Sebuah jaket trucker hitam dengan daleman kaus putih polos dan celana jeans hitam sudah melekat sempurna di tubuh Kenzo, lelaki yang akan menginjak usia ke dua puluh tahun ini sudah terlihat rapi dengan penampilannya. Sebagai remaja dengan sejuta beban masa depan yang harus dia pikul membuatnya harus lebih konsisten dalam belajar.
Seperti pagi ini, dia harus segera bersiap berangkat ke asrama kampus untuk memulai pembelajaran nya di sebuah universitas di London, yang sudah tidak di ragunan lagi popularitasnya.
"Tiara!" bibirnya bersuara, kakinya melangkah keluar dari ruangan ganti menghampiri sang istri; wanita yang seumuran dengannya yang begitu ia cintai. "Sayang!" panggilnya lagi dengan bibir yang sudah tersenyum kecil. Pantas tidak ada jawaban, wanita yang tengah ia panggil rupanya sedang berbaring meringkuk di tempat tidur mereka.
"Bukannya tadi dia sudah bersiap untuk berangkat ke asrama, kenapa malah tidur lagi?" gumamnya sambil berjalan menghampiri Tiara, dia pun ikut naik ke tempat tidur untuk membangunkannya "Sayang!" Satu tangannya menyibakkan rambut sang istri satu tangannya lagi bergerak menyentuh lengan nya, bahkan bibirnya tidak diam perlahan berbungkuk mengecup pipi wanita itu. "Bangun!" lirihnya dengan bibir yang sudah bergerak mengecup sana sini.
Sang empunya yang merasa terganggu perlahan membuka mata, dan menatap suaminya, "Ken!" lirihnya sambil menggeliat, menunggu suaminya bersiap dia tidak sadar sampai terlelap.
"Kenapa? Apa tidak enak badan?" tanya Kenzo berusaha memastikan.
Bukan tanpa alasan Kenzo mengira wanitanya itu tidak baik-baik saja. Pasalnya setelah tiga minggu berada di London dan tinggal bersama keluarga sang bibi dari pihak mommy nya, istrinya itu tidak pernah duduk diam di rumah. London adalah sebuah kota yang terkenal dengan arsitekturnya yang kuno namun memberikan kesan mewah. Banyak sekali bangunan-bangunan bersejarah di kota ini dan banyak pula destinasi wisata indah membuat Tiara begitu antusias menjelajahi semaunya, bahkan tanpa mengenal kata lelah.
"Tidak, aku baik-baik saja. Hanya saja masih terasa seperti mimpi, aku benar-benar berada di London dan bisa menghirup udara kota ini." ucap Tiara dengan begitu polos, bagaimana tidak, bagi nya yang berlatar belakang seorang gadis desa tidak pernah mengira sedikitpun bisa menginjakkan kaki di luar negeri.
"Kau senang?" timpal Kenzo sambil mengecup kening sang istri, tidak apa meski kaki nya terasa mau copot harus menemani langkah Tiara yang mau berjalan-jalan sana sini, semuanya akan dia lakukan asal istrinya bahagia.
"Iya, terima kasih selalu ada untuk ku." timpal Tiara dengan tersenyum riang, bahkan kedua tangannya langsung melingkar di leher Kenzo menarik kepala lelaki itu dan perlahan mengecup bibir nya, "I love you."
"Aisst," Bak terkena setrum listrik, Kenzo sampai mengendus dengan tingkah nakal istrinya itu, "Ini bahaya Tiara." umpatnya lagi. Mereka sudah harus segera berangkat ke asrama kampus tapi sang istri malah memancing api gairah nya.
"Bahaya kenapa?" Tiara sampai terkekeh, bicara so polos tanpa dosa, sambil kembali melepaskan kedua tangannya, "Ayo turun, kalau tidak kita bisa kesiangan!" ajaknya karena Kenzo masih saja menatapnya dengan begitu intens.
"Aisst. Lima menit, lima menit saja mungkin kita tidak akan terlambat." pinta Kenzo dengan suara berat, salah siapa telah memancing gairah nya, maka dia pun harus menuntaskannya, langsung menghimpit tubuh Tiara dan mulai menggulum dan menghisap bibir nakal yang membuat nya candu untuk menikmatinya.
