Hot Duda Bagian 1
Oleh Sept
Pesta Pernikahan
Hari ini adalah hari pertama Lisa bekerja, gadis 18 tahun itu baru diterima di sebuah perusahaan yang cukup besar di ibu kota. Sebuah perusahaan yang memiliki banyak cabang di beberapa kota besar di Indonesia.
Lisa baru lulus SMA beberapa bulan, kemudian memutuskan untuk melamar di Montana Group. Ada tetangga Lisa yang sudah terlebih dulu kerja di sana. Makanya, setelah lulus sekolah menengah atas, sang ibu memintanya langsung melamar dengan bantuan orang dalam.
Kebetulan orang itu kenal baik dengan bu Siti, ibunya Lisa. Alhasil Lisa bisa mudah masuk dalam Montana Group. Ya, meskipun sebagai office girls. Bagi Lisa tidak masalah, dari pada menganggur, atau malah disuruh nikah sama ibu dan bapaknya, Lisa memilih kerja saja. Mau melanjutkan kuliah pun tidak bisa. Ibunya hanya penjual nasi di pasar, mereka menyewa stand kecil di sana. Lumayan, untuk pemasukan sehari-hari. Dan untuk biaya sekolah adik-adik Lisa yang masih kecil.
Sekarang Lisa sudah bekerja, setidaknya itu bagus. Karena membantu perekonomian keluarga mereka.
***
Montana Group
"Sa," panggil salah satu rekan Lisa.
Lisa yang mau membersihkan beberapa ruangan, berhenti sejenak. Kemudian menatap lawan bicaranya.
"tunggu, kita bareng."
Lisa mengangguk, mereka yang merupakan rekan baru pun mulai mengobrol sambil melakukan pekerjaan mereka, yaitu bersih-bersih toilets. Sambil bekerja keduanya saling bercerita. Lisa cukup senang, setidaknya ada teman kerjanya yang mau bertegur sapa dengannya. Karena tadi, hampir semuanya terlihat tidak menyukai Lisa.
"Yang sabar ya, biasanya anak baru memang diperlakukan begitu. Aku dulu juga sama," ucap putri tiba-tiba. Putri lebih lama bekerja di Montana Group, dia sudah ada di sana sejak dua tahun lalu.
"Iya, santai saja. Aku sudah biasa," ucap Lisa. Baginya sikap dingin orang-orang padanya sudah biasa. Tidak jarang Lisa mendapat perlakuan kurang enak, hanya karena wajahnya yang sedikit cantik dari pada yang lain.
Lisa yang merupakan gadis sederhana, tapi parasnya terbilang cukup menarik. Kulitnya putih, mulus, padahal tidak pernah perawatan atau ke salon. Skincare yang ia miliki pun tergolong sangat jadul dan murah meriah.
Selama ini, Lisa hanya pakai masker beras. Sedangkan untuk bedak, ia membeli bedak paling murah. Karena selain anak orang biasa, Lisa juga punya adik banyak. Dari pada uang sakunya untuk bendak mahal, lebih baik ia kumpulkan. Ketika sudah banyak, maka ia akan gunakan untuk sesuatu yang bermanfaat. Lisa punya mesin jahit, sejak kecil memang creative. Kalau ada pesanan, maka akan ia kerjakan. Belajar desain secara otodidak, sudah banyak gaun sederhana yang ia buat untuk tetangga dan teman-temannya.
"Sa ... kamu pakai bedak apa, sih? Aku lihat muka kamu kok bebas jerawat begitu?" tanya Putri penasaran. Bukannya fokus menggosok wastafel, Putri malah suka melihat wajah Lisa.
"Bedak apa? Biasa saja, yang di jual di warung."
Putri mencebik tidak percaya. "Prett!"
Lisa langsung terkekeh.
