NovelToon NovelToon

Jodoh PENGGANTI Untuk Nona Muda

AWAL

Seorang wanita muda sedang menyusuri koridor rumah sakit. Wanita itu datang ke rumah sakit besar di kota itu, hanya untuk memeriksakan dirinya yang kerap kali sulit tidur.

Saat ia sedang berjalan, tiba-tiba matanya menatap sosok yang sudah sebulan ini ia tunggu-tunggu kepulangannya. Orang itu adalah suaminya, suaminya itu keluar dari rumah sakit dengan di gandeng oleh seorang wanita dan juga di kawal oleh beberapa pria berseragam hitam.

Wanita muda itu menghampiri suaminya. “Mas!” sebutnya dengan mata melotot tajam, ia begitu tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

“Cia!” sebut suaminya itu. “Apa yang kamu lakukan di sini, sayang? Kamu sakit?” tanya pria itu dengan wajah yang begitu khawatir.

“Katanya kamu di luar kota! Terus kenapa bisa ada di sini? ama perempuan cantik pula!” tampak, mata wanita muda itu mulai berkaca-kaca dan hendak meneteskan crystal bening. Dia adalah Valencia Ajisaka, putri dari Zivanya Anatasya dan mendiang Valentino Ajisaka.

“Sayang, aku baru aja pulang subuh ini. Ini juga rencananya aku mau langsung pulang ke rumah, tapi kami di tahan untuk melakukan cek antigen dirumah sakit ini lebih dulu,” kata suami dari Valencia. Yang di sebut dengan panggilan Cia oleh suaminya itu.

“Bohong kamu, mas! Jelas-jelas kamu sama dia, kamu selingkuh!” tuduh Valencia pada suaminya itu. “Lihatlah! Bahkan di depan aku aja, perempuan jal*ng ini terus menggandeng tangan kamu!” tunjuk Valencia pada wanita yang terus menahan lengan suaminya.

“Ratih! Tolong lepaskan tangan saya,” kata suami Valencia.

“Tapi, Tuan. Anda kan ma-“ ucapan itu di potong oleh suami Valencia, sebelum wanita yang bernama Ratih itu menyelesaikan perkataannya.

“Ratih! Tolong lepaskan, saya bisa Sendiri!” Dengan terpaksa, Ratih pun melepaskan tangan suami Valencia.

Pria itu berdiri tegak di tempatnya. Ia tidak mendekat pada istrinya yang terus menangis di hadapannya itu. “Sayang, sungguh aku gak selingkuh,” kata pria itu. Ia tetap berdiri di posisinya.

“Katakan mas, sejak kapan kamu selingkuh sama perempuan ini?” Valencia mendekat dan memegangi jas hitam bagian depan pria yang sudah setahun terakhir menjadi suaminya itu.

“Tiga bulan ini, aku udah belajar jadi istri yang baik. Aku selalu nungguin kamu, aku selalu percaya sama kamu. Tapi kenapa di saat cinta itu sudah hadir, kamu malah mengkhianati aku, mas. Kenapa?” Valencia berteriak sembari memukul dada suaminya.

Suaminya itu hanya diam, ia hanya menerima pukulan dan kemarahan istrinya itu. Tanpa sadar, darah sudah mengalir dari lubang hidung pria itu.

“Kamu jahat, mas!” teriak Valencia.

Tiba-tiba saja, tubuh pria itu terhuyung dan ambruk di lantai koridor rumah sakit itu.

“Tuan Devano!” pekik Ratih. Asisten dari suami Valencia itu menjadi panik setengah mati. Begitu juga dengan Valencia.

“Mas, Mas Devan kamu kenapa?” tanya Valencia dengan pelan.

“Kalian! Segera bawa Tuan Devano kembali ke ruangannya!” perintah Ratih kepada anak buah Devano. Maka, kedua anak buah Devano segera mengangkat dan menggotong tubuh Devano kembali kedalam rumah sakit.

