NovelToon NovelToon

Izinkanku Untuk Merasakan Lelah

Awal mula penderitaan.

Memiliki hutang dan sangat gila berjudi, seakan membuat seseorang menjadi buta akan hati nurani. Hidup dalam perekonomian yang bisa dibilang pas-pasan, membuat Mona sang ibu sambung yang dengan teganya menukar anak sambungnya kepada seseorang yang begitu terkenal dengan kekejamannya dan juga sangat kaya raya.

"Fia! Cepat sedikit, kamu begitu lamban. Nanti orangnya akan marah, ayo cepat!" Mona berteriak kepada anak sambungnya, membuat rumah yang sederhana itu menjadi seperti pasar.

"Ada apa Mona, kenapa kamu selaku berteriak seperti ini? Mungkin saja Fia sedang sholat, apa salahnya kau tunggu sebentar." David menangani ucapan istrinya yang sudah sangat berlebihan.

"Ah, kamu selalu saja membelanya. Dia tidak akan mendengar, kalau aku tidak teriak. Coba saja kalau Leah yang berbuat sesuatu, pasti sudah kau marahi habis-habisan." Cibir Mona yang selalu saja tidak mau mengalah dari suaminya.

Menggelengkan kepalanya, menghadapi sikap istrinya yang selalu saja seperti ini. Bahkan tetangga pun sudah sangat mengenali teriak-teriakan dari rumahnya, sungguh sudah di luar batas. Apalagi dengan ditambahnya sikap dan perlakuan dari Leah, tidak jauh berbeda.

"Maaf bu, tadi Fia sedang sholat. Ini Fia sudah siap."

Seorang wanita berhijab biru muda menghampiri kedua orangtuanya, namun tidak ada jawaban yang diberikan padanya. Bahkan tidak ada kata dan perlakuannya yang tulus ia berikan kepada Fia, hasil jerih payah milik Fia dari bekerja pun akan dirampasnya dengan alasan untuk biaya sang abah.

"Mau kemana kalian?" Ucap David disaat Mona menarik tangan Fia untuk ikut dengannya.

"Ada urusan penting, kamu tidak perlu tahu. Diam saja dirumah, orang seperti untuk itu memang pantas untuk dirumah saja. Ayo Fia, ini sudah sangat terlambat." Terus saja Mona menarik tangan Fia.

"Sebentar bu, Fia mau pamit sama abah." Mendengar hal itu, Mona melirik sejenak kepada Fia dan David. Lalu tangan itu terlepas dan mona terlebih dahulu berjalan.

"Abah, Fia pergi dulu. Baik-baik dirumah ya bah." Fia mencium punggung tangan David.

"Mau kemana kalian berdua, Fia? Abah takut, jika nanti ibumu akan berbuat yang tidak-tidak padamu nak." Rasa khawatir David kepada Fia bukan tanpa alasan, karena ia begitu memahami karakter istrinya.

"Tidak akan terjadi apa-apa bah, ibu orangnya baik. Assalamu'alaikum. " Fia berlalu meninggalkan David yang masih menatapnya, untuk menyusul Mona yang sudah berteriak memanggil namanya.

"Wa'alaikumussalam. "

Melihat kepergian keduanya, terdapat rasa penyesalan yang begitu besar David rasakan. Bermaksud untuk memberikan kasih sayang seorang ibu yang dapat menggantikan kerinduan puterinya, David menikahi Mona. Namun, semuanya tidak sesuai dengan apa yang di inginkan, dan ini sudah terlanjur terjadi.

Maafkan abah, Fia. Abah tidak bermaksud membuatmu menderita seperti ini, abah sangat menyesal nak.

Air mata itu lolos dari kedua mata David, ia hanya bisa berdoa didalam hatinya untuk kebahagian Fia.

...----------------...

Sesampainya ditujuan, Fia begitu tidak sangat bisa berpikir lagi. Memasuki gedung berti gratis yang begitu megah, membuatnya berdecak kagum.

"Masyaa Allah, besar sekali gedungnya." Ucap Fia dengan perlahan.

Plak!

"Tidak dirumah, tidak disini. Kamu selalu saja membuatku marah. Aku sudah memanggilmu beberapa kali. Dasar anak tidak tahu di untung, bukannya berterima kasih aku carikan pekerjaan." Tangan Mona dengan ringannya menampar pipi Fia.