"Pakai cream abal-abal ya? Kok hasilnya bagus," tuduh Putri. Karena ia yakin, Lisa tidak akan mampu membeli skincare mahal yang harganya jutaan itu. Karena dari cerita Lisa, putri menyimpulkan, bahwa Lisa ini gadis miskin yang kebetulan memiliki paras yang cantik dan menawan.
"Nggak ada, Put. Kapan-kapan main ke rumahku. Nanti aku kasih tahu resepnya," ucap Lisa malu-malu, karena ia pakai endapanan beras untuk masker selama ini.
"Ish, pelit banget. Masa main rahasia-rahasiaan," protes putri.
"Eh, ayo cepet beresin, sebelum kita kena sembur," sela Lisa. Keduanya pun kembali fokus bekerja dan tanpa bicara seperti sebelumnya.
***
Di sebuah ballroom hotel bintang enam, sedang diadakan sebuah resepsi pernikahan pimpinan Montana Group. Seorang pria sedang berdansa dengan wanita cantik bergaun hitam elegan. Gaun yang ia kenakan terlihat sangat mewah dan ditaburi Swarovski crystal yang menambah kesan mahal. Sangat wajar, karena dia adalah pengantin dari pewaris tunggal Montana Group, Anggara 35 tahun.
Semua mata tertuju pada sosok wanita yang terlihat memukau tersebut, bersanding dengan pria seperti Anggara, merupakan impian setiap wanita. Adinda membuat gadis-gadis di luar sana merasa iri. Karena Adinda sangat beruntung. Anggara sangat tampan, kaya, dan terlihat keren di mata kaum Hawa.
Dia adalah idola di Montana Group, meskipun terkesan dingin, Anggara tidak pernah kehilangan pesonanya. Semakin dingin, dia terlihat semakin sempurna. Pernikahan ini menjadi hari patah hati bagi para pengagum Anggara selama ini.
"Selamat ya."
"Congratulations."
"Happy wedding!"
"Selamat menempuh hidup baru."
"Selama Anggara dan Adinda."
Banyak ucapan selamat yang tercurah untuk pasangan yang tengah berbahagia ini. Anggra dan Adinda, pengantin baru yang sedang menikmati hari bahagia mereka. Dan malam ini adalah malam puncak, di mana mereka sekarang telah merayakan hari bahagia bersama para tamu undangan.
Akan tetapi, ada salah satu tamu undangan yang terlihat tidak menyukai semuanya, semua yang ada dalam gedung ini membuatnya kesal. Harusnya, dia yang bersanding dengan Anggara. Cintanya yang bertepuk sebelah tangan, membuatnya memendam benci yang mendalam.
Dia adalah Jessica, wanita muda yang cantik. Sayang, kecantikan Jessica tidak mampu mengalihkan dunia Anggara. Pria itu terlalu fokus pada Adinda. Baginya, Adinda adalah segalanya.
"Kamu pikir, dengan kalian menikah, kalian bisa hidup bahagia? Lihat saja nanti!" Jessica mendesis kesal, kemudian minum minuman yang dibawa oleh pelayan dengan sekali tengak. Jelas sekali ia tidak bisa menyembunyikan sakit hatinya. Sakit karena ditinggal Anggara menikah.
Sedangkan sang pengantin, keduanya terlihat begitu bahagia. Wajah mereka berdua berseri-seri, jelas sekali mereka sangat bahagia karena sudah diikat janji suci pernikahan.
Setelah beberapa jam acara berjalan, akhirnya sampai juga pada akhir acara. Anggara sudah tidak sabar membawa sang istri ke kamar. Sebuah kamar khusus yang sudah disiapkan sebelumnya.
Presidential suit, hotel Aljero.
Di dalam sebuah kamar yang penuh dengan aroma mawar, Anggara membopong tubuh Adinda. Sejak tadi keduanya saling menatap penuh cinta. Pimpinan Montana Group itu, akhirnya melabuhkan hatinya pada seorang wanita yang sangat tulus mencintai Anggara tanpa melihat status.
