Alur cerita yang dibuat muri karangan penulis, semua yang digambarkan dalam cerita adalahlah fiksi. Cerita yang dibuat penulis adalah bentuk dari karya pribadi, Jika ada kesamaan nama dengan nama tokoh dalam cerita mohon di ingat Karakter yang digambarkan pada tokoh adalah karakter yang penulis buat, Mohon bijak dalam membaca, di larang membawa cerita ke real life, dan dilarang untuk mencopy karya penulis.
...Tokoh Cerita :...
...jaevan Ankara...
...17 tahun...
...Nora Roxen/Nora Ankara...
...5 tahin...
...Lenovan zeiga...
...17 Tahun...
...Regan Hawaling...
...17 Tahun...
...Jahen Roxen...
...25 tahun...
...yonara Ankara...
...24 Tahun...
Siang hari yang cerah, juga arus lalu lintas yang senggang di lalui oleh kendaraan roda empat membuat mereka melaju tanpa hambatan dan dapat melaju dengan kecepatan yang cepat.
Hingga salah satu kendaraan roda empat terlihat melaju cepat keluar dari garis pembatas jalan dan sukses menghantam pagar pembatas.
Brakkkk
mobil sedan itu terpental dan berguling setelah menabrak besi pembatas jalan tol. Bagian-bagian perangkat yang membentuk mobil itu, terlempar lepas satu-persatu dari badan mobil berceceran di jalanan aspal, mobil itu terus terguling dengan suara pentalan yang keras sejauh 10 meter berhenti dalam posisi terbalik.
Kerasnya suara hantaman itu, sampai terdengar sejauh 3 kilometer mengagetkan pengendara yang saat itu berada di sekitarnya. Satu persatu pengendara mulai berhenti dan menghampiri sebuah mobil sedan yang sudah ringset tidak membentuk wujudnya lagi dan asap putih keluar akibat kerusakan yang sangat parah.
kepanikan mulai melanda, waspada jika sewaktu-waktu kobaran api akan muncul, namun suara seseorang yang dengan lirih mencoba meminta tolong menyadarkan semua orang, Mereka bergegas mencari cara untuk segera mengeluarkan 3 orang penumpang mobil itu.
Namun usaha mereka sia-sia, evakuasi salah satu korban sulit dilakukan karena posisi tubuhnya yang terjepit badan mobil sangat sulit untuk dikeluarkan, salah langkah sedikit saja dikhawatirkan dalat mengancam nyawanya. s
Setelah 2 jam proses evakuasi akhirnya mereka berhasil menyelamatkan penumpang di bantu oleh polisi yang datang ke lokasi.
...**********...
Di sebuah sekolahan terdapat 3 anak laki-laki yang tengah berkumpul makan siang di sembari sesekali melemparkan lelucon, Jaevan Ankara, Lenovan zeiga, dan Regan Hawaling.
Mereka adalah tiga remaja yang sosoknya adalah idola kebanyakan para gadis-gadis. Cerda, tampan, dan juga ramah, para guru juga sangat menyukai mereka. Di tambah Lonevan dan Regan adalah anak yang berasar dari keluarga kaya terpandang, kecuali Jaevan, ia bukan anak yang terlahir dengan sendok emas, melainkan seorang anak yang berasal dari panti asuhan.
kedua orang tuanya meninggal di saat usianya 5 tahun dan kakak perempuannya berusia 12 tahun, kakak perempuannya adalah sosok yang juga cerdas menempuh bangku universitas dengan biaya siswa, dan di terima bekerja di perusahaan terkemuka.
Kesuksesan yang berhasil diraih kakaknya merubah kehidupan mereka. mereka keluar dari panti dan hidup berkecukupan tanpa kekurangan.
saat sedang asik makan Jaevan mendapat telpon dari nomor yang tidak dikenalnya. Awalnya 1 panggilan itu dia abaikan sampai untuk kedua kalinya nomor itu kembali menelpon nya.
Ia sejenak melihat nomor yang tertera di layar "Siapa" tanya salah satu temannya.
ia mengangkat bahu "Entahlah" jawab Jaevan, mengabaikan panggilan itu, ia tidak suka mengankat nomor yang ia tidak kenali karena ini bukan kali pertama dan biasanya mereka yang menelpon hanyalah mengatakan sesuatu yang sangat tidak penting.