Devano Kamandaka, pria berusia 27 tahun. Pengusaha muda di bidang elektronik dan juga suami dari Valencia Ajisaka.

Melihat suaminya yang di bawa masuk kedalam UGD, semakin menangislah Valencia di buatnya.

“Tolong katakan, ada apa ini?” Valencia menarik kedua tangan Ratih. Ia mencoba mencari tahu, apa yang sebenarnya terjadi.

Ratih hanya diam, dia tidak menjawab satu patah katapun pertanyaan yang keluar dari bibir Valencia. Asisten pribadi Devano itu, terus menatap Devano yang sedang di tangani dari kaca transparan ruangan itu.

“Ayolah, aku mohon. Kasih tau aku, sebenernya Mas Devan kenapa?” Valencia terus memohon pada Ratih. Membuat Ratih merasa kasihan dan tidak tahan melihatnya.

Akhirnya, Ratih pun merengkuh tubuh Valencia dan membawa Valencia duduk di kursi tunggu rumah sakit itu.

“Air mineral!” Ratih mengakat tangannya kepada salah satu anak buah Devan yang berjaga. Dengan sigap, anak buah Devan itu memberikan sebotol air kepada Ratih.

Ratih meminta Valencia minum lebih dulu sebelum mendengarkan cerita nya. Setelah Valencia minum, berulah Ratih bercerita.

“Maaf sebelumnya,” kata Ratih. “Kami semua memang tidak pernah pergi ke kota C dalam waktu sebulan terakhir ini. Kami semua berada di rumah sakit ini.” Ratih menjeda perkataannya sesaat.

“Tuan Muda Devano tidak pernah selingkuh seperti yang anda tuduhkan tadi. Saya adalah asisten pribadi yang di tunjuk kedua orangtuanya sedari Tuan Muda Devano masih kuliah,” kata Ratih. “Kenapa kami semua bisa disini? Tuan Devano mengidap penyakit kanker otak stadium lanjut!”

“Gak mungkin! Itu semua gak mungkin!” Valencia menggeleng, kedua tangannya membekap mulutnya sendiri. Ia menangis dengan keras. “Gak mungkin, semuanya bohong kan?” Valencia terus menangis. Ia begitu tidak percaya.

“Itulah yang terjadi, nona. Tuan Muda Devano bisa bangun seperti pagi ini, karena rasa ingin hidupnya begitu besar. Dan itu semua terjadi karena anda, dia sangat mencintai anda. Tidak pernah sedikitpun dia melupakan anda, bahkan mungkin bisa saja saat dia koma seperti itu. Yang ada dalam ingatannya hanyalah nama Nona Valencia!” jelas Ratih.

Valencia memukul dadanya sendiri yang terasa begitu sesak. Ia tidak menyangka, bahwa suaminya itu menanggung dan menahan rasa sakitnya sendirian. “Kenapa, mas. Kenapa kamu gak pernah bilang?” Valencia menatap wajah pucat suaminya dari balik kaca transparan ruangan itu. Hatinya begitu sedih dan teriris.

Dua jam kemudian, dokter keluar dari UGD tempat Devano di tanganni. “Pasien sudah melewati masa kritis nya!”

“Apa saya boleh menemani suami saya, dokter?!” tanya Valencia.

“Silahkan, tapi tolong jangan ajak pasien berbicara terlalu lama! Karena pasien butuh istirahat yang banyak!” jelas dokter itu dan Valencia mengangguk.

“Ratih, biar saya yang merawat suami saya sendiri. Saya ingin menghabiskan hari-hari saya bersama Mas Devan,” kata Valencia. Ratih hanya mengangguk kan kepala nya, maka Valencia segera masuk kedalam ruangan rawat suaminya itu.

“Mas Devan!” panggil Valencia dengan lirih.