Meski Anggara dari keluarga berada, Adinda tidak begitu terpengaruh. Sebab, cintanya memang tulus pada Anggara. Meskipun kata orang Anggara sangat dingin dan acuh, sebenarnya Anggara itu pria berhati lembut. Jika di dekat Adinda, Anggara akan menjelma jadi pria hangat dan paling pengertian.
Entah mengapa jika di depan orang lain, pria itu terlihat berbeda. Mungkin hanya padanya, pada Adinda sang pawang hati Anggara. Pria itu bebas mengeluarkan sisi dirinya yang lain. Sosok hangat, lembut dan penuh kasih.
Seperti malam ini. Meski jantungnya berdegup dengan kencang, Anggara tetap berusaha agar terlihat tenang di depan Adinda.
'Pelan-pelan ... jangan terburu-buru!' batin Anggara yang mulai terusik saat membantu melepas resleting gaun yang dikenakan oleh Adinda, sehingga memperlihatkan dengan jelas punggung mulus Adinda.
Bersambung
Follow IG author
IG Sept_September2020
Fb Sept September
Hot Duda Bagian 2
Oleh Sept
Si Miskin dan Si Kaya
Presidential suit, Aljero International Hotel.
Malam ini akan menjadi malam yang tidak akan dilakukan oleh pria bernama Anggara. Sebab malam ini adalah malam pertamanya bersama gadis jelita yang hari ini ia nikahi, Adinda.
"Sudah!" ucap Anggara dengan suara serak. Jantungnya bergemuru tatkala menatap punggung muluss istri barunya.
Begitu juga dengan Adinda, ia pun merasakan kegugupan yang sama. Hanya saja, Adinda lebih pintar mengendalikan dan menyembunyikan perasaanya saat ini.
'Kenapa jadi malu begini?' batin Adinda yang kemudian melepaskan gaun cantik dan glamour yang tadi ia kenakan. Setelah gaun itu terlepas sempurna, Adinda meraih bathrobe, memakainya sambil membelakangi Anggara yang sejak tadi harus menelan ludah.
"Aku mandi dulu!" ucap Adinda lirih, mungkin karena nervous campur rasa malu yang ia rasakan saat ini, hingga ia tidak menatap mata suaminya saat mereka berbicara.
"Hemm," balas Anggara yang hanya bisa menatap punggung Adinda dengan tatapan ingin.
Beberapa waktu kemudian, Adinda muncul dengan wajah segar. Sisa make up yang tadi memenuhi wajahnya sudah bersih. Wajahnya sangat cantik natural meskipun tidak mengenakan riasan apapun.
'Kenapa kamu cantik sekali!' batin Anggara yang masih belum bisa melepaskan rasa terpesonanya pada Adinda.
"Gantian, aku yang mandi!" kata Anggara sambil melepaskan kancing kemejanya. Lama-lama terasa gerah, ingin langsung menerkam Adinda, tapi tubuhnya masih lengket. Sepertinya ia harus mandi dulu agar misi berjalan sukses.
***
Di tempat lain.
Sebuah rumah sederhana, malam ini Lisa baru pulang. Selain bekerja di Montana Group sebagai seorang office girls, Lisa setelah pulang bekerja juga memiliki pekerjaan sampingan. Ia membantu laundry yang ada di ujung jalan dekat rumahnya. Lumayan untuk jajan atau tambahan, hanya mengantar pakaian pelanggan yang sudah selesai ke rumah masing-masing. Sekaligus mengambil cucian kotor jika ada.
Hari-harinya ia jalani penuh rasa syukur, bekerja yang halal, sedikit asal berkah, sambil sedikit-sedikit menabung. Karena sebenarnya Lisa juga ingin meneruskan pendidikan. Meskipun itu seperti sebuah mimpi kosong, tapi ia tidak menyerah. Karena tidak ada yang tahu masa depan itu bagaimana.
