Malam itu, saat semua mata terpejam, dengan hembusan nafas teratur, saat semua manusia merangkai mimpi, seorang gadis remaja termenung menatap langit dengan helaan napas yang terdengar berat.
Nandita Mentari, gadis ceria yang lincah dan suka bergurau itu, kembali mengenang apa yang terjadi hari ini.
Kejadian yang cukup membuat nya tersadar, bahwa tak ada persahabatan yang tulus. Kawan bisa saja menjadi lawan, yang akan menjatuhkan kita disaat kita lengah.
"Woi bengong aja,ngelamunin apa sih?" Tanya sang kakak yang berhasil mengembalikan kesadaran nya.
"Apaan sih kak, ngagetin aja" Ketus nya dengan bibir mengerucut.
"Lagian... dari tadi kakak perhatiin kamu bengong aja. Lagi mikirin cowo ya,,?" Goda Bianca sembari menarik turun kan kedua alis nya.
"Apaan sih... Ga ya, mana ada aku mikirin cowo? Ga ada ya dalam kamus ku soal percowokan sebelum impianku terwujud. Udah sana kakak istirahat, pasti cape kan baru dateng trus langsung ke acara nya kak Dya,." Usirnya pada sang kakak yang sudah mengganggu lamunan malamnya.
"Ya,,ya,,. Ya sudah kakak tidur dlu ya, kamu juga jangan begadang, besok latihan lagi kan? Biar tenaga nya full" Ucap Bianca sambil berdiri bersiap kembali ke kamar nya.
'Huh tidur aja lah, ga usah mikirin hal yang ga penting' Nasihat nya pada diri sendiri, kemudian ikut menyusul sang kakak kembali ke kamar.
🌟🌟🌟🌟
Keesokan harinya, sebelum matahari terbit, rumah sederhana itu kembali ramai karna kehadiran personel yang lengkap.
Bianca yang saat ini bekerja di maskapai penerbangan nasional itu, sedang berada di rumah karna mengambil cuti untuk acara pernikahan kakak sepupu nya. Begitu pula Nandita yang setiap hari memiliki kesibukan kuliah dan persiapan kejuaraan pencak silat pun masih mendapat jatah libur hingga dua hari ke depan.
Rumah yang setiap hari hanya dihuni oleh ayah, bunda, juga si bontot Malikha, kini lebih berwarna dengan kehadiran mereka berdua.
Mereka sibuk dengan kegiatan masing masing, seperti dulu sebelum mereka berpencar menggapai mimpi.
Bianca membantu bunda nya memasak, Nandita berbenah, ayah mengurus ternak, sedangkan si bontot Malikha masih asyik bergulung dengan selimut.
'Anak ini, masih aja males nya ga hilang hilang,. Apa jangan jangan selama aku sama kak Bian ga ada di rumah, dia ga mau bantu bunda ngerjain pekerjaan rumah' Gumam Nandita, saat masuk ke kamar adiknya dan mendapati ia masih asyik mengukir mimpi.
"Dek bangun, udah siang ini. Kamu ga sekolah?" Panggilnya dengan lembut, namun sang adik belum juga bergerak.
Tiba tiba ide untuk mengerjai sang adik muncul.
"Gempa.... Gempa.... Hujan.. bocor....!!!!" Ucap nya sambil memukul kan gagang sapu yang dipegang ke atas meja yang terletak di samping tempat tidur sehingga menimbulkan suara gaduh.
Malikha pun bangun dengan nyawa yang masih belum terkumpul sempurna. Ia bangkit dan langsung ingin berlari. Karna kesadarannya yang baru setengah, alhasil saat hendak turun dari tempat tidur ia pun terhuyung dan jatuh.
"Kakaaaaaaaaak" Teriaknya dengan wajah masam dan rambut yang berantakan.
Nandita tak kuasa menahan tawa. Ia masih asyik terpingkal-pingkal, hingga tak mengetahui sang bunda telah berdiri dibelakang nya dengan berkacak pinggang.
