NovelToon NovelToon

Become An Antagonist Character

Kehidupan Baru

Seorang wanita berusia 27 tahun mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Wanita itu bernama Gracia Eliza, seorang wanita cantik dengan tingkah laku anggun dan elegan.

Gracia bekerja sebagai seorang sekretaris di sebuah perusahaan besar dengan cabang dimana-mana. Saat ini ia baru pulang dari kerja lembur di kantornya. Jalanan sudah mulai sepi karena ini memang sudah sangat malam, kira-kira pukul 1 dini hari.

Apakah Gracia tidak takut pulang sendiri? Jawabannya tentu tidak. Gracia sudah terbiasa hidup mandiri, sehingga ia bisa melakukannya sendiri tanpa rasa takut. Setidaknya dia menguasai sedikit ilmu bela diri. Jadi tak akan ada yang perlu dikhawatirkan olehnya.

"Hah, lelah sekali, rasanya badanku remuk semua," gumam Gracia menyenderkan tubuhnya ke belakang.

Tatapannya masih fokus ke depan. Ia benar-benar lelah karena seharian bekerja. Apalagi ia berprofesi sebagai sekretaris Bos. Itu pasti sangat merepotkan, memang benar. Tapi untungnya Gracia sudah terbiasa dengan pekerjaan melelahkan seperti itu, meski ia harus merelakan tubuhnya remuk.

Sebuah truk dengan kecepatan tinggi tampak melaju dari arah berlawanan menuju mobil Gracia. Wanita itu membelalakkan dan dengan cepat membanting setir.

Namun, naasnya ia menabrak pembatas jalan, dan di bawah sana ada sebuah jurang curam. Mobil Gracia terjun bebas ke bawah.

"Hahaha ku rasa ini akhir hidupku di dunia," gumam Gracia tertawa getir. Ia mulai menutup mata, seakan sudah pasrah saat nyawanya diujung tanduk.

Tak lama kemudian terdengar ledakan besar. Mobil Gracia meledak dan menjadi berkeping-keping.

...***...

Mata itu terbuka dengan pelan, dan menampakkan sepasang manik hazel yang indah. Berkedip beberapa kali untuk biasakan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya.

Kerutan samar terlihat didahi putihnya. Matanya berkeliaran melihat sekeliling yang terasa asing untuknya. Dimana ini? Pertanyaan seputar berada di otaknya.

Bukankah tadi malam ia mengalami kecelakaan dan mati di tempat? Lalu dimana dia sekarang? Tidak mungkin ia selamat dari maut pada malam itu. Lalu apakah ini surga?

"Dimana aku?" tanyanya entah pada siapa.

Tidak ada siapapun di ruangan ini selain dirinya, dan ia tidak tau harus bertanya kepada siapa.

"Aku yakin ini bukan Rumah Sakit apalagi surga," lirih gadis yang tak lain adalah Gracia Eliza sambil menatap langit-langit kamar.

Ia sedang memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa dia bisa selamat dari maut? Kecelakaan yang ia alami jelas bukanlah mimpi semata.

Lama berpikir hingga tidak menyadari orang yang berdiri tak jauh darinya dengan ekspresi terkejut.

"Astaga, Nona!" Seruan itu membuat Gracia menoleh.

"Nona, sudah siuman?! Astaga, aku senang melihatnya!" kata gadis pelayan berusia 22 tahun itu heboh. Tak hentinya dia mengucapkan kalimat syukur.

"Siapa kau?" tanya Gracia dengan ekspresi bingung, membuat pelayan yang tadinya bersyukur langsung syok di tempat.

"No- nona, an- anda lupa de- dengan saya?" tanyanya linglung.

Gracia memberi pandangan bingung. Apakah kita pernah bertemu sebelumnya? Ingin rasanya ia bertanya seperti itu. Tapi tak ada yang keluar dari mulutnya. Ia hanya termenung di tempat.

Pelayan bernama Larissa itu mulai cemas. "Nona, apakah anda baik-baik saja? Apa perlu saya memanggil Dokter?" tanyanya khawatir.

Gracia melirik ke arah gadis pelayan tersebut. Lalu bertanya tanpa menjawab pertanyaan sebelumnya.

"Siapa namaku?"

Larissa sedikit bingung dengan pertanyaan Nona mudanya, tapi ia tetap menjawab secara jelas. "Anda bernama Angelicia Marceilious, putri tunggal dari Tuan Gerald Marceilious dan Nyonya Celine Audora."

