..."Jangan pernah terlalu berharap pada seseorang, karena harapan yang terlalu tinggi hanya akan menyakitkan, saat itu tidak bisa menjadi sebuah kenyataan."...
...By: Rosemarry...
...******...
Marisa mengobrak-abrik seluruh penjuru kamarnya sambil mengomel, "Aduh ... dimana sih tuh ganjel pintu!" serunya dengan nada kesal.
Maria pun menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Adiknya itu, "Woy, Marjan! Lo tuh ngapain sih? Udah kayak setrikaan rusak gitu. Ngalor-ngidul gak jelas!" Maria kesal mendengar Kembarannya itu mengomel sedari tadi.
"Seenak jidat aja kalo ngomong, mau gue kuncir tuh bibir, hah!" serunya, "Enteng banget manggil gue Marjan, emang gue sirup yang booming kalo lebaran doang! Gue tuh lagi nyari ponsel gue Markonah..."
Marisa pun masih terus mencari ponselnya kesana kemari.
"Gue tau ogeb! Tapi nggak usah bikin kamar kita jadi berantakan juga dong!" geramnya, "Liat nih, semvak sama kacamata keramat lo aja udah berserakan sana-sini. Masih aja lo obrak-abrik tuh lemari!" Maria mengangkat segitiga pengaman milik Marisa itu dengan dua ujung jarinya, sambil mencubit hidungnya dengan tangan yang satunya.
Marisa pun memutar jengah bola matanya, "Yaelah, itu bersih kali! Pegangnya gak usah kayak pegang bangkek gitu!"
"Ya tapi kan tetap aja, ini tuh najis mugholadhoh!" Maria pun melemparkan benda itu kembali ke lantai.
"Asem lo! Lo kira semvak gue itu iler doggy apa!" sungutnya dengan bibirnya yang mengerucut.
"Jangan samain semvak lo sama iler doggy, iler dia itu lebih bersih dan steril daripada semvak lo itu!" ejek Maria.
Marisa pun kesal karena bukannya membantu, Maria justru hanya menceramahi dan mengejeknya, "Daripada lo khotbah gak jelas gitu, mending lo bantuin gue cari ponsel gue deh!"
"Idih! Ponsel udah layak masuk museum gitu, masih aja lo cariin? Itu bejekan cobek punya tetangga juga lebih bagus dari pada ponsel jadul lo itu ogeb!"
"Gitu-gitu juga kan aset Markonah! Itu sumber cuan gue, enak aja tuh bibir kalo ngomong!" Marisa menggerutu dengan bibir manyunnya.
"Hillih! Cuan lo yang gak jelas itu? Mending lo cari kerjaan lain yang bener, ogeb!" Maria kesal karena kembarannya itu tak kunjung mencari pekerjaan tetap.
Marisa pun memperlihatkan mata puppy nya, "Iya! Iya! Nanti gue cari kerja deh, tapi bantuin gue dulu..."
"Eh, Marisa Agataha William! Lo inget-inget dulu, dimana terakhir kali lo liat tuh benda antik!" Maria pun melenggang pergi dari kamar yang sudah super duper berantakan, bak bangkai kapal karam itu.
Marisa pun mencoba mengikuti saran Maria, dengan mengingat kembali dimana terakhir kali dia melihat ponselnya.
"Astaga dragon! Gue inget sekarang, ponsel gue pasti ketinggalan di apartemennya si Gea!" Marisa merutuki keteledorannya, sambil menepuk-nepuk pelan kepalanya.
Tanpa pikir panjang, Marisa pun berlari keluar dari rumahnya dengan terburu-buru.
"Woy, Marjan!" seru Maria berusaha memanggil kembarannya itu.
Maria yang melihat kembarannya yang super duper teledor itu keluar dari rumah begitu saja, tanpa memperhatikan penampilannya pun berusaha untuk memanggilnya.
Namun Marisa yang sedang panik itu sudah terlanjur berlari keluar, dan tidak mendengarkan panggilan Maria padanya.
"Hish! Tuh anak sableng apa yak? Awas aja kalo nanti lo salahin gue ya, siapa suruh lo lari udah kaya atlet sprint gitu." Maria pun kembali menonton televisi sambil makan cemilan favoritnya.
