawat bilang kalau Cello off hari ini.

Tubuhku seperti disambar petir, satu kebohongan Cello mulai kutemukan.

"Kenapa kamu bohong mas?" kataku dengan mata yang mulai membasah.

Rasa takut perlahan menghampiri diriku, aku takut dia menduakan aku, aku takut dia memiliki wanita lain, aku takut, takut dan takut.

Aku yang penasaran meminta ijin untuk ke ruangan kerja Cello barangkali ada sesuatu yang bisa aku temukan di sana namun suster tidak mengijinkan karena melanggar aturan.

"Saya mohon suster?" pintaku.

Mau nggak mau suster pun mengantarku ke ruangan Cello.

Aku menggeledah ruangan Cello tapi aku tidak menemukan apa-apa. Hanya foto pernikahan kami yang aku lihat di mejanya.

"Sudah ketemu?" tanya Suster.

"Nggak ada sus," jawabku.

Aku mencoba menenangkan diri dengan mengambil nafas dalam-dalam dan melepaskannya.

**********

Aku terdiam di depan teras rumah, pikiranku traveling kemana-mana, aku sungguh tak menyangka kalau reader yang telah aku anggap sebagai saudara ternyata berfoto mesra dengan suamiku layaknya suami istri.

Apa memang mereka suami istri? kepalaku semakin berdenyut memikirkannya.

Malam sekali Cello baru pulang, aku yang masih terjaga menyambut kedatangan suamiku.

"Baru pulang mas?" tanyaku.

"Iya sayang, ada kecelakaan dan harus dioperasi," jawab Cello berbohong.

Aku tersenyum kecut, aku tau kali ini dia tengah berbohong.

"Aku tadi ke rumah sakit," ucapku.

Cello membolakan matanya, dia menatapku dengan lekat.

"Kamu ke rumah sakit? ngapain?" tanya Cello dengan kikuk.

"Mencari kamu mas," jawabku

"Tadi aku habis pulang ke rumah bunda dan lewat rumah sakit, ya sudah aku mampir untuk ngajakin kamu makan siang bersama tapi suster bilang kamu off hari ini," imbuhku dengan menatapnya.

Tatapanku kali ini bukan tatapan biasa seolah ingin protes pada Cello kenapa berbohong.

Seketika raut wajah Cello berubah saat tatapan kami bertemu.

"Memang aku off sayang tapi Dokter Faisal meminta aku menggantikan jadwal operasinya di rumah sakit Delta dan saat akan pulang ada pasien korban kecelakaan yang keadaannya sangat kritis jadi mau nggak mau kami melakukan operasi dadakan," jelas Cello.

Aku kini menatapnya ragu, apakah benar dia ada kerjaan di rumah sakit lain? atau tengah mengunjungi wanita itu?

Aku mencoba menahan gejolak di dalam dadaku, ingin sekali aku bertanya langsung siapa wanita hamil yang ada di status tersebut, tapi aku tidak mau gegabah dan ingin mencari tau kebenarannya sendiri.

"Ya sudah mas, sana mandi bau banget lo," kataku sambil menutup hidung.

"Mandi berdua yuk, sumpah aku kangen banget sama istriku ini." Tangannya turut memencet hidungku.

"Udah jangan gombal, sana mandi," timpalku kesal.

Aku menatap punggung Cello yang berjalan menuju kamar mandi, aku sungguh bingung. jika dilihat dari sikap Cello nampak kalau Cello begitu menyayangiku tapi ada hubungan apa Cello dengan wanita itu? kenapa di status itu, Cello nampak bahagia? bahkan melakukan gerakan yang seolah dia adalah suami wanita itu?

Air mataku merembes keluar, tak tahu harus bagaimana, hanya bisa berharap kalau semua baik-baik saja.

Saat bersamaan mataku melihat ponsel Cello yang tergeletak di meja, timbul niatan untuk mengeceknya.

Buru-buru aku mengambil ponsel suamiku sebelum dia selesai mandi dan segera aku mengecek aplikasi chatting miliknya.

Aku scrol sampai bawah tapi aku tidak menemukan nama perempuan yang asing di sana, semua nama nampak familiar bagiku hanya saja di urutan pertama ada pesan dari Dokter Faisal.

"sudah sampai rumah ya" begitu lah pesan yang dikirim dengan emoticon sedih.

