“Mah, Pah! Ini Mas Al, calon suamin Oliv!” ucap Olivia dengan entengnya.
“Apa!” pekik sang mamah, Rosalina Abimana.
“Oliv! Kamu apa-apaan?” bisik Alzam, pria yang baru saja diperkenalkan oleh Olivia.
“Memang kamu tau menikah itu seperti apa?” tanya sang papah, Abimana Wijaya.
“Aku tau kok! Menikah itu ya dua orang yang saling mencintai, hidup di bawah satu atap dengan bahagia!” jawab Olivia dengan santainya.
“Nggak! Nggak bisa? Laki-laki ini nggak mungkin bisa bikin kamu bahagia, Liv!” ucap Mamah Ros yang begitu nampak tak setuju.
“Oliv cinta sama Mas Al, Mah. Dan Oliv yakin, pasti kami bisa bahagia bersama?” seru Olivia dengan penuh keyakinan.
“Liv!” panggil Alzam yang berusaha mencegah perempuan di sampingnya itu semakin jauh berbuat sesukanya.
“Mas, kamu diem aja deh!” perintah Olivia.
“Kamu yakin sudah tau kewajiban sebagai seorang istri itu seperti apa, Liv? Menikah itu bukan seperti kamu main rumah-rumahan sewaktu kecil dulu, yang kalau kamu udah capek dan bosen, dengan gampang kamu bisa minta udahan! Ini perkara dunia akherat mu, Nak!” kata Papah Abi.
“Terserah Papah sama Mamah mau ngomong apa ya! Oliv tetep mau nikah sama Mas Al, titik!” tandas Olivia dengan seenaknya.
Alzam yang merasa tidak enak dengan kedua orang tua itu pun, akhirnya memilih untuk beranjak dari tempatnya.
“Maaf, Oom, Tante! Sepertinya ada kesalahan di sini! Sebelumnya saya minta maaf, jika kedatangan saya ke sini sudah membuat Oom dan tante salah paham. Saya kemari hanya ingin mengantarkan putri Oom dan Tante pulang karena hari sudah cukup malam, dan kebetulan dia ada di tempat saya bekerja. Tidak ada alasan lain selain itu. Jadi sekali saya mohon maaf, dan saya tidak tau menahu tentang rencan Oliv yang diluar dugaan ini. Saya permisi!” pamit Alzam, dan dia pun pergi menuju pintu keluar.
Olivia pun segera bangkit dan menyusul pria itu keluar. Dilihatnya, Alzam telah duduk di atas motor matic nya, dan sedang mengenakan helm.
“Mas! Kamu kenapa pergi?” tanya Olivia sambil menahan tangan Alzam, yang masih sibuk memakai helm di kepalanya.
“Nggak ada lagi yang perlu dibahas!” jawab Alzam dengan geram.
“Tapi, Mas! Aku suka sama kamu! Aku pengin kita nikah!” rengek Olivia dengan manjanya.
“Tapi nggak seperti ini caranya, Liv! Kamu juga nggak pernah bicarain hal seperti ini sama aku! Kamu nggak pernah nanya apa aku mau atau nggak!” ucap Alzam.
“Jadi, kamu mau nggak!” sergah Oliv, yang memotong kata-kata Alzam.
“Nggak!” jawab Alzam singkat.
Kini, dia telah selesai memakai helmnya, dan segera menstarter motornya.
“Mending kamu minggir, sebelum aku nekad nabrak kamu!” seru Alzam dengan tatapan membunuhnya.
Olivia pun perlahan bergeser dari posisinya, dan memberi jalan untuk Alzam lewat. Dia terus memandangi pria itu hingga kini sudah tak terlihat lagi dari pandangan matanya.
“Bagaimana pun caranya, Aku pasti bisa dapetin kamu, Mas! Nggak ada satu pun hal di dunia ini yang nggak bisa aku dapetin!” ucap Olivia seraya bersumpah.
...☕☕☕☕☕...