Mereka adalah saudara kembar dengan sifat, dan kebiasaan mereka yang berbeda jauh satu sama lainya.
Hanya saja saat mereka bersama, kekonyolan dan sifat kekanakan mereka akan muncul dan membuat mereka tampak tidak pernah akur. Persis seperti karakter kartun Tom&Jerry.
Tapi sebenarnya mereka selalu saling menjaga satu sama lainya karena kini mereka hanya memiliki satu sama lain, tanpa ada orang tua maupun kerabat yang mereka kenal.
Mereka tinggal berdua di rumah mereka itu. Tepatnya setelah ibu mereka yang bernama Yurika Agnesia atau biasa di panggil Yurika William dan ayah mereka, Kenan William meninggal.
Maria bekerja sebagai model majalah, karena penampilannya yang selalu modis dan stylish itu dapat menunjang karirnya. Tapi berbeda dengan Marisa yang cenderung tomboi dan acuh dengan penampilannya.
Ayah dan Ibu kedua saudari kembar itu, meninggal dalam kecelakaan naas yang terjadi beberapa bulan yang lalu.
Karena itu juga, mereka berdua pun harus bisa hidup mandiri dan mencari pekerjaan yang bisa mereka gunakan untuk kelangsungan hidup mereka.
Itu jugalah alasan kenapa Maria menyuruh Marisa untuk mencari pekerjaan tetap, dan bukan hanya menjadi seorang joki game online yang penghasilannya tidak menentu.
Sebenarnya Maria ingin mengajak Marisa masuk ke dunia modeling, tapi Marisa menolak. Karena Marisa adalah tipe wanita tomboi dan tidak tertarik pada dunia modeling dan fashion sama sekali.
Marisa pun berlari keluar dari rumahnya dan menyalakan motor sport hitam kesayangannya itu, lalu melajukannya keluar dari pekarangan rumahnya.
Saking terburu-burunya Marisa untuk menemukan ponselnya itu, bahkan membuatnya tidak sempat memakai helmnya dan berlalu begitu saja.
Di sepanjang jalan banyak mata yang melirik dan menatapnya dengan aneh, namun Marisa tak ingin memikirkan hal yang tidak penting semacam itu.
Yang dia pikirkan saat ini hanyalah ponsel keramatnya yang tertinggal di apartemen Gea.
Sampai di depan gedung apartemen Gea, Marisa pun turun dari motornya dan masuk begitu saja ke dalam gedung apartemen itu.
Pandangan orang-orang di sana masih terus tertuju padanya, seolah ada sesuatu yang membuat mereka tak bisa melepaskan pandangan mereka dari sosok Marisa.
Dia pun masuk ke dalam lift dan menekan tombol menuju lantai paling atas gedung itu, di mana tempat tinggal Gea berada sekaligus tempat Marisa melarikan diri saat sedang ada masalah.
"Nih orang-orang pada kenapa sih? Kenapa mereka liatin gue kayak gitu, apa mereka gak pernah liat cewek secantik gue?" batinnya dengan kepercayaan diri tingkat dewa.
Begitu sampai di depan pintu apartemen Gea, Marisa pun langsung memasukkan kata sandinya. Setelah pintu itu terbuka, Marisa pun segera masuk ke dalam.
Apartemen itu tengah dalam keadaaan kosong, karena si empunya pasti sudah berada di kantor di jam ini.
Dia pun mencari ponselnya di kamar Gea dan akhirnya menemukanya, "Huft! dasar ponsel lucknut! Kenapa pake ketinggalan disini segala sih, nyusahin aja deh lo!" gumamnya.
Setelah keluar dari apartemen Gea dia berjalan menuju lift sambil fokus dengan ponselnya, untuk mengecek satu persatu pesan chat yang masuk di akun game online miliknya.
"Eh si 'RedDevil' kok belum online ya dari kemaren?" batinnya, "Apa mungkin dia lagi sibuk di real lifenya ya?"
Dan karena Marisa tidak memperhatikan jalan. Akhirnya...
BRUK!!
...******...
Bantu like, fav, dan comment ya guys🥰
Yang mau ngasih vote, bunga setaman, atau kopi juga boleh kok, tenang aja! Halal.🤣
Makasih😘😘
..."Jangan pernah buat gaya hidupmu mengalahkan kebutuhan hidupmu."...