"kamu tuh ya.... Ga puas apa kalo ga dapet ngerjain adek nya tiap kali ada di rumah?" Omel sang bunda sambil menarik kuping kiri Nandita. Kesal dengan keributan yang diciptakan oleh anak ke duanya itu.
"Hahahaha rasain,,,, kapok ga tuh, makanya jangan suka ngerjain orang pagi pagi." Ucap Malikha senang, karna merasa mendapat pembelaan dari bundanya.
"eeeehh adududuuh sakit,, jangan main tuduh aja dong Bun,,. Dia tuh anak kesayangan nya bunda. Pagi pagi udah dibangunin dengan baik dan benar, sopan serta santun malah ga bangun bangun. Tidur udah kaya kebo lagi demam aja, susaaaah banget buat buka mata. Jadi jangan salahkan aku dong kalo aku bangunin nya agak beda dikit. Lagian apa dia ga sekolah sekarang?? Yang lain udah pada sibuk, dia malah masih asik bikin pulau di atas bantal" Nandita bersungut tak terima karena diomelin bunda. Sembari menatap nyalang pada sang adik, yang kini sudah menunduk menahan takut.
"Udah udah, berhenti ribut nanti pada kesiangan beraktivitasnya. Bunda mana tau kalo kamu udah bangunin adek kamu sebelumnya." Sang bunda membela diri.
"Kamu juga dek, makanya inget waktu kalo belajar. Udah sering bunda bilang, belajar itu dicicil tiap hari, tugas juga dikerjain tiap hari. Jangan kebut semalam kaya gini. Giliran udah mau setor baru semua diselesaikan dalam semalam. Sekarang cepat beresin kamar kamu sendiri setelah itu siap siap sarapan dan sekolah" Ucap bunda menghentikan perdebatan kakak adik itu.
Ya begitulah mereka kalau berkumpul, ada saja hal yang membuat rumah menjadi ramai.
Karakter ketiga bersaudara itu berbeda beda. Sehingga sering membuat mereka berdebat, saling adu mulut dan pasti hanya akan berakhir saat bunda ratu sudah mengeluarkan peringatan.
Nandita yang ceria tapi agak usil, Malikha yang manja juga cengeng, maklum mungkin karna anak paling kecil ya, dan Bianca yang tegas dan lebih pendiam. Tapi kalo lagi kumat juga bakal tetap jahil juga, dan yang selalu menjadi korban adalah si manja Malikha.
🌟🌟🌟
Hari sudah beranjak siang, saat Nandita dengan langkah malas berjalan menuju tempat latihan pencak silat yang selama ini menaunginya. Sebenarnya ia merasa enggan untuk berlatih hari ini, mengingat kejadian kemarin yang membuat ya merasa kecewa dan marah. Tapi ia harus menahan ego nya demi pertandingan yang sudah ada di depan mata.
Malas sekali rasanya ia bertemu dengan Candra, yang selama ini ia anggap sebagai teman dekat, yang selalu ia beri dukungan, ternyata tega menusuk nya dari belakang.
Nandita tak menyangka kalau selama ini Candra merasa iri padanya, hingga dengan tega tak pernah menyampaikan setiap pengumuman penting yang guru silat nya beritahukan padanya.
Biasanya semua informasi ia dapat dari wa grup. Tapi karena hp nya sedang diperbaiki, ia hanya membawa hp jadul biasa saja selama ini.
Bersyukur kemarin ia bertemu Satya tanpa sengaja, hingga ia tau pertandingan antar perguruan yang diadakan sebuah perusahaan besar yang hendak merekrut bodyguard wanita untuk menjaga anak pemilik perusahaan tersebut.
Dari Satya, Nandita tahu bahwa Candra yang menawarkan diri untuk memberitahukan langsung kabar tersebut pada dirinya, saat sang guru hendak menghubungi Nandita. Dengan alasan ia ada janji bertemu dengan teman nya itu.