Gracia terdiam mendengar jawaban tersebut. Jadi tebakannya tentang jiwanya yang pindah itu benar? Haruskah ia senang karena lepas dari maut?

"Berikan aku cermin!" perintah Gracia mutlak.

Biarkan Gracia melihat wajah ini dulu sebelum memutuskan apa langkah yang harus ia ambil. Larissa langsung menuruti perintah Nonanya. Ia mengambil cermin kecil memberikannya kepada Gracia.

Gracia menerima cermin itu, sebelum ia menatap wajah barunya. Dia lebih dulu menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.

Setelah dirasa siap, ia mengangkat sedikit cermin itu. Terlihat bibir tipis miliknya, tangannya bergerak mengusap bibir pucat itu. Dari bibirnya saja ia menebak bahwa wajah gadis ini tidaklah seburuk itu.

Lalu berlanjut ke hidungnya yang kecil tapi terlihat mancung. Terus seperti itu hingga terlihatlah semua bagian wajahnya yang tampak cantik.

'Tidak buruk. Hanya saja wajah ini terlihat begitu pucat, serta luka di wajah dan perban kepala ini membuatku tak bisa menilai dengan jelas. Tapi ku yakin bahwa wajah ini tidak lah buruk,' batin Gracia.

Gracia menoleh ke samping. "Siapa namamu?" Pertanyaan ini ditunjukkan kepada gadis pelayan itu.

"Saya Larissa, Nona. Pelayan pribadi anda sedari kecil," jawab Larissa dengan sopan.

Gracia mengangguk mengerti. "Bisa kau ceritakan apa yang terjadi? Aku tidak bisa mengingat apapun saat ini."

Larissa tertegun mendengar hal itu. Tapi kepalanya tetap mengangguk, menyetujui perintah Nonanya.

"Nona muda jatuh dari tangga dan tidak sadarkan diri selama seminggu penuh."

Seminggu penuh? Itu artinya pemilik tubuh ini sudah meninggal, dan jiwa itu diganti menjadi jiwanya. Tapi tunggu, nama asli tubuh ini adalah Angelicia Marceilious? Mengapa Gracia merasa familiar dengan nama itu?

"Apa kedua orang tuaku adalah seorang pengusaha di negera ini?" tanya Gracia yang diangguki dengan semangat oleh Larissa.

Melihat anggukan itu, Gracia merasa belum puas. Jadi ia bertanya dengan pertanyaan lain. "Berapa umurku-- ah maksudku, apa aku masih bersekolah?" Gracia dengan cepat meralat ucapannya.

"Ya, Nona. Anda masih duduk di bangku kelas menengah atas."

Tinggal satu pertanyaan lagi untuk membuktikan kecurigaannya benar atau salah. "Apa aku mempunyai seorang tunangan bernama Erland?"

Larissa menjawab dengan anggukan kepala. Gracia berseru kecil, jadi kecurigaannya terbukti benar. Bahwa dia bertransmigrasi ke dalam sebuah novel yang pernah dibacanya.

Lebih buruknya ia menjadi pemeran antagonis dari gadis manja, kekanak-kanakan dan bodoh seperti Angelicia. Gracia mendesah tanpa semangat.

'Oh Tuhan. Aku tak merasa pernah melakukan sebuah dosa besar hingga kau menghukumku seperti ini. Aku lebih baik memilih meninggalkan dunia ini dari pada hidup menjadi pemeran jahat yang berakhir tragis. Ini sama saja aku mati untuk kedua kalinya.'

'Adakah yang lebih buruk dari kesempatan hidup untuk kedua kalinya ini?'

Angelicia Marceilious adalah salah satu karakter antagonis di sebuah novel berjudul 'My Cool Boy'. Ia mencintai pemeran utama pria dan begitu tergila-gila pada pria itu.

Angelicia melakukan segala cara untuk menarik hati pria bernama Erland Imanuel. Tapi semua yang ia lakukan tak membuahkan hasil apapun. Karena Erland menyukai sepupu Angelicia, Ovy Verlinza. Yang tidak lain adalah pemeran utama wanita.

Itulah yang membuat Angelicia menjadi berang dan berniat melukai Ovy dengan mendorongnya dari atas tangga. Tapi Erland tanpa sengaja mengetahui niat busuknya itu dan menggagalkan semuanya.