Merasa tidak menemukan apa-apa, aku mengembalikan ponselnya di atas meja kembali.

"Tidak ada yang mencurigakan." Aku mengusap rambutku kasar, jika sikap dan ponselnya tidak ada yang mencurigakan lantas siapa pria di status readerku??

Tak berselang lama Cello keluar dengan handuk kimono miliknya.

"Apa yang kamu lamunkan Sayang?" Pertanyaan Cello membuyarkan segalanya.

"Ga ada Mas," jawabku.

Melihatnya yang hanya menggunakan handuk membuat pikiranku traveling kemana-mana, timbul sesuatu yang membuat aku menginginkan suamiku.

Aku menghempaskan rasa tak nyaman itu, ku dekati suamiku dan aku memeluknya dari belakang.

"Mas kamu nggak minta jatah, sudah tiga hari ini nggak bermain bersama," kataku dengan memeluk erat dirinya.

"Besok saja ya sayang, hari ini lelah sekali." Dia menolakku padahal aku tahu jika dia adalah tipe suami yang tidak pernah melewatkan kebutuhan biologisnya.

Perlahan aku melepas pelukanku, "Oh ya udah."

Tau aku kecewa, dia pun bertanya. "Apa kamu menginginkannya?"

"Nggak sih, heran saja dengan perubahan kamu."

Cello tersenyum lalu menciumi setiap jengkal wajahku. "Efek usia sayang."

Aku mengangguk, mungkin benar apa yang dikatakannya meski hatiku ragu akan hal itu.

Dia yang lelah mengajakku untuk tidur dan baru sebentar saja nafasnya sudah teratur itu artinya dia sudah terlelap.

POV 3

Aisyah dan Cello adalah pasangan suami istri yang menikah tujuh tahun yang lalu.

Mereka memiliki kehidupan yang harmonis tapi hingga saat ini Aisyah masih belum dikaruniai seorang anak, hal ini terkadang membuat Aisyah stres dan frustasi, dia takut kalau Cello meninggalkannya atau menjadikan wanita lain sebagai madunya.

Saat Cello berangkat kerja, Aisyah sendirian di rumah, sungguh hal itu membuatnya jenuh oleh sebab itu dia berkeinginan untuk bekerja.

Aisyah meminta ijin pada Cello untuk bekerja namun Cello tidak memperbolehkannya, dia meminta Aisyah untuk duduk diam anteng di rumah menunggunya pulang kerja karena menurut Cello hakekatnya kodrat seorang istri memang seperti itu.

Hingga suatu ketika Aisyah nampak sangat boring, seusai beres-beres rumah kerjaannya hanya rebahan seperti mak Mak pada umunya.

"Boring sekali," kata Aisyah.

Aisyah memainkan medsosnya tak sengaja dia melihat sebuah iklan novel dan dia mulai menginstal aplikasi novel tersebut.

Awalnya membaca sedikit dan membalik-balikan halaman namun ada sebuah novel yang membuatnya tak berhenti membaca hingga Aisyah mulia kecanduan novel digital.

Begitulah setiap hari kegiatan Aisyah di rumah selepas bersih-bersih dia merebahkan untuk membaca novel kesukaannya.

Dari membaca itulah dia memutuskan untuk menulis, kebetulan hobi Aisyah adalah menulis cuma orang tua Aisyah melarang Aisyah untuk mengembangkan hobinya, mereka menginginkan Aisyah bersekolah jurusan bisnis pada waktu itu

Setiap orang hanya berusaha tetap penentu dari segalanya adalah Tuhan yang Maha kuasa, setelah lulus kuliah Aisyah malah menikah dengan Cello yang merupakan seorang Dokter bedah, dia menyimpan rapi ijazah S1 bisnis dan Manajemen demi menyandang status istri dari Dokter Arcello Danuarta.

Awal menulis Aisyah masih belum mendapatkan pembaca, dia juga tidak memusingkan hal itu karena tujuannya menulis untuk menyalurkan hobinya bukan demi uang seperti penulis online pada umunya, baginya jika ada pembaca yang membaca tulisannya itu adalah bonus.

Sepuluh hari berlalu, siang itu Aisyah melihat novel yang dibuatnya mendapatkan komentar.