Sikap ibu sambungnya itu sudah seperti udara yang harus Fia hidup setiap harinya, tangannya pun ditarik secara paksa untuk mengikuti langkah sang ibu, menaiki lif yang kemudian menekan angka tiga puluh.

Ting!

Pintu lif terbuka, memperlihatkan pemandangan yang cukup menakjubkan. Terdapat ruangan dan juga taman yang sangat indah disana, bagaimana tidak betah untuk bekerja dengan suasana seperti itu.

"Permisi, bisa saya bertemu dengan tuan Ronal?" Tanya Mona kepada wanita yang berada didepan salah satu ruangan.

"Dengan siapa dan ada keperluan apa? Atau sudah ada janji sebelumnya?" Wanita tersebut adalah Tyas, sekretaris perusahaan tersebut.

"Saya Mona, saya sudah punya janji dengan beliau sebelumnya."

Dengan begitu teliti, Tyas melihat penampilan Mona yang begitu glamour, bersama dengan wanita yang menggunakan hijau dan menunjukkan kepalanya. Pemandangan ini membuatnya bertanya-tanya didalam hatinya, namun dia harus bersikap profesional.

Ada apa wanita ini berurusan denganku tuan Ronal? Melihatnya saja seperti boneka ondel-ondel berjalan.

"Baiklah, silahkan anda menunggu sebentar, saya akan menghubungi tuan Ronal." Tyas segera menghubungi Ronal melalui telfon dihadapannya, setelah itu ia meminta Mona dan Fia untuk menunggu sejenak.

Begitu sombongnya Mona, dengan sikapnya yang begitu angkuh. Ia seperti nyonya-nyonya besar, dan itu membuat Tyas berdengus mencibir.

Tap

Tap

Tap

"Anda sudah tiba, silahkan ikut saya." Suara pria yang merupakan Ronal, sudah berada disana.

Ronal memberikan kode kepada Tyas untuk tidak menerima tamu sejenak, lalu ia membuka pintu ruangan tuannya. Saat pintu terbuka, terlihatlah seorang pria yang sedang fokus menatap layar datar dihadapannya. Dia adalah Abimanyu Surendra, pengusaha sukses yang terkenal dan juga kaya raya. Akan tetapi, ia begitu dingin, kejam dan mengerikan. Tidak ada kata maaf dan kesempatan kedua bagi yang mencari masalah kepadanya.

"Permisi tuan, mereka sudah datang." Ronal memberitahukan kedatangan tamu mereka.

"Hem." Dengan pandangan yang tidak teralihkan, Abi hanya bergurau untuk menjawabnya.

Sebuah berkas diletakkan Ronal di atas meja tuannya, berkas itu berisikan data-data dari kedua tamunya. Kemudian membuka dan membaca berkas yang diletakkan diatas mejanya, menatap kedua wanita tersebut secara bergantian. Lalu salah satu alis matanya naik ke atas, tatapan itu berhenti saat ia melihat wanita yang berhijab.

"Pakaian apa yang kau gunakan ini? Bukannya wanita saat ini sangat modern, bahkan dengan usia untuk itu sangat mengikuti tren." Pandangn itu masih tidak teralihkan.

Tidak ada satupun kata yang keluar dari bibir Fia, karena ia tidak menyadari jika Abi berbicara kepadanya. Begitu percaya dirinya, Monalah yang menjawab ucapan tersebut.

"Ini adalah pakaian pelayan yang saya janjian waktu itu, tuan. Dia datang dari kampung dan tidak mengenal fashion. Tapi saya jamin, dia bisa bekerja dengan baik. Jika dia membuat anda kecewa, terserah anda tuan mau diapakan." Ujar Mona yang berhasil membuat Fia melebarkan kedua bola mata dan menatapnya tajam.

"Ibu!" Lirih Fia.

"Diam kau! Turuti saja perintahkan, jika kau tidak melihat abahmu semakin menderita." Cubitan keras pada pinggang Fia yang diberikan oleh Mona, serta ancaman.

Dengan adanya perdebatan diantara kedua wanita tersebut, membuat Abi tertarik untuk menyaksikannya.

Cukup menarik, wajahnya juga tidak terlalu jelek untuk ukuran orang kampung. Abi menopangkan dagunya menggunakan jemarinya.

"Sudah cukup drama kalian, dan kau sudah menepati janjimu. Mulai detik ini, dia! Sudah menjadi milikku, silahkan pergi dari sini. Ronal, kau urus semuanya." Mengherakkan tangannya seperti memberikan tanda untuk segera keluar dari ruangannya.

Menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

Menyelesaikan semua perintah dari Abi, kini Ronal mempersilahkan Mona dan Fia untuk masuk kedalam ruangannya. Memberikan apa yang di inginkan oleh Mona sebelumnya dan menahan Fia sebagai timbal baliknya.

Ting!

Suara notifikasi pada ponsel Mona, lalu ia melebarkan bola matanya saat melihat isi pesan tersebut yang tak lain adalah laporan dari aplikasi,asi bangking.

"Terima kasih tuan, tugasku sudah selesai. Aku serahkan dia pada kalian, dan kamu Fia. Bekerjalah dengan baik. Jika kau berani macam-macam, maka kau akan menerima kabar buruk tentang abahmu, paham!" Dengan sangat bahagianya, Mona meninggalkan Fia yang menangis dalam diamnya.

Begitu pasrahnya dengan apa yang terjadi, Fia mengikuti langkah kaki Ronal yang membawanya. Ingin sekali ia berteriak dan memberontak, akan tetapi semuanya itu siapa saat pikirannya terbayangkan wajah abahnya. Kondisi yang sering sakit-sakitan, membuat keadaannya semakin menurun. Untuk berobat saja, mereka harus menunggu gaji dari hasil Fia bekerja. Walaupun ada dana pensiuna abahnya dan itu hanya bisa mencukupi biaya sehari-hari dan juga gaya hidup sang adik sambugnnya serta menebus obatnya sebagian. Dan kini, fia hanya bisa menunduk serta menjalankan perintah dari tuannya.

Menginjakkan kakinya pada salah satu bangunan yang sangat mewah, bahkan bisa dikatakan sangat mewah. Melihat saja membuat Fia merinding, ia selalu mengekor pada Ronal saat memasukinya. Terlihat beberapa orang yang sudah berbasis menyambut kedatangannya.

"Perkenalkan, dia adalah nona Fia. Asisten pribadi tua Abi, Basman akan menjelaskan apa saja tugas anda nantinya. Dia merupakan kepala pelayan disini, jika anda membutuhkan sesuatu ataupun ingin bertanya, dia akan membantu anda." Ronal memperkenalkan kehadiran Fia disana kepada seluruh pekerja yang berada di mansion, agar bisa melakukan tugasnya dengan baik.

Selesai dengan tugasnya, Ronal meninggalkan Fia dalam pengawasan dari Basman.

"Ikuti saya nona." Ujar Basman dengan wajah datarnya.

Ada beberapa dari pelayan disana yang sudah melakukan pendekatan pada Fia, hanya saja mereka masih harus mengerjakan tugas yang ada. Basman menunjukkan kepada Fia sebuah ruangan untuk ia beristirahat, ruangan tersebut berisikan dua tempat tidur dan dua lemari pakaian sederhana dan ada satu kamar mandi didalamnya.

Dugh!

"Astaghfirullah, ma maafkan saya tuan. Saya tidak sengaja, maaf." Menunduk seperti biasanya, Fia begitu tegang dengan keadaan yang ada.

"Beristirahatlah, nanti sepulang tuan Abi. Tugasmu akan diperjelas." Tatapan dari wajah Basman yang begitu datar dan dingin.

Sebelum Basman melangkahkan kakinya menjauh, Fia kembali bertanya.

"Sekali lagi maaf tuan, saya kemari tidak membawa satu helai pakaian ganti. Bisahkah saya izin pulang terlebih dahulu untuk mengambil pakaian?"

Lagi-lagi tatapan dingin itu terjadi, menggerakkan satu jari telunjuknya di udara. Sebagai tanda jika Basman tidak memberikan izin, seperti yang diinginkan oleh Fia.

"Untuk masalah itu, anda bisa menggunakan pakaian yang berada didalam lemari pakaian disana. Fasilitas untuk anda sudah lengkap disini, jadi silahkan gunakan." Basman menunjukkan lemari pakaian yang berada di dalam kamar tersebut.

"Hem Alhamdulillah, terima kasih tuan. Ta tapi..." Dengan ragu, Fia ingin menanyakan sesuatu kepada Basman.

"Katakan saja." Basman segera menimpali ekspresi wajah dari Fiayang terlihat seperti kebingungan.

"E e i itu tuan, apakah disini ada mukenah dan sejadahnya? Sa saya sangat membutuhkannya, tuan."