Ovy selamat, tapi tidak dengan Angelicia. Gadis itu jatuh tergelincir dan berguling ke bawah hingga membentur lantai. Angelicia terluka parah dan koma selama seminggu.

Setelah kepulihannya, Angelicia masih belum menyerah dan tetap mengejar Erland. Bahkan ketika Gerald dan Celine membujuknya untuk menyerah, Angelicia tetap tidak mau, dan malah marah kepada kedua orang tuanya.

Angelicia juga tak segan mengancam akan bunuh diri jika kedua orang tuanya mencoba menghalangi rencananya.

Gerald dan Celine yang tidak ingin kehilangan putri tunggal mereka hanya bisa pasrah dan membiarkan Angelicia melakukan apapun yang disukainya.

Kedua orang tua Angelicia memang sangat menyayangi Angelicia, bahkan rela melakukan apapun untuk anak tunggalnya.

Meski Angelicia sering membuat mereka menanggung malu akibat tingkahnya. Tapi dia tetap darah daging mereka, dan mereka tidak akan meninggalkan sang putri bagaimanapun keadaannya.

Jika Gracia tidak salah ingat, ini hampir mendekati ending. Dengan kematian Angelicia, semuanya akan berakhir dengan kebahagiaan untuk pemeran utama wanita dan pria.

'Aku tidak ingin mati untuk yang kedua kalinya. Apalagi mati dengan cara sia-sia seperti itu. Aku sudah diberi kesempatan untuk hidup, jadi tak akan aku sia-siakan kesempatan ini untuk hal bodoh. Segala cara akan ku lakukan agar alur cerita ini berubah sesuai dengan keinginanku.'

Tanggal kematian Angelicia akan datang tiga bulan ke depan. Tepat di hari ulang tahunnya yang ke 17 tahun.

'Tiga bulan. Aku hanya memiliki waktu sekitar tiga bulan untuk merubah semuanya.'

To be continued...

Elicia

Larissa berlari panik keluar, Nona mudanya sejak tadi diam dengan pandangan kosong. Ia sudah memanggil namanya berulang kali, tapi tidak ada respon. Apalagi semenjak bangun, nonanya menjadi aneh. Tentu saja dia khawatir.

Gracia tidak menyadari kepergian pelayannya, karena ia masih sibuk memikirkan rencana untuk ke depannya.

Hingga suara pintu yang terbuka keras membuatnya menoleh lantaran terkejut. Seorang pria tampan dengan tubuh atletis masuk dan mendekat ke arahnya. Di belakangnya ada seorang wanita cantik yang mengikuti.

"Angel, apa ada yang sakit?" tanya pria itu dengan nada khawatir yang jelas.

Gracia menatap kedua orang paruh baya itu dengan kerutan samar. Ia tebak jika pria dan wanita itu adalah orang tua Angelicia, Gerald dan Celine.

"Angel, katakan pada kami dimana yang sakit." Kali ini Celine yang bertanya.

Tidak ingin membuat mereka semakin khawatir, Gracia menggeleng dengan senyum kecil. "Tidak ada yang sakit, Pa, Ma. Jadi tidak usah khawatir oke?"

Gerald dan Celine tertegun mendengar suara lembut Angelicia. Sejak kapan putri mereka menjadi selembut ini?

"Em, apa aku boleh istirahat dulu? Kepalaku masih sedikit sakit." Gracia memegangi kepalanya dengan raut dibuat sesakit mungkin.

Kedua orang tuanya langsung panik. "Papa panggilkan Dokter, 'ya?"

Gracia segera menggeleng kencang. Sedetik kemudian dia tersadar dan kembali memegang kepalanya, dengan lemah ia membalas. "Tidak perlu, Pa. Aku hanya butuh istirahat sejenak."

"Ya sudah kamu istirahat saja." Celine dengan lembut membantu putrinya berbaring dan tak lupa menyelimutinya.

Ia tersenyum hangat sambil mengelus kepala sang putri, lalu menyematkan kecupan kecil dikeningnya.

"Selamat tidur putri Mama."

Gerald juga ikut mengucapkan selamat tidur padanya. Hanya saja pria itu tidak mengecup keningnya seperti yang dilakukan Celine. Tetapi diganti dengan elusan lembut di kepalanya.