Olivia Charlotte Abimana, seorang gadis cantik yang tengah mengenyam pendidikan di jurusan manejemen semester lima. Dia dianugerahi kesempurnaan fisik oleh tuhan, dengan gelimangan harta dan kasih yang yang berlimpah dari kedua orang tuanya. Anak tunggal dari seorang pengusaha ternama, Abimana Wijaya, dengan istrinya, Rosaline Abimana. Sebagai anak tunggal, dia tak pernah mendapat penolakan dari orang tuanya sepanjang hidup. Apapun yang dia inginkan, pasti akan ia dapatkan dengan mudah.
Abimana Wijaya, sosok seorang suami sekaligus ayah yang baik, sosok seorang pemimpin yang baik dan berwibawa, serta seorang pria yang bisa menilai dengan tepat sifat seseorang, hanya dari gerak geriknya. Pria yang tidak pernah memandang orang dari status sosialnya. Dia pun sering berderma dan membantu siapa pun yang membutuhkan.
Rosaline Abimana, seorang wanita cantik dan anggun. Istri dari seorang pengusaha kaya serta ibu dari seorang putri yang sangat dicintainya. Wanita dengan gaya hidup yang glamor dan selalu mengedepankan image positif keluarganya. Ia tak ingin satu cela pun menodai nama baik keluarganya.
Ahmad Alzam Amani, seorang pemuda sederhana yang tekun dan sholeh. Seorang sarjana lulusan dari salah satu universitas negeri terkemuka di kota itu, dan mengambil jurusan ekonomi bisnis. Berasal dari sebuah keluarga sederhana yang begitu harmonis.
Ia tinggal bersama ibu dan dua orang adik perempuannya, Kanina yang duduk di bangku kelas sebelas di sebuah sekolah kejuruan dan Zahra yang baru saja masuk SMP.
Ayahnya telah meninggal dua tahun yang lalu, akibat penyakit diabetes yang dideritanya cukup lama. Kini, dia memiliki usaha kedai kopi kecil-kecilan yang dia bangun untuk menghidupi ibu dan kedua adiknya, serta mencari tabungan untuk masa depannya kelak.
...☕☕☕☕☕...
Keesokan harinya,
Alzam kembali kerutinitasnya, yaitu mengelola kedai kopinya. Hari ini, suasana kedai cukup ramai oleh pengunjung, mengingat ini adalah akhir pekan dimana banyak kaula muda menikmati hari libur mereka.
Alzam tentu saja tidak bekerja sendiri. Dia dibantu oleh lima orang pelayan, dan dua orang koki yang bekerja di kedainya.
Di tengah suasana kedai yang sedang ramai, seorang wanita cantik datang dan langsung menjadi pusat perhatian seluruh pengunjung kedai di siang itu. Bagaimana tidak, wanita itu datang dengan mengenakan pakaian yang bisa dibilang nyentrik, sebuah inner berwarna hitam tanpa lengan dan ketat, dengan segala mantel bulu, juga sepatu boot berhak cukup tinggi. Tak lupa celana jeans ketat yang mengkilap, mencap lekuk tubuh gadis itu.
Ya, Olivia kembali mendatangi kedai milik Alzam. Namun seperti biasa, Alzam tidak begitu mempedulikan kehadirannya di sana, dan tetap fokus pada pekerjaannya.
Olivia langsung menuju meja tempat di mana Alzam duduk, dengan banyak kertas-kertas laporan penjualan kedai tepat di hadapannya.
“Hai, Mas!” sapa Olivia dengan santainya.
Namun, Alzam tak merespon sapaan dari wanita itu.
“Mas! Nggak sopan tau kalau ada yang salam nggak dijawab!” keluh Olivia.
“Maaf! Saya nggak jawab salam semacam itu!” jawab Alzam dengan ketus, tanpa melihat ke arah orang yang diajak bicara.
“Oh iya, Maaf!” ucap Olivia dengan gaya tengilnya. “Assalamualaikum, Mas Al!” salam Olivia.
“Waalaikumsalam!” jawab Alzam, masih dengan tak melihat ke arah Olivia.
