NovelToon NovelToon

Suamiku Raja Tega

Awal Mula

Atas saran sahabatnya, Dini pun memasukkan biodata dirinya kepada salah satu situs online yang berkecimpung di dunia perjodohan. Di sanalah ia bertemu dengan Robinson. Seorang pria single yang bekerja sebagai ojek online.

"Udah nemu yang cocok?" tanya Lita dengan senyum bahagianya.

"Udah, Say, do'ain ya... Jodoh!" Dini tersenyum malu-malu.

"Pasti, Din. Aku pasti do'ain yang terbaik buat kamu. Buat dia juga, semoga kalian langgeng, bisa sampai ke pelaminan. Ngomong-ngomong dia cakep nggak?" tanya Lita sembari tersenyum bahagia.

"Emmm, dari fotonya lumayan sih! Aku kan belum tau aslinya!" jawab Dini, malu-malu.

"Coba lihat," pinta Lita penasaran.

Dini mengeluarkan ponselnya, lalu menunjukkan foto pria yang kini dekat dengannya itu.

"Wah, lumayan lah, Din. Semoga dia pria sholeh. Yang bisa membimbingmu ke jalan Allah. Bisa membawamu ke jannah nya Allah, ya!" ucap Lita lagi.

"Aamiin... Makasih ya, Ta, doanya." Dini juga tersenyum, sebab ia sangat bahagia. Pria yang ia temui di situs perjodohan itu, ternyata sangat ramah, sopan, humoris dan yang terpenting, dan tak kalah penting untuk seorang Dini adalah pria tersebut mengerti akan dirinya.

Bukan hanya itu, bagi Dini, bercengkrama dengan Robin, sungguh bisa membuatnya menjadi diri sendiri. Robin tidak pernah mengejudgenya. Bahkan Robin memperlakukannya seperti seorang wanita pada umumnya. Tidak memandang dirinya sebelah mata pun.

Sungguh, bercengkrama dengan Robin, Dini merasa sangat nyaman dan nyambung.

Nyambung dalam artian tidak kaku. Robinson bisa diajak berdiskusi masalah apapun. Bahkan pria itu juga tidak masalah ketika tahu bahwa saat ini Dini tidak memiliki orang tua atau bisa dikatakan, Dini adalah yatim piatu.

Dini dan Robinson tidak hanya berkirim pesan teks, mereka juga sering mengobrol di telepon.

Banyak sekali yang mereka bicarakan, termasuk keseriusan kedua belah pihak untuk melangkah menuju hubungan serius atau bisa dikatakan hubungan untuk menuju ke pelatihan.

Seminggu kemudian, setelah merasa siap, mereka pun memutuskan untuk bertemu.

Dini berdandan secantik mungkin. Menggunakan gamis berwarna hijau botol dan hijab senada.

Gadis ini terlihat sangat manis dan menggemaskan. Sehingga pria yang ia temui pun terlihat terpesona dan senang.

"Ha, hay, Assalamu'alaikum... " sapa pria itu, malu-malu. Terdiam tenggelam dalam pesona.

"Waalaikum salam warohmatuloh... " Jawab Dini, sama... Gadis ini juga tersenyum malu-malu. Dini juga terpesona dengan penampilan sang kekasih. Ditambah senyum ramah serta tutur sapa lembut Robin. Gadis ini terlihat salah tingkah.

"Sama siapa?" tanya Robin.

"Tadi sama temen, tapi sekarang dia lagi ketemuan sama temennya juga. Jadi aku ditinggal," jawab Dini, jujur namun kaku.

"Oh, ya udah... nanti pulangnya aku anter. Aku bawa motor kok," ucap Robin, lembut.

"Makasih," Dini tersenyum, tertunduk, menjaga pandangan, agar ia terhindar dari bisikan setan. Mengagumi seseorang yang belum ditakdirkan menjadi mahromnya.

"Kembali kasih," jawab Robin, kembali dengan nada lembut. Agar Dini semakin terlena dan merasa nyaman bersamanya.

Benar saja, dipertemukan pertama ini, mereka langsung berbicara soal pernikahan.