...*...
Di ruangan lain di rumah yang sama. Kehangatan pagi keluarga aunty Naura mulai terasa. Wanita satu anak yang merupakan adik satu satunya Mommy Zepania. Aunty Naura menikah dengan lelaki blasteran Indonesia-London dan memilih mengikuti suaminya tinggal di sini, berbisnis mengembangkan warisan keluarga Nugraha mengikuti ajakan suaminya.
"Apa malam ini akan lembur lagi, mas?" tanya Naura pada Bernard Oskar sang suami. Bibir nya bicara dan tangannya bergerak menyiapkan sarapan pagi untuk suaminya.
"Iya," Bernard menjawab singkat, matanya langsung tertuju pada putrinya yang tengah mendekat ke arah mereka.
"Pagi, Mih, Pih!" suara Renzela terdengar nyaring. Gadis yang masih duduk di bangku kelas satu SMA itu mulai menarik kursi meja makan untuk ikut sarapan bersama orang tuanya. "Kak Kenzo dan Kak Tiara mana Mih?" tanyanya sambil mulai melahap sarapan nya.
"Pagi sayang!" Naura sampai tersenyum, menatap putri semata wayangnya dengan haru, terasa begitu singkat, putri kecilnya yang dulu suka merengek kini sudah tumbuh dewasa, dengan paras yang begitu cantik. "Tuh, mereka!" timpal nya menjawab pertanyaan sang putri. Kedua kakak sepupu putrinya itu kini sudah mendekat ke meja makan.
"Pagi aunty, uncle. Pagi Renzela!" Tiara yang menyapa. Sudah tahu kebiasaan Kenzo yang selalu dingin terlebih saat ada sosok Bernard sang paman, suaminya itu selalu mengurangi bicara jika mau bicara pun selalu seadanya.
"Pagi juga, Kakak sepupu." Renzela berbalik menyapa dengan riang, meminta pasutri muda itu untuk lekas bergabung bersama kedua orang tuanya nya agar suasana sarapan mereka lebih menyenangkan.
Baru beberapa menit saja mereka berkumpul, bahkan sarapan mereka belum juga habis, Bernard terlihat menggeser kursi dan meninggalkan meja makan, "Ini sudah siang, aku sudah harus berangkat," ucapnya sambil menatap istri dan putrinya bergantian.
Aunty Naura sampai terkejut, "Mas, sarapannya belum di habiskan?" ucapnya sambil perlahan berdiri bermaksud mengantar sang suami sampai depan rumah.
"Duduklah! habiskan sarapan mu. Aku sudah kenyang. Temani saja anak-anak sarapan!" titah Bernard dan berlaju pergi.
"Sudahlah Mih, Papih mungkin sibuk, ayo sarapan lagi!" Renzela mulai bicara, pemandangan seperti itu tidak lah asing baginya. Kesibukan di perusahaan selalu menjadi alasan sang Ayah sampai tidak pernah menyadari kalau quality time bersama keluarga semakin berkurang.
Kenzo sampai mengepalkan tangannya di bawah meja, apa seperti ini perlakukan Bernard pada aunty dan juga sepupunya? di luar dugaan, padahal lelaki yang seumuran dengan Daddy nya itu bisa menjadi direktur dan mendapatkan kemawahan dan kekayaan semuanya adalah aset sang aunty yang merupakan warisan keluarga Nugraha; kakeknya.
Suara nada dering ponsel Renzela tiba-tiba terdengar memecah keheningan, sang pemilik ponsel langsung antusias dan lekas mengangkat panggilan itu, "Iya sebentar lagi, aku sedang sarapan dulu." ucapnya pada seseorang di balik teleponnya.
Naura yang mendengar itu sampai gelang kepala, dia sudah bisa menebak siapa yang bicara dengan putrinya. "Hari ini juga pacar mu itu akan menjemput mu?" ucapnya memastikan.
Ranzela sampai menyeringai memperlihatkan deretan gigi nya, dan langsung mengangguk mengiyakan.
