NovelToon NovelToon

Assalamualaikum Ustadz Ku

1. Kesya Aprillia

"Nak, kamu harus jaga dirimu ya, di pondok harus belajar hemat dan juga jangan macam-macam. Belajar yang benar, jangan kecewakan Babah sama mamah ya," ucap mamah Kesya dengan sendu. Ada perasaan haru dan juga sedih melepaskan anak perempuan satu-satunya itu.

"Iya mah, tenang saja, Kesya pasti belajar dengan benar. Kesya pengen jadi dokter Mah," mamah Andin sangat bahagia mendengar penuturan Putri semata wayangnya. Ada bulir bahagia dari kelopak matanya, yang sudah mulai menua.

"Udah siap belum? Ayok kita berangkat." Rasyid, sang kakak keluar dari kamarnya. Dengan menggunakan baju gamis putih dan songkok putih, terlihat sangat tampan sekali.

"Sudah siap Mas, kita bisa berangkat sekarang, " mereka memutuskan untuk naik kereta saja, menuju pondok pesantren yang ada di Jawa Timur itu. Pondok pesantren Tahfiz Alquran.

Mereka berdua adalah anak yatim. Ayah mereka sudah meninggal saat Kesya masih duduk di bangku kelas satu SMP, karena sakit jantung. Sejak itu mamah Andin berjuang sendirian membesarkan anak-anaknya.

Beliau tidak mau menikah lagi, karena kwatir suami barunya tidak sayang pada anak-anak nya. Dia bekerja sebagai seorang guru privat di rumahnya. Kalau selepas Maghrib mengajar anak tetangga untuk mengajar mengaji. Kebetulan almarhum suaminya dulu adalah seorang guru mengaji dan juga ustadz di kampungnya.

"Mas, setelah lulus kuliah mo kerja dimana?" tanya Kesya, saat mereka sudah duduk di kursi kereta, yang akan membawa mereka ke tempat tujuan.

"Mas rencana mau buka rumah Tahfiz di kampung kita Dek, kalau kamu bagaimana?" tanya Rasyid sambil menatap mata sang adik yang sangat jernih itu.

Banyak teman-teman santri Rasyid di pondok pesantren yang meminta kesempatan agar bisa ta'aruf dengan adiknya itu, tapi semua dia tolak. Karena tidak mau adiknya itu sampai terganggu karena urusan percintaan. Rasyid ingin adiknya meraih cita-cita dan impiannya menjadi seorang dokter.

"Kesya masih ingin jadi seorang dokter Mas," ucapnya mantap dengan mata berbinar.

Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata elang yang terus memperhatikan dua kakak beradik yang sangat ayu dan tampan itu. walaupun Kesya menggunakan cadar, tapi mata beningnya tidak bisa menyembunyikan kecantikan wajahnya.

Laki-laki itu bernama Ilhamuddin El fahrizi. Anak dari pemilik pondok pesantren tempat dua kakak beradik itu menimba ilmu. Karena memang dia lebih memilih tinggal di kota, jadi sangat jarang berkunjung ke pondok Abah sama Uminya di Jawa Timur.

Ilham sudah selesai dengan pendidikan sarjananya, di Mesir. Sekarang fokusnya adalah membangun rumah Tahfiz di kota Tangerang, tempat kelahiran Uminya.

Uminya mengikuti abahnya ke Jawa timur dan meninggalkan rumah warisan orang tuanya. Ilham sekarang yang mengelola itu. Tanah yang cukup luas, dan dia sedang merintis untuk membangun pondok pesantren sendiri.

Karena terlalu asik memperhatikan dua kakak adik tersebut, Ilham sampai tidak menyadari kalau ponselnya dari tadi berdering. Uminya menelpon karena kwatir.

"Assalamualaikum Umi, maaf baru diangkat, " salamnya sambil tersenyum, padahal Uminya gak lihat dia tersenyum.

"Waalaikum salam anak kesayangan Umi, sekarang ada dimana?" Ilham tersenyum lagi, Uminya ini, walaupun dia sudah berusia 25 tahun tapi masih saja dianggap anak kecil.

