Aku dan teman-temanku ingin mencari rumah untuk dijadikan basecamp tempat kami berkumpul dan bekerja.
Kenalkan namaku aca seorang desainer grafis yang bercita-cita mendirikan perusahaan kecil bersama teman-temanku. Ada Kris, Ana, Toby, Ambar dan Roy yang akan membantu bahu membahu mewujudkan mimpi bersama. Tetapi, tahap awal menemui jalan terjal.
Malam itu Kris telepon.
"Ca, gimana menurutmu rumah yang ku fotoin, keknya bagus dan cocok untuk usaha kita".
"mana? gaada tuh kiriman gambarmu". kataku bingung.
Kris pun bingung, kenapa gambar yang dia kirim tak ada, hanya hitam saja padahal dia sudah foto tempatnya.
akhirnya besoknya kami berencana untuk meeting disuatu cafe sambil ngopi.
ada yang merasa aneh dengan hal ganjil ini, apakah itu tanda bahwa kami tak boleh mendapatkan rumah itu? perdebatan berlangsung lama, ada yang setuju dan survey langsung kerumahnya. Ada yang ingin mencari rumah lain. Akhirnya kita sepakat untuk survei semua rumah yang akan kita jadikan basecamp itu.
keesokan harinya Toby dan Ana kerumahku dengan marah.
"Ada apa sebenarnya kenapa kalian datang dobrak pintu". Ucapku yang emosi bangun tidur.
"Kamu mimpi gak semalem ca?". kata Ana sambil memegang bahuku dengan tanggan yang dingin.
"Hah? mimpi apa? tidurku nyenyak. Sebenernya kalian berdua nih kenapa?".
"Ternyata hanya aku dan Ana yang bermimpi hampir serupa, ku telfon kamu berulang kali gak angkat Ca, padahal yang lain angkat. Kami berdua hanya khawatir". Kata Toby dengan pandangan yang resah.
"Sudahlah kita lupakan aja By, mungkin hanya mimpi biasa". Kata Ana menenangkan.
Tapi jadi aku yang gak tenang, aku ingin mereka menceritakan mimpinya tapi mereka gak mau, sangat menyebalkan.
Akhirnya tiba hari minggu kami janjian untuk survei bersama mencari rumah-rumah yang cocok. Satu per satu rumah sudah kami datangi tapi kami rasa lingkungannya tidak cocok dengan kami. Ada yang di tengah perkampungan yang jauh, ada yang jauh dari tempat membeli makanan, ada yang kamar tak ada kamar mandinya. sampai akhirnya kami datang kerumah terakhir yang sangat disukai Kris. Tapi karna penjaga rumah tak ada dan mendung kami memutuskan pulang dan mencari waktu yang tepat untuk survei kembali ke rumah itu. Sembari melihat lingkungan, dekat pertokoan, pasar dan fasilitas yang akan memadai jika kami jadi menjadikan rumah itu basecamp kami.
"Aku kok ngerasa gak srek ya sama rumah yang dipilih kris". Kata Toby
"Kenapa sih? mimpi ya mimpi kali By, ngapain serius amat". Roy menegaskan
"Yang penting tempatnya bersih aman, dah gitu aja gausa repot". Kata Ambar yang malas dengan perdebatan.
Aku masih penasaran mimpi apa yang dimimpikan Ana dan Toby. Karna dari kami ber enam yang paling peka adalah Ana dan Toby. tapi kenapa mereka merahasiakanya, membuatku penasaran.
Hpku bergetar, ada WhatsApp masuk dari Ambar yang berisi.
"Dari semua rumah yang kita datangi, Aca suka yang mana? dan inget ya harus sesuai dengan bujet kita. Aku gamau ada hutang-hutangan harus pas. Rumah yang sederhana yang cocok buat kerja 1 lantai cukup, kelar ya pulang. gausa rencana 1 lantai dan lantai atas untuk kita istirahat".