Sang guru pun urung bercakap langsung dengan Nandita. Mengingat mereka memang selama ini terlihat dekat, jadi pak Wahyu percaya bahwa pesan nya akan sampai pada orang yang dimaksud.
Tapi rupanya pesan itu sengaja tak Candra sampaikan pada Nandita. Karena ia tak ingin Nandita ikut pertandingan tersebut.
Ia benci bila selalu kalah dari Nandita. Ia ingin Nandita terlihat kurang baik di hadapan gurunya. Sehingga saat guru nya bertanya, Candra dengan yakin mengatakan bahwa Nandita tidak tertarik dengan pertandingan remeh tersebut.
Flash back
"Dita woe kemana aja sih, dua minggu ini kamu ga ada muncul, dicariin pak Wahyu tau. Sombong banget mentang mentang udah sering jadi juara, tawaran guru ditolak mentah mentah" Sindir Satya kala itu.
"Hah tawaran apaan? Jangan Ngadi Ngadi deh,,, mana ada pak Wahyu hubungin aku?" Sahut nya dengan wajah bingung.
"Lho kata Candra kamu nya yang ga mau, dia bilang kamu ga tertarik sama pertandingan remeh gitu".
"Tar dulu,, aku bingung nih. Pelan pelan ceritain nya" Ucap nya lagi.
"Itu lho, sekitar dua minggu yang lalu ada perwakilan sebuah perusahaan dateng, menawarkan pertandingan antar perguruan. Tujuannya untuk memilih bodyguard yang bisa direkrut untuk menjaga anak pemilik perusahaan tersebut.
Pak Wahyu berniat hubungi kamu, tapi kata Candra dia yang bakal sampein langsung ke kamu. Berhubung kami semua tahu kalian dekat, jadi pak Wahyu nitip pesan nya sama si Candra, suruh kasih tahu ke kamu. Nah terus beberapa hari setelahnya, si Candra bilang kalo kamu ga tertarik sama pertandingan itu".
Nandita kaget mendengar ucapan Satya. Kapan hari ya bertemu Candra di kampus, ia gak pernah membahas soal itu. Nandita merasa dikhianati oleh teman nya. Pasalnya, bukan hanya pesan itu tak sampai padanya, tapi Candra dengan tega memfitnah dirinya di hadapan sang guru.
Dengan kesal Nandita menghubungi Candra kala itu.
"Sorry Ta aku lupa kasi tau kamu soal itu. Aku pikir kamu ga tertarik. Aku lagi dijalan ini sorry ya aku tutup teleponnya" Kilah Candra buru-buru memutus panggilan.
Hal itu membuat Nandita dan Satya yang ikut mendengar jadi geram sendiri.
"Dia sengaja berarti pengen nama kamu jelek Ta, di depan guru kita. Mulai sekarang kamu mesti hati hati sama dia. Aku rasa dia ga tulus berteman sama kamu" Nasehat Satya pada Nandita.
Flash back off
Tatapan banyak mata yang tertuju pada gadis manis namun sedikit tomboy itu, tak membuat nya menjadi salah tingkah.
Dengan langkah pasti ia menuju arena pertandingan. Dengan tekad yang kuat, ingin menjadi pemenang, dan mendapatkan pekerjaan yang ia yakini akan memperoleh gaji besar bila ya berhasil menjadi bodyguard terpilih.
"Kamu yakin gadis bola bekel begitu bisa menjaga Mira dengan baik?" Bisik Gunadh ditelinga sang asisten. Tentu saja ia merasa ragu, mengingat buah hatinya bukanlah anak manis yang akan menurut begitu saja pada orang di sekitar nya.
"Bukankah kita bisa melihat kemampuan yang dimilikinya tuan? Dari sekian peserta, hanya dia yang terlihat paling menonjol di sini." Arya sang asisten tak mengerti dengan jalan pikiran tuan nya.
'cantik dan sempurna begitu dibilang bola bekel? Aahh tuan Gunadh sepertinya harus memeriksakan penglihatannya pada dokter mata kalau begini' Gumamnya dalam hati.