"Ilham masih di kereta Umi, nanti kalau sudah sampai, Ilham telpon Umi. ini keretanya barusan jalan. masih lama Umi," Kesya yang duduk di sebrang Ilham hanya tersenyum dibalik cadarnya, dia terheran, di jaman sekarang, masih menemukan laki-laki yang santun terhadap ibunya, padahal itu hanya bicara di telepon, tapi pemuda itu sangat takjim bicara dengan Umi nya.

Rasyid sang kakak juga sama seperti pemuda itu, sangat sopan dan menghargainya sebagai seorang wanita. Oleh karena itu Kesya sangat sayang sekali dengan kakaknya itu. Dia selalu berusaha melindungi dan menjaganya.

Sekarang adalah tahun ke tiga Kesya mondok, mengikuti sang kakak tercinta. setelah menelpon Uminya, Ilham mengangguk ke arah Kesya, karena merasa bahwa gadis itu memperhatikan dia dari tadi, Ilham pikir gadis itu merasa terganggu dengan telepon nya.

"Maaf kalau menggangu, tadi Umi saya, dia kwatir karena saya belum sampai rumah juga." Ilham tampak tidak enak pada mereka.

"Tidak apa-apa, kami mengerti," Rasyid yang menjawab dengan anggukan sopan.

"Maaf kalau boleh bertanya, kalian mau kemana yah?" Ilham mencoba berbincang dengan Rasyid, perjalanan ini sangat panjang, akan terasa membosankan kalau tanpa teman bicara, pikirnya.

"Ke Jawa timur Mas, kami mondok di sana," Rasyid menyebutkan nama pondok pesantren yang sangat terkenal di sana. Ilham tampak terkejut, tidak menyangka kalau kakak beradik itu adalah santri Abah dan juga Uminya.

Ilham tidak membuka identitas sebagai putra dari Kiai mereka, karena kwatir nanti jadi canggung. Ilham tidak mau kehilangan teman di perjalanan. Apalagi Rasyid sangat asyik diajak bicara.

Kesya hanya menjadi pendengar saja, karena takut mengganggu keakraban kakaknya dengan kawan baru tersebut.

"Nama saya Ilhamuddin El fahrizi, asal kota Tangerang, kalau boleh tahu, siapa nama kalian? "

Ilham mencoba untuk berkenalan dengan adik kakak tersebut.

"Nama saya Rasyid Abimanyu. Dan ini adik saya, satu-satunya, Namanya Kesya Aprilia." Kesya hanya tersenyum dalam cadarnya. Menatap Ilham sekilas.

"Nama yang bagus." Ilham menangkupkan tangannya di dada dan melempar senyum pada Kesya. Kesya membalas hal serupa.

"Adik saya ini hebat loh mas. Baru 18 tahun sudah jadi Hafizah, lebih hebatnya lagi, dia juga lolos pendaftaran beasiswa ke Mesir, ambil kedokteran di sana." Ucap Rasyid sangat bangga dengan sang adik.

"Jangan dengerin kakak saya Mas, dia gitu emang orangnya, suka melebih-lebihkan. Padahal saya orang biasa saja." ucap Kesya sambil menunduk lagi.

"Memang kamu hebat adikku, kakakmu saja berjuang berkali-kali gak pernah dapat. Kamu, sekali mencoba langsung lolos. Kalau gak hebat, apa namanya?" Rasyid tampak menggebu menceritakan Adik nya yang hebat itu.

"Biasa aja ceritanya Mas, nanti kalau Kesya jadi besar kepala bagaimana?" Kesya merajuk, lalu melemparkan pandangan ke luar jendela. Tidak tahan dengan tatapan kagum yang diperlihatkan oleh Ilham.

"Memang benar, padi itu semakin berisi semakin menunduk. Saya salut loh, Kesya walaupun masih muda tapi sudah mengerti filsafat itu," puji Ilham tanpa tedeng Aling Aling. Kesya yang mendengar jadi tersipu malu dan memilih untuk tidur. Malu rasanya berbincang lama-lama dengan pria tampan itu. Kesya merasa takut, tidak bisa menjaga hatinya.