Pesan ambar yang paling perhitungan di antara kami semua dan rumah yang paling aku suka sebenarnya rumah sederhana di tengah kompleks tengah kota, karna aku mikir jika kantor ditengah kota itu keren. Rumah 1 lantai dengan taman yang luas tapi ya gitu, mahal. Ga mungkin di setujui bendaraha kita.
Akhirnya hari di mana mengunjungi rumah terakhirpun datang ....
Hari yang dinanti telah tiba. Saatnya kami bergegas untuk mendatangi rumah terakhir.
Aku menelepon Roy karena ingin mengambil rak lemari untuk kamera, karena sudah memesannya dan hanya dia yang bisa dimintain tolong untuk mengambil dan merangkainya.
"Ambil dulu, keburu ujan." Kataku meminta.
"Hujan apaan dah, gak ujan ini oi. Santai aja kali. Eh jam berapa kerumah terakhir?." Ucap Roy yang selalu santai dan tenang.
"Jam 11 siang, kumpul dirumahku. Ah mending ambil deh."
"Tenanglah santai yoo mennn."
Dan pada akhirnya aku dan Kris mengambil sendiri karna Roy tidur lagi.
Sebenarnya bisa diantar oleh kurir, tetapi mengingat bendahara kita, nona Ambar yang sangat hemat, jadi harus diambil sendiri.
Karna kami para wanita yang ambil, ketika motor oleng kena lubang jalan yang cukup dalam seketika jatuh. Untung saja rakitan lemari ini aman, tapi tidak dengan kami berdua.
"Kris, maaf. Aku tak tahu genangan air itu ternyata lubang dalam. Kau tak apa kan?". Ucapku khawatir.
"Kakiku sakit tertimpa motor, sepertinya bengkak ca". Rintih Kris kesakitan.
"Kita ke rumah sakit aja, dadaku sakit terbentur, tapi sepertinya bukan hal serius".
Tetapi Kris tak mau ke rumah sakit, jadi kami memilih pulang dengan pelan-pelan. Di jalan Kris over thinking takut jika ada apa-apa atau ini pertanda gak baik dan aku hanya bisa menenangkan kalau ini musibah yang tidak berkaitan apa pun.
Sesampainya di rumah, teman-teman sudah berkumpul dan heboh melihat kami berantakan.
"Kalian kenapa? jatuh di mana? maafkan aku gara-gara aku suruh hemat, ini seharusnya Roy yang ambil". kata Ambar dengan suara keras.
"Kami baik-baik saja, hanya memar mungkin Kris yang sedikit shock." Kataku menimpali.
"Sorry girls, aku ketiduran, aku aja dibangunin Ana tadi". Kata Roy meminta maaf.
Kami berdua mengobati dengan obat oles yang ada dan teman-teman yang meributkan hal ini. Toby merasa ini ganjal, tapi ia hanya bercanda agar suasana tetap kondusif, mengingat Kris yang panikan.
Kami semua bingung apakah harus membatalkan janji dengan bu Hartanti, tapi jika dibatalkan entah kapan lagi kami bisa kerumah terakhir dan segera memutuskan menempati rumah yang mana.
Sedangkan rumah yang akan menjadi kantor dan basecamp itu harus segera ada, karna client tidak akan percaya bekerja sama jika kami tak memiliki kantor.
"Jadi.. gimana? apakah kita tetap lanjut jalan? aku takut hari ini ujan". kata Ambar.
"Ada baiknya kita tunda saja, aku akan telepon bu Hartanti." Balas Ana.
"Gabisa gitu dong, janji ya janji". Kataku tegas.
"Aku takut kakiku makin sakit jika dipaksa jalan, karna aku menyukai rumah itu. Aku yakin akan rumah itu, mending kalian aja yang liat, aku mau baring aja". Ucap Kris sambil memegang kakinya yang membiru.
"Kamu yakin?". Kata Ana mengernyit.