"Apa? Pacar?" Kenzo sampai tersedak makanan, bisa-bisa bocah bau kencur itu sudah berpacaran. "Bukannya fokus belajar kau malah pacaran!" umpatnya sambil perlahan mengambil segelas air minum yang Tiara berikan.
"Seru-seruan saja Kak. Lagi pula pacar ku sangat tampan, anak kuliahan lagi." jawab Renzela dengan begitu santai, dia sendiri hampir tidak percaya saat lelaki yang kini menjadi pacarnya tiba-tiba mendekati dan menyatakan cintanya.
Kenzo sampai menghela nafas, "Renzela! Ini bukan masalah seperti apa dan siapa pacar mu. Tapi ini tentang diri mu sendiri. Belajarlah dengan baik, itu juga demi kebaikan mu!" ucapnya memberi nasehat. Jangan sampai pewaris kekayaan peninggalan kakeknya benar-benar menghilang dan pada akhirnya semua kerja keras sang Kakek di masa lalu harus di ambil orang lain.
"Baik Kak. Aku mengerti," Renzela tidak bisa membantah, dia bisa mengerti apa yang di khawatirkan oleh Kakak sepupunya itu, dia juga sudah berusaha dengan baik, dan tidak ada salahnya juga kan dia berpacaran menikmati masa mudanya. "Sarapan ku sudah habis, aku berangkat sekolah dulu, Mih!" pamitnya pada sang ibu. Setelahnya dia langsung berpamitan pada pasutri itu dan berbisik pada Kakak sepupu wanitanya, "Aku salut sama Kak Tiara bisa tahan punya suami segalak Kak Kenzo, semoga saja anak kalian nanti tidak semenakutkan ayah nya," bisik nya dengan tertawa, setelah memeluk Tiara dia langsung berlaju pergi dari sana.
☘️☘️☘️
Hai-hai, reader semua. Ketemu lagi bareng Kenzo dan Tiara. Pasutri muda ini kembali lagi, kali ini akan hadir dengan cerita yang lebih menantang dan mengurus emosi tentunya. 😁
Ni otor kasih koleksi Visual Kenzo dan Tiara, ini Versi aku aja, barang kali ada yang seleranya sama dengan otor 🤤
Kenzo si galak dan dingin, tapi semanis madu kalau sama istri.😂🤤
Tiara si imut. Pawang hebat yang sukses menaklukkan hati seorang Kenzo si brandal sekolah. 🥰
Mohon dukungannya dari reader semua agar novel ini bisa lebih baik, dan tentunya di gemari banyak pembaca dengan cara tinggalkan like dan komentarnya. Tidak lupa vote dan hadiahnya nya 🥰 biar aku bisa lebih semangat berkarya. Terima kasih.
To be continued......
Kenzo mulai melangkah keluar sambil menggenggam tangan Tiara, menghampiri sebuah mobil sport merah yang sudah terparkir di depan rumah, sebuah alat transportasi yang Daddy nya siapkan untuk nya selama dia dan sang istri tinggal di London.
"Hanya ini saja yang akan kalian bawa?" tanya Naura heran saat melihat dua koper kecil milik Kenzo dan Tiara yang sudah di ambil pelayan nya. Pasalnya setiap mahasiswa baru harus tinggal dan menginap di asrama sampai batas waktu yang tidak tentu dan pasutri itu pasti membutuhkan perlengkapan yang cukup banyak karena tidak bisa keluar asrama sesukanya. "Kalian pun pasti akan terpisah." tuturnya lagi memberi tahu.
"Segini saja sudah cukup, Aunty." Tiara yang menjawab, langsung tersenyum kecil melirik Kenzo. Karena inilah rencana sang suami, tidak bisa terpisah dalam waktu yang cukup lama lelaki itu sengaja membawa sedikit barang agar punya alasan untuk bisa keluar asrama. "Aunty tidak tahu seberapa manja keponakannya, bahkan aku tidak bisa membayangkan bagaimana dia akan tidur saat kita terpisah nanti." gumamnya tertawa dalam hati. Pasalnya saat mengetahui kalau mereka akan terpisah Kenzo sampai uring-uringan karena tidak bisa lagi tidur satu ranjang dengan nya.