"Nggak pa-pa kan kalo kita langsung ngomongin pernikahan? Sebab, seperti yang pernah Dini sampaikan, Dini nggak mau pacaran. Kalo abang mau sama Dini, alangkah baiknya langsung halalin aja. Tapi kalo niat abang cuma mau pacaran, ya... Dini nggak pa-pa ditinggalin, Bang. Dini milih mundur aja," ucap Dini, langsung pada tujuannya menjalin hubungan.

"Abang juga udah capek sendiri, Dek. Pengen cari pasangan. Pengen nikah. Pengen beribadah. Pengen punya pasangan halal, yang mau nerima abang apa adanya. Adek kan tau, kalo abang cuma tukang ojek. Udah gitu yatim piatu pula. Kalo adek oke, hari ini juga abang lamar adek jadi istri abang. Mau nggak?" tanya Robin, masih dengan nada super sopan yang ia bisa.

Dini tersenyum. Lalu ia pun menjawab, "Insya Allah, Dini siap, Bang. Tujuan kita sama-sama baik. Insya Allah bakalan Allah ridhoi."

Robin ikut tersenyum sembari menatap mesra mata kekasih hatinya. Dini, yang di tatap seperti itu tentu saja merasa sangat bahagia, jiwanya serasa terbang ke awan.

Pertemuan pertama memberikan kesan yang cukup baik sehingga mereka memutuskan untuk menikah. Sesuai syar'iat islam.

Keesokan harinya...

Robin pun melamar Dini dengan membawa keluarganya. Ada paman dan bibi serta adik semata wayang pria itu.

Niat awal hanya melamar. Tetapi paman dan bibi Robin mengusulkan agar mereka menikah secara agama saja dulu. Barulah ketika mereka memiliki waktu luang, mereka bisa mendaftarkan pernikahan itu ke KUA. Alasan keluarga Robin tidak lain dan tidak bukan, mereka hanya ingin mempersingkat waktu. Toh calon mempelai juga sudah sama-sama suka, Sama-sama siap. Tak ada gunanya lagi menunda.

Pernikahan Dini dan Robin di gelar cukup sederhana. Namun cukup hikmat. Hanya dihadiri keluarga saja. Makan pun sederhana. Dini dan keluarga terlihat sangat bahagia. Senyum terus mengembang di bibir mereka.

Namun, siapa sangka, senyuman itu adalah awal mula dimulainya penderitaan seorang Dini. Gadis yatim piatu yang berprofesi sebagai pengusaha. Ya Dini memiliki katering yang ia warisi dari mendiang ibunya.

Tanpa ada yang menyadari, ternyata Robin memiliki rencana yang cukup jahat untuk wanita lemah lembut tersebut.

Robin sangat pandai memainkan peran. Sehingga Dini tidak sadar, bahwa pria yang saat ini sedang menatapnya saat ini, nyatanya pria itu memiliki maksud terselubung padanya. Robin telah mengatur alur sedemikian rupa untuk memanfaatkannya.

Terlena, kata itulah yang pas di sematkan untuk seorang Dini. Sehingga melihat kebaikan dan kepasrahan Dini padanya, membuat pria berhati busuk ini tersenyum licik dan mulai menyusun rencana untuk memperdaya dan memanfaatkan gadis malang itu.

Di lain pihak, Dini yang sangat bahagia dengan pernikahan ini tentu saja langsung bersiap untuk mempersembahkan malam pengantin yang sangat indah untuk suaminya.

Dengan senyum malu-malu, wanita cantik ini pun segera mendekati sang suami yang saat ini sedang duduk di sisi ranjang.

"Abang nggak mandi dulu?" tanya Dini lembut.

"Mandi lah, Yang. Habis tadi mau bareng, eh.. Masih ada tamu," jawab Robin, dengan senyum menggoda. Membuat Dini tersipu.

"Ya udah, mandi gi. Dini udah siapin handuk sama baju ganti di kamar mandi."

