Almira namanya, dia adalah sosok wanita cantik asal Belanda yang menatap di Ibu Kota Jakarta sedari kecil. Tepat pada ulang tahunnya yang ke dua puluh tiga, sang kekasih tercinta, Ameer, pun melamarnya untuk dijadikan seorang istri. Sungguh hadiah terindah sepanjang hidupnya.
Bagaimana tidak bahagia, bila orang yang kita cintai hendak memulai kehidupan ke jenjang yang jauh lebih serius dan memikat ke dalam hubungan suci pernikahan?
Ha-ha, tentunya hal tersebut adalah hal yang diimpikan oleh setiap wanita yang hidup di muka bumi ini.
Naas takdir berkata lain ketika hari H telah tiba, kebahagiaan yang diimpikan pada saat hari pernikahan pun harus kandas di tengah jalan, bahkan sang pengantin pria pun belum sempat mengucapkan janji pernikahan. Ya, hari indah itu dihancurkan oleh pria brengsek di masa lalunya, yaitu sang mantan ayah tiri—yang dengan tega hampir memperkaosnya.
Namun untung saja pada saat itu dia diselamatkan oleh sang ibunda, jadi kehormatan dirinya pun masih terjaga hingga saat ini.
“Hentikan pernikahan ini Ameer!” teriak Zion—si mantan ayah tiri Almira. “Untuk apa kau menikahi gadis yang sudah tak perawan lagi, hah! Kau hanya laki-laki bodoh yang mau menikah dengan Almira, sedangkan di luar sana masih banyak gadis yang perawan!” cecar Zion menyebar fitnah agar pernikahan mantan anak tirinya itu dibatalkan.
Dendam di dasar hatinya masih ada untuk Almira karena gadis itu tak ingin dia tiduri, hasrat dan ambisi untuk memiliki gadis cantik itu sangat lah besar di dalam hatinya sehingga dia harus menghalalkan cara apa pun untuk mendapatkan Almira. Bahkan ketika dia mendengar jika Almira hendak menikah pun dia dengan tergesa-gesa datang kemari untuk menyebarkan fitnah agar pernikahan ini dibatalkan.
Dia bersumpah untuk menghancurkan kehidupan Almira sampai kapan pun, terkecuali apabila gadis itu memohon untuk menghentikan itu semua dengan cara menikah dengannya.
Sungguh ambisi sekali bukan?
Yup, itulah Zion.
Deg!
Semua orang yang menghadiri pernikahan itu pun menjadi tercengang, dan beralih menatap lekat ke arah Almira, yang kini terlihat begitu anggun mengenakan gaun pernikahan berwarna peach.
‘Dia mengatakan bahwa aku tidak perawan?’
Almira membatin dalam dirinya, dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa ketika melihat tatapan dari semua orang yang menatapnya penuh kebencian tanpa mendengar penjelasan dari dirinya terlebih dahulu. Bagaimana Zion bisa kemari? Sedangkan dia tidak pernah memberitahu Zion akan pernikahannya bersama Ameer.
“Benarkah kamu tidak lagi menyandang status perawan, Mira?” tanya Ameer serius, dia pun bangkit dari kursinya dan mulai melangkah mendekat ke arah Almira berada. “Mir, bisakah kamu jelaskan siapa dia dan kenapa dia bisa berbicara seperti itu?” tanya Ameer kembali, nada suaranya terdengar begitu lembut di kedua telinga Almira.
Almira menarik napasnya dalam dan mengembuskannya dengan perlahan secara berulang kali untuk menetralkan napasnya, dia ingin sekali berbicara jujur kepada Ameer, tapi bagaimana jika Ameer tidak percaya dengan apa yang dia katakan? Haruskah hari bahagia ini akan hancur? Ah, tidak. Hari bahagia ini tidak boleh hancur sama sekali. Dia harus membuat Ameer percaya jika semua ini hanyalah fitnah yang dikarang oleh Zion.