Meski hanya komentar lanjut, dia sangat bahagia sekali.

Aisyah mencoba membalas komen tersebut dia mencoba akrab dengan readernya yang baru satu biji.

Dari komen lanjut tersebut jadilah sebuah komen yang lucu, kebetulan cerita yang Aisyah tulis menceritakan sesosok pria yang sangat hangat, lembut, perhatian dan tampan plus seorang CEO perusahaan besar.

Aisyah menulis berbeda ceritanya, kebanyakan yang ditulis para Author kalo CEO perusahan itu pasti sombong, sedingin es dan tak suka senyum namun berbeda dengan CEO yang dia tulis.

"Aku sangat menyukai karakter Daffa, boleh ya aku bungkus Thor," sebuah komentar dari akun yang bernama Cilo.

Aisyah sangat senang karena reader yang awalnya hanya komen lanjut mau komen yang panjang.

"Enak saja, Daffa itu ayang beb aku." Aisyah membalas komen Cilo yang dibelakang ditambah emot tertawa.

Lama tidak ada balasan Aisyah menutup aplikasi dan mulai bersiap menyambut Cello pulang.

Bisa jadi dia selingkuh

Hari berlalu dengan cepat, novel yang Aisyah tulis ternyata memiliki banyak pembaca dan itu membuatnya sangat bahagia.

Aisyah berterima kasih pada readernya semua karena udah mau mendukungnya termasuk akun Cilo.

Aisyah dan akun Cilo kini tak hanya komunikasi dalam kolom komentar, Aisyah sengaja meminta nomor wa akun Cilo supaya mereka bisa saling dekat seperti kata pepatah tak kenal maka tak sayang.

"Nama yang bagus," puji Aisyah.

Pemilik akun Cilo bernama Citra, ya begitulah saat dia memperkenalkan diri pada Aisyah melalui pesan singkat yang dikirim lewat wa.

Semenjak saat itu, Citra menjadi bestie Aisyah. Layaknya seorang teman dekat, Citra selalu mensupport Aisyah, memberi dukungan pada Aisyah supaya tidak berhenti berkarya.

"Terima kasih Citra."

Aisyah begitu bahagia karena mendapatkan teman seperti Citra, tak pernah bertatap muka namun mereka sudah sangat dekat.

Lama saling kenal, kini hubungan mereka tak hanya sebatas Author dan Reader melainkan hubungan seorang teman meski hanya virtual.

Mereka bercerita banyak hal, mulai hobi, tempat tinggal dan keluarga masing-masing.

"Suamiku juga dari kota Surabaya," kata Citra.

"Benarkah?" tanya Aisyah antusias.

"Iya, dia seorang Dokter bedah di salah satu rumah sakit elite di sana," jawab Citra.

"Suamiku juga, dia juga seorang Dokter bedah."

Dia sangat senang siapa tahu suami mereka saling kenal dan kerja di rumah sakit yang sama pula.

Kebetulan yang tak disangka, sama-sama pecinta novel online, sama-sama suka bercanda dan sama-sama memiliki suami dokter.

Aisyah sangat bahagia karena dia dan Citra memiliki kesamaan dan itu menjadikan hubungan mereka semakin dekat lagi.

"Kita banyak kesamaan ya Citra."

**********

"Hari ini aku ada tugas keluar kota sayang." Dokter itu meminta ijin pada istrinya.

"Pulang jam berapa mas?" tanya Aisyah.

Cello nampak berpikir lalu dia menjawab pertanyaan sang istri. "Mungkin besok, nggak papa kan?"

Aisyah nampak melemas, padahal malam ini dia ingin bersama suaminya.

"Ya papa mas," jawabnya dengan melemas. "Aku ikut dong Mas."

Mendengar permintaan Aisyah membuat Cello memucat, bahkan dia terdiam sejenak memikirkan sesuatu.

"Aku kan kerja sayang, di luar kota aku ga punya ruangan pribadi loh, kamu nunggu dimana?" Cello berharap agar istrinya tidak ikut.

"Aku bisa nunggu kamu di mobil, janji nggak akan ngerepotin kamu." Wanita itu mengangkat kedua ibu jarinya dia terus membujuk sang suami agar mau membawanya.

Cello menghela nafas dalam-dalam, "Ya nggak bisa dong sayang, nanti aku malah ga fokus karena pasti bawaannya ingin nemuin kamu," ujarnya dengan tertawa.