"Makasih, Sayang. Kamu baik sekali!" Robin menarik tengkuk sang istri dan memberikan kecupan di kening wanita itu. Tentu saja, sikap dadakan itu pun sukses membuat seorang Dini, yang notabene belum pernah berpacaran apa lagi cium-ciuman manjadi malu seribu kata. Dini hanya diam terpaku sembari menyembunyikan pipinya yang memerah.

"Hay, kenapa? Salah ya?" tanya Robin basa-basi.

"Ah nggak, Hanya saja Dini terkejut," jawab Dini, jujur.

"Heem, terkejut. Kok terkejut? Kenapa?"

"Dini belum pernah, maaf... "

"Oh itu, nggak pa-pa. Abang ngerti kok. Mulai sekarang, kita adalah satu. Kita sudah dah secara lahir maupun batin. Jadi kita boleh melakukan apapun. Abang pun sama, abang belum pernah bersentuhan dengan lawan jenis. Sama sepertimu. Kita belajar sama-sama, ya," ucap Robin. Tentu saja sambil menggengam tangan istri lugunya itu. Agar Dini percaya, bahwa apa yang ia katakan adalah benar. Padahal, andai Dini tau, pria yang menikahinya ini adalah seorang pemain ulung, apa yang akan Dini katakan.

Dini tak menjawab ucapan itu, karena sejatinya dia memang malu. Sedangkan

Robin, ia malah tertawa licik dalam hati. Menertawakan kebodohan wanita yang baru saja dinikahinya ini.

Bersambung...

Mulai Bertingkah

Satu bulan menjadi istri Robin, Dini sangat dmanja dan diperlakukan bak Ratu. Apapun yang Dini inginkan, selalu dipenuhi oleh pria itu.

Namun, siapa sangka sikap manisnya itu ternyata hanya untuk menutupi kelicikannya.

Malam itu, ketika Dini tertidur. Diam-diam Robin mencari dompet milik sang istri. Tentu saja, ia bermaksud mengelapkan apa yang ada di sana.

Robin tersenyum senang ketika ia membuka tas sang istri. Ternyata, di dalam tas itu, bukan hanya satu atau dua lembar tetapi ada beberapa gepok uang berwarna merah merona. Membuat Robin bersemangat.

"Ya Tuhan, ternyata istriku pandai sekali mencari cuan. Ku kira muka culun begitu, bodoh. Eh ternyata, cupu-cupu suhu. Ahhh, rezeki emang nggak ke mana." Robin tekekeh sembari mengunus beberapa lembar uang milik Dini.

Bukan hanya itu, ketika tak sengaja mata Robin melihat meja rias, ia melihat cincin Dini tergeletak di sana. Ya mungkin dia lupa, dengan cepat Robin pun mengamankan barang itu dan segera memasukkannya di kantong jaket. Lumayan, cincin itu bisa ia berikan pada sang kekasih sebagai hadiah atau ia jual untuk modal judi, iya kan?

"Maafkan aku, Honey. Tapi aku butuh ini, Sayang. Aku bosen di rumah. Makan kamu lagi, kamu lagi. Mana pasrah doang bisanya, hufff... belajar dong nglayanin suami lebih hot, biar aku nggak kek gini. Maafkan aku ya, malam ini aku mau cari yang bisa meliuk di ranjang. Duh, bahagianya, nggak sabar banget pengen cepetan ketemu si dia," ucap Robin seraya memakai jaket dan wewangian.

Kemudian selesai bersiap, Robin pun membuka pintu kamar pelan, agar Dini tidak terbangun. Kalau sampai terbangun, pasti akan ada banyak pertanyaan dan itu bisa membuatnya terpaksa mengarang cerita. Robin malas dengan itu. Maka lebih baik pelan-pelan saja.

Robin tertawa senang, setelah bisa meloloskan diri dari rumah sang istri. Tak menunggu waktu lagi, ia pun langsung menjemput kekasihnya di tempat mereka biasa membuat janji.

Kini dua insan penghianat itu telah masuk ke dalam sebuah kamar hotel yang telah Robin sewa dari uang yang ia curi dari sang istri.

"Sayang, aku kangen," ucap wanita cantik seraya memeluk dan memakan bibir seksi Robin.

"Aku juga sayang, bagaimana kabarmu heemm?" tanya Robin.