Raut wajah Basman tampak aneh, keningnya berkerut mendengar keinginan dari Fia.

"Akan saya persiapkan, silahkan untuk beristirahat terlebih dahulu. Untuk berikut ya, nanti anda akan bertemu langsung dengan tuan."

Suara Basman terdengar begitu datar dan cukup tegas bagi Fia, ia memilih untuk, tidak banyak berbicara lagi dan segera masuk ke dalam kamar. Namun hal lain yang dirasakan oleh Basman, ia tampak sangat kebingungan dengan apa yang di inginkan oleh Fia.

Mukenah dan sejadah? barang seperti apa itu, baru kali ini aku mendengarnya.

Mengambil ponsel dari saku celananya, jemari itu mulai menuliskan sesuatu pada aplikasi dari mbah google. Setelah menemukan gambar dari benda tersebut disana, raut wajah Basman kembali datardan keningnya semakin banyak lipatannya.

Bo**h! Kenapa aku tidak menyadarinya dari awal, dari penampilannya saja sudah bisa menjelaskan semuanya. Dia menggunakan hijab, dasar kau memang lemot Basman. Kebanyakan makan aturan, makanya jadi begini ni. Adeh.

Memberikan perintah kepada salah satu pelayan disana untuk mencari benda tersebut dan segera menghantarkannya kepada Fia. Begitu senangnya mendapatkan pesananya, Fia segera melaksanakan kewajibannya dan beristirahat sejenak untuk mempersiapkan hati dan dirinya dengan kehidupannya yang baru saja berubah.

Ya Rabb, aku tidak ingin menyalahkan takdirMu ini. Tapi, izinkan aku untuk meminta padaMu kekuatan, keihklasan dan keistiqomahanku untuk menerima dan menjalankannya. Jaga dan lindungilah abah dari segala sesuatu yang bisa membuatnya tersakiti.

Doa pun telah terpanjatkan, Fia membaringkan tubuhnya pada sebuah tempat tidur kecil yang beralaskan sebuah kasur tipis. Tak lama kemudian mata itu terpejam dan berlanjut ke alam mimpi.

Keesokan paginya, seperti biasanya setelah sholat. Fia segera mempersiapkan dirinya untuk menjalankan tugas pertamanya ditempat tersebut, namun ia belum mengetahui tugasnya apa saja. Lalu Fia berniat untuk membantu pekerjaan yang lainnya disana.

"Selamat pagi semua, apa ada yang bisa saya bantu?" Fia menawarkan bantuan dari dirinya untuk sekadar membantu beberapa orang yang sedang berada di dapur. Tentunya dengan perjuangan yang cukup melelahkan dalam mencari letak keberadaan dapurnya, karena bangunan tersebut sangat luas.

"Eh ada anak baru, tidak usah repot-repot. Ini sudah menjadi tugas kami, lebih baik kamu mempersiapkan diri untuk menerima tugas yang sebenarnya raya dari tuan. Oke." Devi, salah satu pelayan disana yang usianya tidak jauh berbeda dengan Fia.

"Benar Fi, tapi kalau kami masih memaksa. Aku dengan ikhlas akan berbagi tugasku padamu, hehehe." Ani pun ikut berceloteh.

"Tidak repot kok, malahan kalau aku hanya berdiam diri menunggu tugas sebenarnya. Semakin tidak enak rasanya, maaf ya kalau sedikit memaksa kalian."

"Sudah-sudah, ayo kita selesaikan bersama. Semakin banyak yang membantu mengerjakannya, semakin cepat juga selesainya." Devi membiarkan Fia membantunya, ada sedikit keraguan dalam dirinya membiarkan Fia bersama mereka. Karena tuan mereka tidak suka dengan pekerjaan yang sudah ditugaskan, menjadi terbengkalai akibat terlalu banyak mencampuri tugas yang lainnya.

Begitu senangnya Fia mendapatkan teman baru yang cukup welcome padanya, dengan sedikit memaksa yang pada akhirnya Fia diperbolehkan untuk ikut serta membantu pekerjaan yang lainnya. Walaupun hanya menyajikan makanan yang sudah siap untuk dihilangkan di atas meja, begitulah sambutan dihari pertama Fia menjadi bagian dari mansion tersebut.

Sifat buruk yang merugikan.