Setelah memastikan bahwa putrinya nyaman. Gerald dan Celine pergi keluar bersama Larissa. Saat itu juga Gracia membuka matanya kembali. Tubuhnya yang mulanya berbaring, berganti menjadi duduk.

"Gadis ini benar-benar bodoh karena telah menyia-nyiakan orang tua seperti mereka!" sarkas Gracia yang kesal mengingat Angelicia lebih memilih mengejar cintanya daripada mendengarkan ucapan kedua orang tuanya.

"Pada akhirnya dia hanya mati secara sia-sia," cibirnya.

"Tapi sekarang semuanya akan berubah. Tak ada lagi Angelicia si gadis bodoh dan kekanakan yang mengemis cinta. Sekarang hanyalah Angelicia si gadis pintar dan tak mudah ditaklukkan!"

Gracia berujar dengan penuh ketegasan. Sorot matanya begitu tajam dan penuh dengan ambisi.

"Mulai sekarang namaku adalah Elicia. Bagaimanapun juga, hidupku sebagai Gracia sudah berakhir."

Hidupnya sebagai identitas Gracia sudah berakhir semenjak kematian pada malam itu. Sekarang ia hidup sebagai identitas baru, dan harus mengganti identitas lamanya.

"Mungkin aku harus memulai semuanya dengan menyesuaikan diri di sini," gumam Gracia atau sekarang berubah menjadi Elicia.

Elicia bangkit dari ranjang sambil menyeret tiang infus. Ini di rumah keluarga Marceilious, tetapi perawatan yang didapat oleh Angelicia tidak kekurangan sedikitpun.

Elicia berjalan menuju setiap sudut kamar. Mengamatinya dengan teliti, kamar yang mewah dan indah, pikirnya. Langkahnya berhenti di depan cermin.

Mata hazelnya memandang tubuh yang memantul di cermin. Tangannya bergerak menyentuh seluruh wajahnya.

"Wajahku berubah. Tidak seperti dulu lagi, bahkan umurku sepuluh tahun lebih muda sekarang."

Jika dulu wajahnya terlihat begitu cantik dan dewasa, maka sekarang tidak lagi. Wajah ini cantik, hanya saja lebih menonjol ke manis dan imut.

Tatapan matanya berubah lebih polos dan jernih, berbeda dengan sebelumnya yang selalu terlihat dingin dan tajam.

"Tidak masalah. Meski fisikku berubah, kepribadian asliku tidak akan pernah berubah."

Elicia kembali ke ranjangnya. Ia harus memulihkan kondisi tubuhnya sebelum memulai rencananya.

...***...

Sudah tiga hari semenjak ia bangun di tubuh Angelicia. Kini tubuhnya sudah lebih sehat dari sebelumnya. Infus dan selang oksigen sudah dilepas.

Elicia bangun pada jam enam pagi. Ia mencuci muka dan bergosok gigi sebelum melakukan aktivitas paginya, yaitu berolahraga dan berjemur di bawah sinar matahari.

Tubuhnya melakukan gerakan olahraga dengan luwes. Di kehidupan sebelumnya, ia sering berolahraga dan berjemur sebelum berangkat kerja.

Hal itu sudah menjadi kebiasaannya. Jadi sekalipun raganya berubah, jiwanya tetap seperti sebelumnya. Apa yang ia suka dan tidak suka akan tetap sama.

"Nona, apa yang anda lakukan di sini?" Larissa tiba-tiba datang mengejutkan Elicia. Beruntung ia bukan orang yang latah. Jadi walau terkejut, ekspresinya masih datar.

"Menurutmu, apa yang sedang aku lakukan?" balas Elicia meneruskan kegiatan berolahraganya.

"Em, berolahraga?" jawab Larissa sedikit ragu mengingat nonanya sangat anti olahraga tiba-tiba melakukan sesuatu yang tidak disukainya. Bukankah itu mengejutkan?

Elicia berdengung mendengar jawaban Larissa. Kemudian ia berbalik menatap pelayannya.

"Larissa, tolong buatkan aku jus wortel dan kupaskan buah Apel untukku," ujar Elicia.

"Jus wortel?" beo Larissa sedikit ragu dengan pendengarannya.

"Ya. Ada apa? Apakah ada masalah?" Elicia mengangkat sebelah alisnya.

Larissa langsung menggeleng cemas. "Ti- tidak, Nona. Kalau begitu akan segera ku buatkan." Gadis itu berlari ke dalam menuju dapur untuk membuatkan pesanan sang Nona.