"Tapi dia kecil Ar,, belum apa apa juga dia bakal minta mundur kalau tahu orang yang akan dia jaga itu seperti Mira" Gunadh masih kekeh dengan pendirian nya.
"Cari kandidat lain saja yang tubuhnya lebih tinggi dan wajah lebih dewasa. Dia terlihat masih seperti anak SMA, aku yakin Mira bukan nya mau dikawal sama dia, malah dia dikerjai oleh anak itu." Lanjut lelaki pemilik nama lengkap Gunadhyia Arjava pada sang asisten.
Dia tak ingin kejadian yang lalu lalu terjadi lagi. Gonta ganti pengawal, untuk anak nya, karena sang buah hati yang usil selalu saja punya cara untuk membuat mereka menyerah dan mundur di Minggu pertama mereka bertugas.
"Baik tuan akan saya cari orang yang lebih tepat untuk melindungi nona muda. Pertandingan Masih belum selesai, semoga orang yang tuan cari ada di sini" Ucap asisten Arya sembari membungkukkan badan nya.
Ia berharap semoga keinginan tuan nya segera terpenuhi. Karna kalau tidak, dia harus kembali disibukkan dengan agenda mencari bodyguard, sedangkan pekerjaan nya sebagai asisten CEO juga bertumpuk di atas meja kerja nya dan harus segera diselesaikan.
🌟🌟🌟
Hari beranjak sore, di arena pertandingan itu telah terpilih 3 kandidat, yang akan kembali bertanding untuk menentukan siapa yang akan terpilih menjadi satu satunya bodyguard untuk putri sang CEO.
Nandita harus berlapang dada ketika namanya tak disebut sebagai orang yang terpilih. Karna selain kemampuan bela diri yang mumpuni, salah satu syarat untuk bisa menjadi bodyguard dari seorang Mira adalah badan yang tinggi dan wajah yang dewasa cenderung kaku.
'tau begini aku ga usah repot repot ikut pertandingan. Sampe bela belain cuti kuliah demi jadi bodyguard anak Sultan itu' Sungutnya dalam hati sambil memegang amplop berwarna coklat yang diberikan oleh asisten Arya sebagai hadiah untuk 3 kandidat terkuat dalam kompetisi tersebut.
'Tapi ga papa juga lah, lagian ga rugi rugi amat ikut acara ini. Seenggak nya aku bisa dapetin amplop coklat ini, kira kira berapa ya isinya?' Kembali ia bicara dalam hati sambil tersenyum lucu.
Asisten Arya yang melihat tingkah Nandita juga ikut tersenyum sambil menggelengkan kepala nya. Ia merasa gemas dengan tingkah gadis manis itu, yang sebentar cemberut namun begitu cepat tersenyum kembali. Sungguh gadis yang apa adanya pikir sang asisten.
🌟🌟🌟
Hari sudah beranjak sore ketika motor matic yang ia kendarai terparkir cantik di halaman rumah.
Perasaan nya campur aduk, antara senang juga rasa kecewa. Ia senang karna meskipun tidak terpilih namun ia mendapatkan hadiah dengan nilai yang menurutnya tidak sedikit. Ya,, buat anak kuliahan yang berasal dari keluarga sederhana sepertinya, uang 5juta merupakan uang yang besar nilainya. Tapi disisi lain ia juga merasa kecewa. Karena harapannya untuk menjadi pengawal anak sultan itu harus pupus, disebabkan oleh postur tubuhnya yang menurut sang sultan kurang memenuhi syarat.
'Belum tau saja dia, aku kecil kecil begini, kalo cuman untuk mukulin 10preman bisa kok. Terlalu remeh dia menilai ku. Awas aja besok kalo ketemu, aku bakal buat dia terkagum-kagum sama kemampuan ku. Dasar tuan kaya sombong, melihat orang hanya dengan sebelah mata' Gerutunya sambil mengambil amplop yang ia letakkan dibawah bagasi motor.