Pria itu hanya tersenyum sedikit pada istrinya itu. Tangannya yang di pasang selang infus, membuatnya sulit bergerak. Juga hidung dan mulutnya yang di pasang masker oksigen membuatnya tidak dapat berbicara.

“Mas, maafin aku,” ucap Valencia. Ia mengakat sedikit tangan suaminya dan menyentuh jemarinya dengan lembut. “Selama ini aku selalu egois dan gak perduli sama kamu, aku janji setelah ini aku bakal bener-bener berubah. Kita bisa jalan berdua, makan malam romantis, pergi ke bioskop, atau kemana pun kamu mau, aku bakal turutin, mas. Aku gak akan nolak lagi kayak dulu. Tapi, aku mohon kamu sembuh!” air mata itu terus menetes tanpa di minta. Valencia menciumi wajah tangan suaminya, di kecupnya lembut tangan itu.

Devano yang melihat kesedihan istrinya itu ikut menangis, airmata nya menetes di sudut kedua matanya. Kelemahan Devano ada pada Valencia, ia sangat tidak bisa melihat wanita yang sangat ia cintai itu bersedih dan menangis.

BERJUANG DEMI AKU!

Hari itu, Valencia tidak beranjak sedikit pun dari sisi Devano. Dengan setia, ia menemani Devano dan menggenggam jemari suaminya itu.

Ia begitu takut kehilangan suaminya, jika disaat awal menikah ia begitu membenci suaminya bahkan tidak ingin di sentuh oleh pria itu. Kini, ia malah berharap suaminya itu sembuh agar dapat hidup dan menua bersamanya.

“Aku mencintai kamu, mas. Aku sangat-sangat mencintai kamu. Tolong sembuhlah, berjuang demi aku. Aku bener-bener gak bisa tanpa kamu,” kata Valencia dengan pelan. Ia terus mengajak suaminya itu berbicara.

“Maafin aku yang awalnya selalu bersikap kasar dan gak baik sama kamu, tapi percayalah sama aku. Lebih dari tiga bulan terakhir ini, aku udah mencintai kamu. Aku sayang kamu, aku selalu nungguin kamu pulang, pagi, siang, malam, aku di rumah, mas. Aku gak pernah lagi keluar malam. Itu semua demi kamu demi rumah tangga kita, mas!”

Keesokan paginya, keadaan tubuh Devano sudah jauh lebih membaik. Masker oksigen sudah di lepas, ia pun sudah bisa berbicara pelan pada Valencia.

“Sayang, pulanglah dulu,” kata Devano kepada istrinya itu.

“Aku gak mau pisah dari kamu, aku mau disini sama kamu,” balas Valencia pada Devano.

“Aku gak apa-apa disini, kamu pulanglah dulu. Mandi, ganti baju. Anis itu, temani aku jalan-jalan keluar,” kata Devano sembari mengangkat jemarinya. Ia ingin menyentuh pipi chuby istrinya itu.

Valencia menarik telapak tangan suaminya itu pada pipinya. Agar mempermudah Devano menyentuhnya. “Berjuang sayang, demi aku,” kata Valencia.

Setelah cukup lama, Valencia pun pamit pulang pada suaminya. “Tunggu aku, ya mas. Aku pulang sebentar,” ucap Valencia. “Nanti, aku balik lagi.” Devano mengangguk sembari tersenyum dengan wajah pucatnya pada Valencia.

“I LOVE YOU!” tiga patah kata itu yang di ucapkan Valencia sebelum ia pergi meninggalkan Devano.

“I LOVE YOU MORE!” balas Devano. Maka, menangislah Valencia sembari melangkah keluar dari rumah sakit itu.

.

.

.

Valencia tidak pulang ke rumah yang ia dan Devano tempatti. Tetapi, pulang ke kediaman orangtua Devano.

“Mama, Papa!” panggil Valencia sembari memasuki rumah itu.

“Ada apa, nak?” tanya Papa Devano. Sebut saja dengan panggilan Papa Rahman.