"Aku baik, Honey. Kamu yang apa kabar. Mentang-mentang udah punya nyonya, lupa sama aku," jawab wanita yang biasa dipanggil dengan nama Sella itu.

"Maafkan aku, Sayang. Aku harus dapetin kepercayaan dia dulu. Baru deh bisa kita manfaatin dia. Sebenarnya aku juga kangen sama kamu, Sayang. Emm, yuk ah... " ajak Robin seraya mengajak kekasih hatinya itu ke ranjang dan memulai percintaan panas mereka.

Sella begitu pandai memainkan peran. Pantas saja Robin tergila-gila padanya. Robin tersenyum puas saat pelepasan terakhir.

Sella ingin sekali mengulangnya, maklum ini adalah pertemuan pertama mereka setelah sekian lama. Namun, baru beberapa kali main, Robin sudah harus pulang.

"Kenapa sih, Mas? Nginep napa?" pinta Sella manja.

"Sayang, kamu tau kan alasannya. Kita nggak boleh bikin dia curiga. Dia kan pabrik uang kita. Kalo dia curiga, tamat lah riwayat kita hemm.. sabar ya, sabar sampai kita bisa menguasai seluruh hartanya. Baru kita bisa happy tanpa halangan lagi," jawab Robin, membujuk sang kekasih.

"Heemmm, selalu.. dah lah!" Sella merajuk. Namun Robin tau Sella pasti akan segera mengerti. Sebab ia sudah memberikan apa yang wanita itu inginkan. Beberapa lembar uang yang ia curi dari sang istri. Lalu tak lupa, ia juga memberikan ciuman panas untuk wanita yang telah memberinya kepuasan di atas ranjang itu.

"Oiya, besok aku mau kamu jual ini. Dah lama aku nggak main judi, getel juga tangan ini, Sayang," ucap Robin seraya menyerahkan cincin pernikahannya pada Sella.

"Ck... Menyebalkan sekali sih. Harusnya yang pakek cincin ini itu aku," jawab Sella, menggerutu sebel.

"Sabar dong sayangku. Kamu pasti bakalan pakai beginian, aku janji, kamu bakal pakai yang lebih baik dari ini. Heeemmm!" jawab Robin sembari memeberikan kecupan di kening wanita yang ia cintai ini.

"Janji ga, Mas. Aku nggak mau kamu ingkar!" rayu Sella.

"Iya, Sayangku... Percayalah!" Robin tersenyum bahagia. Lalu ia pun segera beranjak dari pembaringan dan memakai pakaiannya kembali.

Malam semakin larut, namun Robin harus tetap pulang. Ia tak mau istri buruk rupanya itu mengetahui aksi bejatnya.

Dalam perjalanan pulang, Robin melihat penjual martabak Bangka. Tak berpikir panjang, Robin langsung membelikan satu porsi martabak manis, untuk berjaga-jaga jika nanti Dini terjaga dan melihat dia baru pulang. Maka ia punya alasan untuk mengelabui wanita itu.

Benar saja, ketika memarkirkan motornya, Robin melihat bayangan seseorang mendekati pintu. Ia yakin, jika yang membukakan pintu untuknya adalah dia.

Wanita itu, wanita yang tidak diinginkan oleh hatinya. Tetapi ia butuhkan untuk kebutuhan finansialnya.

"Assalamu'alaikum, Sayang! Kok bangun!" sapa Robin dengan lemah lembut seperti biasa.

"Waalaikumsalam, Abang dari mana malam-malam begini?" tanya Dini seraya menjambut suami tercintanya.

"Abang nggak bisa tidur, Sayang. Jadi narik. Lumayan tadi dapet tiga penumpang. Ini abang bawain martabak. Kamu sukak kan?" jawab Robin sembari menyerahkan tas kresek yang ia pegang. Tak lupa ia juga mengambut pelukan Dini, mengecup kening wanita itu sekilas.

"Emmm, makasih... " ucap Dini senang. Lalu mereka pun saling bergandengan masuk ke dalam rumah.

Robin duduk di meja makan. Lalu Dini menyiapkan segelas air untuknya.