"Dahlah, berangkat aja yang penting tuh cocok sama uang kita. Ngerti gak!". Kata Ambar kesal.
Alhasil kami berlima tanpa Kris berangkat kerumah ibu Hartanti. Ditenggah jalan hujan datangb hanya aku dan Toby yang lupa tak bawa mantel dan kami berdua memutuskan untuk berteduh dan mengabari teman yang lain agar langsung saja ke lokasinya.
Di warung kecil kami berdua berhenti, menunggu hujan sambil memesan kopi dan gorengan. Hujan angin dan sangat dingin membuatku pusing dan masuk angin.
"Di antara semua rumah, kamu srek yang mana Ca?". Kata Toby memulai pembicaraan di tengah bising suara hujan.
"Entahlah, yang mana pun asalkan cocok harga karnakan modal kita ga banyak". Kataku sambil menyeduh kopi.
"Sebenernya aku merasa ada yang aneh dengan rumah terakhir, seperti ada hawa kelam yang menyelimuti". Ucap Toby serius.
"Hah? benarkah? tapikan setiap rumah selalu ada penghuninya dari alam lain, sedangkan kita butuh rumah yang nyaman untuk kita produktif".
"Iyasih, apa aku harus beli rumah yang bisa kita tinggali bersama dan bersebelahan dengan kantor?". Ucap Toby dengan mata tajam.
"Kitakan mau ngontrak dulu setaun, emang kau mau pake uang siapa".
"Ya aku akan membeli rumah untuk mahar menikahimu Ca". Toby berkata tetapi tak menatap mataku, aku tau dia sedang tidak bercanda, tapi Toby adalah Toby yang pandai berkamuflase antara bercanda dan serius.
"Ah becanda mulu ya kau yaaaaa". Kataku sambil menarik jaketnya.
Lalu Toby melepas jaketnya dan diberikan padaku memaksaku untuk memakainya karna dia tau aku kedinginan.
"Gausa by pake aja jaketmu".
"Pake aja bentar, aku tau kamu kentut kedinginan". Katanya sambil mengejek.
Toby selalu seperti itu humoris dan pencair suasana. Tak lama Ana menelepon memberi kabar kalau mereka semua sudah sampai di depan gerbang rumah, terlebih sudah tidak hujan di daerah sana. Aku menyuruh mereka menemui bu Hartanti di sebelah rumah itu dan menunggu kami berdua.
Hujan tak lagi deras, bersisakan gerimis kecil. Aku dan Toby bergegas kerumah bu Hartanti.
saat semua sudah berkumpul di rumah bu Hartanti yang terpisah dengan rumah yang akan kami sewa, kami dijamu dengan teh melati hangat dan risol yang sangat enak menurutku. Tapi Roy kembali pulang karna Kris telfon katanya dia deman dan takut sendirian.
Setelah berbincang santai dan awan sudah terang, bu Hartanti mengambil kunci rumah sebelah untuk kami lihat.
Ketika gerbang kayu kuno itu di buka ...
Saat membuka pintu gerbang, Ana menutup kedua telinganya dengan rapat.
"Kenapa Na?". Ucap Ambar penasaran.
"Emmm... Gapapa, kek ada lebah mendengung dikuping". Kata Ana terbata-bata.
Tatapan mata Toby tajam melihat kesekeliling, seakan ada sesuatu. Namun hanya aku yang menyadarinya. Tapi yaitulah toby seakan punya indra keenam.
Bu Hartanti menyuruh kami semua untuk masuk kerumah bangunan lama yang cukup bersih dan terawat. Menurutku rumah ini cocok untuk dijadikan kantor dengan halaman yang luas dan bagian atas untuk kami beristirahat.
dibagian kiri halaman untuk parkir, dan bagian kanan halaman taman bebatuan dan banyak tanaman yang terawat, seperti bunga mawar putih, anggrek, melati dan bunga sepatu.
"Wahhh, wangi dan segarnya tamannya bu". Ucapku terkesima.