“Mira, jelaskan padaku. Apa pun kejujuranmu, aku akan menerimamu dengan hati yang lapang,” ujar Ameer serius dengan anggukan kepala berulang kali untuk membuat Almira percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja. “Jangan takut, Mir. Ayo! Buktikan kepada semua orang bahwa pria ini hanyalah tukang fitnah yang menginginkan pernikahan kita dibatalkan!”
Gadis itu tak berdaya, dia mencoba menenangkan hatinya terlebih dahulu sebelum memulai pembicaraan kepada sang kekasih. Bayangan kelam akan perkara kejadian beberapa tahun lalu mulai terputar kembali, di mana Zion memaksanya untuk melakukan hubungan terlarang. Jika diingat kembali, sungguh kejadian itu adalah kejadian yang membuatnya begitu malu. Dikarenakan hal tersebut membuat dirinya seakan tidak memiliki harga diri di mata Zion.
“B-baik, aku akan memberitahumu yang sebenarnya, Mer. Ta-tapi, apa kamu bakal seratus persen percaya sama apa yang aku katakan nantinya, Ameer?” tanya Almira memastikan, dia membalas tatapan mata dari pria yang begitu dia cintai itu.
Dahi pria itu mengerut heran, apakah pria yang datang tiba-tiba ke pernikahannya ini adalah orang yang dikenali oleh kekasihnya, Almira? Apakah diantara gadisnya dengan pria itu ada hubungan yang sama sekali tidak dia ketahui? Jika benar, mengapa Almira tidak pernah menceritakan apa-apa tentang masa lalunya? Bukankah suatu kewajiban untuk dirinya tahu tentang masa lalu Almira sebelum mereka menikah?
“Bulshit! Jangan percaya omongan calon istrimu itu Ameer!” Dengan lantang Zion masuk ke dalam pembicaraan kedua mempelai tersebut tanpa adanya izin berbicara dari Ameer. “Wanitamu itu sudah puas ditiduri banyak pria! Jangan mau menikah dengan j*lang seperti Almira! Bentuknya saja seperti wanita polos dan baik-baik, tapi sebenarnya dia adalah wanita yang menjual harga dirinya di sebuah aplikasi!”
Damn!
Kedua mata Ameer membola penuh, tatapan yang tadinya menatap teduh penuh cinta ke arah sang kekasih kini telah berubah menjadi tajam bak pisau yang siap menyayat, bagaimana bisa Ameer menerima kenyataan seperti ini? Tidak akan mungkin pria itu berbohong dan mengatakan hal buruk tentang Almira di hadapan banyak orang jika itu adalah fakta yang sebenarnya.
“Almira ... Kau—”
“Tidak, Mer, tidak!” teriak Almira keras memotong ucapan Ameer yang belum sempat menyelesaikan ucapannya. “Tolong untuk jangan percaya omong kosong itu, Mer! Dia menyebarkan fitnah untuk menjelekkanku, Mer!” sambung Almira sembari beruraian air mata.
“Tidak? Ah, omong kosong apa ini!” decak Ameer kesal. “Pernikahan ini kita batalkan! Tidak ada pernikahan yang terjadi!”
Ameer dengan lantang mengatakan kalimat tersebut di depan wajah Almira sehingga membuat semua orang terkejut dengan pernyataan tersebut. Bagaimana bisa dia menerima wanita dengan masa lalu buruk seperti itu? Sedangkan dia tidak pernah meniduri satu pun wanita di masa lalunya. Sungguh tidak adil bukan bila dia menikahi perempuan yang telah ditiduri oleh banyak pria? Cih, Almira sungguh sangat murahan, pikirnya.
Deg!
Bak disambar oleh petir di siang bolong, bagaimana bisa Ameer berkata sedemikian rupa padahal dia belum menjelaskan apa-apa kepada Ameer ? Benarkah Ameer sudah tak lagi percaya dengannya sehingga dengan begitu mudahnya Ameer terbakar oleh pernyataan palsu yang diberikan oleh Zion?