"Mas Ilham mau ke mana? ko sendirian saja, gak bawa istri bersama," tanya Rasyid. Maksudnya mau mengecek status Ilham.

"Saya mau mengunjungi orang tua saya di Jawa timur. Saya tidak beruntung, sudah setua ini, masih juga belum laku " Ilham tertawa terbahak-bahak, menertawakan nasibnya yang sampai sekarang masih singel tanpa seorang istri.

Kesya yang memang pura-pura tidur, merasa seneng dengan status Ilham. " Kenapa Aku merasa senang ya? Aneh deh.." bathin Kesya masih menjalani aksi pura-pura tidurnya.

2. Perjodohan Kesya dan Ilham

Setelah menempuh perjalanan yang amat panjang, mereka akhirnya sampai juga di stasiun. Ilham belum mengakui bahwa dia adalah putra dari Kiai tempat Kesya dan Rasyid mondok.

Kesya dan Rasyid terkejut saat melihat Abah Kiai dan Ibu Nyai memeluk Ilham dan menjemputnya.

"Mas, bukankah itu Ibu Nyai dan Abah Kiai ya?" Kesya yang melihat adegan mengharu biru itu tak tahan untuk bertanya kepada sang kakak.

"Itu benar dek, kok tadi Ilham gak bilang yah, kalau dia anak Abah Yai dan Ibu Nyai. padahal tadi kita sudah bilang kita mondok di sana," Rasyid tampak kecewa dengan ketidakjujuran Ilham.

Ilham yang melihat kakak beradik itu melintas dan hendak menyalami Abah dan Uminya akhirnya hanya bisa menundukkan pandangan saja. Kesya tampak menatapnya dengan pandangan penuh pertanyaan. Yang dijawab hanya dengan senyum jail dari Ilham. Kesya hanya cemberut di balik cadarnya.

Rasyid dan Kesya lalu sungkem kepada pimpinan pondok pesantren yang mereka hormati itu. Rasyid dan Kesya memang pulang kampung setelah mendapat telpon bahwa mamahnya masuk rumah sakit. Setelah sembuh mereka kembali ke pondok lagi.

"Kalian sudah saling kenal?" tanya Abah Kiai dengan pelan.

"Iya Abah, di kereta. perjalanan yang sangat panjang, kalau tanpa teman, akan sangat membosankan " Ilham menjelaskan.

"Rasyid dan Kesya, ayo kita kembali ke pondok bersama saja." perintah ibu Nyai.

Rasyid yang merasa tidak enak, mencoba untuk menolak tetapi Abah Kiai memaksa mereka untuk ikut saja bersama, toh mobil juga masih muat, kalau hanya mereka berdua saja.

Akhirnya Kesya dan Rasyid tidak ada pilihan, karean tidak sopan kalau menolak kenaikan pimpinan pondok pesantren tempatnya mondok.

mereka akhirnya duduk di kursi belakang. Kursi tengah di tempati Ibu Nyai dan Ilham, Abah Kiai duduk di kursi depan bersama sopir.

"Ilham, kamu ingat tidak? Kemarin sewaktu kamu mau berangkat ke Tangerang, Abah pernah cerita tentang anak sahabat abah yang sudah lama meninggal." tanya Abah Yai.

"Iya Abah, memangnya kenapa?" tanya Ilham mulai gusar sembari menengok sekilas pada Kesya. sejak pertama melihat Ke sya di loket tiket, Ilham sudah tertarik pada gadis bercadar itu.

Abahnya dulu pernah bercerita bahwa dia memiliki ikatan perjanjian pernikahan dengan anak sahabat abahnya itu. oleh karean itu, Ilham sangat gusar. Bagaimana nanti kelanjutan .hubungan dia dengan Kesya? Padahal tadi di kereta, Ilham sudah bertekad untuk meminta Abahnya untuk melamar gadis itu sebagai istri nya kelak.