Namun nomor itu teris menelpon dan ini sudah ke lima kalinya.
"Angkat lah mungkin itu penting" Regan menasihati
Dengan berat hati Jaevan menuruti perkataan Regan, ditekannya tombol hijau untuk menerima panggilan itu.
"Halo, maaf dengan siapa?"
"......."
"iya, benar saya keluarganya"
"........"
Regan dan Lenovan yang awalnya asik bercanda menjadi diam, setelah Jaevan memberi isyarat agar teman-temannya diam.
Tut
Brak
Pemuda itu segera mematikan sambungan telpon, dan bangkit berdiri
"Jaevan ada apa?" Lenovan bertanya namun Jaevan mengabaikannya meninggalkan kantin. Meninggalkan pertanyaan dibenak mereka melihat teman nya berlari kesetanan.
Regan segera bangkit dan menyusul mengikuti dibelakang.
Baru saja langkah Regan sampai menyusul Jaevan di parkiran motor "jaevan"panggilnya, namun pemuda itu sudah pergi meninggalkan lingkungan sekolah.
Jaevan mengendarai motor nya dengan kecepatan tinggi menembus jalan raya yang sedikit macet, dengan bantuan aplikasi penunjuk arah, motornya dengan cepat menyalip kendaraan yang ada di depannya, yang membuatnya mendapat umpatan dari pengendara lain, namun dia tidak peduli bahkan bajunya yang muali basah karena gerimis air hujan juga ia abaikan, yang dia pikirkan adalah segera sampai ke tempat yang dimaksud oleh orang yang tadi menelponnya
Hanya butuh waktu sekitar kurang lebih 1 jam dia sampai di sebuah tempat yang diberitahukan oleh orang yang menelpon nya. Seorang Pemuda datang ke rumah sakit dengan air mata yang membanjiri wajahnya, dengan seragam sekolah yang basah karena hujan. Dengan gusar langkahnya masuk ke ruang UGD berhadapan dengan bau obat yang menusuk hidungnya, diedarkan pandangannya mencari sosok yang dia kenal.
Matanya menangkap seorang berseragam polisi yang berdiri membelakangi nya sedang berbicara dengan seorang dokter, dengan cepat dihampiri-nya polisi itu.
"Pak dimana kakak saya sekarang?"
Polisi itu terkejut mendapati sosok pemuda, yang masih menggunakan seragam sekolah datang menghampirinya.
"saudara keluarga dari jahen Roxen?"
Dia mengangguk membenarkan pertanyaan polisi,"jadi mereka dimana pak ?".
"saudara jahen sedang ditangani oleh dokter di ruang operasi dan untuk anak yang bersamanya..."
"Dokter detak jantungnya melemah"
perkataan bapak polisi terpotong oleh suara suster yang berada entah dari mana.
Dicarinya dimana suara itu berada, dengan gusar dia membuka setiap tirai hingga akhirnya dia mendapati seorang dokter sedang kelimpungan berusaha mencoba mendapatkan kembali detak seorang bocah perempuan yang kini terbaring memejamkan mata dengan darah menodai sekujur tubuhnya.
Tubuh jaevan seakan kehilangan kekuatannya, tubuhnya limbung dan ambruk terduduk di bangker kasur di belakangnya, napasnya tercekat melihat sosok bocah di depan matanya sedang terbaring sekarat.
Air matanya mengalir membasahi pipinya, diusap wajahnya kasar dengan tangan yang bergetar, kini pikirannya dipenuhi hal-hal negatif yang semakin membuat dadanya sesak.
"Ku mohon tolong bertahan lah, ku mohon...dokter ku mohon jangan biarkan dia pergi, tolong"
Tiiiiiiiit...... Tit..... Tit.... Tit
Javan tergagap dengan suara moderator di sampingnya.
"suster siapkan ruangan operasi kita harus segera melakukan pembedahan"
Belum sempat jaevan bertanya keadaan keponakannya, jaevan kembali resah dengan situasi yang membuatnya tidak bisa bertanya apa-apa mengenai kondisi keponakannya.
Suster pun segera membawa keponakannya ke dalam ruang operasi, jaevan menarik lengan dokter itu "Dokter apa yang terjadi, kondisi keponakan saya bagaimana dok ? " suaranya serak mencoba untuk kuat.