Setelah selesai dengan membantu teman-temannya, kini mereka menunggu kehadiran tuannya. Minuman hangat yang tidak lupa untuk disediakan, teh hangat yang merupakan kesukaan dari Abi. Hingga terdengarlah suara derap langkah yang cukup mereka kenali.

"Silahkan tuan." Basman menarik kursi dan mempersilahkan Avi untuk duduk menikmati sarapannya.

Seperti biasanya, Abi hanya memandangi makanan yang sudah tersedia. Ia hanya mengambil gelas yang berisikan minumannya, setelah itu ia berjalan meninggalkan semuanya menuju ruangan kerjanya. Fia sangat bingung dengan pemandangan yang baru saja ia saksikan.

"Jangan bingung Fi, tuan memang selalu begitu. Makanan ini akan berakhir di dalam tong sampah, tidak pernah disentuh. Inginnya si kita-kita yang makan, akan tetapi hal itu membuat kita semuanya dihukum sama tuan. Jadinya, mau tidak mau harus menuruti aturan yang tuan berikan." Ani berbisik pada Fia.

"Kok bisa?" Rasa penasaran itu semakin besar dalam pikiran Fia.

"Ya bisa saja Fia, nanti kau akan tahu sendiri. Ssstt." Ani berhenti berceloteh saat melihat Basman sudah berjalan mendekati mereka.

"Teruslah bergosip jika ingin nyawa kalian terbang ke alam lain, nona Fia. Silahkan ikut saya." Ucapan Basman sangat tegas dan membuat orang yang mendengarnya menjadi merinding.

"Sa sa ya tuan, ba baiklah." Fia sangat kaget dengan perintah itu, laku ia mengikuti Basman dari arah belakang.

Berjalan dengan memegang tengkuk lehernya yang merinding, begitu juga dengan kakinya terasa masih sedikit bergetar. Fia berusaha menutupi hal itu, ia tidak ingin terlihat begitu lemah dihadapan orang lain. Mereka memasuki ruangan, yang bisa dikatakan itu adalah ruang kerja milik Abi.

Plak!

Sebuah berkas dilemparkan oleh Abi tepat dihadapan Fia, dengan begitu angkuhnyq dirinya yang tidak ingin melihat orang lain.

"Itu tugasmu, baca dan laksanakan dengan baik. Aku tidak ingin kau berbuat kesalahan apapun, dan itu akan mendapatkan hukuman dariku. Tanda tangani dan mulailah bekerja, karena aku tidak suka pada orang yang malas."

Menarik berkas tersebut dan mulai membacanya, akan tetapi setelah membaca isi dari berkas tersebut. Membuat Fia kaget, sungguh ia tidak percaya dengan apa yang ia terima saat ini.

"Astaghfirullah." Fia beristighfar dan meletakkan salah satu telapak tangannya untuk membekali mulutnya.

"Kenapa, kau keberatan dengan tugasmu itu hah!?" Abi menaikkan nada bicaranya yang cukup keras.

"Ta tapi tuan, sebenarnya..." Fia belum menyempurnakan kalimatnya, namun sudah terhentikan.

"Aku disini adalah tuanmu, suka tidak suka kau sudah dijual oleh ibumu itu padaku! Jika kau menolaknya, maka bersiaplah untuk mendengar keluargamu itu akan lenyap ditanganku!" Emosi Abi sudah tidak dapat tertahankan lagi, dengan sangat tegas ia tekanan jika Fia sudah menjadi miliknya.

Rasa sesak kini Fia rasakan, matanya memanas menahan air mata yang sudah menggenang dan siap untuk mengalir.

"A a ku hanya ingin bekerja bukan menjual diri, aku tidak bisa menerimanya tuan. Permisi." Fia melangkahkan kakinya untk keluar dan pergi dari penjara yang baru saja ia dapati.

Hati Fia sangat hancur saat itu, mengetahui jika dirinya sudah dijual oleh ibu tirinya. Dunia seakan tidak berpihak pada dirinya, disaat ia bersemangat untuk berjuang mencari uang demi kehidupannya dan juga pengobatan untuk abahhya. Akan tetapi disaat itu juga ia terhempaskan dengan tidak berdaya.

"Berani sekali kau melawan perintahkan! Keluar kau dari bangunan ini, bersiaplah mendengar kehancuran keluargamu!" Berdiri dari duduknya, Abi sudah begitu emosi dengan sikap Fia yang keras kepala.