"Ilham.. Ilham.. kamu dengar yang Abah bicarakan tidak? dari tadi melamun terus, ada apa?" tanya Abahnya sambil menoleh ke belakang.

Ilham yang tersadar dari lamunan akhirnya hanya bisa tersenyum keki. malu pada Abahnya, Kesya dan juga Rasyid.

"Maaf Abah, masih cape dengan perjalanan jauh," Ilham mencoba menutupi kegusaran hatinya.

"Ilham, gadis yang akan Abah jodohkan dengan kamu adalah kesya, adiknya Nak Rashid ini," tunjuk Uminya sambil menoleh ke belakang.

Ilham dan Kesya terkejut mendengar penuturan itu. Kesya jadi ingat, dulu, sebelum ayahnya meninggal memang pernah menyinggung tentang perihal perjodohan ini, saat itu Ilham tengah melanjutkan studi di Mesir. Jadi Kesya tidak pernah bertemu.

Ilham baru beberapa bulan lalu pulang dari Mesir, tetapi dia memilih tinggal di rumah neneknya. itulah yang menjadi sebab mereka tidak pernah bertemu sebelumnya.

"Benarkah Umi?" tanya Ilham sumringah dan tampak binar bahagia dimatanya, dia melirik Kesya yang duduk di belakang, yang sama terkejutnya dengan dirinya.

"Iya sayang, itu benar. Bagaimana pendapat kamu? Kan kamu sudah ketemu langsung dengan kesya, apa kamu keberatan dengan niat Abah sama Umi?" tanya Umi nya sambil menggenggam tangan Ilham.

"Ilham tidak keberatan Umi," Ilham melirik lagi ke belakang. Kebetulan Kesya tengah memperhatikannya juga. Kesya merasa jantungnya berdebar dengan jawaban yang diberikan oleh Ilham.

Rasyid juga terkejut dengan berita itu. Karena dia baru mendengar perihal tersebut. Ayah ibunya tidak pernah menyinggung hal tersebut padanya. Dulu, memang hanya Kesya yang diberi tahu. karena pada saat itu Rasyid sedang mondok.

"Nak Kesya bagaimana pendapatmu nduk?" tanya Uminya Ilham sambil menoleh ke belakang.

"Kalo Kesya terserah Umi sama Mas Rasyid saja," jawab Kesha tersipu malu, sambil menundukkan kepalanya.

"Bagaimana pendapat nak Rasyid? "

"Kalau memang sudah di atur demikian oleh orang-orang tua. Kami hanya bisa menuruti saja. Saya yakin. Alm ayah pasti sudah mempertimbangkan segala baik buruknya." jawab Rasyid sambil menatap mata adiknya yang tampak berbinar. Tak terasa, dirinya juga merasa bahagia. Siapa yang tidak bangga? Adiknya akan menikah dengan seorang Gus, putra seorang Kiai dengan santri lebih dari lima ribu orang?

Dari tatapan mata itu, Rashid paham, bahwa adiknya juga tidak keberatan dengan perjodohan tersebut.

Tanpa terasa mereka akhirnya sampai juga ke pondok. Rasyid dan Kesya mengucapkan terima kasih karena sudah diberikan tumpangan.mereka segera masuk ke asrama masing-masing.

Sebelum pergi, ilham meminta Kesya untuk menunggunya sebentar, karena ada hal yang ingin dia sampaikan.

Setelah menaruh barang-barang Ilham menemui Kesya di tempat semula mereka berpisah. Kesya masih menundukkan wajahnya. Ilham merasa gemas sekali, kalau tidak ingat bahwa mereka belum menjadi pasangan halal, ingin rasanya mencium gadis itu, yang sudah mencuri hatinya saat pertama melihatnya di loket tiket kereta api kemarin sore.

"Ada apa ya Mas Ilham? Kesya merasa malu, berlama-lama disini. Takutnya nanti ada gosip yang tidak enak di dengar." Kesya mencoba bicara dengan Ilham.