“Ada apa, sayang?” Mama dari Devano juga bertanya. Tumben sekali, pagi-pagi Valencia sudah datang dengan penampilan yang begitu acak-acakan dan mata yang sembab.

“Mama dan Papa kenapa sembunyikan hal sebesar ini dari Valen?!” pekik Valencia kepada kedua orang mertuanya.

“Maksud Valen apa? Hmmm!” Tanya Mama Mia, mama dari Devano dengan air muka yang di buat setenang mungkin.

“Kenapa Mama dan Papa gak bilang, kalau Mas Devan sakit keras?!” air mata Valencia kembali tumpah.

Deg! Papa dan Mama Devano terkejut. Dari mana anak menantu mereka itu tahu? Pikir mereka.

“Ma, jawab! Jangan diem aja, pa!” Valencia menarik pakaian Mama dan Papa mertuanya.

“Sayang, dari mana kamu tau semua ini?” Mama Mia bertanya dengan lirih pada Valencia.

“Valencia udah tau semuanya, Mas Devan gak di luar kota. Tapi dia terbaring lemah di rumah sakit X!” pekik Valencia. Ia tidak perduli lagi berbicara pada siapa?

“Maafkan mama dan papa, kami merahasiakan semua ini atas permintaan Devan sendiri. Dia gak mau kamu bersedih dan ikut menderita,” kata Papa Rahman.

“Hiks! Valen gak mau kehilangan Mas Devan, Valen mencintai Mas Devan, ma, pa!” tubuh Valencia merosot di lantai rumah itu. Menangis sejadi-jadinya.

“Jangan menangis, nak. Lebih baik sekarang kamu bersiap, temani dia,” kata Papa Rahman. Tampaknya, kedua orangtua Devano sudah pasrah dengan penyakit yang di derita putra mereka itu.

Valencia menganguk, Mama Mia pun membantu anak menantunya itu bersiap.

“Ma, udah berapa lama Mas Devan sakit?” tanya Valencia pada Mama Mia yang membatu dirinya menyisir rambut. Sungguh ibu mertua yang begitu penuh kasih sayang.

“Sudah hampir dua tahun,” kata Mama Mia.

“Kenapa Valen gak di kasih tahu?” tanya Valencia lagi.

“Devano gak mau kamu bersedih, dia teramat sangat mencintai kamu. Dia cinta pada pandangan pertama saat melihat kamu untuk pertama kalinya,” kata Mama Mia. “Devan bilang, dia pernah melihat kamu berada di pinggiran jalan. Dia bilang, saat itu kamu sedang menunggu taxi dan gak sengaja mobil yang di kendarai Devano mencipratkan genangan air ke pakaian kamu. Karena saat itu dia terburu-buru, jadi dia cuman lihat kamu dengan cara membuka kaca mobilnya sedikit. Bahkan dia melemparkan sebuah sapu tangan untuk kamu!” jelas Mama Mia.

“Udah lama, ya. Ma. Bukannya itu udah tiga tahun yang lalu, saat Valen masih berkuliah!”

“Mungkin, mama gak tau. Yang pasti, setelah kejadian itu, dia selalu mencari tau tentang kamu. Dan akhirnya dia tau, kalau kamu anak dari Arya Dirgantara dan Zivanya Antasya. Dengan berani dia melamar dan menikahi kamu dengan paksa!”

“Nah! Udah cantik, jangan nangis lagi. Sekarang kamu berangkat ke rumah sakit, kamu temani Devano. Buat dia bahagia, sayang!” Mama Mia memeluk bahu menantunya itu.

“Makasih ya, ma. Mama dan Papa selalu bersikap baik sama Valen!” Valencia memeluk Mama Mia dengan erat. Wanita setengah paruh baya yang berpenampilan tertutup itu selalu saja dapat menenangkan hatinya.