Pulang kerja ia melihat kamar, adik-adiknya sudah tertidur pulas. Ia kemudian melihat jam, pantas saja. Sudah di atas jam sembilan malam. Sedangkan sang ayah, biasanya jam begini sang ayah pergi ke pasar. Mereka akan belanja ke pasar untuk jualan biasanya malam-malam seperti ini, banyak trucks sayuran segar uanh baru datang.
Sedangkan sang ibu, ibu Lisa tengah berkutat di dapur. Menyiapkan beberapa makanan untuk dibuat jualan besok di pasar. Begitulah rutinitas harian keluarga sederhana Lisa dan orang tuanya. Mereka semua bekerja keras untuk kelangsungan hidup. Sebab hidup di ibu kota itu keras. Mereka harus terus bekerja dan berusaha agar tidak kelaparan.
"Baru pulang?" sapa bu Siti yang melihat Lisa akan masuk kamar mandi.
"Iya, Bu."
"Sudah makan?"
Lisa mengangguk pelan.
"Ya sudah, mandi dulu lalu istirahat."
Mendengar seruan ibunya, Lisa pun masuk kamar mandi. Satu kamar mandi yang dipakai bersama. Karena rumah mereka yang memang sederhana jauh dari kata mewah. Selesai mandi, Lisa ke kamarnya. Ia sekamar dengan adik perempuannya yang masih SMP.
Dilihatnya Marwah sudah terlelap. Setelah melihat adiknya sudah tidur, ganti dia mengintip ke kamar sebelah. Adiknya yang masih SD juga sudah tidur. Lisa menatap adik laki-lakinya itu. Adik kesayangan ayah dan ibunya, karena anak laki-laki satu-satunya.
"Loh ... kok belum tidur? Besok masuk kerja, kan? Sudah, lebih baik segera tidur," titah bu Siti yang kebetulan lewat dan ingin mengambil sesuatu dari kamar.
"Ya, Bu. Ibu masih lama? Apa mau Lisa bantu?"
"Tidak usah, tinggal bikin tempe kering. Habis itu semuanya selesai. Kamu mending tidur saja."
Lisa kemudian mengangguk mengerti, ia pun berbalik menuju kamar kamarnya, tidur seranjang bersama Marwah, adiknya yang baru berusia 13 tahun. Lisa pikir akan bisa memejamkan mata setelah berbaring, ternyata ia malah tidak bisa tidur. Tidurnya terlihat gelisah, entah apa yang sedang dipikirkan oleh gadis belia tersebut. Sepanjang malam ia hanya menatap langit-langit kamar yang kadang bocor ketika hujan deras campur angin.
Ketika Lisa kesulitan untuk tidur, ada pengantin baru yang malah memutuskan bergadang malam ini. Di sebuah hotel berbintang yang cukup besar di kota itu. Di salah satu kamar terbaik, sepasang manusia sedang berjuang menabur bibit kehidupan.
Saat Anggara selesai mandi, pria itu kemudian duduk di tepi ranjang. Menatap Adinda yang kini memakai lotion di tangan dan kakinya. Aromanya yang wangi, membuat Anggara ingin mendekat.
"Harum sekali," ucap Anggara yang sudah berdiri di belakang kursi tempat Adinda duduk.
Adinda sendiri langsung bergidik. Masalahnya, sang suami berbicara telat di balik lehernya. Membuatnya bergidik, hingga bulunya merinding.
"Masih lama?" tanya Anggara yang sepertinya tidak sabar membelah buah duren untuk pertama kalinya.
Tiba-tiba saja Adinda menjadi gugup, ini karena kepala Anggara mulai mendesak di balik tubuhnya, hampir menyentuh daun telinga wanita tersebut. Geli campur deg-degan. Adinda mencoba menghindar dengan mengerakkan tubuhnya sedikit, tapi Anggara langsung mengecupp pipinya dari samping.