Namun yang di ajak bicara malahan senyum-senyum saja. tanpa menjawab pertanyaan nya.

"Mas.. Mas Ilham.. kok malah senyum-senyum sih? Ada apa? " Kesya mengulang kembali pertanyaannya.

"Oh.. maaf.. kamu tidak keberatan bukan dengan perjodohan kita?"tanya Ilham sambil tersenyum seperti orang bodoh.

Kesya yang melihat sekilas merasa geli hatinya. Padahal waktu di kereta, bicara dengan kakaknya sangat semangat sekali, kenapa sekarang berubah jadi malu-malu begitu? Kesya tersenyum di balik cadarnya. merasa lucu dengan tingkah Ilham.

"Saya tidak keberatan Mas, pernikahan itukan ibadah, kita menyempurnakan ibadah kita dengan pernikahan." jawabnya mantap.

"Alhamdulillah Kesya kalau kamu tidak keberatan dengan perjodohan kita," Ilham senang sekali

padahal tadi Umi sudah bertanya, tapi tetap saja, Ilham ingin memastikan sendiri bahwa calon istrinya itu setuju. jadi dia lega sekali.

"Ilham sayang , kenapa tidak disuruh masuk calon mantu Umi?" tiba-tiba Uminya Ilham keluar tergopoh-gopoh dan menepuk pundak Ilham.

"Tidak apa-apa Bu Nyai, Kesya mau ke asrama saja, mau istirahat , Mas Ilham juga pasti lelah setelah seharian di kereta." Kesya masih menundukkan kepalanya.

"Ya sudah. Istirahat ya, calon menantu Umi. Nanti saat makan malam, kesini lagi ya sama kakaknya Rasyid, ada hal penting yang mau disampaikan oleh Abah." Kesya agak terkejut tapi dia hanya bisa mengangguk saja.

"Baiklah Bu Nyai. Kesya ke asrama dulu" Bu Nyai segera masuk kembali ke rumah.

"Assalamualaikum ustad ku," ucap Kesya sebelum pergi ke asramanya.

"Waalaikum salam calon istriku!" Ilham menjawab dengan sangat bahagia.

Ilham masih tersenyum sendiri saat masuk ke dalam rumahnya. kelakuan Ilham di perhatikan oleh kedua orang tuanya.

"Alhamdulillah kalau mereka berdua sudah setuju , tadinya Umi sangat takut , kalau mereka menolak perjodohan ini," Pak Kiai tersenyum.

"Kan kita memang sudah mengatur, agar mereka bisa bertemu sebelumnya. Umi dan mamahnya Kesya kan sudah merencanakan ini dengan matang," ucap pak Kiai pelan.

"Hus.. jangan kenceng-kenceng,nanti Ilham dengar bisa bahaya," Uminya Ilham melihat ke sekeliling. kwatir Ilham mendengar apa yang di sampaikan suaminya tersebut.

"Terima kasih Abah dan Umi , yang sudah mengatur pertemuan ku dengan Kesya," Ilham masuk ke kamarnya dengan pelan, kwatir orang tuanya tahu kalau dia mendengar perkataan mereka barusan

3. Ilham meminta Rasyid untuk membantu pondok barunya

Setelah sholat isya, Kesya dan Rasyid memenuhi undangan Bu Nyai. Untuk makan malam bersama.

Bu Nyai sumringah melihat kedatangan kakak beradik itu dan segera menyuruh mereka untuk masuk.

Beraneka ragam masakan sudah tertata rapi di atas meja makan. Kesya merasa malu karean tidak membantu calon mertuanya itu.

"Maaf Bu Nyai, Kesya tadi tidak membantu persiapan makan malam ini," Pak Kiai tampak tersenyum mendengar perkataan Kesya

"Tidak apa-apa. Ayo kita langsung makan saja, nanti bicaranya setelah makan selesai." kami semua makan tanpa bicara. Setelah makan kami diajak ke ruang tamu.