Bahkan tanpa sepengetahuan aunty Naura Kenzo sudah menyewa sebuah kontrakan di dekat kampus agar setiap akhir pekan lelaki itu dan istrinya bisa quality time bersama.
"Iya, hati-hatilah. Kalau ada apa-apa hubungi aunty." tutur Naura menawarkan diri, sang Kakak telah menitipkan kedua pasutri muda ini, dia pasti akan melakukan hal yang terbaik untuk keponakannya.
"Iya, kami pamit dulu, aunty." Tiara langsung berbungkuk berpamitan pada sang bibi, tapi tidak dengan Kenzo, entah apa sebenarnya yang suaminya itu rasakan sekarang. Raut wajahnya terlihat begitu dingin, terlebih setelah mengetahui kalau Renzela tengah berpacaran, lelaki itu tidak bicara sepatah katapun, dan hanya menatap bibinya itu dengan dingin.
......................
Mobil yang Kenzo kendarai sudah membelah jalanan kota, melaju dengan kecepatan rendah, membutuhkan waktu sekitar setengah jam lebih dari rumah aunty Naura sampai asrama kampus yang mereka tuju membuat Kenzo bisa lebih santai mengendarai mobil nya.
Tiara sendiri sedari tadi terus memperhatikan Kenzo, ingin bertanya sebenarnya kenapa mood suaminya itu tidak terlihat baik. "Ken, kenapa?" ucapnya langsung bertanya tanpa mengalihkan pandangannya menatap wajah lelaki itu.
"Hanya kesal saja," Kenzo menjawab singkat, bahkan tatapan matanya terlihat kosong menghadap ke depan.
"Kenapa apa karena Renzela?" Tiara berusaha menebak, namun tidak ada jawaban, sepertinya ucapnya itu benar. "Jangan terlalu keras pada nya, berpacaran hal yang wajar, Renzela pasti punya batasan, Ken." tuturnya berusaha meredam kekesalan sang suami. Namanya juga anak remaja, mereka pasti ingin menikmati masa mudanya.
Kenzo langsung menghela nafas, apa yang dia lakukan bukan tanpa alasan, "Aku hanya khawatir kesalahan yang telah terjadi terulang kembali." tutur nya mulai bicara. Ada hal yang belum Tiara ketahui mengenai keluarga nya dari pihak sang Mommy, dan sepertinya inilah waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya.
"Kesalahan?" Tiara sampai mengerutkan keningnya, dia sudah cukup lama hadir di keluarga Kenzo, tapi rupanya masih banyak hal yang belum dia ketahui mengenai keluarga suaminya itu.
"Kakek Angga merupakan pengusaha besar. Namun sedikitpun Mommy tidak pernah meminta bagian aset kekayaan Kakek karena merasa cukup dengan kekayaan Daddy, dan melimpahkan semua kuasa nya pada aunty Naura sebagai pewaris kekayaan Kakek. Tapi siapa sangka, bukannya meneruskan kerja keras Kakek mengembangkan perusahaan Nugraha, aunty malah di butakan cinta." Kenzo mulai bicara, kesalahan lama yang tidak di ingat kini harus terkuak. Alih-alih belajar dengan baik dan menjadi sosok pewaris yang bertanggung jawab, aunty Naura malah memilih menikah dengan Bernard; lelaki yang tidak jelas asal-usulnya.
Tiara sampai tertegun, tidak di perjelas pun dia tahu kalau ini alasannya Kenzo begitu kesal saat mengetahui kalau sepupunya itu berhubungan dengan lelaki, di masa-masa yang seharusnya wanita itu membentuk jati dirinya dengan baik, adik sepupunya itu malah bersenang-senang dengan hal yang tidak penting.
"Dan kau tahu? karena kebodohannya itu aunty mengizinkan lelaki itu menjual semua aset Kakek dan di pindahkan ke sini tanpa sepengetahuan Mommy, dan lebih menjengkelkannya lagi semua aset itu di ganti atas nama bajingan itu." jelas Kenzo menceritakan, bahkan rahang nya terlihat mengeras jika mengingat penghianatan lelaki yang menjadi paman nya itu.