Pipi itu langsung bersemu merah muda, merasa malu, Adinda akhirnya bangun. Lagi-lagi Anggara langsung melakukan gerakan dengan gesit. Ia raih lengan Adinda, kemudian menariknya lembut. Hingga Dinda jatuh dalam pelukannya. Keduanya berpelukan beberapa detik, selanjutnya Adinda sudah dibopong menuju ranjang dengan seprai penuh taburan kelopak bunga mawar yang banyak.
Bukkkk ....
Adinda sudah jatuh di atas ranjang di bawah kuasa Anggara. Keduanya pun saling menatap lembut.
"Bagaimana? Sudah siap?" tanya Anggara. Tangannya kemudian menyentuh pipi Adinda dengan penuh kelembutan. Sambil menyingkirkan anak rambut yang menutupi dahi Adinda.
Dengan jantung yang terasa semakin memburu, Adinda hanya bisa mengangguk pelan. Apalagi suaminya itu mulai menarik tali bathrobe yang melingkar di pinggangnya. Pelan tapi pasti, Anggara melepaskan ikatan tali yang menjadi pelindung.
Jakun pria tersebut naik dan turun ketika ia mulai menyibak kain lembut yang menutupi tubuh putih Adinda. Ia sempat tertegun dan menelan ludah saat melihat pemandangan yang tidak biasa tersebut. Anggara harus menelan ludah dengan kasar, karena darahnya mulai bergejolak.
Tidak sabar, tidak tahan dengan suguhan halal di depannya. Dengan lembut ia pun menyesapp langsung bibir ranum Adinda. Sembari tangannya mencari sesuatu untuk dimainkan. Anggara semakin mengebu, tatkala tubuh di bawahnya mengeliat karena ulahnya. Dia benar-benar membuai Adinda sampai gadis itu terus bergerak dengan gelisah.
"Ish ...!"
BERSAMBUNG
Ikuti IG Sept, agar tahu judul-judul terbaru. Dan menangkan Give Away bagi para pembaca yang beruntung.
IG Sept_September2020
Fb Sept September
Hot Duda Bagian 3
Oleh Sept
Hanya yang memiliki KTP yang boleh melanjutkan membaca. Terima kasih.
***
Sudah malam, tapi Lisa masih terjaga. Tidak bisa tidur, ia lantas turun dari ranjang. Tangannya membuka pegangan laci, kemudian menariknya sedikit. Ia ambil selembar koyo cabe lalu ia gunting jadi dua. Lisa menyibak pundaknya, kemudian menempelkan satu sama di kedua pundaknya.
Lama-lama terasa hangat, mungkin Lisa kecapekan seharian ini. Membuat badanya pegal-pegal sampai tidak bisa tidur. Karena setelah ditempel koyo, ia akhirnya bisa tidur. Tentunya tidak bisa nyenyak seperti biasanya. Dalam tidurnya ia terlihat gelisah, dahinya mengkerut, benar-benar jauh dari kata tidur yang nyenyak.
Di malam yang sama, di tempat yang berbeda. Jauh berbeda dengan kamar kecil nan sederhana milik Lisa. Di sebuah kamar hotel kelas atas, sepasang manusia sedang beradu. Malam ini adalah malam di mana keduanya akan menghabiskan malam sampai pagi.
Aljero International Hotel, presidential suite.
Mata elang Anggara tidak henti-hentinya menatap pemandangan di depannya. Ini adalah kali pertama dia menyaksikan secara langsung. Sesuatu yang cukup membuat hantinya berdesir dan membuat jantungnya berdegup dengan kencang.
Tubuh di bawahnya mengeliat, tatkala jemari Anggara mulai berkelana. Ia juga yakin, bahwa Adinda pun merasakan hal yang sama. Ia bisa merasakan degup jantung yang sama ketika kedua kulit mereka bertemu. Ya, Anggara kini memeluk tubuh Adinda yang terasa begitu hangat.