"Apaan tuuuhh?" Tiba tiba suara dari belakang mengagetkan Nandita yang masih berdiri di samping motor nya sambil menepuk nepuk amplop coklat itu pada tangan kirinya
"Kepooo.... Mau tau aja urusan orang dewasa" Ucapnya pada Malikha yang sedari tadi memperhatikan sang kakak dari teras rumah.
"Yeeeee aku udah besar ya,,, lagian pelit banget ditanya gitu doang ga mau jawab. Aku adukan bunda biar tau rasa" Sungut sang adik dengan bibir mengerucut.
"Aduin sana, dasar bocah tukang adu. Liat aja, aku ga bakal mau bagi isi amplop ini sama orang yang suka nebar gosip" Balasnya tak kalah jutek.
Bagaiman ia tidak kesal coba, sudahlah gagal, diremehkan sama bos jutek, sampe rumah dikepoin lagi sama si bontot tukang ngadu.
Nandita berlalu masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Malikha, yang masih betah memperhatikan penampilan sang kakak yang dirasa tak seperti biasanya.
'Kakak kenapa ya, ga biasanya muka nya kusut kaya begitu' gumamnya sambil ikut menyusul sang kakak masuk ke dalam rumah.
"Udah pulang kamu Ta? Gimana pertandingan nya? Pasti menang dong anaknya bunda" Sapa bunda saat melihat Nandita melewati ruang tamu hendak menuju kamar nya.
Melihat bundanya duduk santai di sofa ruang tamu, ia pun urung masuk ke kamar dan berbalik ikut duduk di samping bundanya. Ia sandarkan Kepalanya di bahu sang ibu sambil memasang wajah lelah.
"Capek banget Bun.... Kesel juga bercampur jadi satu" Ujarnya dengan manja.
"Lho kenapa dateng dateng malah kesel? Bukannya tadi pagi saat hendak berangkat kamu antusias banget?" Tanya bunda yang tak mengerti dengan mood anaknya yang tiba tiba jadi jelek.
"Iya tadi pagi aku antusias buat ikut pertandingan, aku percaya diri banget bakal bisa jadi pemenang. Aku udah ngebayangin bisa jadi bodyguard untuk ngejaga anak perempuan dari pemilik perusahaan besar itu. Tapi ternyata meskipun kemampuan aku udah terbukti, tetep aja aku ga keterima. Katanya aku terlalu kecil untuk bisa dipercaya buat jaga anaknya. Sebel banget aku Bun, dia meremehkan kemampuan seorang Nandita!!" Ucapnya dengan emosi
"Ooh jadi anak bunda lesu begini gara gara ga keterima jadi bodyguard gitu?" Dijawab anggukan lemah oleh Nandita.
"Ya syukurlah kalo kamu ga keterima, itu tanda nya kamu memang harus menyelesaikan kuliah kamu dengan baik dan tepat waktu" Tandas nya lagi, yang kini dihadiahi tatapan kaget dari sang anak
"Lho kok bunda gitu sih?? Bukannya kasihan sama Dita, eehh malah seneng kalo anak nya ga berhasil mengejar mimpi" Nandita tidak terima dengan ucapan sang bunda.