Elicia mengangkat bahu acuh dengan respon aneh Larissa. Dia tau sebenarnya, bahwa gadis itu merasa aneh akan sikapnya yang berubah drastis. Tetapi ia mana peduli.

Sudah dikatakan bukan, jika ia akan menjadi dirinya sendiri. Ia akan melakukan apapun yang disukainya seperti kehidupannya dulu. Tidak peduli jika orang-orang di sini akan curiga padanya.

Karena Elicia hidup sesuai dengan apa yang ia inginkan tanpa terpangaruh oleh lingkungan sekitar.

Elicia berjalan menuju bangku taman. Ia duduk di sana dengan mata terpejam menikmati sinar matahari yang menerpa wajah serta tubuhnya.

Tak lama kemudian Larissa datang dengan nampan berisi pesanan Elicia, Jus wortel dan buah Apel yang sudah dikupas dan dipotong kecil-kecil.

"Nona, ini Jus dan buah yang anda inginkan," kata Larissa begitu sampai dihadapan Elicia.

Dengan mata yang masih terpejam Elicia menjawab. "Terima kasih. Kau bisa meletakan di sampingku."

Larissa menurut dan menaruh nampan itu dibangku taman, tepat di samping Elicia. Kemudian menegakan tubuh kembali dan berdiri diam di sana dengan kepala menunduk.

Beberapa menit setelahnya Elicia membuka mata. Keningnya menekuk melihat Larissa berdiri di sisi sampingnya. "Apa yang kau lakukan?"

Larissa kini menatap Elicia saat gadis itu bertanya padanya. "Menemani, Nona," balasnya.

"Menemaniku?"

"Iya." Kepala Larissa mengangguk.

Elicia menggeleng pelan. Lalu mengambil nampan buah dan jusnya, kemudian kembali menatap Larissa.

"Duduklah di sebelahku. Kakimu akan letih jika terus berdiri."

"A- a, ti- tidak perlu, Nona. Aku akan berdiri saja," tolak Larissa halus.

Elicia memberi tatapan tajam. "Duduk. Ini perintah," ujarnya penuh penekanan dan sarat tidak ingin dibantah.

Karena takut, Larissa mengangguk dan duduk di samping Elicia yang meminum jus dengan tenang. Kepalanya terus menunduk dan jari-jarinya terpaut resah.

Elicia yang menyadari keresahan pelayannya mulai menoleh dan bertanya. "Kenapa? Apa kau takut duduk bersebelahan denganku?"

Larissa terkejut mendapat pertanyaan seperti itu. "Tidak, Nona. Sa- saya tidak takut, ha- hanya saja." Ia tidak bisa melanjutkan ucapannya karena bingung.

"Kau gugup dan merasa tidak pantas. Benar?" tebak Elicia tepat sasaran.

Gadis itu mengangguk pelan. Ia benar-benar merasa gugup dan gelisah berada satu kursi bersama sang majikan. Bukankah itu terlihat tidak sopan? Ia hanya seorang pelayan, dan tidak pantas duduk berdampingan dengan majikannya.

"Rissa," panggil Elicia halus.

Larissa menoleh. "Ya, Nona?"

"Jangan terlalu gugup seperti itu. Bukankah kau pelayanku sejak kecil? Aku sudah menganggapmu sebagai teman, oh bahkan lebih dari sekedar teman."

Senyum tersungging di wajah Elicia, membuat Larissa terharu. Nona mudanya menjadi lebih dewasa semenjak sadar dari komanya.

"Terima kasih, Nona. Saya merasa tersanjung mendengar hal itu." Larissa berdiri dan membungkuk.

"Hei, tidak perlu membungkuk seperti itu. Duduk kembali!"

"Ba- baik, Nona." Tidak ingin menyulut emosi Nonanya. Larissa kembali duduk sesuai perintah Elicia.

To be continued...

03. Kembali Bersekolah

Elicia membuka lemari pakaiannya. Mengambil setelan baju seragam barunya dan memakainya. Seragam lama yang sering dipakai Angelicia asli sudah ia dibuang.

Seragam itu terlalu ketat untuknya, Elicia tidak suka. Jadi ia menggantinya dengan yang baru. Bukan hanya seragam saja, semua baju yang tidak sesuai dengan seleranya akan ia buang.