Almira menahan sesak di dadanya sembari menyeka air mata yang jatuh dari kedua kelopak matanya, kemudian ia pun berjalan beberapa langkah ke depan untuk lebih dekat dengan Ameer, pada saat Almira hendak memeluk pria itu, dengan cepat Ameer menahan tubuh Almira dengan kedua tangannya.
“Jangan menyentuhku lagi, Mir. Mulai detik ini, aku tidak lagi ingin berhubungan denganmu dari segi apa pun. Aku tidak butuh penjelasan apa pun, semuanya sudah jelas di mataku.”
Ameer pergi begitu saja setelah mengatakan hal tersebut kepada Almira. Dia bergegas keluar dari dalam gedung pernikahan dengan perasaan yang begitu hancur lebur, seharusnya hari ini adalah hari bahagia untuknya, tapi mengapa justru berbanding terbalik?
Apakah dia dengan Almira memang tidak ditakdirkan untuk bersama?
Mengapa Almira tidak menceritakan jati dirinya sedari awal mereka menjalin hubungan? Jika memang benar Almira begitu, dia pun bisa menerima Almira dengan hati yang lapang jika kejujuran itu sedari awal dia ketahui. Jujur saja, yang membuatnya tak terima adalah mengapa Almira menutupi kebenaran ini sedari lama?
Hal tersebut benar-benar membuat Ameer tidak bisa menerima kenyataan yang ada, bahkan Ameer pun juga turut membenci dirinya sendiri akan kebodohan dirinya yang telah diperbudak oleh cinta.
Ameer pergi dari gedung pernikahannya dengan mengendarai mobilnya sendiri, kebetulan kunci mobil pribadi miliknya ada di dalam kantung celananya.
Melihat kepergian Ameer membuat seluruh anggota keluarga Ameer turut meninggalkan gedung, hal itu dilakukan semata-mata untuk mengejar Ameer karena mereka semua takut apabila Ameer tidak bisa menerima kenyataan yang ada dan berpikir singkat untuk mengakhiri kisah hidupnya.
Sedangkan Almira yang melihat itu semua hanya bisa menangis histeris, meratapi nasib malang yang menimpanya hari ini.
Mengapa semua ini terjadi padanya?
“Puaskah sudah dirimu hari ini, B*jingan!?” gertak Almira marah, dia pun melangkah mendekat ke arah Zion yang terlihat begitu senang karena sudah menghancurkan pesta pernikahannya. “Apa yang kau inginkan sehingga kau begitu tega melakukan ini semua?!” lanjut Almira kembali, emosi di dalam dirinya begitu menggebu-gebu.
Zion berdecak sedikit kesal sembari memainkan jemari tangannya di wajahnya yang tampan itu meskipun kulit wajahnya sudah mulai berkeriput. Ya, bagaimana tidak, karena usianya sudah hampir memasuki kepala lima.
“Bukankah aku sudah mengatakan padamu untuk menika denganku Nona Almira? Lantas mengapa kau masih bertanya apa alasan itu?” lantang Zion menjawab ucapan Almira yang menahan kekesalan pada dirinya di hadapannya.
Plak!
Tamparan keras berhasil mendarat di permukaan pipi pria tua itu sehingga menimbulkan suara yang kini mulai terdengar menggema di dalam ruangan itu sendiri.
“Aku sudah pernah katakan bahwa aku tidak akan pernah sudi menikah dengan pria tua seperti dirimu! Pergilah dari hidupku atau aku akan memenjarakanmu karena kasus pelecehanmu kala itu, Zion!” ancam Almira tak main-main.
Mendengar ancaman dari sang mantan anak tirinya pun membuat Zion tertawa terbahak di dalam gedung yang mulai sepi, hal itu disebabkan karena pernikahan antara Ameer bersama Almira dibatalkan secara tiba-tiba. Apakah ancaman itu akan membuat Zion takut dan tunduk terhadap Almira? Ah, tidak. Hal itu justru semakin membuat Zion tertantang untuk memiliki Almira.