"Bukannya bunda ga seneng Ta,, tapi kamu sadar ga sih, kalo ambisi kamu selama ini sering banget membuat kamu lalai akan tugas utama kamu sebagai mahasiswa? Bunda selama ini membiarkan kamu berkembang,menggapai semua keinginan kamu. Bahkan sering kali bunda belain kamu di depan ayah,saat ayah mulai merasa kamu seakan menyepelekan kuliah kamu dan cenderung memilih ikut pertandingan-pertandingan pencak silat." Terang bunda dengan wajah yang mulai serius
"Sekarang waktunya kamu fokus sama tujuan mu dari awal. Kamu mau jadi guru kan?? Itu alasan kamu yang ga mau ikut tes kepolisian dulu, karna kamu ingin menjadi seorang tenaga pendidik yang bisa ikut berperan dalam mencerdaskan anak bangsa. Lalu kapan semua itu akan terwujud kalo kamu sibuk mengejar hal lain yang ga ada sangkut paut nya sama mimpi kamu itu?? Dari awal bunda sudah tanyakan sama kamu. Apa tujuan hidup kamu? Agar apa yang kamu kerjakan,apa yang kamu lakukan ga sia-sia. Kamu dengan yakin bilang kalau kamu ingin jadi guru. Sedangkan pencak silat hanya hoby kamu, kegiatan positif yang bisa kamu lakukan untuk mengisi waktu luang. Tapi sekarang yang bunda lihat, hoby kamu ini malah membuat kamu lupa tujuan awal mu Ta. Jadi kalau menurut bunda, lebih baik sekarang kamu fokus sama kuliah kamu. Selesaikan semua satu satu, agar semua bisa optimal. Kalau pun nanti kamu memang masih berhasrat untuk kembali ke dunia yang kamu sukai, tidak masalah. Tapi yang pasti hutang kamu untuk menyelesaikan pendidikan itu sudah kamu tunaikan. Agar biaya, waktu, dan tenaga selama ini tidak terbuang sia-sia. Setidaknya kamu punya bekal pendidikan saat kamu memasuki dunia baru kelak" Tandas sang bunda menasihati anak keduanya itu.
Nandita hanya bisa diam dan pasrah mendengar keluhan sang bunda. Ia sadar kalau selama ini ia lebih mementingkan pencak silat ketimbang kuliahnya. Hasrat untuk menjadi seorang guru perlahan menghilang seiring banyaknya kesempatan yang ia dapat untuk mengikuti kejuaraan-kejuaraan pencak silat.
Entah apa jenis pekerjaan yang ingin ia miliki dengan keahliannya itu. Yang pasti, ia merasa hidupnya lebih menantang tidak monoton dengan kegiatan itu.
Tapi sekarang ia harus menyelesaikan pendidikannya terlebih dahulu. Ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, yang selama ini berjuang untuk bisa memberikan pendidikan yang terbaik semampu mereka.
Nandita sadar bahwa dirinya tidak terlahir dari orang tua yang kaya raya. Meskipun latar belakang keluarga bukan lah termasuk orang susah. Selain ayah bunda nya, keluarga besar Nandita berasal dari keluarga yang memiliki jabatan yang bisa dibilang tinggi.
Bila dari keluarga sang ibu, pamannya ada yang menjadi polisi, guru, pengusaha, tenaga kesehatan, ada juga yang bekerja di dunia pariwisata.
Sementara sang ayah, adalah anak laki-laki satu-satunya dari keluarga yang cukup berada.
Hanya saja, sesuatu dan lain hal membuat kedua orang tuanya harus memulai semua dari nol. Dan anak-anaknya harus hidup sederhana, berbeda dengan saudara mereka yang lainnya.
Cuaca pagi ini terlihat mendung, seperti halnya perasaan Nandita yang masih merasa berat untuk meninggalkan sementara dunia silat yang menjadi hoby nya.
Ia rindu berlatih bersama Satya, Hira, Tasya, dan dulu bersama Candra juga.
Tapi untuk saat ini, ia harus rela berpisah sementara dengan teman teman satu perguruannya itu, demi menjaga agar kedua orang tuanya tidak kecewa padanya.
Belum lagi ia juga merasa ingin memberi jeda sejenak agar intensitas bertemunya dengan Candra berkurang. Bukan ingin menghindar, karena ia merasa bukan salah nya jika ia lebih baik dari Candra.
Hanya saja ia pikir, mungkin harus memberi Candra waktu untuk membuktikan dirinya kalau dia mampu melebihi kemampuan Nandita.
Aahh setiap kali Nandita ingat dengan sikap Candra, rasa kecewa itu kembali muncul kepermukaan.