Lagipula orang tua Angelicia kaya, jadi tidak akan masalah jika ia membuang baju lamanya dan mengganti dengan yang baru.

Elicia menggerai rambut indahnya. Memakai bedak tipis, lalu memoleskan sentuhan akhir di bibirnya. Garis miring terbentuk di bibir yang sudah ia poles.

"Perfect!"

"Oh, tinggal satu lagi." Elicia berseru pelan, kemudian mengambil sebotol parfum wangi dan menyemprotkan di leher serta pergelangan tangannya.

Tak lupa ia juga mengambil sebuah jam tangan mewah dan memakainya. Kini penampilannya terlihat begitu cantik.

"Mari kita tunjukkan kepada dunia kecantikan wajah ini," ujar Elicia tersenyum angkuh.

Angelicia yang dulu selalu dianggap sampah dan tidak berguna, akan berubah menjadi pertama bersinar.

Elicia mengambil tasnya, ia menyampirkan tali tas itu di sebelah sisi bahunya. Setelah itu keluar dari kamar menuju lantai bawah untuk sarapan pagi bersama keluarga barunya.

Di bawah sana, Gerald dan Celine sudah ada di meja makan. Mereka menunggu Angelicia untuk turun dan sarapan bersama. Hingga suara langkah kaki membuat mereka menoleh.

Elicia tersenyum menatap Gerald dan Celine. "Selamat pagi, Papa, Mama," sapanya dengan suara halus.

"Pagi, sayang," balas Celine hangat.

Sementara Gerald membalas dengan senyum sekilas. Elicia duduk di kursi sebelah Gerald. Sementara Celine ada di depannya.

"Kamu ingin rasa apa, Angel?" Celine hendak mengambilkan Elicia makan. Tapi dihentikan olehnya.

"Sa- aku bisa mengambilnya sendiri, Ma." Hampir saja ia menggunakan panggilan formal.

Celine mengangguk dan kembali duduk. Sedangkan Elicia mengambil dua lembar roti tawar dan memolesnya dengan selai rasa coklat. Kemudian memakannya dengan tenang.

Setelah menghabiskan rotinya, ia meminum susu yang sudah disediakan. Lalu mengelap bibirnya menggunakan tisu dengan gaya anggun.

"Ma, Pa, Elicia berangkat dulu ya?" ujarnya sambil berdiri.

"Kamu ingin berangkat bersama Papa?" tawar Gerald.

Elicia menggeleng, menolak ajakan sang Papa untuk berangkat bersama. "Tidak, Pa. Aku bisa berangkat sendiri."

"Kau ingin berangkat bersama supir, sayang?" tanya Celine.

"Tidak, Ma. Aku ingin berangkat menggunakan mobil pribadi, tanpa supir," jawab Elicia lugas.

Gerald diam-diam melirik Celine, begitupun Celine yang ikut melirik Gerald. Kedua orang itu saling bertatapan seolah sedang menyampaikan sesuatu lewat tatapan itu.

Dan Elicia paham dengan tatapan kedua orang tua barunya. Itu adalah sebuah tanda bahwa kedua orang tuanya tidak yakin dengan apa yang ia katakan.

Memang tak mudah untuk membuat mereka yakin, karena selama hidupnya Angelicia tak pernah mau berangkat sendiri. Tapi hari ini tiba-tiba saja dia berinisiatif untuk berangkat sendiri tanpa sang bawahan.

"Apa kamu yakin, sayang?" tanya Celine dengan sedikit bingung.

"Yakin, Ma. Sudah ya, Elicia berangkat dulu sebelum telat." Elicia melirik jam tangannya kemudian kembali menghadap kedua orang tuanya. Ia tersenyum sekilas dan berlalu pergi menuju basemen mobil.

Dia memilih mobil yang menurutnya paling bagus dan sesuai dengan seleranya. Mobil berwarna merah mengkilat yang tampak mewah dan juga elegan. Sangat cocok dengan seleranya yang berkelas.

Elicia masuk ke dalam dan menjalankan mobil keluar dari pekarangan rumahnya. Bibirnya tersenyum miring.

"Saat sebelumnya aku bekerja keras untuk membeli mobil, kini semuanya berubah. Tanpa bersusah payah untuk bekerja, aku bisa langsung mendapatkan mobil ini," gumam Elicia.

Di kehidupannya dulu, dia berjuang sendiri untuk hidup tanpa bantuan dari ayah dan ibunya. Karena sejak kecil Gracia sudah tidak memiliki orang tua.