...By: Rosemarry...
...******...
BRUK!!
"Aduh sakit!" seru Marisa saat pantatnya mendarat sempurna, dan mencium lantai dengan mesra.
"Kalau jalan itu pakai mata, bukan dengkul!" ucap seorang pria yang kini tengah berdiri tegak di hadapan Marisa dengan wajah kesalnya.
Marisa pun berdiri dan memaki balik pria itu, "Gak usah marah-marah juga kali! Lo kan gak jatuh, gue aja yang ngejengkang gak ngegas kok! Dan satu lagi yang harus lo tau, dimana-mana orang jalan itu pakai kaki, bukan mata!" Marisa membalas ucapan pria itu dengan tak kalah galaknya.
"Kamu yang nabrak kok kamu yang nyolot sih? Dasar bebek kuning!" sarkasnya sambil melenggang pergi.
"Ngomong apa lo barusan, hah!? Bebek kuning? Dasar Muktar! Gue sumpahin lo di nikahin nenek lampir!" Marisa memaki sambil menuding punggung si pria.
"Dasar cewek aneh!" batin pria itu mendengar Marisa yang menyumpahinya.
Marisa menggurutu dalam hatinya, "Muka doang ganteng, tapi minus akhlak!"
Marisa semakin kesal karena si pria itu tidak menggubrisnya, dan masih dengan gerutuannya dia pun bergegas masuk ke dalam lift untuk turun ke lantai bawah.
Setelah sampai di parkiran, dia pun segera menaiki motornya dan melajukan motornya sambil terus mengomel.
Namun sialnya rasa kesal itu justru membuatnya tidak fokus menyetir, hingga akhirnya...
BRAK!!!
Marisa pun jatuh dari motornya, namun untungnya si pengendara moge itu masih sempat mengerem tepat waktu.
Dia bergegas turun menghampiri Marisa yang sudah terjatuh untuk menanyakan keadaannya.
"Lo gak apa-apa kan?" Remaja itu bertanya dengan cemas, takut terjadi apa-apa pada Marisa.
Marisa pun tersenyum kecut, "Lecet doang kok."
Marisa pun melihat luka di lengan dan kakinya sambil meringis kesakitan.
Nampak memang ada beberapa luka di bagian lengan, kaki, dan dahinya.
"Ya udah kuy, gue anterin ke rumah sakit!" tawarnya pada Marisa, sambil membantu Marisa berdiri dan memapahnya menuju motornya.
"Eh tunggu! Terus motor gue gimana? Itu motor kesayangan gue, cicilannya juga belum lunas." Tanyanya.
"Ya ampun! ni cewek udah jatuh gini juga masih aja mikirin cicilan motor? Terus penampilannya itu..." Batinnya yang tidak habis pikir, bagaimana bisa ada wanita se absurd Marisa ini.
"Lo tenang aja, nanti gue suruh orang buat ambil motor lo."
Pria itupun lantas membantu Marisa naik, dan melajukan motornya untuk bergegas mengantar Marisa ke rumah sakit.
"Pegangan! Kepala lo berdarah, lo pasti juga pusing kan? Daripada lo jatuh!" Pria itu memegang tangan Marisa dan melingkarkannya di pinggangnya.
"Ya ampun ni berondong, paket komplit banget sih! Udah ganteng, manis, baik pula." batinnya, "Ish! mikir apa sih gue? Inget umur Marisa, umur! Ya kali mau lo embat juga ni Bronis?!" Marisa pun bergelut dengan pikirannya sendiri.
Setelah beberapa menit perjalanan, mereka pun sampai di rumah sakit terdekat.
Setelah Marisa di bawa masuk ke ruang pemeriksaan, pria itu pun tampak mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang.
Drtt... Drtt... Drtt...
"Halo Kak." Sapanya saat telfon itu terhubung.
"Hmm?" jawab seseorang di seberang sana dengan amat sangat singkat, padat dan tidak jelas. Karena memang hanya sebuah gumaman semata.
"Bisa dateng ke Rumah sakit permata nggak? Aku nabrak orang. Sama kirim orang ke jalan Xx, buat ambil dan anterin motor dia ke bengkel." Ujar.
"Astaga Kevin! Aku kesana sekarang!"
Tut! Tut! Tut!