Tiara sampai syok tidak mampu bicara, "Pantas Kenzo terlihat begitu dingin pada uncle Bernard, jadi ini alasannya," gumamnya dalam hati. Bahkan bukan hanya Kenzo saja, saat sang Daddy dan Mommy mengantarkan mereka ke sini pun, kedua orang tua itu memilih tinggal di hotel, dan tidak pernah lama-lama jika bersetapa dengan paman Bernard. "Tapi Daddy tidak mungkin tinggal diam kan?" tanyanya ingin tahu, dia tahu seperti apa Ayah mertuanya itu, tidak mungkin diam saja.
"Daddy tidak bisa menggugat lelaki itu, karena semua yang dilakukannya tidak melanggar hukum, semuanya di tandatangani oleh aunty sendiri sang pemilik aset, jadi dari segi hukum tidak ada salahnya sama sekali, hanya aunty nya saja yang begitu bodoh." decak nya kesal. Jika mengingat itu dia begitu menyayangkan jika Renzela mengikuti jejak mamih nya, yang mudah di perdaya karena cinta buta.
"Beruntung Mommy masih berlapang dada dan begitu mengasihani adik dan keponakannya itu. Mommy meminta Daddy terus mengintai pergerakan uncle dan memastikan kalau semua kekayaan itu masih di nikmati aunty dan Renzela," tutur nya lagi menceritakan. Masih mending sekarang ada Daddy nya yang penuh tanggung jawab, bagaimana jika kebodohan itu terulang kembali pada Renzela mungkin suatu saat kekayaan itu akan jatuh pada orang lain, dan sia-sialah semua kerja keras Kakek Angga di masa lalu. "Dan karena itu juga alasan kenapa kita harus berkuliah di sini."
Tiara hanya bisa diam seribu bahasa, pantas saat suaminya itu meminta izin untuk berkuliah di Harvard university sang Mommy tidak meresponnya. Setelah mengetahui faktanya dia bisa menafsirkan, mungkin secara tidak langsung sang Mommy meminta mereka untuk mengawasi sang bibi dan sepupunya itu. Dan lagi kalau mereka berkuliah di sini Mommy tidak akan terlalu khawatir karena ada sang bibi yang akan membantu mereka.
"Tanpa ku jelaskan sepertinya kau sudah mengerti." Kenzo kembali bicara, matanya menatap ke depan, tapi tangannya bergerak mengelus punggung tangan Tiara. Selama mereka hidup bersama selalu saja permasalahan keluarganya yang begitu rumit yang Tiara dengar. Tapi dia berjanji akan melindungi wanita itu dan tidak akan pernah membiarkannya terluka sedikit pun. "Aku berjanji akan membuat mu bahagia, Tiara."
Beberapa menit berlalu, tanpa terasa kini mereka sudah sampai di depan gerbang asrama, pintu besar yang akan membawa mereka masuk ke dua bagian tempat yang terpisah dan di batasi oleh sebuah dinding tinggi; sebelah kanan merupakan asrama putra dan sebelah kiri adalah asrama putri.
Mobil Kenzo sudah terparkir, kini mulai melangkah menarik koper sang istri dan mengantarkan nya ke depan pintu masuk asrama putri. "Apa kita harus terpisah di sini?" keluhnya dengan begitu lemas. Rasanya dia belum bisa membayangkan akan terpisah dari istrinya ini.
"Besok kan kita bisa bertemu di kampus." timpal Tiara dengan tersenyum kecil, bak anak kecil yang sedang merengek, ekspresi suaminya itu terlihat menggemaskan.
"Tetap saja, rasanya aku tidak bisa tidur tanpamu." Kenzo bahkan langsung melingkarkan tangannya merangkul pinggang Tiara, rasanya dia tidak ingin melepaskan wanita itu pergi. "Aku pasti akan merindukanmu." rengek nya dan perlahan mengecup bibir sang istri.
"Hei," Tiara sampai terperangah, ini di depan asrama putri, malu kalau di lihat orang lain. "Kau bukan anak TK Kenzo, sayang." ledeknya dengan tersenyum. Tangannya langsung bergerak membalas rangkulan sang suami, "Akhir pekan nanti kita kan bisa tidur bareng lagi." tuturnya lagi dengan penuh arti.