Bagi Valencia, Mama Mia sudah seperti Mommy kandungnya. Yaitu Zivanya.

Setelah siap, Valencia segera mengendarai mobilnya menuju rumah sakit. Ia tidak akan membiarkan suaminya itu di rawat oleh orang lain lagi, ia ingin menemani dan merawat suaminya itu dengan tangannya sendiri.

Setelah menempuh perjalanan yang memakan waktu sekitar dua puluh menit. Akhirnya mobil Valencia berhenti di parkiran rumah sakit. Ia memasuki rumah sakit itu dan segera menuju ruang rawat suaminya.

“Mas,” panggil Valencia dengan pelan. Sebisa mungkin ia menampakan wajah cerianya pada Devan.

“Sayang, kamu udah datang? Udah makan?” tanya Devano dengan suara pelan nya.

“Udah, mas. Mas udah minum obat?” tanya balik Valencia ia duduk di pinggiran ranjang pasien suaminya itu. Devano mengangguk.

“Kita jalan-jalan, ya. Kayak yang mas bilang tadi pagi,” kata Valencia. Dengan sangat hati-hati, Valencia membantu dan menuntun suaminya itu turun dari ranjang pasien dan duduk di kursi roda.

Valencia pun mendorong kursi roda suaminya itu menelusuri koridor rumah sakit. Dengan riang, Valencia terus mengajak suaminya berceloteh.

Tanpa sadar, Kini Valencia yang mendorong kursi roda suaminya itu sudah sampai di taman rumah sakit.

Ia duduk berjongkok di hadapan suaminya. Bibirnya tersenyum, tapi matanya tampak berkaca-kaca.

“Kenapa nangis?” tanya Devano pada istrinya. Ia mengangkat tangannya dengan pelan dan menghapus bulir air mata istrinya itu.

“A-a-aku aku takut kehilangan kamu!” Valencia memeluk kaki suaminya. “Aku gak bisa tanpa kamu, aku akan ikut kemana pun kamu pergi!” tangisan Valencia begitu pilu.

“Sayang, jangan kayak gitu. Percayalah sama TUHAN. Takdir kita sebagai manusia udah di takdir kan bersamaan dengan saat kita di lahirkan,” kata Devano. “Jika nanti aku pergi lebih dulu, percayalah bahwa tuhan akan menyatukan kita disana!” Devan menunjuk ke arah langit biru.

“Kamu harus berjuang demi aku, mas,” kata Valencia. “Selama hampir tiga tahun, kamu bisa berjuang buat aku bahkan maksa buat nikahin aku. Jadi kamu juga harus bisa berjuang lawan penyakit ini!” Valencia semakin histeris di taman itu.

Devano pun ikut meneteskan air mata. Bisa sampai ke tahap ini, itu semua berkat cintanya pada Valencia. Karena Valencia lah ia masih mampu bertahan hidup hingga saat ini, itulah pula salah satu nya yang membuat Papa dan Mama Devano begitu menyayangi Valencia.

BAYANGAN VALENCIA 1

“Tadaaaaa! Sarapan udah siap!” Devano masuk kedalam kamar. Di tangan nya membawa nampan yang berisi sarapan untuk gadis yang baru saja menjadi istrinya.

“Cia, bangun. Mas udah bawa sarapan buat kamu,” kata Devano dengan pelan. Ia meletakan nampan yang ia bawa ke atas nakas.

Valencia tidak merespon, ia terus berpura-pura tidur. Ia sangat malas melihat wajah pria yang tidak ia kenal dan tidak ia cintai, tiba-tiba sudah menjadi suaminya dalam waktu yang sangat singkat.

“Sayang, ayo bangun,” kata Devano lagi. Dengan sabar, pria itu membangunkan Valencia. Di singkapnya selimut yang membungkus tubuh Valencia.

“Aihhh! Kamu mau apa sih?” teriak Valencia. Perempuan itu sudah sangat tidak tahan dengan perlakuan Devano yang sok manis padanya.