Tanpa menunggu jawaban Kevin, dia langsung memutuskan sambungan telepon itu begitu saja.
Dia pun mengerucutkan bibirnya sambil bergumam, "Cih! Punya kakak galak banget gak ramah! Gue kasih bintang 1 juga nih! Main matiin aja teleponnya, bukanya nanyain adiknya baik-baik aja atau enggak!"
Setelah mendengar kabar dari sang adik yang baru saja menabrak seseorang, dia pun bergegas keluar dari apartemennya.
Di depan halaman gedung apartemen itu sudah bersiap sebuah mobil mewah berwarna hitam, lengkap dengan supir dan asisten pribadinya.
Melihat kedatangan tuannya, supir itu pun dengan sigap membukakan pintu dan mempersilahkan tuannya untuk masuk.
"Ke rumah sakit Permata!" titahnya pada sang sopir.
Asisten sekaligus sahabat baiknya itu pun bertanya, "Rumah sakit? Terus gimana meeting kita sama DS corp hari ini? Apa mau di reschedule?"
"Reschedule aja!" jawabnya singkat.
Kemudian mobil itu pun perlahan melaju dan meninggalkan kawasan apartemen itu, menuju ke rumah sakit.
Kemudian dia pun mengambil ponselnya dan menelfon seseorang.
Drtt... Drtt... Drtt...
"Ya tuan?" tanya seseorang dari seberang sana.
"Joe, pergi ke jalan XX sekarang. Ambil dan antar motor bekas kecelakaan yang ada di sana, ke bengkel!" dia pun langsung mematikan telepon itu, bahkan sebelum Joe sempat menjawabnya.
"Itu anak kerjaanya nyusahin mulu, nggak bisa apa sehari aja nggak berulah?" gumamnya.
"Apa lagi yang itu bocah lakuim? Gangguin bini orang, makanya di tonjokin sampe masuk rumah sakit?" tanya sang asisten dengan bumbu candaannya yang garing binti crispy itu.
"Ngebuntingin bini orang!" jawabnya singkat.
"Hah! Kok bisa, gimana ceritanya?" pertanyaan bodoh itu pun lolos dari bibir Arka dengan mulus layaknya jalan tol, alias tanpa hambatan.
Kenzo pun hanya memutarkan matanya jengah, dan masih setia dengan wajah datarnya sambil menghela nafas.
Beberapa saat kemudian, Marisa pun selesai mendapatkan pemeriksaan dan dokter pun mengatakan tidak ada yang perlu di khawatirkan.
Marisa hanya mengalami beberapa luka ringan saja.
"Hey, gimana keadaan lo?"
"Cuma luka lecet aja, btw makasih udah bawa gue ke rumah sakit. Padahal tadi gue yang nggak fokus nyetir dan hampir nabrak lo."
"Nggak apa-apa santai aja, yang penting lo nggak kenapa-napa." Ucapnya sambil tersenyum.
"Jangan senyum!" sahut Marisa tiba-tiba.
Dengan raut wajah bingung dia pun bertanya, "Emangnya kenapa? Masa iya gue harus cemberut terus kalau gue nggak boleh senyum."
"Lo bisa bikin gue khilaf, Bronis!" Marisa pun mengucapkannya dengan spontan, namun setelah sadar dengan apa yang baru saja di ucapkannya Marisa pun buru-buru menutup mulutnya.
"Hah, khilaf? Bronis? Maksud lo apaan sih, sumpah nggak ngerti gue."
"Bronis itu Berondong manis, lo itu kelihatan manis banget mana imut lagi kalo senyum gitu!" Marisa pun kembali menutup mulutnya yang tidak berfilter itu.
Saat ini mulutnya seolah tidak sinkron dengan otaknya yang menyuruhnya untuk diam.
Marisa pun merutuki dirinya sendiri dalam hati, "Astaga Marisa... lo kok bodoh banget sih, malu-maluin! Aaarrrggh! Bisa nggak sih gue gali lubang dan ngubur diri gue sendiri?"
"Haha lo tuh lucu banget sih." Dia pun tertawa lepas, "Oh iya, btw nama lo siapa? Terus tadi kenapa lo bilang lo lagi nggak fokus nyetir?" tanyanya pada Marisa.