Tapi sudahlah, setiap orang memang selalu punya pembenaran akan sikap yang ia tunjukan pada orang lain kan. Toh bukan dia yang memulai bersikap curang dalam pertemanan ini. Jadi dia hanya bisa melihat saja bagaimana sikap Candra selanjutnya padanya. Tapi yang pasti, rasa percayanya pada sebuah pertemanan tidak akan murni seperti dulu sebelum ia merasa dikhianati.
drt
I won't be silenced
You can't keep me quiet
Won't tremble when you try it
All I know is I won't go speechless
Speechless
Let the storm in
I cannot be broken
No, I won't live unspoken
'Cause I know that I won't go speechless
Try to lock me in this cage
I won't just lay me down and die
I will take these broken wings
And watch me burn across the sky
Lagu speachles nya Naomi Scot yang menggema dari ponselnya, mengembalikan kesadarannya dari lamunan tentang temannya itu.
"Ya bunda" Jawabnya setelah menggeser warna hijau pada layar datar yang baru ia beli dari hasil pertandingan lalu.
"Lagi dimana Ta?" Tanya bunda di seberang sana.
"Masih dikost Bund, baru habis bebenah" Jawabnya sembari menggeser kursi kayu didepan meja riasnya. Kemudian ia duduk sambil bersandar malas.
"Lho jam segini masih di kost? Kamu ga kuliah nak? " Cecar sang bunda lagi.
"Heeee bentar lagi ke kampus Bund, deket gini. Ga Sampe 5 menit juga udah Sampe" Kilahnya membela diri.
"Ya udah siap-siap dulu sana, ini udah siang lho,,,, ingat Ta, kamu harus lulus tepat waktu kalau kamu mau meneruskan hoby kamu itu." Tandas sang bunda lagi
"Ya Bun...." Jawabnya.
Dan ternyata layar ponselnya sudah mati.
'Kebiasaan nih bunda, belum selesai juga anaknya ngomong udah dimatiin aja. Huuuh mandi dulu lah' Ia bermonolog, sambil menyeret kakinya menuju kamar mandi.
Setelah mempersiapkan diri dan sarapan ala anak kost, ia melanjutkan langkah melajukan motor matic kesayangannya menuju kampus tempat nya menimba ilmu.
"Ta.... Dita.... Nandita...." Panggil sebuah suara dari belakang.
Suara gadis yang dulu akrab dengan nya, gadis yang saat ini masih ingin ia hindari.
Enggan rasanya berbalik badan, tapi juga merasa tak enak hati bila bersikap acuh di tempat umum.
"Apa..?" Jawabnya dengan malas, setelah sebelum nya menghela nafas untuk menenangkan hatinya.
"Iiihhh kok gitu sih? Tungguin,," Ujar Candra dengan wajah sok polosnya.
Mungkin ia lupa, atau sengaja berpura-pura tak terjadi apa-apa? Padahal sesungguhnya ia tau, kalau Nandita pasti marah padanya karna perbuatan yang ia lakukan terhadap temannya itu.
Dengan malas Nandita menghentikan langkahnya. Biar bagaimanapun ia bukan lah orang yang tega terhadap orang lain.
Bisa saja sebenarnya ia bersikap kasar pada Candra, atau memutuskan pertemanan karena merasa marah. Tapi ia tidak melakukan itu, karena dia ingin tahu apa motif dibalik sikap Candra yang seperti itu.
"Ta ke kantin yuk" Ajak Candra saat jam kuliah sudah selesai. Meski berbeda jurusan, gadis itu sengaja menghampiri Nandita untuk pergi bersama.
"Ayok" Jawab nya singkat, kemudian berdiri dari kursi.
Mereka berjalan beriringan menuju kantin. Ingin segera melahap sesuatu yang segar karena cuaca siang ini begitu terik. Berbeda halnya dengan pagi tadi yang mendung.