“Mas cuman mau kamu bangun dan sarapan,” kata Devano dengan sabar. “ Nanti sarapannya dingin, lagian pula dari kemaren sore kamu belum makan apapun.” Devano meraih nampan yang ia letakan di atas nakas tepat di samping ranjang kamar itu.

“Ayo, mas suapin. Nanti abis sarapan, kamu lanjutin lagi tidurnya,” kata Devano.

Prank! Prak! Valencia menepis tangan Devano, hingga membuat piring yang ada di tangan Devano terlepas dan jatuh ke lantai. Piring itu pun pecah berkeping-keping.

“Devano Kamandaka! Jangan pernah berpikir untuk menyentuhku!” teriak Valencia.

“Aku gak akan meyentuh kamu sebelum kamu izinkan,” kata Devano. Tutur sapa Devano yang lemah lembut, sungguh membuat Valencia muak mendengarnya.

“Gak usah sok polos dan sok baik!” cetus Valencia. “Kalau kamu emang pria yang baik-baik, kamu gak akan memaksa aku nikah sama kamu!”

“Aku emang bukan pria yang baik, tapi aku akan berusaha menjadi yang terbaik,” kata Devano dengan senyuman yang terus terbit di sudut bibirnya.

Di saat Valencia marah-marah sembari menangis kesal, Devano malah cuek sembari membersihkan pecahan piring di lantai kamar itu.

Karena kesal, Valencia pun menyambar kunci mobil yang berada di dekat lemari kamar itu. Ia segera berlari keluar dan mengendarai mobil milik Devano menuju kediaman orangtuanya.

Bukan nya khawatir, Devano semakin tersenyum lebar. Ia tahu kemana arah istrinya itu pergi.

“Aku yakin, suatu saat aku pasti akan dapat merebut dan meraih hatimu, Valencia.” Batin Devano.

.

.

.

Mobil yang di kendarai Valencia masuk kedalam pekarangan rumah kediaman orangtuanya.

“Daddy!” pekik Valencia dengan suara paraunya.

“Valen, kamu kenapa?” Arya yang sedang duduk di kursi meja dapur segera bangkit setelah melihat kedatangan putrinya dalam keadaan yang kacau.

“Hiks! Daddy, Valen gak mau tinggal sama dia,” kata Valencia. Ia menghambur ke pelukan Daddy sambungnya itu.

“Kenapa kok gak mau tinggal sama dia? Dia lakuin KDRT sama Valen? Hmm!” tanya Arya sembari menangkup wajah putrinya.

“Enggak, tapi Valen gak suka sama dia. Valen gak mau tinggal sama dia, Valen tinggal di rumah Daddy aja, ya,” kata Valencia. Airmatanya terus menetes, Valencia merasa begitu tertekan dengan pernikahan dadakan itu.

“Dengarkan Daddy,” kata Arya. “Bagaimana pun juga, Devan sudah jadi suami Valen. Jadi Valen harus bisa menghormati dan menghargai suami Valen. Yakinlah! Semua ini sudah di takdir kan Tuhan untuk kamu.”

Setelah mendengar perkataan Daddy-nya. Valencia terdiam, ia bingung harus bagaimana? Ia benar-benar tidak suka pada Devano.

.

.

.

Hari-hari terus berlalu, bulan berganti bulan. Sikap Valencia semakin menjadi, ia sering kali pergi sore dan pulang larut malam. Sebenarnya ia tidak kemana-mana, ia pergi ke rumah Danu dan Kinanti. Daddy dan Mommy angkatnya. Ia sengaja menghindari Suaminya.

Devano tahu kemana Valencia pergi. Karena ia telah memasang gps pada ponsel istrinya itu.

“Sayang, udah pulang?” tegur Devano yang berada di depan pintu rumah.