Aisyah sungguh kecewa, dia merajuk agar sang suami berubah pikirkan.

"Kok marah sih sayang," godanya sambil mencubit hidung sang istri.

Tangan Aisyah segera menangkis tangan Cello, "Jangan gitu dong mas, nanti semakin ke dalam hidung aku," protesnya.

"La malah justru aku tarik biar mancung hidungnya," ucap Cello dengan tertawa.

Aisyah memeluk Cello dia sungguh gemas sekali dengan sang suami yang selalu menggodanya.

"Ya sudah aku berangkat dulu ya sayang."

"Hati-hati ya." Akhirnya wanita itu merelakan suaminya pergi meski berat.

Cello bergegas masuk ke mobilnya tak lupa dia melambaikan tangannya pada sang istri.

Selepas kepergian suaminya, Aisyah masuk ke dalam rumah.

Seperti biasanya Aisyah membuka aplikasi novel miliknya ternyata banyak sekali komentar dari reader tak ketinggalan komen dari Citra juga.

Puas membalas semua komen Reader, Aisyah melihat status wa salah satunya status dari Citra.

"Duh yang happy karena suaminya mau datang." Aisyah mengomentari status Citra.

"Hehe iya nih Aisyah, suami aku lagi otw. Rindu berat karena seminggu nggak ketemu," balas Citra.

"Memangnya nggak pulang setiap hari?"

"Enggak, dia repot dengan kerjaan," jawab Citra dengan emoticon sedih.

Citra dan Aisyah akhirnya saling curhat, Aisyah mengeluhkan suaminya yang sering keluar kota enam bulan terakhir ini, biasanya nggak pernah kalaupun iya dia selalu mengajak Aisyah turut ikut.

Citra hanya menanggapi curhatan Aisyah dengan emoticon sedih dan kata sabar. Berbeda dengan Aisyah, Citra tau kalau dirinya adalah istri kedua jadi dia tidak banyak protes pada suaminya.

Seusai chatting dengan Citra, Aisyah mencoba menghubungi suaminya namun panggilannya tidak dijawab sama sekali bahkan dua jam kemudian ponselnya tidak aktif.

"Selalu seperti ini," gerutu Aisyah.

Aisyah yang kesal meletakkan ponselnya, dia pergi ke bawah untuk makan.

"Masak apa bi?" tanya Aisyah pada bibi art.

"Ini non sayur asem, ikan pepes dan tempe mendoan," jawab bibi.

"Wah mantap bi," sahut Aisyah lalu mengambil piring dan langsung makan.

Aisyah makan dengan lahap bahkan dia nambah sampai dua kali.

"Sumpah bi enak banget," kata Aisyah sebagai mulut penuh makanan.

Seusai makan Aisyah mengambil baju Cello yang sudah disetrika oleh bibi.

Aisyah nampak mengerutkan alisnya karena suaminya memiliki baju baru lagi.

"Tiap pergi keluar kota pasti beli baju baru, apa baju yang aku bawakan kurang sehingga mas Cello beli baju lagi," gumam Aisyah.

Aisyah melipat kembali baju Cello lalu membawa baju-baju sang suami ke kamar.

Sesuai menata baju-baju di tempatnya Aisyah melihat ponselnya dan benar saja aja balasan dari Cello.

Cello bilang kalau dirinya telah sampai di luar kota.

"Call dong mas," balas Aisyah.

Lama Cello tidak membalas chat Aisyah padahal lagi online.

Aisyah yang kesal langsung saja melakukan panggilan telepon namun direject oleh suaminya.

"Sayang aku harus kerja dulu, bye," balas Cello untuk memutuskan chatingan mereka.

Aisyah yang kesal melempar ponselnya ke tempat tidur. Hal ini selalu Cello lakukan ketika berada diluar kota.

"Kamu selalu begini mas jika keluar kota," gumam Aisyah.

Air mata Aisyah merembes keluar, rasanya heran dengan sikap Cello yang seakan mengabaikannya.

Puas memikirkan Cello, Aisyah kembali menulis kali ini dia menulis tentang poligami, entah mengapa dia ingin sekali menuliskan kisah seorang istri yang dipoligami suaminya.