"Makasih, Sayang," ucap Robin sembari tersenyum, Pura-pura senang dengan pelayanan itu. Padahal, dalam hati dia mengumpat kesal.

"Sama-sama, Abang. Abang laper nggak?" tanya Dini.

"Nggak, Yang. Abang ngantuk, pengen langsung tidur," jawab pria penipu ini, sembari beranjak dari tempat duduknya setelah meminum air yang di sediakan oleh sang istri.

"Oke, baiklah," jawab Dini. Kemudian ia pun mengikuti langkah sang suami sambil membawakan jaket pria itu, tanpa merasa curiga sedikitpun.

***

Keesokan harinya...

Selepas sang istri berangkat kerja, Robin kembali menemui Sella. Tentu saja untuk mengambil uang dari hasil penjualan cincin pernikahannya dengan Dini.

Dalam pertemuan itu, tak lupa, mereka juga menyempatkan diri untuk bercinta.

"Makasih, Sayang! Kamu memang selalu bisa memberiku amunisi terbaik. Nggak seperti mayat hidup yang ada di rumah itu," ucap Robin senang.

"Selalu, Sayang. Aku bakalan selalu kasih servis terbaikku untukmu. Emmm, bolehkah aku minta sedikit uang untuk beli make up. Make up Sella udah mulai habis, Sayang," jawab Sella, dengan rayuan mautnya tentunya.

"Tentu saja boleh, Sayang. Apa yang nggak sih buat kamu, Honey. Ni... Beli saja, oiya... Aku punya penawaran buat kamu?"

"Makasih. Penawaran apa itu?"

"Jujur aku nggak bisa jauh-jauh dari kamu, Sayang. Gimana kalo kamu ngelamar kerja di tempat istriku. Biar kita sering ketemu, heeemm!" usul Robin.

Sella terlihat berpikir. Lalu ia pun menjawab, "Boleh deh, tapi mas mau kan nyariin tempat tinggal untukku?"

"Tentu saja, Sayang. Apa sih ya nggak buat kamu? Ya udah kamu siap-siap ya. Nanti kalo tempat tinggal buatmu sudah ready, kamu pinda. Biar kita nggak jauhan kek gini, Sayang!" ucap Robin lagi.

Robin mengecup kembali bibir kekasihnya. Setelah itu, ia pun berangkat pergi berjudi. Tentu saja dengan uang hasil dia mencuri cincin pernikahannya dengan Dini.

Bersambung...

Part Selanjutnya

Dua Hari Kemudian...

Dini terlihat gelisah. Wanita cantik ini mondar-mandir tak jelas di kamar. Membuat Robin mengerutkan kening heran.

"Ada apa, Sayang? Kenapa mondar mandir begitu? Kamu nyariin sesuatu?" tanya Robin. Karena takut sang suami marah, Dini pun terpaksa berbohong.

"Tidak ada, Bang. Dini cuma lupa naroh sesuatu. Tapi udah inget kok. Ya udah Abang lanjut tidur lagi aja, Dini udah selesai masak. Nanti kalo abang lapar, abang makan aja ya. Dini siap-siap ke kedai ya," jawab wanita itu gugup.

"Ohhh, kirain ada apa. Ya udah, abang ngantuk, Sayang. Abang tidur lagi ya. Kamu hati-hati perginya. Nanti kalo ada apa-apa telpon abang ya," ucap Robin santai, ia pun kembali menarik selimut untuk kembali ke alam mimpi.

Tak ingin menganggu sang suami, Dini pun segera keluar kamar. Tentu saja dengan perasaan takut tak karuan. Sebab barang yang ia cari itu sangat penting, sangat berharga bagi kehidupan pernikahan mereka. Tetapi tak jua ia temukan.

"Ya Tuhan, aku taroh di mana tu cincin ya. Perasaan aku taroh di meja rias. Tapi kok nggak ada ya. Ya Tuhan, tolong aku!" ucap Dini memohon.