Olivia yang merasa tak dipedulikan pun akhirnya berjalan menjauh sambil menghentak-henkatakkan kakinya, menuju ke tengah-tengah kedai.
“Perhatian semuanya!” ucap Olivia dengan sangat lantang.
Sontak, semua orang yang ada di sana, baik pengunjung maupun para pegawai kedai, menoleh dan memperhatikan perempuan yang sedang berdiri di tengah itu, tak terkecuali Alzam.
“Mau apa lagi sih perempuan itu?” gerutu Alzam, yang merasa jengan dengan tinggah Olivia yang seenaknya.
“Hari ini, kedai udah gue booking! Jadi, silakan kalian semua pergi! Tapi jangan khawatir, semuanya biar gue yang bayarin!” ucap Olivia dengan sombongnya.
Semua pengunjung pun bersorak karena mendapat gratisan dari wanita nyentrik itu, dan segera keluar meninggalkan kedai kopi milik Alzam.
Alzam yang melihat semua itu pun semakin geram, dan mau tak mau, dia pun bangkit dari duduknya dan menghampiri Olivia, yang masih berdiri di tengah-tengah ruangan tersebut.
“Apa maksud kamu lakuin semua ini ke saya, hah?” bentak Alzam dengan suara yang sangat keras.
Semua pegawai terlihat begitu terkejut mendengar Alzam yang begitu emosi, saat berbicara dengan wanita nyetrik itu. Sebelumnya, mereka menganggap Alzam adalah sosok laki-laki yang sopan dan baik hati, lembut juga penyabar. Namun hari ini, mereka semua seolah melihat sisi lain dari seorang Alzam yang tak mereka lihat sebelumnya.
Sedangkan Olivia, perempuan yang membuat Alzam emosi itu, justru tak menunjukkan sedikitpun keterkejutan, atau pun merasa takut. Dia justru terlihat begitu tenang, dan perlahan berjalan mendekati pria yang tengah dalam amarah di depannya.
Dengan tangan yang terlipat di bawah dada, dan dengan kepala yang ia miringkan sedikit, serta sebelah sudut bibir dan alisnya yang terangkat, seolah dia sedang menantang Alzam.
.
.
.
.
Jika suka cerita ini, silakan lanjut baca☺ dan jangan lupa tap ❤ (favoritkan) , 👍 (like) , 💬 (komen) , 🎁 (gift) , dan juga votenya.
terimakasih 😁
Olivia menatap pria di hadapannya itu dengan sebelah sudut bibir yang terangkat, seolah sedang mengejeknya.
“Aku cuma pengin kamu lihat aku, Mas! Dan ternyata cara ku ini berhasil kan! Kamu yang dari tadi cuek, nggak peduliin keberadaan ku sama sekali, sekarang lihat kan? Kamu sendiri yang nyamperin aku, dan mau ngomong sama aku!” ujar Olivia merasa menang.
Alzam begitu geram dan jengah dengan sikap dari gadis yang berdiri di hadapannya itu.
Kenapa aku harus berurusan dengan gadis seperti dia sih? Si*l! umpat Alzam dalam hatinya.
Pertemuan tak terduga mereka seminggu yang lalu, sudah benar-benar membuat hari-hari Alzam belakangan ini begitu terusik, dengan kehadiran seorang Olivia yang suka bertindak serta bersikap seenaknya sendiri dalam hal apapun.
Awalnya, Alzam yang hanya ingin membantu seseorang yang sedang membutuhkan bantuan, tak tahu jika akan berujung pada masalah yang terus disebabkan oleh orang yang telah ditolongnya.
Saat itu, Olivia sedang kebingungan karena mobilnya mogok di daerah hutan sekitar puncak, di mana sinyal telepon seluler sangat sulit didapatkan, hingga ia pun tak bisa meminta bantuan siapa pun juga.
Saat itu lah Alzam lewat dan melihat Olivia yang sedang berdiri dan meminta bantuan pada setiap orang yang lewat.