Saat ceritanya dia post, banyak komen yang membanjiri lapaknya namun hanya Citra yang absen, Aisyah cukup tau kenapa Citra absen hari ini.

Hingga larut, Aisyah masih saja menulis dia juga melupakan ponselnya yang dia lempar ke tempat tidur siang tadi.

"Lanjut besok lagi ah," kata Aisyah lalu menutup laptop miliknya.

Aisyah mengambil ponselnya dan mengecek namun tidak ada pesan masuk dari suaminya.

"Aneh kamu mas, dari siang hingga malam namun tidak sempat mengabari aku." Rasa kesal wanita itu kembali mencuat.

Tapi tak ada gunanya kesal toh Cello selalu seperti ini, meskipun hatinya dongkol namun Aisyah bisa mengabaikannya dan tidur.

Pagi menyapa dengan cepat, Aisyah melihat ponselnya lalu menghubungi sang suami namun lagi-lagi panggilannya tidak dijawab.

Aisyah yang kesal melempar bantal ke lantai, pikirannya sungguh kalut dan tak karu-karuan.

"Sabar Syah, tetap positif thinking," Aisyah mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Tak ada kegiatan, Aisyah menghubungi temannya dan mengajaknya untuk makan di luar daripada di rumah dia begitu stres memikirkan Cello suaminya.

"Kamu kenapa Aisyah?" tanya Diana.

Raut wajah Aisyah nampak tidak baik-baik saja, tentu hal ini membuat Diana cemas.

"Aku heran dengan mas Cello Din," jawab Aisyah.

"Kenapa?" tanya Diana lagi.

"Dia tuh sering pergi keluar kota, tapi saat di sana mas Cello nggak bisa sama sekali aku hubungi, dia juga nggak ngabarin aku, padahal dia online," jawab Aisyah.

Diana nampak mengerutkan alisnya.

"Aku rasa ada yang disembunyikan suami kamu Syah," kata Diana yang membuat Aisah menatapnya.

"Maksudnya?" tanya Aisyah.

"Entahlah aku sendiri juga nggak yakin, cuma kalau dia sering keluar kota dan nggak bisa kamu hubungi bisa jadi dia itu sama wanita," jawab Diana.

Aisyah nampak terdiam, apa mungkin suaminya selingkuh? tapi mas Cello sudah berjanji padanya kalau tidak akan selingkuh.

"Ini hanya praduga aku Syah, siapa tau aku salah," ujar Diana.

Aisyah mengangguk, dilema tengah merundung dirinya.

"Kalaupun iya jangan pernah gegabah jangan menuduh tanpa ada bukti yang jelas, kalau bisa kamu selidiki dulu," pesan Diana.

Tak seluas alasan kamu

"Kenapa sih mas, saat kamu di luar susah sekali aku hubungi? kamu dia sana ngapain saja? kalau pun ada kerjaan seharusnya malam bisa kan jika hanya sekedar menelpon aku? tapi kamu seakan nggak peduli sama aku yang disini nungguin kabar dari kamu."

Aku memberondongnya dengan banyak pertanyaan ketika dia baru saja masuk kamar. Aku tidak peduli dia lelah atau tidak yang aku tau dia sengaja mengabaikan aku saat berada di luar kota.

Cello menatapku lekat kemudian memelukku.

"Aku berada di luar kota mencari nafkah untuk kamu, bergelut dengan peralatan operasi, sekali salah nyawa orang menjadi taruhannya."

Perkataan lirihnya membuat segunung emosiku mencair, kenapa aku selalu lemah ketika dia memberikan alasan.

"Saat aku pulang, aku ingin bermanja-manja dengan kamu tapi kamu malah memberondong aku dengan banyak pertanyaan yang menyudutkan aku lalu aku harus bagaimana?"

Hatiku terasa ngilu mendengarnya, apa aku sejahat itu padanya? menuduhnya yang tidak tidak padahal jelas-jelas dia mengabaikan aku saat berasa di luar kota.

"Apapun yang aku lakukan di sana tak ada niat sedikit pun untuk mengabaikan kamu sayang hanya saja memang aku benar-benar lelah, tidakkah kamu lihat betapa lelahnya aku?" Dia menunjukkan raut wajah lelahnya.