"pasien harus segera dioperasi di bagian kepalanya, karena terdapat pendarahan dalam di otaknya. Kami akan mencoba yang terbaik untuk menyelamatkan keponakan anda."
jaevan melepas genggamannya di lengan dokter, dan dokter pergi memasuki ruang operasi. pandangannya kosong menatap lurus pintu ruang oprasi yang tertutup rapat dengan menampilkan lampu merah tanda di dalam sana para dokter sedang bertarung dengan waktu untuk menyelamatkan satu kehidupan.
...To be Contiunue...
Jaevan duduk menunggu di depan ruangan operasi, matanya menatap lantai rumah sakit berkeramik putih tanpa maksud. Pikiran negatifnya terus saja berkeliaran di otaknya, hingga sepasang sepatu di hadapannya membuatnya mendongak.
Polisi yang ditemuinya di UGD membawa sebungkus roti dan air mineral dan diberikannya kepada Jaevan. Jaevan hanya memandangnya tanpa minat untuk menerima pemberian polisi di hadapannya.
"Nak setidaknya makanlah ini, aku tebak kau belum mempunyai makanan yang cukup untuk perutmu"
jaevan mengabaikan perkataan polisi itu, mata sembabnya hanya menatap ruangan operasi itu yang masih menyala lampu hijau.
Tidak mendapat tanggapan dari orang di depannya polisi itu meraih tangan jaevan memaksannya memegang roti yang tadi sudah dibukanya , "makan lah nak, kehidupan mu akan sulit, tapi jangan menambah sulit. Kau butuh makan untuk mendapat tenaga" bujuknya.
Dengan napas berat jaevan menuruti perkataan polisi yang kini duduk di sampingnya sembari memakan roti.
Perlahan dimakannya roti itu dan minum air yang tadi diberikan padanya tanpa suara.
Setelah roti di tangan mereka habis, polisi itu merogoh saku celananya hendak memberikan sesuatu, namun diurungkan ketika seorang suster berjalan menghampiri mereka, mereka langsung berdiri menyambut kedatangan suster itu.
"maaf bisa bicara dengan keluarga pasien? ".
"saya keluarganya sus? "
"kami membutuhkan pendonor darah untuk golongan darah AB, apa ada yang mempunyai golongan darah yang sama dengan pasien? ".
"saya sus, ambil saja darah saya".
"baik ayo segera ikuti saya".
...**********...
Di sinilah Jaevan sekarang, terbaring lemah setelah darahnya diambil untuk didonorkan kepada keponakannya yang masih menjalani operasi. Tanganya dibawa menutupi matanya yang sembab. Beberapa saat tadi polisi memberikan sebuah kalung milik kakaknya dan informasi mengenai kondisi kakak perempuannya yang dinyatakan sudah meninggal dunia saat perjalanan menuju rumah sakit.
Dunia jaevan seakan runtuh, dia berada di titik terendah dalam hidupnya. lagi, ia kehilangan keluarga untuk kedua kalinya, kehilangan satu-satunya kakak kandung yang selama ini hidup bersamanya menggantikan sosok ibu sekaligus ayah, hari ini dia ditinggal seorang diri secara tiba-tiba, masih segar di ingatanya dia dan kakaknya berbicara di meja makan pagi tadi. Dan sekarang dia tidak akan lagi dapat berbicara apalagi melihat kakaknya berdiri di depannya.
air mata berlinang dari ujung matanya, ia runtuh menahan kesedihan dan menelan kepedihan bulat-bulat seorang diri. Di ruangan ramai itu, benar-benar membuatnya tersadar bahwa ia menjadi sebatang kara di dunia ini tampa sanak sodara.
Tak lama kemudian Lenovan dan regan datang menyusul ke rumah sakit, mereka datang menyusul setelah Jaevan mengabari Regan sepulang sekolah. Kabar buruk itu juga mengagetkan mereka, hingga keduanya terburu-buru menyusul jaevan ke rumah sakit dengan masih mengenakan seragam sekolah dengan tas di punggungnya dan tas milik Jaevan juga tergendong di pungung Regan.
Sedikit ragu dan khawatir mereka melihat Jaevan seperti itu, tanganya yang masih setia berada di wajahnya menutupi kedua matanya yang sembab.