Karena udara yang dingin, Alzam tak melihat jelas bagaimana penampilan gadis itu, karena Olivia membungkus tubuhnya dengan jaket tebal.
“Aa! Aa! Tolongin dong! Mobil ku mogok nih!” ucap Olivia, saat Alzam lewat di hadapannya dengan mengendarai sebuah motor matic.
Alzam yang memang pada dasarnya adalah seseorang yang baik hati pun, menepikan motornya dan berjalan menghampiri gadis tersebut.
“Mogok kenapa, Mbak?” tanya Alzam.
“Nggak tau! Tiba-tiba aja mogok di sini! Aku nggak begitu tau soal mesin, Aa!” tutur Olivia.
“Boleh saya cek?” tanya Alzam, sambil menunjuk ke arah kap mobil.
“Iya, sebentar aku bukain!” sahut Olivia yang kemudian menekan sebuah tombol yang ada di hadapan kursi kemudi.
Kap pun terbuka, dan Alzam berjalan mendekati tempat di mana mesin mobil itu berada, sambil melipat lengan bajunya hingga di atas siku.
Dengan seksama, Alzam mencoba menganalisa, di mana kerusakan yang dialami mobil yang sepertinya mahal itu. Setelah dia merasa mengetahui kerusakannya, pemuda itu pun mengambil peralatan mekanik yang biasa ia bawa, dan mencoba untuk memperbaiki sebisanya.
“Coba di starter!” seru Alzam kepada Olivia, yang sedari tadi memperhatikan Alzam yang dengan telaten mengotak atik mesin mobilnya.
Olivia pun segera masuk ke dalam mobil dan mencoba menekan tombol start yang ada di depannya. Seketika, mesin mobil pun kembali hidup, baik Alzam maupun Olivia bersama-sama bernafas lega.
“Bisa, Aa!” teriak Olivia girang.
Alzam hanya membalasnya dengan tersenyum. Saat itu lah, awal mula rasa suka tertanam dalam hati Olivia, terhadap pria yang telah membantunya itu.
Olivia pun kemudian keluar dari mobilnya dan berjalan menghampiri Alzam, yang sedang membetulkan lengan bajunya yang sempat ia lipat tadi, setelah sebelumnya dia membereskan alat-alat bengkel yang ia gunakan untuk memperbaiki mobil itu.
“Makasih ya, Aa!” ucap Olivia.
“Sama-sama! Sudah sewajarnya sesama manusia saling tolong menolong! Kebetulan saya tau sedikit soal mesin mobil!” ujar Alzam merendah.
Wah! Udah ganteng, baik hati, pinter, nggak sombong lagi! Bener-bener cowo perfect! puji Olivia dalam hatinya.
“Oh iya! Kenalin, aku Olivia! Aa namanya siapa?” tanya Olivia modus.
“Alzam! Dan tolong jangan panggil Aa!” jawab Alzam.
“Terus?” tanya Olivia lagi.
“Panggil saya Mas saja! Lagipula, Saya kebetulan bukan orang sini juga!” tutur Alzam.
“Mas Alzam! Aku panggil Mas Al aja yah!” seru Olivia.
“Boleh nggak papa!” sahut Alzam tersenyum.
Terserah dia aja lah! Toh kami juga nggak mungkin ketemu lagi! gumamnya dalam hati.
Setelah itu, Alzam pamit undur diri, dan kembali mengendarai motor matic nya menuju tujuan awal. Olivia masih terpaku menatap kepergian laki-laki yang sudah membuat dirinya tertarik itu, hingga laki-laki tersebut tak lagi terlihat dari pandangan matanya.
Setelah pertemuan tak disengaja itu, keesokan harinya, Alzam kembali ke kedainya dan menjalani rutinitas seperri biasa, yaitu mengelola kedainya.
Tanpa ia sangka, dirinya bertemu kembali dengan Olivia di kedai. Kedatangan wanita itu selalu menjadi pusat perhatian, semenjak dia datang pertama kali ke tempat itu. Pakaiannya yang selalu nyentrik dan kaca mata hitam yang selalu menggantung di ujung hidungnya, membuat siapa pun pasti akan memperhatikannya.