Kenzo sontak langsung tersenyum girang, "Baiklah, aku tidak sabar menantikan nya." tuturnya dan langsung menyuruh Tiara masuk, dia juga harus bergegas ke asrama putra sebelum kesiangan. "Masuklah, dan jangan jauhkan ponsel mu. Kalau ada apa-apa hubungi aku!"
"Iya."
Tiara sudah masuk, Kenzo pun kembali ke parkiran untuk mengabdi koper miliknya. Setelahnya terlihat seorang wanita yang baru memasuki asrama putri dengan raut wajah kesal. Bahkan wanita itu menarik kedua kopernya dengan begitu kasar.
"Damn it! Why is the suitcase so heavy?" ("Sial! kenapa kopernya berat sekali si?") decak nya kesal, bibir wanita itu terus mengoceh sana sini. "He prefers to take his girlfriend over to take his sister. Sis sucks." ("Dia lebih memilih mengantarkan pacar nya dari pada mengantarkan adiknya. Dasar Kakak menyebalkan.") umpatnya lagi. Bibirnya terus mengoceh tapi matanya terus melihat sekeliling untuk mencari bantuan. "Hey, you!" ("Hei, Kau!") teriak nya pada seseorang yang berjalan di depannya.
Tiara yang merasa ada seseorang yang memanggilnya langsung menoleh ke belakang, "You call me?" ("Kau memanggil ku?") tanyanya pada wanita di belakangnya.
Bukannya menjawab pertanyaan Tiara, wanita itu malah dengan percaya diri menyuruh Tiara membawakan kopernya. "Bring mine too!" ("Bawa punyaku juga!") titahnya tanpa basa-basi.
Tiara sampai menohok, "What?" apa dia tidak salah dengar. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba ada wanita asing yang menyuruhnya tanpa sopan santun.
"Why are you still silent, you don't know who I am?" ("Kenapa masih diam, kau tidak tahu siapa aku?") ucap wanita itu dengan berdecak pinggang. Dia sudah cukup kesal, kenapa sekarang wanita ini tidak mau menuruti perintah nya. "I'm his sister, Dominic. Quick, bring my suitcase!" ("Aku adiknya, Kak Dominic. Cepat bawakan koper ku!") titah nya lagi. Seharusnya setiap mahasiswa yang kuliah di sini tahu siapa Kakak nya. Dan seberapa besar kekuasaannya di kampus ini.
Tiara hanya menatap wanita asing itu dengan penuh heran, melihat penampilannya yang begitu cantik dan style yang mencolok dia bisa menebak kalau orang ini bukan wanita biasa-biasa, tapi tetap saja tidak harus memerintah orang seenaknya tanpa sopan santun kan. "Maaf, saya tidak tahu siapa anda dan tidak tahu siapa itu Dominic, jadi anda bisa membawa barang anda sendiri." tolak nya tidak bisa, dia bukan tipe orang yang tidak suka membantu orang, tapi dia bisa memilih orang yang seperti apa yang harus dia tolong.
Sontak wanita itu langsung melotot tak percaya, "Heh, kau berani menolak perintah ku?" decak nya kesal. Bukannya kata sang Kakak asal sebutkan namanya maka setiap mahasiswa pasti akan takut dan pasti menuruti nya, kenapa wanita ini tidak demikian. "Akan ku laporkan kau pada Kakak ku, kau pasti akan menyesal!" ancam nya geram.
Bukannya takut Tiara malah tersenyum kecil, berasa berhadapan dengan anak TK mendengar ocehan wanita ini. "Siapapun anda, tidak ada alasan bagi saya untuk menuruti perintah anda, dan silahkan saja anda melapor pada Kakak anda jika anda mau di samakan dengan anak TK," serunya malah meledak ancaman wanita itu, salah siapa telah mengusik nya, maka maaf dia akan membalasnya. "Saya permisi!" tuturnya sambil berlaju pergi.
"Apa katanya? anak TK!" Wanita itu sampai mematung tak berkutik, bisa-bisa nya dia di perlakukan seperti ini, "Argh, awas saja ya kalau sampai bertemu lagi!" gumamnya sambil mengepalkan tangan, dia langsung mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
...***...