"jaevan" panggil Regan pelan.
Jaevan sebenarnya sudah menyadari kedua sahabatnya datang, namun dia masih tetap tidak bergeming dalam posisinya. Lenovan dan Regan tidak tahu harus berbuat apa, kesedihan jaevan juga dapat dirasakan mereka berdua. Jadi mereka sadar perkataan menenangkan atau candaan yang biasanya mereka lontarkan tidak akan membuat kesedihan Jaevan berkurang. Saat ini yang bisa mereka lakukan hanya menemani jaevan di ruangan itu tanpa suara.
Sudah 1 jam jaevan bertahan diposisi itu, kini dia mendudukan tubuhnya diatas kasur, Regan dan Lenovan yang duduk di bangku samping jaevan langsung disuguhkan pemandangan wajah sembab dan pucat jaevan.
Mata jaevan yang sembab menjawab sudah berapa lama laki-laki itu menangis.
Lenovan mengambil cangkir kosong dan menuangkan air dari dipenser tak jauh dari dia berdiri. Diberikannya kepada Jaevan air itu, javan menerimanya dan meneguknya tandas tidak bersisa.
"Sekarang aku harus bagaimana? " tanyanya parau.
"Untuk sekarang mari menunggu kabar Nora dan kak jahen, urusan pemakaman kakakmu sudah diurus orang tua kami, kau tidak perlu khawatir, besok kita akan memakamkan nya" inisiatif Regan dan Lenovan dirasa tepat, sebelum ke rumah sakit mereka terlebih dahulu memberi kabar ini kepada orang tua mereka untuk membantu mengurus jenazah kakak jaevan. Karena mereka tau hanya merekalah yang dapat membantu sahabatnya.
"Terimakasih kalian sudah repot-repot membantu ku".
"tidak perlu berterimakasih ini sudah menjadi tugas kami sebagai sahabatmu, dan kami tidak merasa direpotkan javean"
Jaevan memandang kedua sahabatnya, jaevan menangguk menyetujui perkataan Regan.
Jaevan sangat berterima kasih untuk itu.
Jaevan pun bangkit "kau mau kemana" tanya Lenovan.
"aku harus kembali keruangan operasi, Nora masih di sana"
Jaevan pun melangkahkan kakinya diikuti Regan dan Lenovan di belakang.
Jam sudah menunjukan pukul 8 malam, jaevan masih setia menanti ruangan operasi itu membuka pintunya ditemani Regan dan Lenovan. Pakaian yang mereka kenakan masih sama sejak siang tadi mereka datang, hanya terlihat berantakan dibandingkan pagi tadi.
Doa dan harapan terus beralun dibenak mereka tanpa henti, hingga akhirnya secercah harapan itu hadir tak kala pintu ruang operasi itu terbuka. Jaevan segera menghampiri dokter yang sudah berdiri di sana masih lengkap dengan jubah bedahnya.
"Dokter bagaimana keponakan saya? ".
"syukurlah masa kritisnya sudah lewat, sekarang dia akan segera kami pindahkan ke ruang rawat selama beberapa hari untuk proses penyembuhan nya".
Jaevan bernafas lega mendengar bahwa sekarang keponakan nya baik-baik saja, tapi dia teringat kembali dengan kabar kakak ipar nya, karena sedari tadi dia tidak melihat bahkan mendengar kabarnya.
"dok bagaimana kondisi kakak saya?".
Dokter itu tampak tidak paham siapa yang dimaksud jaevan.
"Nama nya Jahen, yang mengalami kecelakaan bersama keponakan saya".
Dokter itu langsung paham dengan hal yang dibicarakan Jaevan
"Dia sudah ditangani oleh dokter yang lain, lukanya cukup parah dan kondisi nya untuk saat ini masih kritis, tapi kami sudah berhasil mengoprasi nya dan sekarang dia berada di ruangan khusus".
"Terimakasih dokter".