Awalnya, Alzam kira itu adalah kebetulan yang luar biasa. Namun siapa sangka, Olivia menangkap sesuatu yang berada di belakang motor pemuda tersebut saat pertemuan awal mereka, yaitu stiker kedainya yang tertempel rapi di sana.
Alzam mulanya tak begitu keberatan dengan kemunculan Olivia di kedainya, namun kemudian, Olivia selalu datang hampir setiap hari, dari siang hingga petang. Dia selalu saja mengganggu dan berusaha mengajak bicara Alzam, hingga puncaknya adalah tadi malam, ketika Olivia nekad menunggu Alzam hingga malam, tanpa membawa mobil mewah yang biasanya ia bawa.
Olivia memakai alasan tersebut untuk meminta pemuda tersebut mengantarkan dia pulang ke rumah. Alzam tak pernah menduga jika saat itu, Olivia sedang merencanakan sesuatu untuknya. Sampai pada akhirnya, dia benar-benar muak dengan gadis tersebut.
Kelakuan Olivia yang selalu berbuat seenaknya, membuat geram dan jengah seorang Alzam yang terkenal penyabar dan sopan. Hingga di depan Olivia, Alzam tak segan-segan menunjukkan rasa ketidaksuakaannya terhadap gadis itu.
Ada suatu ketika saat Olivia menunjukkan keposesifannya terhadap Alzam, di mana dia selalu mengganggu setiap kali ada teman, kenalan atau sekedar pelanggan perempuan yang menyapa Alzam. Sikapnya itu sontak membuat Alzam seakan dijauhi, terlebih oleh kaum hawa.
Namun, ada satu perempuan yang bukannya menjauh karena kehadiran Olivia, melainkan justru semakin mendekat dan menunjukkan sikap bersahabat dengan gadis tengil itu.
Olivia sangat membencinya, karena setiap kali perempuan tersebut datang, Alzam pasti merasa senang karena sikapnya yang tak mempan oleh tingkah Olivia.
Kembali ke masa kini, di mana ketegangan sedang berlangsung di kedai milik Alzam karena ulah seorang Olivia. Namun, di tengah ketegangan itu, seseorang datang dan langsung memberi salam kepada setiap orang yang ada di sana dengan suara yang terdengar begitu lembut.
“Assalamualaikum!” sapanya.
“Waalaikumsalam!” sahut orang yang ada di dalam kedai bersamaan, tak terkecuali Alzam.
Melihat kehadiran orang itu, Olivia yang tadi merasa di atas angin karena berhasil mendapat perhatian dari Alzam, kini mendadak menunjukkan raut muka ketidak sukaan.
.
.
.
.
Jika suka cerita ini, silakan lanjut baca☺ dan jangan lupa tap ❤ (favoritkan) , 👍 (like) , 💬 (komen) , 🎁 (gift) , dan juga votenya.
terimakasih 😁
Seorang perempuan datang ke kedai. Dengan senyum manisnya, ia menyapa semua yang saat itu berada di dalam tempat tersebut. Kerudung berwarna peach bermotif dedaunan musim gugur, yang dipadu dengan gamis berwarna senada, membuat perempuan itu nampak begitu cantik dan anggun.
“Eh! Ada Oliv juga ya!” sapa Nurul, perempuan yang selalu mengganggu ketenangan Olivia, tentu saja menurut versinya.
“Nggak usah sok ramah deh!” gumam Olivia, yang sangat jelas terdengar oleh hampir seluruh orang yang ada di sana.
“Dari mana, Nur?” tanya Alzam ramah.
“Cih! Kalau sama dia aja, bisa baiiiiik banget! Kalau sama aku, hah, boro-boro!” gerutu Olivia.
Alzam tak begitu memedulikan ocehan Olivia. Dia justru berjalan mendekati Nurul.