Aku semakin bingung, hatiku tak menentu rasa kesal yang awalnya menggebu-gebu kini menguap begitu saja, malah kini yang muncul rasa kasian dan merasa bersalah padanya.

"Maaf mas," kemudian membalas pelukannya.

Dia mengabsen setiap jengkal wajahku, mulai mata, hidung, pipi dan bibir.

Aku pun sama mengabsen setiap jengkal wajahnya kemudian menatapnya dengan lekat.

"Maafkan aku mas, hanya saja aku tidak suka kamu abaikan, aku disini khawatir jika tidak ada kabar dari kamu." Mataku membasah, aku berharap dia mengerti.

"Iya, maafkan aku juga," sahutnya.

"Kamu sudah makan?" tanyaku.

"Belum, aku mau mandi dulu," jawabnya dengan tersenyum manis.

"Ya sudah sana mandi dulu." Aku sedikit mendorongnya.

Dia melepaskan jas yang dikenakannya, lalu pergi ke kamar mandi.

Melihat ponselnya yang tergeletak membuat aku kepo, kuambil dan kubuka ponselnya. Tak ada nama wanita asing tapi selalu dokter Faisal yang menduduki urutan pertama dan anehnya riwayat chat aku dihapus.

Aku melihat log panggilan tapi semua panggilanku juga dihapus, aneh sungguh aneh, apa yang terjadi.

Aku mengecek lagi dan aku menemukan panggilan tak terjawab dan panggilan masuk dari Dokter Faisal. Siapa sebenarnya dokter Faisal ini? kenapa dia sering menghubungi suamiku? apa memang urusan kerja atau yang lainnya?

Aku semakin bingung, ku coba mencari informasi lainnya namun aku tidak menemukan apa-apa. Akhirnya aku meletakkan ponselnya lagi di nakas.

Pikiranku berkecamuk tak karuan, aku yakin jika ada disembunyikan tapi aku tidak memiliki bukti.

"Ya Tuhan apa yang terjadi sebenarnya?"

Tak lama kemudian Celo keluar dengan membawa celana dan baju kotornya.

"Sayang ambilkan baju dong," katanya dengan manja.

Aku berjalan menuju lemari mengambil baju santai miliknya, saat ingin memberikan baju padanya ponsel Celo berbunyi nampak Dokter Faisal memanggil.

"Mas Dokter Faisal memanggil," kataku.

Seketika wajah Celo berubah, dia mengambil ponselnya dan lalu mengangkatnya.

"Halo dokter," sapa Celo saat mengangkat sambungan telponnya.

Celo menatapku yang berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri menerima panggilan.

"Baik Dok saya akan segera ke rumah sakit," kata Celo lalu mematikan saluran ponselnya secara sepihak.

Aku sudah memasang wajah cemberut pasalnya baru datang tapi dia sudah mau pergi lagi.

"Kerjaan lagi?" tanyaku.

Celo hanya mengangguk sedangkan aku membuang bajunya ke tempat tidur.

Aku duduk di sofa dengan wajah yang kesal, baru saja pulang kenapa bisa kerja lagi? apa begini kerja seorang dokter bedah? entahlah.

"Sayang, jangan cemberut dong, aku janji setelah kerjaan selesai aku akan segera pulang," bujuknya.

"Boong," sahutku dengan melemparkan tatapanku sembarang.

Celo menghela nafas lalu ikut duduk di sampingku.

"Sayang kamu kan tau profesi suami kamu ini adalah seorang dokter bedah yang jam terbangnya padat jadi aku mohon mengertilah," bujuknya.

"Aku sudah mengerti mas," kataku.

"Tadi dokter Faisal menelpon katanya ada pasien yang harus dioperasi," sahut Celo.

"Iya tau tapi kan akhir-akhir ini kamu selalu sibuk Lo mas, pulang larut dan sering keluar kota." Aku mengeluarkan uneg-uneg hatiku.

"Iya sayang maaf," ucapnya dengan memelukku.

Aku menangis dalam pelukannya, kesal dengan sikapnya yang seperti ini. Rasa cinta yang sangat besar membuatku tak berdaya ketika dia meminta maaf atas kesalahan yang selalu dia ulang terus.

"Kalau kamu nangis gini, aku nggak usah kerja saja. Biar dokter Faisal yang ngurusin pasiennya sendiri," katanya.