"sama-sama kalau begitu saya izin undur diri"
Pintu ruang oprasi terbuka, para suster membawa keponakannya keluar, Jaevan menatap wajah keponakannya sembari mengikuti dari belakang, ia mengigit keras bibirnya mencegah air matanya keluar.
karena ruang inap untuk kela 3 penuh, akhirnya Jaevan memilih ruang inap VIP kelas 2 walaupun sedikit lebih mahal dari kelas 3 toh uang tabungan milik mendiang kakaknya cukup untuk membayar perawatan Nora di sana.
dengan hati-hati Nora di pindah ke kasur, perawat juga tidak lupa memeriksa kembali kondisi Nora, Jaevan hanya diam memerhatikan para perawat menyelesaikan tugasnya.
setelah para perawat itu selesai, mereka segera meninggalkan ruangan.
"Terima kasih sus" Lenovan berterima kasih pada para perawat.
Regan menghampiri Jaevan yang masih berdiri tidak bergeming, dia hanya diam menatap keponakannya.
"Jae ayo kita duduk" Regan menggiring Jaevan ke shofa.
suasana ruangan hening hanya terdengar detikan suara jam, Jaevan hanya diam dengan sorot mata sendu setia menatap ranjang tempat keponakkannya yang masih tertidur, Regan dan Lenovan juga memilih diam dengan pikiran mereka masing-masing.
pada akhirnya perlahan air mata Jaevan jatuh, mengagetkan Regan dan Lonevan yang pada saat itu menatapnya, ia kali ini tidak bisa lagi menahan sesak yang sejak tadi menyesakkan dadanya, ia menangis tanpa suara hanya air mata yang yang berlinang deras tanpa henti hingga menetes jatuh dari dagunya.
Regan dan Lenovan segera Memeluk Jaevan, mereka juga tidak kuasa menahan air mata, kesedihan yang dirasakan Jaevan juga dapat di rasakan Regan dan Lenovan.
"Jae tidak apa-apa, kami bersama mu" berulang kali kalimat itu di sampaikan keduanya.
Jaevan menutup wajahnya, bahunya bergetar dan suara tangis yang memilukan pecah. Regan dan Lenovan menepuk dan mengelus punggung Jaevan sembari memeluk erat sahabat nya.
Jaevan memukul mukul dadanya, napasnya mulai tersenggal-senggal wajahnya memerah hingga urat-urat di keningnya muncul
"Jaevan hei, ada apa?" tanya Regan panik.
"Jae tenang lah tarik napas pelan-pelan, tenang" Lenovan mencoba mebimbing Jaevan agar tenang.
Tangis Jaevan berhenti dan perlahan ia kembali bernapas normal.
"Kau tidak apa-apa, apa ada yang sakit?" tanya Regan yang masih cemas ia menepuk nepuk pelan bahu Jaevan.
Jaevan mengangguk.
Regan dan Lenovan lega "Berbaring lah, sekarang kau harus istirahat" Regan bangkit dari kursi dan memaksa Jaevan untuk berbaring.
Jaevan menurut, ia mulai memejamkan matanya "Kalian pulanglah, terimakasih sudah menemaniku".
"Tidak Jae kami akan disini menemani mu"
Jaevan tersenyum mendengar perkataan Regan "Terimakasih" jawab nya lirih.
"Sudah tidurlah, biar aku dan Lenovan yang berjaga"
Jaevan mengangguk dan perlahan ia mulai terlelap.
...To be countinue...
Srraaaaaahhhh
Awan hitam dilangit terbentang hadir mengiringi pemakaman, hujan yang turun deras tanpa petir dan angin menyumbangkan suara gemericik membasahi payung payung hitam para pelayat yang turut serta mengantar kepergian yonara Ankara.
Jaevan berdiri memegang erat foto mendiang kakaknya mencoba tetap untuk bertahan, menyaksikan tanah mulai membawa kakaknya pergi dari pandangannya. Bahunya bergetar menandakan betapa kerasnya di mencoba bertahan, air matanya turun bersama dengan air hujan yang membasahi wajahnya.
Semua orang disana turut merasakan kepedihan dari seorang laki-laki yang berdiri di dekat gundukan tanah itu. Regan dan Lenovan yang berdiri tepat di belakang Jaevan mengelus bahu sahabatnya mencoba memberi kekuatan. Dada mereka terasa sesak melihat jaevan sahabatnya. Air mata mereka akhirnya jatuh saat melihat Jaevan akhirnya ambruk berlutut di depan makam kakaknya.