"Ayo silahkan duduk Nak Kesya," sungguh perasaan malu itu teramat besar dirasakan oleh Kesya. Duduk semaja dengan Pak Kiai yang amat dihormati nya selama ini itu sungguh sangat luar biasa baginya. Rasyid duduk disebelah Ilham dan menunggu apa gerangan yang akan di sampaikan oleh Pak Kiai.

"Mohon maaf sebelumnya, kalian pasti masih lelah Karena perjalanan yang panjang." Pak Kiai menjeda ucapannya, sambil melihat Kesya dan Rasyid. Lalu melihat Ilham yang tampak serius mendengarkannya.

"Perjanjian pernikahan ini kami buat sewaktu kami masih sama-sama mondok dulu. Sama Abah kalian" beliau tampak menerawang, mengingat masa lalunya bersama ayahnya Kesya.

Flass back

"Gun, Aku pengen nanti kita jadi besan " ucap Maulana muda kala itu.

"Lan, kalau saya sih gak masalah selama anak-anak mau, jangan paksakan kalau mereka menolak, gak baik juga nantinya," ucap Guntur muda. Ayahnya Kesya.

"Jangan kwatir. Percayalah padaku aku bisa mengatur itu nanti," ucap Maulana muda dengan yakin dan mantap.

Flass on

"Abah sama bapak kalian adalah sahabat karib sejak kami pertama kali mondok di Krapyak dulu," Kesya tampak berkaca-kaca matanya mendengar kisah ayahnya yang ternyata adalah sahabat karib Kiainya. Ibunya tidak pernah bercerita masalah itu.

Selama bertahun-tahun mereka lose kontak dengan keluarga Pak Kiai. Mereka menjalin silaturahmi kembali saat papah Kesya meninggal, Pak Kiai yang mendapat kabar bahwa ayah salah satu santrinya meninggal akhirnya memutuskan untuk bertakziah karena memang kebetulan beliau sedang berkunjung ke rumah mertuanya yang sudah lama terbengkalai karena tidak ada yang menempati.

Pak Kiai sungguh sangat terkejut waktu mengetahui bahwa yang meninggal ternyata adalah sahabat karibnya sendiri. yang hampir 20 tahun lose kontak dengannya.

Setelah keluar dari pondok, ayah Kesya memang berpindah-pindah rumah, karena mengikuti sang kakek yang seorang Tentara selalu dipindah tugaskan. Jadilah mereka los kontak sangat lama.

Nasib bagus terjadi sama Maulana muda,karena dia dijodohkan oleh sang Kakek dengan anak dari sahabat nya yang memiliki pondok pesantren, setelah mertuanya meninggal, Maulana muda beserta istrinya meneruslan mengelola pondok pesantren tersebut, dari hanya ratusan santri hingga memiliki seribu lebih Santri pada saat ini. Suatu prestasi yang sangat gemilang bagi mereka.

Guntur muda, dia hanya bisa menjadi guru mengaji dan Ustadz di kampungnya saat itu. Setelah menikah dengan Andin, mereka pindah ke Tangerang dan menetap di sana.

Kesya dan Rasyid berjarak usia hampir lima tahun. Sebenarnya usia Rashid hampir sama dengan Ilham, hanya beda beberapa tahun saja. Tetapi sifat kedewasaan Rasyid sangat kentara sekali.

Ilham yang anak tunggal dari Umi dan Abahnya cenderung menjadi pribadi yang agak manja dan pandai bergaul.

"Rasyid, apakah kau bersedia untuk membantuku di pondok pesantren yang sedang aku rintis? " tiba-tiba Ilham memutuskan cerita Abahnya yang sedang mengenang masa lalu.

Ilham melihat Kesya yang mulai menangis. Gak tega rasanya. Akhirnya dia memilih untuk mengalihkan pembicaraan mereka. kwatir Kesya tambah sedih.

Ilham paham perasan Kesya. Pasti sedih karena diingatkan kembali dengan almarhum ayahnya yang sudah lama meninggal itu.