“Sana! Sana!” Valencia mendorong tubuh Devano dari hadapannya. Valencia berjalan menuju kamar, meninggalkan suaminya yang berada di ambang pintu.

Valencia masuk ke kamar. Ia segera berganti pakaian dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Devano ikut masuk ke dalam kamar, melihat istrinya yang sudah berbaring, ia pun menutup pintu kamar itu dengan perlahan.

Devano mengambil bantal dan selimutnya. Ia berjalan menuju sofa, pria itu merebahkan dirinya di atas sofa itu.

Valencia melirik pada suaminya yang tidur di atas sofa. Tampak, perempuan itu melamun. “Sekarang Valen pulang, kasian sama Devano yang setiap malam menunggu kamu di depan pintu. Valen pulang dan cobalah untuk membuka hati, jika Valen terus seperti ini. Maka Daddy pastikan, Valen akan menyesal di kemudian hari!” kata-kata Daddy Danu selalu terniang di telinga Valencia.

“Mas, mulai sekarang jangan tidur di sofa lagi,” kata Valencia. “Kita sama-sama tidur disini!” Valencia berkata cukup pelan pada Devano. Devano pura-pura tidak mendengar, membuat Valencia menjadi kesal.

“Mas, mau pindah kesini gak? Kalau gak mau ya udah, tidur aja di sofa sampe bangkotan!” Valencia merubah posisi tidurnya. Ia meringkuk memunggungi arah suaminya itu.

“Yes!” Devano bersorak pelan sekali. Ia pun segera mengangkat bantal nya dan berpindah tidur di samping istrinya itu.

Dengan pelan, ia mencoba memeluk tubuh istrinya dari belakang. Dan ternyata tidak ada penolakan dari Valencia.

“Ya Tuhan. Kenapa jantungku berdetak keceng banget kayak gini.” Batin Valencia.

“Yank, kenapa kamu tiba-tiba berubah? Kamu kesambet apa di jalan tadi?” tanya Devano.

“Kesambet jin baik, aku pengen berubah. Aku gak mau durhaka dan dosa karena gak layanin dan perlakuin suami dengan baik!”

“Kalo gitu, aku boleh cium kamu dikit?” tanya Devano. Bukan niat bertanya tetapi tepatnya meminta izin. Valencia diam saja dan mencoba melepaskan lengan kekar Devano yang melingkar di perutnya.

Tapi ternyata, apa yang di lakukan Valencia di luar dugaan Devano. Valencia malah membuka gaun tidur yang di pakai nya itu di hadapannya.

“Aku udah siap lahir batin, mas. Aku sadar, selama ini aku salah. Tolong maafin aku,” kata Valencia dengan pelan.

Meskipun dia benar-benar belum siap lahir dan batin, setidaknya dia akan membuat dirinya itu siap dan berubah perlahan. Agar dapat menumbuhkan cinta untuk suaminya.

“Aku gak pernah marah, karena sejak awal aku lah yang memaksa cinta, aku lah yang memaksakan kehendak,” kata Devano sembari menatap mata istrinya itu dalam-dalam. “Tapi, apa kamu benar-benar udah ikhlas melakukan penyatuan ini?” tanya Devano dan Valencia mengangguk pelan.

Maka setelah itu, terjadilah apa yang seharusnya terjadi. Kedua anak manusia itu melakukan penyatuan mereka untuk yang pertama kalinya.

“Terimakasih udah menjaganya buat aku. Aku mencintai kamu Valencia Ajisaka, kemarin, besok, dan selamanya!” Devano memeluk tubuh polos istrinya yang berada di balik selimut tebal itu.

Valencia hanya diam, ia bingung harus menjawab pernyataan cinta suaminya itu dengan cara bagaimana? Egonya sangat besar sekali.

Malam itu menjadi awal tumbuhnya perasaan Valencia untuk suaminya. Perasaan yang tidak ia sadari sama sekali, perasaan yang akan membuat dirinya terikat dan sulit untuk terlepas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!