Marisa pun mengerucutkan bibirnya, "Nama gue Marisa, ini semua tuh gara-gara Si Muktar sialan itu!" gerutu Marisa.
"Muktar?"
..."Terkadang kita harus bisa memaklumi, karena kita tak akan pernah bisa menunjukkan warna hitam maupun putih kehidupan pada seorang yang buta."...
...By: Rosemarry...
...******...
"Muktar?" tanyanya dengan alis yang bertaut.
"Muktar itu bukan nama dia sih... gue kasih nama itu soalnya emang dia Muktar alias muka datar!" jawab Marisa sambil nyengir kuda.
Kevin pun terkekeh, "Ya ampun gue kira Muktar itu temen lo!"
"No! Kalo gue punya temen kayak tuh orang, udah gue sianida dari dulu!" gurau Marisa dengan ekspresi kesal saat mengingat pria tadi.
"Terus kalo dia bukan temen lo, terus siapa? Pacar?" godanya.
Marisa pun menunjukkan wajah ogahnya, "Ogah gue punye pacar kayak dia, amit-amit... jangan sampe!"
"Terus siapa kalo bukan temen, bukan pacar, apa mungkin temen rasa pacar?" Kevin pun terus menggoda Marisa.
"Gue sendiri juga nggak tau dia tuh siapa, tapi tadi gue tabrakan sama dia." gerutunya, "Terus dia malah marah-marah dong, mana dia manggil gue Bebek kuning lagi. Apa coba maksudnya?!" jelas Marisa dengan kesal.
"Oh gitu, btw kenalin dulu nama gue Kevin." Kevin pun mengulurkan tangannya, "Maybe, orang itu ngatain lo kayak gitu karena itu." Kevin pun menunjuk ke arah baju Marisa.
Marisa terkejut saat melihat ke arah yang di tunjuk oleh Kevin, "Astaga dragon! Ternyata dari tadi gue pakai baju ini! Pantas aja dia ngatain gue bebek kuning, ya tuhan... malu banget! Rasanya gue pengen pakai ****** buat nutupin kepala gue yang otaknya nggak seberapa ini!" jeritnya dalam hati.
Karena saat melihat ke arah baju atau lebih tepatnya kaos yang di pakainya, Disana terdapat gambar tweety besar di bagian tengahnya. Begitu juga dengan celana kolor pendek yang di pakainya.
Kevin pun bertanya, "Emangnya lo nggak sadar kalo lo pakai itu pas mau keluar?"
"Huft! tadi tuh gue buru-buru buat ngambil ini." Marisa pun memperlihatkan ponsel yang layarnya sudah retak akibat insiden tadi, "Tapi lo lihat ini? Sekarang semuanya jadi sia-sia, layarnya pecah dan udah nggak bisa di gunain lagi!"
Marisa pun meratapi nasibnya, sambil melihat kondisi ponsel keramatnya yang sudah tidak bisa di pakai itu.
"Wait!" Kevin pun keluar dari ruangan itu untuk menelpon Kakaknya lagi.
Drtt... Drtt... Drtt...
"Apa lagi Kevin?" tanya Kakaknya dengan jengah dari seberang telepon.
"Jangan galak-galak gitu napa kak, cuma mau minta tolong sekalian beliin ponsel baru sama satu set baju wanita." Pinta Kevin sambil nyengir kuda, padahal juga tidak akan terlihat oleh kakaknya dari seberang sana.
"Dasar nyusahin!" dia pun menutup sambungan teleponnya.
"Mimpi apa gue punya Kakak kayak gitu!" Kevin pun kembali ke ruangan Marisa setelah mengantongi ponselnya.
Beberapa saat kemudian, pintu ruangan tempat Marisa dan Kevin berada pun di ketuk oleh seseorang dari luar.
Tok! Tok! Tok!
Kevin pun beranjak dari duduknya dan membukakan pintu.
"Sini masuk kak." Kevin mengajak kakaknya itu untuk masuk ke dalam ruangan Marisa.
Namun mata Marisa pun seketika membelalak, saat melihat sosok yang baru saja masuk ke dalam ruangan rawatnya.
"Lo!? Kamu?!" seru Marisa dan orang yang baru masuk itu, bersamaan.
Kevin pun menatap bingung pada kakaknya dan Marisa bergantian, "Kalian saling kenal? Kak Kenzo, lo kenal sama Marisa?" tanya Kevin pada Kakaknya.