Tak bisa berlama-lama tenggelam dalam kegelisahan, Dini pun memutuskan berangkat kerja. Karena hari ini ia banyak pesanan. Dini berharap setelah ia selesai bekerja, ia bisa kembali mengingat di mana cincin itu ia simpan.

***

Di sisi lain, Robin tertawa senang bersama Sella di telepon. Tentu saja mereka sedang menertawakan kebodohan-kebodohan Dini yang tak tahu jika Robin lah penyebab kegelisahanannya beberapa hari ini.

"Jahat lu, Mas. Masak istrinya dikerjain," ucap Sella, tertawa bahagia.

"Biarin, siapa suruh jadi istri bodoh. Harusnya lebih teliti. Ahhh, sudahlah... ngapain sih bahas dia, mending kita ketemuan yuk. Pengen yang kek semalam ni," rayu Robin, mesra.

"Ihh, Mas ahh... ntar malem aku ada tamu. Aku nggak boleh capek-capek, Sayang. Kita main di telpon aja," tolak Sella halus. Padahal ia alasan saja, menurutnya Robin akan bersemangat memberinya apa yang ia inginkan jika Robin merasa hidupnya ada yang menyaingi.

"Emangnya tamumu itu kasihnya berapa sih? Banyakan mana sama aku?" tanya Robin kesal.

Tu kan bener, dia bakalan lebih bersemangat memberiku lebih jika ku panasin.

Sella tertawa dalam hati.

"Ya, banyakan dia lah, Honey. Dia bayar aku perjam tau. Ga pa-pa lah, kamu main sama istrimu dulu. Nanti setelah kamu dapetin tempat tinggal buat aku, kan kita bakalan sering-sering ketemu. Ya kan," jawab Sella, santai.

"Apaan, nggak bisa puas aku sama dia. Dia nggak bisa kerja di ranjang. Ahhhh, nasib," jawab Robin kesal.

"Astaga! Ajarin dong Mas. Biar dia bisa hot. Cekokin obat kek, ajak nonton kek, atau apa gitu biar pintar," balas Sella, tanpa malu.

"Mana bisa, dia itu kelewat alim. Kelewat agamis. Malas aku. Padahal andai dia tau *** itu kan penting buat otak. Biar frees. Dasar wanita kempungan. Bener-bener bikin aku sakit kepala," jawab Robin kesal.

Sella hanya tertawa mendengarkan kekesalan kekasihnya.

"Ya udah sih, yang penting dia bisa kasih mas duit. itu kan yang kita mau. Eh, Mas... Mas di cariin no ama Jono. Doi ada tempat judi bagus loh. Mereka bisa kasih modal dulu. Mau nggak? Kalo mau Sella kenalin ama langganan Sella," ucap wanita seksi itu.

"Benarkah? Boleh juga tu. Kapan mau kenalin?" balas Robin.

(yes, masuk perangkap... akhirnya dapat satu lagi mangsa... Emmm, kamu memang hebat Sella.) puji Sella pada dirinya sendiri.

"Emmm, gimana kalo malam minggu. Tapi mas harus nyiapin jaminan dulu. Takutnya mereka nggak percaya. Kan mas orang baru," ucap Sella.

"Oke, gampang itu. Yang penting diutangin dulu. Oke!"

"Siap, Honey. Nanti Sella kabarin deh. Ya udah ya, Sella mandi dulu, mau luluran Sayang. Biar harum. Nanti kan enak di makannya kalo harum!" goda Sella semangat.

"Kamu jangan bikin adek kecilku bangun dong, Sayang. Nakal ih!"

"Hehehe, bye bye mamasku sayang. Love u, bye!"

Sella menutup telpon sepihak. Sayangnya adik kecil Robin telah bangun. Terpaksa pria itu main solo. Sambil mengumpat kesal tentunya.

***

Di lain pihak, Dini masih berusaha mengingat keberadaan cincin kawinnya. Karena takut terjadi masalah dengan pernikahannya. Tak ingin suaminya tahu dari orang lain, ia pun berniat meminta maaf pada sang suami ketika pulang nanti.

Di ruang makan rumah Dini...

Terlihat di sana Robin sedang menyantap hidangan yang tersedia di sana.