“Kau mengancamku Almira? Ha-ha-ha! Sungguh bodoh sekali! Kau mengira aku akan takut dan melarikan diri dengan ancaman tak bergunamu itu? Jangan bermimpi!” ketus Zion, dia pun tersenyum penuh kemenangan.
“Ikutlah bersamaku, aku akan memberikanmu segalanya.”
Zion mendekat, lalu mencoba mendekap Almira masuk ke dalam pelukannya. Namun amat disayangkan aksinya itu langsung dihentikan oleh seorang pria asing yang tidak dia kenali, bahkan Almira pun tidak tahu siapa pria itu. Tapi yang jelas, Almira sangat berterima kasih telah menyelamatkan dirinya dari perlakuan tidak menyenangkan yang dibuat oleh Zion.
“Tidak bagus jika kau dengan lancangnya memeluk pengantin wanita di khalayak umum, kau tahu bahwa wanita ini bukan milikmu, apalagi pasanganmu, ‘kan? Aku tahu kau adalah pria yang datang ke acara ini untuk menghancurkan pernikahan nona ini bersama sahabatku, Ameer,” kata Alex dengan tegas. “Pergi dan tinggalkan tempat ini atau aku akan meminta satpam mengusirmu tanpa adanya kehormatan.”
“S-siapa kau?”
Zion tergelak kaget ketika melihat penampilan pria yang mencoba menahannya untuk memeluk Almira itu. Dari segi penglihatannya sepertinya pria di hadapannya ini bukanlah pria sembarangan. Apakah sebaiknya dia kabur saja? Daripada urusan ini akan merembet ke jalur hukum? Ah, sial! Mengapa lagi dan lagi usahanya untuk menaklukkan Almira selalu gagal?
“Alexander Bawazier.”
Dengan lantang pria itu memberitahukan namanya kepada Zion, sedangkan Zion yang mendengar hal itu pun terkejut. Nama yang tidak asing lagi di kedua telinganya. Ya, pria itu dikenal sebagai seorang pengusaha kaya raya yang bahkan namanya sudah dikenal oleh Dunia. Ah, gawat. Bagaimana bisa dia berurusan dengan pria kaya seperti pak Alex ini?
Zion akui bahwa dia akan kalah dari segi mana pun, dan kalaupun masalah ini dibawa ke jalur hukum tentunya dia tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Dia yakin, lawyer yang akan dipakai Alex bukanlah lawyer sembarangan. Sebaiknya dia kabur sekarang sebelum semuanya terlambat!
Tak menunggu waktu yang lama, Zion pun terbirit keluar dari dalam gedung untuk melarikan diri sedangkan Alex yang melihat hal itu hanya bisa terkekeh sembari menatap ke arah Almira.
“Kau tidak apa-apa, Nona Almira?” tanya Alex sedikit perhatian.
Gadis itu begitu malang di matanya karena telah gagal menikah pada hari pernikahannya. Mengapa sahabatnya, Ameer, tidak mau mendengarkan penjelasan dari calon istrinya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membatalkan pernikahan? Padahal calon istri sahabatnya ini begitu cantik dan anggun.
“A-aku sedang tidak baik-baik saja untuk saat ini,” tutur Almira berkata jujur mengenai kondisi hatinya kini. “Aku sangat berterima kasih atas apa yang tadinya Anda lakukan, Tuan Alex,” lanjutnya sembari menyunggingkan sedikit senyuman.
“Tidak apa-apa Nona Almira, bukankah sudah sepatutnya kita sesama manusia saling membantu?” kekehnya di depan gadis itu. “Bolehkah aku bertanya padamu mengenai pria tadi?” tanya Alex kembali dengan sopan. Jika wanita itu tidak mau memberitahunya, dia pun tidak akan melanjutkan pembicaraan.
Gadis itu mengembuskan napasnya kasar, lalu kedua matanya melebar menatap ke seluruh arah. Tiada orang lagi di dalam gedung ini selain dirinya, Alex, dan para tim organizer yang sedang ber-beres.