"No!" jawab Kenzo dengan dingin dan ketusnya.
"Hah? Marisa lo kenal sama kakak gue?" Kevin pun gantian bertanya pada Marisa.
Marisa melirik sinis pada Kenzo, "Dia itu orang yang tadi gue ceritain, si Muktar!"
"Muktar? Kau baru saja manggilkuMuktar?!" seru Kenzo dengan geram.
"Iya, Muktar alias muka datar!" Marisa pun menjawab pertanyaan Kenzo dengan menekan ucapannya.
"Bwahaha!" tawa Arka pun pecah saat mendengar Marisa, yang berani memanggil seorang Kenzo dengan julukan Muktar.
"Arka! Cabang perusahaan kita di afrika lagi kekurangan orang, kau mau ku ki—"
Arka pun dengan segera menyalip perkataan Kenzo, "Nggak Ken makasih, aku takut kau akan merindukanku nanti." Canda Arka sembari terkekeh dan membuat Kenzo hanya memutar jengah bola matanya.
"Jadi si Muktar yang lo bilang tadi itu kakak gue? Ya ampun... kenalin ya Marisa, ini kakak gue namanya Kenzo!" Kevin pun memperkenalkan mereka berdua.
"Nggak penting! Kalau aku tahu orang yang kau tabrak itu si Bebek Kuning ini, aku nggak akan datang kesini. Buang-buang waktu!" kesal Kenzo sambil menyodorkan paper bag, berisi ponsel dan baju pesanan Kevin.
Kevin pun menerima paper bag itu, "Makasih kak." Kenzo pun beranjak keluar dari ruangan itu, tanpa berpamitan pada Kevin dan Marisa.
"Dasar Muktar!" umpat Marisa saat Kenzo sudah pergi.
Kevin pun tertawa geli melihat Marisa mengumpat kakaknya, "Dia emang gitu, super dingin! Oh iya, nih baju ganti buat lo dan ini ponsel baru buat gantiin ponsel lo yang rusak." Kevin menyerahkan paper bag itu pada Marisa.
"Hah? Nggak perlu, gue nggak bisa terima ini ambil lagi aja." Tolak Marisa dengan halus karena merasa tidak enak menerimanya.
"Gue nggak bisa ambil balik ini. Apa lo nyuruh gue pakai baju cewek, makanya lo balikin ini ke gue?" candanya, agar Marisa mau menerima pemberiannya.
Marisa pun bingung bagaimana cara mengatakannya, "Ah! Bukan gitu maksud gue, ini salah gue jadi lo nggak perlu ganti rugi."
Kevin pun semakin kagum dengan Marisa.
Wanita cantik apa adanya yang jujur serta tidak mata duitan seperti perempuan zaman sekarang, yang kebanyakan matanya langsung ijo saat melihat uang dan barang-barang mahal.
"Udah lo ambil aja. Motor lo juga udah di bawa ke bengkel, nanti gue hubungin lo kalau udah kelar di benerin. So, ambil aja ponselnya biar gue bisa hubungin lo nanti!" Kevin menyodorkan kembali ponsel baru itu pada Marisa.
"Ok deh kalo gitu, makasih dan maaf udah ngerepotin lo." Marisa pun menerima HP itu, "Lo sama kakak lo itu satu pabrik kan? Tapi kenapa kelakuan lo berdua beda banget sih?" tanya Marisa.
"Kak Kenzo itu sebenarnya baik, cuma emang agak dingin dan galak aja sih dikit." Gurau Kevin sambil terkekeh dan membuat Marisa ikut tertawa.
"Gue ganti baju dulu ya." Marisa pun beranjak dari ranjang pasien dan turun untuk menuju ke kamar mandi.
Tidak berapa lama, Marisa pun sudah keluar dari kamar mandi. "Btw thanks ya buat baju sama ponselnya, tapi gue harus buru-buru pulang." Marisa pun berterimakasih pada kevin sebelum dirinya beranjak pergi dari sana.
"Buru-buru banget sih."
"Keburu ada babon ngamuk di rumah." Jawabnya sambil terkekeh membayangkan wajah Maria.
"Bye." Marisa melangkah keluar dari ruangan itu.
"Tunggu!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!