Beberapa menit berlalu. Suasana di asrama putri mulai terdengar gaduh, tempat yang memiliki tiga lantai itu dibuat heboh oleh obrolan anak penghuni asrama. Berita tentang Agahta Herbert mulai keluar dari satu bibir ke bibir lainnya, terlebih kabar kalau sosok adik sang penguasa kampus itu tengah uring-uringan mulai terdengar ke penjuru kamar.
"Sebenarnya siapa wanita tadi, sepopuler itu kah dia sampai menghebohkan seisi asrama." Tiara hanya bisa bergumam, mulai membereskan barang-barang nya dengan begitu canggung, kedua rekan satu kamarnya terlihat memperhatikan nya dengan tatapan aneh. "Seharusnya aku berkenalan dulu dengan mereka," gumamnya lagi berusaha mencairkan suasana. Tapi belum juga bicara salah satu dari mereka sudah mendahuluinya.
"Heh anak baru!" panggilan salah satu dari dua wanita di sana. Semua mahasiswa yang berkuliah di sini sudah pasti anak jenius, dan pasti sudah tahu juga cerita di balik mahasiswa-mahasiswa yang berkuliah di sini, tapi tidak sebodoh itu kan murid baru ini sampai tidak tahu siapa Agahta Herbert sampai berani beradu mulut dengan wanita itu. "Apa kau tidak tahu siapa itu Dominic? Berani sekali keu cari masalah dengan adiknya!" tuturnya memastikan.
Tiara langsung menoleh, "Aku tidak tahu siapa Dominic dan aku pun tidak bermaksud mencari masalah dengan wanita tadi," tuturnya dengan memasang ekspresi heran, untuk kedua kalinya dia mendengar nama Dominic, dan selalu saja terkesan kalau lelaki itu begitu berkuasa, "Aku tidak bermaksud mencari masalah, aku hanya menolak perintahnya saja." tuturnya nya lagi memberi alasan.
Kedua wanita itu sampai saling menatap heran, bagi mereka yang sudah mengenal sosok Dominic; menolak perintah orang-orang terdekatnya adalah biang masalah, tapi anak baru ini terlihat biasa saja. Entah harus salut atau kasihan karena wanita ini belum tahu semenakutkan apa anggota Black Swan kampus ini.
"Gue Charlotte, dan dia Christina," ucap Charlotte memperkenalkan diri dan memperkenalkan satu temannya nya lagi. Mereka tinggal di satu kamar yang sama, bukannya akan lebih nyaman tahu nama masing-masing sebelum mereka banyak bicara. "Kita anak fakultas ekonomi semester tiga." lanjut Charlotte kembali bicara, anak baru ini harus tahu kalau mereka sudah cukup lama menelan pahit manisnya berkuliah di sini.
"Tiara," Tiara ikut memperkenalkan diri, tersenyum ramah menatap kedua kakak seniornya, walau cara bicara Charlotte terdengar ketus, tapi wanita itu tidak seburuk cara bicaranya, "Aku mahasiswa baru, mengambil jurusan manajemen bisnis." tuturnya nya lagi memberi tahu.
"Waw," Charlotte dan Christina sampai kembali saling menatap, pantas mahasiswa baru ini terlihat berbeda, dari jurusan yang di ambilnya saja sudah memperlihatkan kemampuannya.
"Bisa jadi kau akan satu fakultas dengan Agahta dan Dominic, Tiara. Berhati-hati lah!" timpal Christina mulai bicara, dia bukan mau menakut-nakuti, hanya memberi tahunya saja agar Tiara tidak lengah.
"Apa semenakutkan itu? Sebenarnya siapa mereka?" Tiara semakin penasaran, siapa sebenarnya Dominic, dan wanita yang bernama Agahta itu, Charlotte dan Christina terlihat begitu takut pada mereka padahal sosok Agahta terlihat seperti anak TK di matanya.