Tubuh Fia seketika jatuh ke lantai, mendengar ancaman yang diberikan Abi kepadanya. Isakan tangis sudah tidak dapat dihentikan, menahan rasa sesak di dadanya yang semakin mencengkramnya. Berusaha menguatkan diri untuk berdiri dengan tubuhnya yang sudah tidak berdaya, mengambil kembali berkas yang sebelumnya ia tinggalkan begitu saja. Meraih pulpen dan dengan tangan yang bergetar, ia akan menandatangani perjanjian tersebut. Berkas tersebut telah resmi, kini Fia berstatus sebagai pelayan pribadi dari Abi. Semua keperluannya dari bangun tidur sampai tidur kembali menjadi tanggung jawab Fia, menyerahkan berkas tersebut kepada tuannya.

"Aku tidak suka jika pelayanku menyentuh barang-barang pribadiku, jadi beruntunglah kau yang terpilih. Keluarlah, mulailah bekerja." Abi mengintruksikan Basman untuk membawa Fia menuju kamarnya dan menajlankan tugasnya.

Berjalan dengan menunduk, percuma saja menghapus air mata yang sudah begitu bersahabat dengan dirinya. Fia mengikuti Basman yang akan menunjukkan keberadaan kamar milik Abi dan mulai menjalankan tugasnya.

Ya Rabb, begitu besarnya cobaan yang Engkau amanahkan kepadaku. Lagi, Aku tidak akan menyalahkan takdirMu. Kuatkanlah aku untuk bisa menjalani ini semua.

Kini, mereka telah tiba didepan salah satu pintu yang cukup besar. sebelum Basman meninggalkan Fia, ia membuka pintu tersebut, mempersilahkan Fia untuk masuk dan segera menjalankan tugasnya.

"Mulailah bekerja nona, semoga anda nyaman dengan pekerjaan ini." Basman menutup kembali pintu kamar tersebut dan membiarkan Fia untuk beradaptasi dengan pekerjaan barunya.

Besar sekali kamarnya, luasnya seperti setengah dari lapangan bola kaki. Gumam Fia didalam hatinya melihat mewahnya kamar milik tuannya.

"Cepat lakukan tugasmu, aku tidak suka orang yang membuang-buang waktu." Ternyata Abi sudah terlebih dahuluberada disana saat Fia masih takjub melihat isi kamar milik Abi.

"Astaghfirullah, ba baiklah tuan." Karena kaget, Fia menjadi sedikit bergetar. Ia segera melaksanakan tugasnya walaupun masih banyak kesalahan dan juga caci maki dari mulut Abi yang begitu pedasnya.

Karena baru saja bekerja, belum mengetahui mengenai tata letak setiap barang pribadi milik Abi. Namun Fia tetap melakukan tugasnya dengan sebaik mungkin dan sebisa mungkin dengan cepat dan bekerja keras agar beradaptasi. Menyiapkan air hangat bersama beberapa aroma terapi yang ditambahkan untuk memberikan rasa nyaman, selanjutnya dengan pakaian yang akan digunakan bahkan Fia harus memasangkan dasi yang Abi pakai untuk bekerja.

Sesuatu kebiasaan yang masih membutuhkan keahlian serta kesabaran untuk melakukannya, karena baru pertama kalinya Fia harus berhadapan dan mengurus seorang pria secara langsung. Begitu pula pada saat sarapan, kepala Fia menjadi pusing dengan sikap Abi yang baginya sangat keterlaluan.

"Tuan, kita tidak boleh menyia-nyiakan makanan yang telah tersedia. Jika anda tidak menyukainya, lebih baik anda memberitahukannya kepada kami tuan. Tidak baik membuang makanan yang dimana diluar sana masih banyak yang tidak mendapatkan makanan seperti ini, akan mubazir tuan." Dengan mengumpulkan keberanian yang sangat besar, Fia akhirnya menyampaikan apa yang sudah menganjal dalam hatinya.

Prangh!!

"Berani-beraninya kau menasihati, siapa kau hah!! Buang semuanya, selera makanku sudah hilang. Dan itu kau yang menyebabkannya!" Suara Abi menggema didalam rumah tersebut, lalu ia meninggalkannya begitu saja.

Sungguh miris hati Fia melihat semua makanan itu, bahkan terkadang ia harus berhemat agar bisa mengisi perutnya. Walaupun berada di dalam sebuah keluarga, namun ia hidup dalam kesendirian.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!