“Aku dari toko buku, Zam!” jawab Nurul, sambil menggoyang-goyangkan kantong kresek berlogo sebuah toko buku terkenal di depan wajahnya.
Pandangan Nurul kemudian beralih kepada Olivia, yang sedari tadi berdiri tak jauh dari posisinya, dengan wajah cemberut.
“Oliv! Kamu sudah lama di sini?” tanya Nurul ramah.
“Nggak usah sok akrab deh!” sahut Olivia ketus.
Alzam yang mendengar itu pun hanya bisa geleng-geleng kepala.
“Dasar gadis aneh! Tadi katanya pengin diajak bicara! Sekarang, giliran ada yang dengan senang hati ngajakin ngomong, malah cuek! Bener-bener freak!” sindir Alzam tanpa menatap ke arah Olivia.
“Tapi, aku maunya ngobrol sama Mas Al! Bukan sama dia!” ucap Olivia, sambil menunjuk ke arah Nurul.
Nurul yang ditunjuk Olivia pun kebingungan dengan maksud dari gadis itu.
“Ada apa sih?” tanyanya.
“Udah! Nggak usah ditanggepin! Nggak penting juga kok!” sahut Alzam.
Olivia kesal karena sikap Alzam yang sangat berbeda, antara dirinya dan juga Nurul.
“Oh, iya! Mau minum apa?” tawar Alzam.
“Ehm ... Tolong bikinin es kopi deh, My!” pesan Nurul pada Amy, salah satu pelayan di kedai milik Alzam.
“Tapi, Bos! Tadi kan kata bos kedainya ditutup!” ujar Amy bingung.
“Nggak papa! Kamu bikinin aja ya!” sahut Alzam.
“Oke, Bos!” jawab Amy.
“Duduk di sana yuk, Nur!” ajak Alzam.
Nurul pun berjalan mengikuti Alzam, dan duduk berhadapan dengannya. Nampak Olivia mengentak-entakkan kakinya kesal melihat kedekatan kedua orang itu.
“Oliv! Sini gabung bareng!” ajak Nurul.
“Males!” jawab Olivia ketus.
Dengan kesal, Olivia berjalan keluar dengan langkah kaki yang sengaja ia hentak-hentakkan keras di lantai, tanda protes kepada Alzam. Namun, pemuda itu sama sekali tidak memedulikan tingkah gadis tersebut.
Setelah kepergian Olivia dari kedainya, Alzam memerintahkan kepada anak buahnya, untuk bersiap membuka kedai kembali. Seluruh anak buah Alzam pun mengiyakan instruksi dari bos mereka.
“Kenapa tadi tutup? Apa belum buka? Tapi ini udah siang banget lho!” cecar Nurul.
“Makhluk aneh tadi yang bikin rusuh di sini!” jawab Alzam malas.
“Rusuh gimana?” tanya Nurul.
“Ya masa, tadi dia itu ngusir semua pelanggan kedai dengan seenaknya! Gila ‘kan! Kalau bukan rusuh, apa namanya?” tutur Alzam kesal.
“Oh! Ya udah sih! Dia ‘kan emang lagi cari perhatian sama kamu aja, Zam!” ucap Nurul.
“Heh! Yang ada, dia malah bikin aku emosi! Dia tuh selalu seenaknya sendiri tau nggak!” tutur Alzam.
“Tapi dari yang aku lihat, kamu tuh justru seperti perhatian banget ke dia deh, Zam!” kata Nurul.
“Perhatian?! Perhatian gimana?” tanya Alzam yang tak paham.
“Ya perhatian! Kamu bisa sampai ngerasain dia nyebelin, dia seenaknya, sampai kamu kalau nyeritain dia ke aku, selalu aja berapi-api! Dan kalau kamu lagi sama dia, kamu itu beda banget, Zam! Serasa lebih hidup gitu!” jelas Nurul.
“Ya ‘kan karena emang dia itu nyebelin, Nur!” sahut Alzam.
Nurul menggeleng sambil tersenyum.