Satu persatu pelayat mulai pergi meninggalkan pemakaman, kecuali Jaevan.
kedua orang tua Regan dan Lenovan juga turut hadir, mereka menghampiri Jaevan.
merasakan bahunya di tepuk Jaevan menoleh dan bangkit berdiri "Paman bibi terimakasih sudah membantu ku"
"Jangan sungkan nak, kita bukan orang asing bukan!" itu ibu Regan, ia tersenyum dan mengusap bahu Jaevan "Kuat lah"
Jaevan mengangguk, kemudian orang tua Lenovan meneluk Jaevan sejenak dan mengusap bahunya tidak memperdulikan baju nya yang akan ikut basah"Kakak mu tenang di sana jadi janganlah larut dalam kesedihan terlalu lama nak" nasehat ayah Lenovan.
Jaevan mengangguk.
"Ayo pulang, kami akan mengantar mu" tawar ayah Lenovan.
"Tidak apa-apa paman, aku bisa pulang sendiri aku membawa motor"
ayah Lenovan mengangguk "Baiklah kalu begitu paman pamit pulang ya"
Jaevan mengangguk, setelah orang tua Regan dan Lenovan pergi Jaevan kembali berbalik menatap nisan kakak nya.
Regan dan Lenovan mendekati Jaevan dan memayunginya.
"Regan Lenovan pulanglah, orang tua kalian menunggu di mobil"
"kami akan pulang jika kau pulang"
"aku tidak apa sendiri, aku pasti akan pulang, pulanglah kalian tidak perlu khawatir"
"kami... " Lenovan belum selesai bicara Jaevan lebih dulu memotong ucapannya.
"beri aku waktu sendiri, ku mohon"
Dengan berat hati Regan Dan Lenovan menuruti perkataan Jaevan meninggalkanya sendiri, walau sebenarnya mereka khawatir dengan kondisi sahabatnya.
"Dan tolong sampaikan kepada orang tua kalian aku benar-benar berterimakasih"
Mereka pun tersenyum, ditepuknya pelan bahu jaevan, Regan meraih tangan Jaevan menyerahkan payung nya lalu pergu meninggalkan nya sesuai dengan keingina nya.
...**********...
Srrahhhhh
Sekarang Jaevan sudah berada di rumahnya, setiap langkahnya memasuki rumah meninggalkan jejak air dilantai dari pakaiannya yang basah. Pandangannya menerawang mengenang setiap momen kebersamaannya dengan sang kakak di setiap ruangan yang dilewatinya.
Netranya berhenti ke arah foto anak kecil yang berada didinding terkena cahaya kilat senyumannya manis terkembang memamerkan kedua gigi kelincinya.
Ah dia kembali teringat akan keponakannya, segera dia pergi memasuki kamar mandi dan bersiap untuk kembali menemani keponaknnya di rumah sakit.
Tanpa membuang banyak waktu, hanya butuh 5 menit untuknya bersiap, dan tak lupa dengan cepat dia menarik beberapa pasang pakaian dari lemari dan memasukkannya dalam tas untuk pakaian gantinya selama di rumah sakit.
Setelah memastikan rumahnya terkunci, dengan langkah sedikit tergesa-gesa dia memakai jas hujan karena hujan masih turun lumayan deras, memakai helm full facenya dan menaiki moge nya melaju menuju rumah sakit.
...**********...
Sesampainya di rumah sakit, Jaevan memutuskan untuk melihat keadaan kakak iparnya terlebih dahulu di ruangan perawatan khusus, karena sejak hari kecelakaan dia belum sempat melihat keadaan kakak iparnya itu.
Dicarinya sosok itu di sekeliling ruangan dari balik kaca, namun nihil dia tidak menemukannya. Dan seorang perawat keluar dari ruangan itu.
"Permisi saya mau bertanya?"
"apa yang bisa saya bantu tuan? "
"dimana pasien bernama Jahen Roxen?"
"maaf tapi anda dengan siapanya? "
"saya adik iparnya"
"ah iya, pasien sudah dipindahkan oleh keluarga kandungnya ke rumah sakit di Amerika tuan"
"Apa" Jaevan terkejut, masalahnya dia tidak tau menahu akan kepindahan kakak iparnya, tidak ada yang memberi kabar padanya.