Kebingungan melanda hati Almira saat ini, entah apa yang harus dia lakukan agar rasa malu ini hilang dari dalam dirinya. Jujur, dia merasa sudah tidak lagi ada harga diri di mata masyarakat. Haruskah dia bercerita kepada Alex mengenai Zion? Tapi, apakah pria di hadapannya ini akan percaya dengan apa yang dia katakan? Bagaimana jika pria itu tidak percaya? Ah, begitu rumit sekali permasalahan hidupnya.
“Kau ragu untuk bercerita kepadaku, Nona?” deham Alex sedikit kasar. “Mungkinkah ini tempat umum mangkanya kau tidak ingin bercerita? Sepertinya dugaanku benar. Jika begitu, mari kita pergi ke ruang atas. Aku akan mendengarkan ceritamu tanpa terkecuali.”
Alex memberikan keyakinan penuh kepada Almira, dan Almira pun menyetujui hal tersebut. Toh, sudah tidak ada lagi tempatnya untuk berbagi cerita, siapa tahu pria di hadapannya ini bisa menjadi teman barunya untuk berbagi cerita suka dan dukanya. Bukankah disaat-saat seperti ini dia membutuhkan seorang teman yang bisa diajak bertukar pikiran? Ya, benar sekali!
Dua jam berlalu, keduanya bertukar cerita dengan begitu asik sehingga rasa nyaman di hati Alex pun muncul.
“Ameer hanya salah paham denganmu, lalu kau akan menjalaninya bagaimana?” tanya Alex serius, kedua matanya memandangi wajah ranum Almira dengan saksama. Mengapa Almira begitu sempurna di matanya?
“Semua sudah berlalu, Lex. Aku pun tidak bisa memaksa Ameer untuk menikahiku hari ini ataupun ke depannya, kesalahpahaman Ameer membuatku malu, aku benar-benar merasa sudah tidak memiliki muka lagi di hadapan orang-orang,” jujur Almira dari dalam hatinya. “Sebaiknya sekarang aku harus merantau ke Kota lain untuk menghilangkan rasa malu ini dan rasa cintaku terhadap Ameer.”
Pria itu mengangguk sembari mengembuskan napasnya dengan berat hati, dia tahu betul bagaimana perasaan Almira saat ini. Mengapa Ameer tidak mau mendengarkan itu semua terlebih dahulu ya? Apakah Ameer hanya sekedar mencintai Almira? Sepertinya memang begitu, sebab tidak ada perjuangan Ameer untuk mempertahankan pernikahan ini.
Pria macam apa yang langsung panas ketika mendengar ocehan orang lain tanpa tahu kebenaran yang sebenarnya? Bahkan Ameer pun tega tidak memberikan kesempatan kepada Almira untuk berbicara. Ameer sungguh pria yang tidak layak untuk mendampingi Almira. Hanya kesalahpahaman saja Ameer tidak bisa mempertahankan cintanya, bagaimana jika Tuhan menguji keduanya lebih dari ini setelah terjadi pernikahan? Mungkin endingnya akan kembali pada perpisahan.
“Almira ... Aku adalah Alex Bawazier, aku akan menggantikan posisi Ameer di hidupmu. Kau akan tetap menjadi pengantin wanita hari ini, dan aku akan menikahimu!”
Alex menegaskan kalimatnya, lalu berdiri dari tempat duduknya. Dia mengulurkan tangan ke arah Almira agar gadis itu segera ikut beranjak dari sana.
“Tolong jangan menolak niat baikku untuk menikahimu, aku tidak suka ditolak!”
“Me-menikah?”
Almira menatap wajah Alex dengan alis yang mengerut heran. Dari mana ide itu tercetus di pikiran pria asing di hadapannya ini? Apakah menikah adalah hal yang mudah bagi Alex?
Tidak.
Pernikahan sangatlah tidak semudah yang dibayangkan, lalu bagaimana mereka akan menjalaninya apabila mereka menikah tanpa adanya cinta? Jangankan cinta, bahkan mereka pun belum saling mengenal satu sama lain.