"Iya nak, ibu suka berkebun untuk mengisi waktu luang". Kata beliau lembut.
"pantas aja banyak lebah mencari bunga". Celetuk ambar.
"Iya nak, tatanan taman ini sudah seperti ini sejak suami masih kecil, karna mbah buyut suka rumahnya harum dan hijau".
"Tapi kenapa bu Hartanti tidak tinggal dirumah ini, kan lebih besar dari pada rumah sebelah". Kata Toby penasaran.
"Dulu ibu dan suami, Laras dan Sekar tinggal disini, semenjak bapaknya anak-anak meninggal jadi kami bangun rumah yang lebih sederhana disebelah, karna dulu sepanjang jalan ini tanahnya milik mbah buyut, sebelum dibeli pemilik perumahan ini". Penjelasan bu Hartanti.
Kami semua mengangguk mengerti. Lalu bu Hartanti mengajak kami semua masuk kedalam rumah. Rumah ini tampak rapi dan bersih, aku yang alergi debu gak bersin-bersin. Padahal warna tembok yang kusam, perabotan lama yang usianya mungkin lebih tua dari umurku serasa tak pernah diperbarui.
Kami berkeliling melihat ruangan-ruangan dirumah ini. Aku menyukainya karna akan nyaman jika bekerja dengan banyak cahaya masuk kedalam rumah, Kecuali bagian dapur yang tak ada jendela besar agar sirkulasi udara masuk.
Bagian belakang rumah cukup luas tapi tidak seluas halaman depan, anehnya jika pemilik rumah ini menyukai tanaman kenapa halaman belakang ini tidak begitu terawat. Rasanya ingin bertanya tapi sungkan melihat ibu Hartanti yang mungkin berusia 55 tahun, dengan tubuh kurus dan rambut putih yang selalu dicepol, merasa capek berjalan.
"Nak, kalian liat keatas saja. Ibu tak kuat naik tangga kayu itu, meski terlihat rapuh tapi itu kayu jati. Ibu tunggu di kursi teras". Ucap bu Hartanti.
Kemudia kami semua naik keatas untuk melihat-lihat. Ketika naik tangga yang kami temui sebelah kanan ada ruangan baca dengan banyak sekali buku. Aku bersin-bersin karna Toby membuka buku itu yang katanya bukunya mungkin berusia puluhan tahun. Sebelah kiri ruangan kosong yang berisikan lemari besar berisi pajangan-pajangan tua.
lalu ada sekitar 4 kamar dan 1 kamar mandi, dan lorong lebar antara kamar ini dipakai sebagai ruang tv. Lantai atas sangat dipenuhi cahaya karna jendelanya besar dan ada balkon yang cukup luas untuk bersantai atau membaca buku.
Setiap ruangan kamar memiliki jendela yang cantik, ada kamar ke 4 yang cukup lembab mungkin karna matahari tak masuk sampai sana.
"Ruanganya enak ya, tinggal tambahkan wifi setelah kerja, naik keatas nonton drama. Rasanya nikmat". Ucapku membayangkan.
"Iya sih, tapi apa rumah ini tidak terlalu besar ? dan mungkin akan banyak ruangan tidak terpakai. Kita kan harus cari yang cukup saja". Kata Ana menjawab.
"Kalau harganya ga cocok ya ga cocoklah, kalo masalah ruanganan ga kepake menurutku kepake, kita perlu ruangan meeting sendiri, studio sendiri, produksi sendiri, bahkan gudang sendiri". Kata Ambar.
"Iya iya si perhitungan, iyain aja deh". Kata Toby meledek.
Setelah itu kami turun, Ana hanya diam saja padahal biasanya dia cukup aktif menyuarakan hal-hal apa saja. Kami menemui bu Hartanti dan menanyakan harga sewa untuk 1 tahun.
"Nak, begini kalau sewa 1 tahun akan lebih mahal dari pada 2 tahun jadi apa kalian tidak sekalian saja?". Kata bu Hartanti.