Pelan namun pasti, Dini pun mendekati sang suami.

"Abang... " panggil Dini mesra.

Robin berhenti mengunyah. Lalu ia pun tersenyum. "Udah pulang, kok nggak kabarin. Kan abang bisa jemput," ucap Robin, sok peduli.

"Makasih, Sayang. Emmm... Dini pengen ngomong sesuatu. Tapi abang jangan marah ya," ucap wanita cantik ini.

"Tentu saja, Sayang. Kamu mau ngomong apa?"

"Sebenarnya.... emmm.... cincin pernikahan kita."

Robin mengerutkan keningnya. Pura-pura tak tahu apa yang hendak Dini sampaikan perihal cincin itu.

"Kok diam? Ada apa, Sayang. Jangan takut gitu. Abang kan nggak gigit," ucap Robin, berusaha membuat suasana tak tegang.

"Dini... anu, cincin nikah kita hilang, Bang. Abang marah tak?" ucap Dini, takut.

"Loh... Kok bisa? Bukan hilang kali, Yang. Kamu lupa naroh aja kali."

"Mungkin, tapi udah Dini cari ke mana-mana. Tapi nggak ketemu."

"Ya udah, kamu tenang dulu. Sambil pelan-pelan diingat. Siapa tau nanti ingat, lalu ketemu. Hemmm... Sini, udah jangan sedih," ucap Robin sembari menarik tangan sang istri dan membawa wanita cantik itu ke dalam pangkuannya.

"Makasih atas pengertianmu, Bang. Maafkan Dini yang teledor ya."

"He em, nggak pa-pa."

Dini tersenyum. Lalu memeluk suami tercintanya ini. Sedangkan Robin. Pria ini terlihat kesal. Namun berusaha menahan rasa tak sukanya itu. Karena tanpa Dini tahu, pria ini sedang merencanakan sesuatu yang lain.

***

Di dalam kamar pribadi mereka...

Robin berniat melancarkan rencana yang telah ia susun bersama Sella.

"Sayang... Abang ingin bicara sesuatu denganmu. Bolehkah abang meminta waktumu sebentar saja," pinta Robin.

Dini yang saat itu sedang merapikan baju-baju mereka. Langsung menghentikan pekerjaanya dan melangkah mendekati sang suami yang sedang duduk bersandar di sisi ranjang.

"Ada apa? Abang mau ngomong apa?"

"Tadi tu kawan abang nawarin join investasi. Dia ngajakin abang beli perkebunan sawit di daerahnya. Murah, Yang. Abang jadi tertarik. Tapi Abang nggak ada uang buat beli," ucap Robin, lembut seperti biasa.

"Oh, emangnya berapa?" tanya Dini, tak kalah lembut.

Robin meraih tasnya. Lalu menyerahkan selembar kertas hasil hitung-hitunga dirinya dan katanya dengan temannya itu.

Dini mengambil kertas itu. Lalu mempelajarinya. Dini yang notabene adalah pengusaha. Tentu saja ia paham dengan coretan-coretan itu.

"Boleh ini, Bang. Tapi Dini juga nggak punya uang sebanyak itu," ucap Dini.

Robin tersenyum. Lalu mengambil kertas itu dari tangan sang istri. Tak ingin kehilangan kesempatan berharga ini, Robin pun memeluk perut sang istri dan berucap, "Gimana kalo kita gadaikan sertifikat rumah kita ini ke bank, Yang. Nanti kita bisa bayar cicilannya dari hasil dari perkebunan itu. Sambil menunggu hasil, abang bakalan lebih rajin ngojek. Gimana?"

Dini menatap sang suami ragu. Namun ia tak bisa mengabaikan permintaan itu. Dini diam sejenak. Lalu ia pun menyetujui penawaran itu tanpa merasa curiga sedikitpun, "Sebenarnya nggak masalah sih, Bang. Nanti Dini coba ngomong sama temen Dini yang kerja di bank. Bisa nggak kalo kita gadaikan sertifikat rumah kita."

Kembali Robin tersenyum senang. Sekali lagi, ia berhasil mengelabui Dini. Menipu wanita lugu itu.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!