"Kemampuan saya masih terbatas, takutnya nanti mas Ilham kecewa," jawab Rasyid merendah.

"Ah.. kita bisa sama-sama belajar mas. jangan kwatir. saya juga masih belajar kok," Ilham tersenyum karena dia lihat Kesya tidak menangis lagi.

"Mas, keberangkatan Kesya ke Mesir juga sebentar lagi. Mas Rasyid bisa membantu Mas Ilham disana, sekalian nemenin mamah. Kasihan mamah kita sendiri mas, udah terima aja tawaran mas Ilham," Kesya akhirnya buka suara. setelah sekian lama berdiam diri karena Abah yang dari tadi bercerita tentang masa lalu Abah dan ayahnya.

"Mas harus diskusi dulu sama mamah Dek, mamah kan meminta kakak untuk mondok, bukannya untuk melakukan yang lain," Mas Rasyid menatap Kesya dengan lembut.

"Oh ya.. nanti kita sama-sama saja bertemu mamah kamu, sekalian kami mau melamar Kesya secara resmi pada keluarga kalian." Pak Kiai menatap kakak beradik itu dengan lembut.

"Itu bagus pak Kiai, kami menunggu hari baik itu. Oh ya karena hari sudah aga malam, kami permisi dulu, tidak baik kalau anak perempuan terlalu malam berkunjung ke rumah pihak laki-laki, " Mas Rashid beranjak dari duduknya dan mengajak Kesya untuk kembali ke asrama.

Ilham yang sudah bucin akut itu tampak tidak mau melepaskan Kesya. Dia mengikuti Kesya sampai ke luar. Abah dan Umi langsung istirahat karena memang sudah lelah. Seharian di perjalanan dan tadi lama menunggu Ilham di stasiun.

"Mas, saya mau bicara sebentar dengan Kesya, " Ilham minta ijin pada Rasyid. Rasyid mengangguk dan melangkah agak jauh dari mereka, memberi privasi pada mereka.

"Kamu tunggu aku ya, nanti kita ke rumahmu untuk lamaran pernikahan kita," Kesya hanya mengangguk dan berlalu ke arah sang kakak yang sudah menunggunya untuk kembali ke asrama bersama.

Mereka berpisah. Kesya ke asrama Putri dan Rasyid ke asrama para ustadz. Kebetulan Rasyid itu membantu pihak pondok untuk mengajar santri baru dan juniornya. Rasyid termasuk orang yang pintar dan cerdas. Dia mondok sekaligus kuliah juga. Waktunya benar-benar digunakan untuk hal yang bermanfaat.

Setelah masuk asrama, Kesya langsung ke kamarnya dan berbaring disana. Teman-teman dia hanya melihatnya, gak berani mengganggu.

Kabar rencana pernikahan Kesya dan Ilham sudab menyebar, tidak tahu siapa yang jadi biang keladi. Sekarang, para santri putri itu sedang sibuk ghibah masalah rencana itu.

"Kesya beruntung banget ya. Bisa menikah ma Ustadz Ilham yang super keren itu," ucap Mila dengan antusiasme tingkat dewa.

"Kok bisa yah. Pak Kiai menjodohkan mereka, apa bagusnya Kesya sih? Bagusan saya kemana-mana. Kenapa bukan saya sih yang di pilih Pak Kiai? Gak adil banget!" Silvia hajar tampak tidak suka dengan rencana pernikahan Kesya dan Ilham yang menurutnya sangat aneh dan mendadak..

"Aku sama Ustadz Ilham padahal sudah kenal sejak kecil. SD saja selalu satu kelas. Dia sekolah dimana, Aku pasti kesana juga. Hanya saat dia kuliah di Mesir, Aku gak mampu ikutin,karena memang kapasitas otakku gak mumpuni untuk itu " Silvia masih ngedumel gak suka.

"Kesya itu hebat loh, baru 18 tahun sudah jadi Hafizah, menang lomba dimana-mana. Dapat beasiswa juga ke Mesir. Keren banget kan?" Mela sekarang yang berkomentar.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!