"Apa dia sebelunya sudah sadar? "
"pasien masih dalam keadaan koma saat keluarga nya memindahkan nya tuan"
Jaevan terdiam, dadanya kembali sesak entah kenapa.
"apa ada pesan untuk saya?"
"maaf tuan, tapi tidak ada pesan yang ditinggalkan keluarga pasien" perawat itu pun pergi meninggalka nya.
Jaevan terdiam lagi, dugaan nya sudah pasti keluarga kakak ipar nya itu sengaja melakukan hal ini. Tidak heran lagi jika ini terjadi, mengingat hubungan pernikahan kakak nya dan kakak iparnya adalah sesuatu yang ditentang keluarga Jahen kakak ipar nya. Karena status sosial yang berbeda diantara mereka, kakak nya adalah seorang anak panti asuhan yang bekerja menjadi sekretaris dikantor milik keluarga Jahen sedangkan jahen adalah CEO perusaan tersebut yang merupakan orang konglomerat terpandang. Pernikahan mereka pun adalah pernikahan yang tanpa diketahui keluarga Jahen, hanya dialah yang tau pernikahan ini. Dan sudah pasti kebaradaan anak mereka tidak di ketahui keluarga Jahen.
Dia menyesali keputusan untuk merestui hubungan kakak nya, andai saja dulu dia menentang nya ini tidak akan pernah terjadi pada nya. Langkah lebar nya segera meninggalkan tempat itu menuju ruangan tempat keponakan nya sekarang dirawat, dengan membawa rasa sakit ulu hati nya.
Sesampainya disana, dia mencoba mengontrol diri, ditariknya nafas dalam-dalam dan menghembuskannya
Cklekk
Pintu itu dibuka dan didapatinya kedua sahabat nya berada disana, duduk tersenyum menyambut nya.
"jaevan apa kau sudah makan?"
Jaevan mengerjapkan matanya beberapa kali, tidak menduga kedua sahabat nya berada disini.
"belum" jawab Jaevan apa adanya.
"cah, kalau begitu mari kita makan bersama, aku juga lapar"
Lenovan mendorong bahu Jaevan membawanya duduk di lantai, sedangkan Regan sibuk mengeluarkan dan mentata kotak-kotak berisi makanan di meja.
"Ini" Regan memberikan sumpit kepada Jaevan dan Lenovan.
Hati Jaevan menghangat, air mata keluar dari sudut mata nya, di usapnya air mata itu menggunakan punggung tangan.
Regan dan Lenovan khawatir melihat Jaevan kembali menangis, Jaevan perlahan mulai melahap makananya dalam diam, dengan air mata yang masih menggenang di pelupuk mata nya.
Regan dan Lenovan sesak melihatnya, namun ini sudah jauh lebih baik setidaknya dia sudah mau makan walaupun tidak banyak, Jaevan anak itu tidak makan apapun dari kemarin.
"selamat makan" teriak Regan dan Lenovan bersama-sama.
"Wah" Regan berseru merasakan kelezatan makanan yang ada di mulut nya.
"Makanlah yang banyak, ini benar-benar enak aku serius"
"Wah" kali ini Lenovan lah yang berseru
"Wah masakan ibumu memang terbaik Regan" Lenovan membaringkan tubuhnya, memberikan dua jempol memuji masakan ibu Regan.
"hemmm, Regan tolong sampaikan salam pada ibumu aku menikmatinya dan terimakasih jangan lupa" Jaevan ikut berbaring dilantai menyusul Lenovan yang sudah lebih dulu terkapar kekenyangan. Regan ikut bergabung menyusul mereka berdua.
"ngomong-ngomong apa kau besok akan pergi sekolah?"
Tanya Regan sambil menatap langit-langit atap rumah sakit.
"Mungkin aku tidak akan sekolah selama satu minggu kedepan" .
Ruangan itu kembali hening, mereka hanya menatap langit-langit atap itu sambil berbaring. Hingga Jaevan bangkit lalu mengambil tas nya, mengeluarkan buku dan pena, menulis sesuatu disana.
"apa yang sedang kau buat?" Regan bangkit duduk menyimak apa yang dilakukan sahabat nya.
"surat izin, tolong besok kalian berikan ke kelasku ya"
Regan dan Lenovan mengangguk bersama.
...To be Contiunue...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!