“Ya, Mira. Aku ingin menikahimu,” balas Alex penuh keyakinan. “Tunggu sebentar, aku akan meminta anak buahku untuk menyiapkan segalanya dalam waktu cepat. Pernikahan kita akan dilaksanakan di gedung ini juga. Aku berjanji akan membuat Ameer menyesal karena telah mempermalukanmu di khalayak umum.”
Sebuah senyuman manis menjadi penutup pembicaraan antara Alex dan Almira, pria itu pun segera berbalik badan dan melangkah ke depan sebanyak beberapa langkah agar memberikan jarak antara dia dan Almira.
Tak menunggu lama, Alex pun segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya untuk menelepon seluruh anak buahnya.
Namun sebelum Alex berhasil menelepon anak buahnya, Almira menahan satu tangan Alex agar tidak jadi menelepon anak buahnya. Almira masih begitu ragu, apa alasan pria asing ini tiba-tiba hendak menikahinya? Padahal pria ini baru saja mengenalinya, bahkan belum tahu tentang karakter yang dia miliki. Lantas apa yang membuat Alex yakin untuk menjadikannya seorang istri?
“Maaf jika aku lancang memegang tanganmu, Tuan Alex. Ah, aku sama sekali tidak bermaksud begitu, he-he.” Almira tersenyum kaku sembari melepaskan tangan pria itu dari genggaman tangannya. “Siapa kau dan mengapa kau ingin menikahiku, Lex? Kita bahkan tidak saling mengenali karakter masing-masing,” lanjut Almira.
Mendengar perkataan gadis di depannya membuat Alex hanya bisa menghela napasnya dengan hati berat. Semata-mata tujuan dia menikahi Almira hanya untuk membebaskan gadis itu dari rasa malu di mata masyarakat. Jika berita ini diketahui oleh banyak publik, bukankah citra baik nama Almira akan rusak dan dianggap sebagai wanita tidak benar?
Almira berhak bahagia setelah keputusan Ameer untuk membatalkan pernikahan, justru daripada itu dia ingin menggantikan posisi Ameer. Sayang bukan bila gadis cantik ini di sia-siakan? Ya, Alex memiliki keyakinan untuk menikahi Almira karena dia merasa nyaman berada di dekat mantan kekasih sahabatnya sendiri, padahal ini adalah momen pertama kalinya dia melihat Almira di depan matanya sendiri, tapi mengapa rasa ketertarikan itu muncul dari dasar hatinya ketika dia menatap Almira secara langsung?
Apakah ini yang disebut jatuh cinta pada pandangan pertama?
Ataukah mereka memang ditakdirkan untuk berjodoh?
Ya, Alex yakin jika garis takdir mereka telah tertulis bahwa mereka berdua berjodoh.
“Kau tidak mengenali seorang Alex Bawazier?” tanya Alex penasaran kepada Almira.
Almira pun menggeleng dengan cepat, pertanda bahwa dia merespons ucapan pria itu. “Tidak.”
Alex tercengang mendengarnya.
Benarkah Almira tidak tahu siapa pria yang kini berhadapan dengannya? Apakah sepolos itu Almira tidak tahu dengan Alex—si pengusaha muda nan kaya raya yang namanya sudah hampir dikenal oleh Dunia? Ke mana saja wanita ini sampai-sampai dia tidak mengenali dirinya?
“Apakah kau tidak pernah menonton televisi di rumahmu, Cantik?” tanya Alex kembali, dia begitu penasaran mengapa Almira sampai tidak mengenali dirinya. “Kapan terakhir kau menonton televisi?”
Almira terkekeh mendengar pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Alex untuknya. Kira-kira apa motivasi dari pria itu bertanya seperti itu pada dirinya? Ah, dia pun lupa kapan terakhir kalinya dia menonton televisi karena saking banyaknya aktivitas sehingga tidak sedikitpun menyempatkannya untuk menonton berita.