"Ta kamu kenapa sih diem aja dari tadi? Kamu masih marah ya sama aku? Aku kan udah minta maaf Ta,, beneran waktu itu aku lupa bilang ke kamu" Candra memulai obrolan saat mereka sudah duduk dan memesan makan serta minum.
"Ga kok biasa aja. Aku lagi males ngomong aja Ndra,, ga tau nih masih rindu rumah mungkin. Belum puas ngerjain Malikha di rumah, trus udah harus balik ngampus aja,," Kilahnya.
Obrolan mereka terhenti saat pesanan mie ayam bakso dan es cincau kesukaan mereka terhidang. Mereka makan masih diselingi obrolan santai yang didominasi oleh Candra. Sedangkan Nandita hanya menimpali seperlunya saja.
Hari mulai beranjak sore saat Nandita sampai di kostannya. Tadi setelah makan siang, Candra memaksa mengajaknya jalan jalan ke tempat wisata yang baru buka di kota tersebut.
🌟🌟🌟
Hari hari dilalui Nandita dengan rutinitas yang sama belakangan ini. Kuliah, kost, mengerjakan tugas.
Begitu terus, atau kalau pas akhir pekan ia akan menyempatkan pulang melepas rindu pada ayah bundanya. Dan menjahili Malikha, si bontot kesayangannya.
Kalau ada waktu luang, ia juga akan mampir ke tempat latihan pencak silat, yang selama ini menjadi tempat favorit nya.
Satya dan yang lain nya menyayangkan memang keputusan Nandita untuk rehat sejenak dari dunia persilatan. Tapi mereka juga memahami bawa Nandita memiliki tanggung jawab lain yang harus ia dahulukan untuk saat ini.
Begitupun pak Wahyu, ia harus berbesar hati melepaskan salah satu atlet berbakatnya untuk fokus dengan pendidikan formal.
"Ta... kangen banget aku sama kamu" Sapa Satya sembari memeluk temannya itu saat mereka baru pertama kali bertemu setelah Nandita memutuskan untuk rehat.
"Cieeeeee meluknya erat bener" goda Tasya, dan di ikuti teman nya yang lain.
"Ya nih, curi-curi kesempatan aja. Padahal kalau kangen bisa langsung wa aja ajak ketemuan." Goda yang lain ikut menimpali
"Apaan sih pada ga jelas kalian ini" Sahut Nandita merasa tidak enak karna menjadi bahan olokan teman temannya.
Ia tidak tahu bawa selama ini Satya memendam rasa padanya. Itu juga yang membuat Candra merasa tambah kesal padanya, karena selama ini Candra diam-diam suka pada Satya. Tapi sayangnya, sikap Satya pada Candra jauh berbeda dibandingkan sikap Satya pada Nandita.
'Enak banget jadi kamu Ta, udah punya keluarga yang harmonis, otak encer, punya prestasi, terus disukai banyak cowo' Candra bergumam dalam hati sambil memandang tak suka pada tingkah teman teman nya.
Ia yang berasal dari keluarga yang cukup berada, tapi merasa hampa. Mama papanya terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing, jarang punya waktu untuk anak-anaknya.
Candra yang adalah anak pertama, selalu mendapatkan tekanan dari kedua orang tuanya agar bisa menjadi contoh teladan bagi adik adiknya.
Orang tuanya selalu menuntut Candra dalam segala hal. Entah itu pergaulan yang baik, prestasi yang harus unggul, juga harus bisa mengayomi adik-adiknya dengan baik. Mereka merasa Candra anak yang mandiri, sebagai anak pertama ia dituntut untuk sempurna.
Sedangkan orang tuanya jarang hadir untuknya, juga untuk adik-adiknya. Mungkin mereka pikir cukup memberikan fasilitas dan materi yang tanpa batas untuk anak anaknya. Sedangkan anak-anak juga butuh sosok orang tua yang hadir dalam hidup mereka.
Mereka juga ingin didengarkan, ingin sesekali dimanja, ingin dipuji dan didukung saat menghadapi ujian dalam kehidupan mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!