Dia yang pada saat itu baru berusia 8 tahun, dipaksa untuk bekerja oleh orang yang mengadopsinya. Orang yang tak lain adalah pamannya sendiri.

Gracia sering mengalami kekerasan fisik yang disebabkan oleh pamannya itu. Hingga pada saat ia berusia 13 tahun, seseorang datang menolongnya.

Dan kehidupannya mulai berubah, kehidupan yang dulunya suram perlahan mulai kembali berwarna. Ia kembali bersekolah dan selalu mendapat juara kelas.

Kepintaran dan kecerdasan Gracia membuat gadis itu disukai banyak orang. Apalagi sifatnya yang riang dan ceria.

Namun saat bahagia itu mulai datang, lagi-lagi Gracia harus merasakan apa yang namanya kehilangan untuk kedua kalinya.

Pria tua yang sudah ia anggap sebagai ayahnya sendiri meninggalkan dirinya untuk selamanya. Tepat saat ia berhasil lulus dari kuliahnya pada umur 22 tahun.

Gracia berjuang keras untuk mewujudkan mimpinya dan membalas budi pada pria yang sudah menolongnya itu. Tapi sayangnya pria itu lebih dulu meninggalkan dirinya, sebelumnya ia sempat membalas semuanya.

Dia sedih karena kehilangan orang yang paling berjasa dihidupnya. Orang yang membuat dirinya sukses. Tapi Gracia juga tak ingin terlarut dalam kesedihan.

Dia kembali berjuang dan berhasil dalam karirnya. Ia diterima di sebuah perusahaan besar dengan gaji yang cukup untuk membiayai hidupnya. Ia juga membangun sebuah panti asuhan untuk anak jalanan.

"Sudah lama aku tak menikmati hidup bebas seperti ini," gumam Elicia menyenderkan diri dengan santai untuk menikmati suasana yang jarang sekali ia lakukan dihidupnya dulu.

Karena biasanya ia akan berangkat pagi dan pulang sore atau bahkan malam hari. Hal itulah yang membuatnya tak dapat menikmati hidup bebas seperti ini. Namun, sekarang. Ia akan menikmati hidupnya ini dengan ketenangan yang damai.

Tak terasa Elicia sekarang sudah sampai di depan gedung sekolahnya. Beruntung ia hafal jalan menuju ke sekolah ini. Karena di Novel sudah dijelaskan secara rinci jalan menuju gedung tempat Angelicia bersekolah.

Matanya menatap gedung tinggi di depannya. "Aku kembali bersekolah," ucapnya terkekeh kecil. Sedikit merasa lucu saat ia harus mengulang materi pelajaran yang sudah dikuasainya.

Elicia membenarkan rambutnya. "Baiklah. Mari kita jalani hari di sekolah ini. Tentunya dengan sedikit kejutan, maybe?"

Ia berkaca di spion mobil bagian atas, sebelum membuka pintu dan keluar dari mobil mewahnya.

Semua pasang mata menoleh padanya dengan tatapan takjud, khususnya para pria. Sementara para wanita memandangnya dengan tatapan sinis, ada juga yang kagum.

Tak berselang lama datang sebuah mobil mewah berwarna hitam yang melintasi Elicia. Mobil itu terparkir di sebelah mobilnya.

Seorang laki-laki tampan keluar dari mobil itu. Semua wanita langsung berteriak, wajah yang awalnya sinis berubah antusias.

Terdengar teriakan yang menyebutkan nama Erland, membuat Elicia menoleh untuk menatapnya. Ia penasaran, setampan apa Erland hingga membuat Angelicia tergila-gila padanya.

Elicia menatap Erland dengan tatapan menilai, ia berkomentar dalam hati tentang penampilan serta fisik pria itu.

'Jadi dia yang bernama Erland? Tsk, bagaimana bisa gadis ini menggilai pemuda sepertinya? Dia tak memiliki kelebihan apapun selain kekayaan yang selalu dipamerkannya itu. Wajahnya pun masih jauh di bawah idamanku. Bukan tipeku sekali.'

Tak ingin terlalu lama memandang wajah yang memuakkan itu. Elicia berlalu pergi melewati kerumunan yang terus memuja ketampanan milik Erland.

Namun ada satu hal yang membuat langkahnya tiba-tiba berhenti.

To be continued...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!