Dengan sekali gerakan, mereka bertukar posisi, sekarang Adinda sudah di atasnya. Adinda yang semulai dibuat bergidik, sekarang ganti ia yang mulai beraksi. Meskipun canggung, jarinya yang lentik mulai berani merambat pada bidang yang berbulu tipis tersebut. Mungkin gemas, Adinda sampai mencubit pucuk yang seperti kismis itu. Sampai Anggara hampir menjerit karena kaget.
Keduanya malah terkekeh, sampai sesaat kemudian, Adinda berhenti tak bersuara karena Anggara langsung meraih wajah dan menempelkan bibirnya.
CUP
'Tenang Dinda, jangan terlalu kaku!' batin Adinda yang merasa kembali gugup.
Sementara itu, Anggara sudah mulai rileks, meskipun tetap ada ketegangan yang ia rasakan. Malam ini harus berhasil, ia pun bertekat akan melakukan misi sampai selesai. Dimulai dengan pemanasan yang mulai terasa hangat. Ya, sesapan yang ia lukukan, ternyata membuat wajahnya menjadi hangat.
"Aku suka wangimu!" bisik Anggara, ganti ia memberikan sedikit jejak di leher jenjang Adinda. Sembari tangannya menyibak rambut panjang wanitanya.
Adinda tidak berkutik, karena tubuhnya seperti tersengat listrik. Jarak mereka cukup dekat, sama-sama bisa merasakan hembusan napas, serta degup jantung yang memburu.
"Aku matikan lampunya," ucap Anggara yang ingin suasana kamar berubah.
Klik
Lampu kamar seketika langsung padam, tapi berganti dengan cahaya temaram dari lampu tidur yang Anggara nyalakan barusan. Ia ingin malam ini berjalan dengan sempurna. Di bawah sinar temaram, mereka kembali melakukan aktifitas olah raga malam, penuh keringat dan akan diiringi suara-suara lirih yang mungkin akan membuat semakin bergidik.
Sudah berjalan beberapa saat, tapi Anggara terlihat gelisah. Dahinya dipenuhi bulir keringat karena tidak berhasil masuk. Ya, ia kelihatan kesusahan saat harus menerobos gawang lawan.
Sedangkan Adinda, ia kini terbaring sambil mengigit bibir bawahnya. Sejak tadi mereka pemanasan, tapi Anggara belum juga berhasil. Pria itu malah terlihat sangat gelisah, Adinda bisa merasakan akan hal itu.
"Kenapa, Mas?" tanya Adinda hati-hati.
Ini adalah harga diri sekarang laki-laki, jelas Anggara tidak mengatakan apa yang terjadi. Ia hanya meraih wajah Adinda lagi, lalu menyesapp bibir yang menggoda itu. Hingga membuat Adinda harus merasakan kebas di bibirnya.
"Ish!" Adinda mendesis, Anggara telah mengigit lidahnya.
Sebenarnya Anggara hanya ingin membuat tubuhnya kembali terbakar, karena sejak tadi belum bisa menembus, entah karena apa. Yang pasti, susah sekali untuk masuk.
Seperti tahu akan masalah yang dihadapi oleh suami barunya itu, kini tanpa canggung, Adinda langsung saja meraih tongkat sakti tersebut. Jelas Anggara sangat terkejut, ini kali pertama Adinda menyentuhnya.
Sambil menelan ludah, Anggara pun memejamkan mata. Ia menahan napas ketika Adinda mulai membuatnya sesak. Ada sesuatu yang ingin keluar, padahal baru dimainkan sebentar oleh Adinda. Panik, sudah pasti. Anggara lantas mencari wajah di mana seharusnya harus keluar.
"Stop ... cukup sayang!" lirih Anggara seperti menahan sesuatu.
Adinda yang tegang, malah tiba-tiba tidak bisa menahan bibirnya untuk tersenyum. Ia tahu, suaminya akan keluar. Langsung saja mereka bertukar posisi dan BERSAMBUNG.
IG Sept_September2020
Fb Sept September
Yuk, follow Sept nanti aku kasih sendal jepit hehehheh ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!