"Dominic Herbert adalah ketua geng campus; Black Swan, Tiara. Geng yang beranggotakan lima orang itu begitu di segani di sini, bukan hanya terkenal sangar dan kejam, mereka adalah orang-orang kaya dengan tampang rupawan dan kepandaian yang patut di segani, karena dari segala sisi mereka paling unggul, mereka hanya menilai seseorang dari kekuatannya. Bahkan semboyan mereka: yang kuat yang berkuasa." Charlotte berusaha menjelaskan, saat dia menjadi mahasiswa baru dia juga merasa tabu dengan hal seperti itu, tapi saat melihatnya secara langsung, kekuasaan mereka memang nyata.
"Sesuai dengan nama geng nya, mereka selalu kompak dalam hal membully." ucap Christina menimpali, kesetiaan lima orang itu patut di acungi jempol, cuma sayangnya langkah mereka saja yang di sayangkan karena selalu membully mahasiswa lain.
"Lima orang?" Tiara semakin penasaran. Seperti apa mereka, kalau bisa dia harus tahu seperti apa wajahnya agar dia bisa berjaga-jaga dan menajuhi mereka.
"Nih, lihat sendiri!" Christina memberikan tablet android nya yang sedari tadi dia pegang, biodata anggota Black Swan bahkan sudah tercatat di forum kampus, Tiara bisa melihatnya di sana. "Seharusnya sebelum kau berkuliah di sini kau harus kepoin dulu forum kampus ini." tuturnya menyayangkan.
Tiara dengan perlahan langsung mengambil tablet itu, dan mulai melihat layar nya. "Jadi ini mereka," bibirnya bicara, matanya mulai melihat biodata yang terpanggang jelas di sana. Seperti apa yang di katakan Charlotte, kelima lelaki itu terlihat sempurna dengan ketampanan dan keahlian yang mereka miliki.
Nama Alex Ryder yang pertama Tiara lihat; anak fakultas kedokteran yang memiliki nilai paling tinggi di jurusan nya. Bahkan dia seorang anak rektor kampus ini.
"Kau tahu, kalau kau cari masalah dengan nya bisa-bisa kau langsung di suntik mati, Tiara." ucap Christina dengan terkekeh, melihat ekspresi Tiara dia malah ingin menggodanya.
"Ayolah, seorang Alex tidak semenakutkan itu kan." ucap Tiara sambil menarik nafas, di lihat dari wajahnya sepertinya lelaki itu tidak sekejam itu.
"Lebih baik kau langsung di suntik mati, tidak merasakan sakit, Tiara. Nah ini, jika kau berhadapan dengan seorang Alfred Hugo. Kau akan merasa tersiksa, secara dia seorang atlet bela diri." timpal Charlotte memberi tahu, karena setiap ada huru hara di kampus, Alfred lah yang selalu maju paling depan.
Tiara sampai bergidik, langsung mengembalikan tablet itu pada Christina, cukup mengetahui wajah kelima anggota Black Swan itu, dia tidak ingin lagi mengetahui semenakutkan apa kedua member yang lainnya, bisa-bisa dia kena mental, "Semoga saja aku tidak pernah di pertemukan dengan mereka." ucapnya pelan sambil mengelus dada.
Christina sampai tertawa kecil, "Kenapa memasang ekspresi seperti itu? tadi kau terlihat bersemangat, sekarang jadi menciut," Charlotte sama-sama tertawa kecil, belum juga mereka sebutkan semua geng Black Swan, Tiara sudah terlihat keteteran.
"Kalian menakuti ku," tuturnya dengan tersenyum kikuk, bak sebuah peribahasa; semakin tinggi pohon maka semakin terjang juga angin yang meniup nya, dia pun demikian, semakin tinggi pendidikan yang dia tempuh semakin berat juga tantangan yang harus dia hadapi, "Bisakah kita berkuliah di sini dengan tenang." gumamnya mulai mengeluh, saat-saat seperti ini dia jadi merindukan suaminya. "Kenzo, semoga kau baik-baik saja." gumamnya lagi. Dia tahu semua anggota Black Swan itu tidak akan berani bermain kasar pada wanita, jadi dia akan merasa aman, tapi bagaimana dengan Kenzo, semoga saja suaminya itu tidak pernah berurusan dengan salah satu dari mereka.
to be continued......
...----------------...
*Anggap saja percakapan mereka menggunakan bahasa Inggris, repot harus translate ^•^'_
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!