"Ya sudah," sahutku kesal.

"Ya udah kalau gitu aku tidur saja," ucapnya lalu melepaskan pelukannya dan pergi ke tempat tidur.

Dia meletakkan tangannya dia kepala, aku yang melihatnya tak tega, apa aku keterlaluan? tapi....

Ah, aku sungguh bingung.

Ku langkahkan kaki menghampirinya, aku menepuk bahunya dan ini membuatnya menatapku.

"Yok bobok bareng, daripada berkutat dengan alat-alat operasi mending tidur dengan kamu kan?" katanya dengan menepuk bantal sebelahnya.

"Ya sudah mas, sana berangkatlah," kataku lirih.

"Yakin? kamu nggak marah? aku paling nggak bisa jika kamu marah sama aku sayang," sahutnya.

"Nggak kok janji nggak akan marah," ucapku dengan mengangkat jari kelingking untuk janji.

Celo menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingkingku.

"Janji."

Setelah mendapat ijin dariku dia berangkat dengan senyuman yang mengembang.

"Assalamu'alaikum sayang." Dia mengucapkan salamnya padaku.

"Waalaikum salam mas," balasku lalu melambaikan tangan saat dia naik mobilnya.

Entah mengapa hatiku sungguh tak tenang, seperti ada yang mengganjal hatiku tapi aku tak tau itu apa.

Waktu berlalu dengan cepat, malam hari telah datang tapi Celo masih saja belum kembali.

Aku yang cemas mengubungi pihak rumah sakit untuk menanyakan suamiku dan resepsionis bilang kalau Dokter celo sedang ada jadwal praktek.

Aku mengerutkan alisku, ada jam praktek? bukannya jam sepuluh tadi dia ada kerjaan?

Kini aku pun bingung sendiri.

"Ya sudah sus, makasih," kataku lalu memutuskan sambungan telepon genggam milikku.

Di balkon kamar aku menatap langit dengan mata yang basah, aku yakin kalau ada apa-apa dengan Celo.

Entah nanti saat pulang apalagi alasannya.

Lama berdiam diri sambil menatap langit aku pun memutuskan untuk masuk namun saat membalikkan badan aku lihat mobil Celo memasuki halaman rumah.

Aku melihatnya dari atas balkon, lama sekali namun dia tak kunjung keluar dari mobil.

Aku bertanya-tanya dia ngapain diam di dalam mobil? apa dia ketiduran? atau kenapa?

Aku segara turun untuk mengecek, dia baik-baik saja atau kenapa? saat membuka pintu kulihat dia sedang asik telpon.

"Mas," panggilku.

"Saya rasa begitu saja ya dokter, maaf saya harus masuk rumah," katanya lalu memutuskan sambungan telponnya.

"Siapa?" tanyaku dengan berjalan mendekat.

"Ini sayang...." belum sempat melanjutkan kata-katanya aku memotong.

"Dokter Faisal kan?" kataku dengan penuh penekanan.

"Iya dia besok mengajak aku untuk mancing bersama," sahutnya.

"Mas besok hari libur lo, waktunya dengan aku tapi kamu mau keluar lagi, heran lama-lama aku dengan kamu," kataku dengan marah.

Aku berlari masuk ke dalam rumah, meninggalkannya yang masih di teras.

"Sayang," panggilnya lalu mengejar aku.

"Tunggu dong sayang, kamu nggak boleh gitu. Dokter Faisal itu direktur di rumah sakit, siapa tau dengan menemaninya mancung aku dapat promosi," jelasnya.

"Mas memangnya mau dipromosikan apa lagi? ahli bedah hewan dan manusia? atau ahli bedah Alien?" tanyaku dengan marah.

"Kamu kok gitu sih sekarang sayang," protesnya.

"Bukan aku tapi kamu, kamu tau nggak hutan itu udah luas, tapi tak seluas alasan kamu," ucapku.

"Terserah kamu mengijinkan atau enggak yang jelas aku akan berangkat besok titik," katanya.

Aku menangis di sofa, menyayangkan sikap suami aku yang terus saja begini terus saja mencari alasan untuk tidak di rumah.

Puas menangis aku kembali ke kamar, kulihat dia sudah tidur tanpa melepas pakaiannya kerjanya.

"Baiklah mas, akan aku ikuti alur kamu,"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!