"Memang berapa bu?". Ucap Ambar menanyakan.
"Kalau 1 tahun 8 juta dan 2 tahun 13 juta nak".
"Wah, bu Hartanti tidak salah? rumah yang sebelumnya kami survey saja 1 tahun 13 juta". Kata Ambar tak percaya.
"Iya nak, gini.. Ibu sudah tua rumah ibu saja lantai atas ibu kos-koskan. Jadi ya sekalian amal biar rumahnya terawat juga kalau ada yang menempati".
"Busetdah, kapan lagi kita dapet jackpot guys". Kata Ambar senang.
"Seperti itu kah bu? kalau begitu kami pulang dulu, nanti kami kabari setelah berunding". Kataku.
Lalu kami pulang dan kembali kerumahku. Disana ada Kris dan Roy yang lagi makan. Rasanya lelah sekali tapi ketika sampai rumah rasanya lebih tenang.
"Bagaimana geng rumahnya?". Tanya Roy.
"Bagus dan harganya mantab". Jawab Ambar.
"Aku ke kamar mandi dulu ya". Kata Ana cepat-cepat masuk kedalam.
Lalu kami berunding dan Toby merasa heran kenapa rumah itu besar dan terbilang murah. Tapi banyak yang setuju dan senang dengan rumah itu. Maka kami semua putuskan untuk menyewanya selama 2 tahun.
Ana hanya diam, ketika ditanya katanya lagi awal haid jadi dia gak mood untuk berkomunikasi. Lalu Ambar menelepon bu Hartanti mengabarkan kalau kami akan menempati rumah itu minggu depan.
Lalu teman-teman pulang kerumahnya masing-masing dan menyiapkan sesuai keperluan job desk masing-masing.
Saat malam Ana WhatsApp aku dan bilang katanya Ibunya Ana akan memasak untuk selamatan penempatan rumah dan penguburan jimat. Tapi aku menolak memasang jimat atau apalah itu. Tetapi ibu Ana ingin memasang untuk keselamatan bersama. Tetap aku menolaknya kita harus percayakan keselamatan pada yang Maha Esa bukan jimat. Sepertinya Ana marah, karena WhatsApp ku hanya dibaca saja.
Tak lama ada telfon masuk dari nomor tak dikenal tapi aku tak menggubrisnya. Lalu ada bapak mengetuk kamarku, aku membuka pintu dan bertanya ada apa. Bapak marah karena ada darah dikamar mandi beliau berpikir bahwa aku tidak bersih menyiram closet, namun aku tidak haid, apa ini darah Ana?. Kemudian aku bergegas untuk membersihkan kamar mandi dengan menyikatnya malam-malam. Saat aku keluar kamar mandi aku mencium bau bunga melati, tetapi aku tidak punya melati. Lalu aku tanyakan pada bapak apakah bapak mencium bau melati namun bapak menjawab tidak, bapak hanya mencium bau kopi, karena bapak sedang menyeduh kopi. kemudian aku beranjak ke kamar untuk tidur tetapi aku tidak bisa tidur dan aku menelpon Toby.
"By kau udah tidur?". Ucapku bertanya.
"Belum, kenapa kangen ya. Baru ditinggal sebentar". Kata Toby dengan suara manja dan meledek.
"Enak aja, mau tanya sesuatu". Jawabku ketus.
"Iya kenapa?".
"Ana tadi pulang baik-baik aja kan? apa nyeri haidnya dahsyat ya, soalnya habis dari kamar mandi bercaknya masih ada".
"Ana baik-baik aja tuh, menurutku sih tadi ada tabrakan energi".
"Bisa ceritain nggak detailnya kaya apa".
"Jadi menurutku sihhh...!".
Sayangnya aku tertidur mendengar cerita Toby, saat aku bangun aku lupa kalau semalam telfon Toby dan pagi ku cek hp ternyata telfon nya masih nyambung.
Dasar Toby.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!