“Enggak, Zam! Aku tuh kenal banget sama kamu! Kamu itu ya, selalu saja jadi pria yang baik, sopan, sabar dan ramah ke semua orang, kecuali Oliv! Kalau sama Oliv, kamu bisa ekspresiin diri kamu yang sebenarnya! Kamu bisa terbuka sama dia, tanpa adanya ke-jaimanmu! Bahkan, bisa-bisa kamu jatuh cinta lho nanti sama dia!” tutur Nurul.
“Hah? Jatuh cinta? Jangan ngada-ngada deh, Nur!” sanggah Alzam.
“Kita nggak tau siapa jodoh kita, Zam! Kalau emang dia itu ditakdirkan oleh Allah sebagai jodohmu, emang kamu bisa apa selain menerimanya?” seru Nurul.
“Apes dong!” gumam Alzam yang masih bisa terdengar oleh Nurul.
“Eh ... Nggak boleh bilang gitu! Ingat, ucapan adalah do'a! Masa kamu do'ain diri kamu sendiri apes sih!” omel Nurul.
“Iya, Bu guru!” sahut Alzam yang menirukan gaya bicara anak sekolah.
“Udah lah, jangan bahas dia lagi! Bisa darah tinggi aku!” gerutu Alzam.
Perempuan itu pun hanya tersenyum melihat tingkah dari sahabatnya tersebut.
Nurul Syahlaa Shaima, seorang perempuan cantik, anggun, sopan dan juga baik hati. Dia adalah sahabat sekaligus teman satu SMA, dan bahkan satu kampus dengan Alzam, akan tetapi berbeda jurusan. Dia bekerja sebagai seorang pengajar di salah satu sekolah kejuruan negeri di kotanya. Karena ketegasan dan kedisiplinannya dalam mendidik siswa, dia didaulat sebagai wakil kepala sekolah di bidang kesiswaan.
Nurul bukan tipe guru yang galak dan diktator, melainkan dia seorang guru yang mencoba dekat dan akrab dengan seluruh anak didiknya. Sehingga, ketika dia berhadapan dengan seorang Olivia yang memiliki sifat cenderung kekanakan dan manja, dia tak heran dan sudah terbiasa.
...☕☕☕☕☕...
Di lain tempat,
Olivia yang sedang kesal dengan apa yang dilakukan oleh Alzam kepadanya, memutuskan pergi untuk menemui sahabat karibnya.
Setelah beberapa saat dia berkendara, kini tibalah Olivia di sebuah komplek apartemen di sebuah kawasan Elit. Dia memarkirkan mobil mewahnya di basemen, dan segera menaiki lift untuk menuju unit milik temannya itu.
Dengan muka malas dan ketukan keras di pintu apartemen tersebut, Olivia berusaha membuat si pemilik unit keluar dari sarangnya.
Setelah cukup lama Olivia mengetuk atau lebih tepatnya menggedor pintu itu, seseorang dari dalam pun membukakannya. Nampak seorang pemuda menyembulkan kepala dari balik pintu.
Tanpa salam dan tanpa kata sapaan, Olivia langsung saja nyelonong masuk ke dalam, sambil mendorong si empunya rumah hingga dia pun menyingkir dari depan pintu. Olivia berjalan masuk diikuti oleh si tuan rumah, hingga sampailah dia di ruang tamu dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang ada di sana.
“Lu kenapa, Liv? Muka lu kusut amat! Lupa disetrika ye?” tanya Leon, sahabat Olivia, saat melihat sahabatnya itu nampak sedang kesal.
“Hah!” Olivia menghembuskan nafasnya dengan kasar, menandakan dia sedang ingin berkeluh kesah.
“Tunggu bentar! Gue ambil temen curhat lu dulu!” ujar Leon sambil berjalan menuju ke arah dapurnya.
.
.
.
.
Jika suka cerita ini, silakan lanjut baca☺ dan jangan lupa tap ❤ (favoritkan) , 👍 (like) , 💬 (komen) , 🎁 (gift) , dan juga votenya.
terimakasih 😁
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!