“Kenapa kau malah terkekeh?” Alex mengangkat satu alisnya ke atas. “Sepertinya kau tidak pernah menonton televisi dalam dua tahun terakhir ini,” kekehnya kembali melanjutkan ucapannya yang terhenti.
“Ah, kau benar sekali, Alex. Aku sudah hampir tiga tahun ini tidak pernah menonton televisi,” cakapnya menjawab pertanyaan Alex. “Siaran di televisi sangat membosankan, dan aku tidak pernah tertarik lagi.”
“Benarkah begitu? Lalu bagaimana caranya kau mengetahui berita-berita yang terjadi pada Negara ini dan bahkan berita dunia?” tanya Alex penasaran lagi ketika mendengarkan jawaban dari Almira.
“Aku lebih menyukai berita dari media online, dan berita itu pun bisa aku lihat dari ponselku tanpa harus menonton televisi lagi,” sahutnya sembari mengukir sebuah senyuman.
“Ya sudah, tunggu di sini sebentar, Mira. Aku akan menelepon anak buahku untuk mengurus pernikahan kita agar cepat dilaksanakan pada hari ini juga.”
Pria itu mengambil langkah tegas tanpa banyak basa-basi lagi sehingga membuat Almira yang melihat hal itu menjadi sangat tidak percaya. Ya, ini semua bagaikan bunga tidur yang indah di dalam mimpinya, di mana ada seorang pangeran yang menyelamatkan hidupnya. Ah, benar-benar seperti dongeng masa lalu.
**
Tiga jam berlalu, semua anak buah Alex berkumpul di dalam ruangan untuk menjadi saksi atas pernikahannya bersama Almira yang diadakan secara mendadak. Ya, dia bahkan tidak pernah sekalipun menyangka kalau hari ini dia akan melepas masa lajangnya di usianya yang sudah menginjak dua puluh tujuh tahun.
Bertahun-tahun melajang setelah diselingkuhi oleh wanita yang begitu dia cintai, kini dia sudah mulai bisa membuka lembaran barunya bersama orang baru meskipun belum ada cinta di antaranya bersama Almira. Namun dia yakin kalau Almira adalah wanita baik yang sengaja dikirimkan oleh Tuhan untuk dirinya.
“Kini statusmu adalah istrimu, Mira. Aku akan selalu melindungimu dari apa pun, dan ya, aku minta padamu untuk melupakan kisahmu bersama Ameer mulai detik ini juga. Mari kita berdua bersama-sama membuka lembaran baru demi kehidupan yang jauh lebih indah ke depannya.”
Cup!
Alex mendaratkan sebuah kecupan manis di dahi sang istri di hadapan semua anak buahnya. Ya, di dalam gedung yang menjadi saksi bisu atas sumpah pernikahannya ini bersama Almira tidak ada orang lain sebagai tamu undangan. Semua tamu itu digantikan oleh anak buahnya yang senantiasa mau dia repotkan kapan pun dia membutuhkan mereka semua.
Benar-benar anak buah sejati.
“K-kau sangat membuatku terharu karena sikapmu yang mengambil alih untuk menjadi suamiku setelah kepergian Ameer di hidupku, Lex. Aku sangat berterima kasih untuk itu, jasamu akan selalu kukenang dalam hidupku. Sekali lagi, terima kasih karena telah menjadikanku sebagai pengantin wanita hari ini.”
Almira menangis terharu di hadapan pria asing yang saat ini telah menjadi suaminya. Dia tidak pernah membayangkan jika posisi Ameer, pria yang begitu dia cintai, harus digantikan oleh pria asing yang sama sekali tidak dia cintai.
Apakah ini yang dinamakan jodoh takkan tertukar?
Ya, benar sekali, sepertinya Alex memang ditakdirkan untuk berjodoh dengannya.
“Kita telah ditakdirkan oleh Tuhan untuk berjodoh, Mira. Tidak ada yang salah dari Ameer, ataupun dirimu. Ini semua terjadi karena Tuhan telah menggariskanmu sebagai tulang rusukku.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!