NovelToon NovelToon

Takdir Cinta Kikan

Bab. 1 Tim perencanaan 1

PROMO

...----------------...

Suasana ruang rapat di bagian tim perencanaan 1 terlihat begitu berbeda. Jika biasanya orang-orang rapat akan berwajah tegang dan penuh dengan aura tertekan karena mereka saling mengemukakan pendapat, tapi di tim ini ... rapat bagaikan sebuah Fansign.

 

Tampak seorang anggota tim sedang menatap Astra yang sedang menjelaskan proyek baru tim perencanaan perusahaan ZEUs ini. Bola mata perempuan itu tampak mengagumi pria di depan sana.

 

Kikan yang tidak sengaja melihat itu, tersenyum geli. Karena tidak hanya satu orang saja yang seperti itu, bahkan semua anggota berjenis kelamin perempuan di tim perencanaan 1 ini menatap Astra dengan tatapan seperti itu. Tatapan kagum.

 

Mungkin hanya dirinya saja yang tidak memandang Astra seperti itu. Bukan berarti pria tampan itu bukan tipenya. Itu semua karena ...

 

Rapat telah usai. Semua keluar dari ruangan rapat dengan berkeluh kesah. Jika biasanya orang lain akan senang jika rapat berakhir, mereka justru sedih. Karena itu berarti mereka tidak bisa lagi menatap wajah idola mereka, ketua tim perencanaan 1, Astra.

Kaki Kikan berhenti berjalan saat merasakan ponselnya bergetar.

 

“Tangga.” Ada pesan masuk di ponsel Kikan. Pesan itu muncul tepat saat ia keluar dari pintu ruang rapat.

 

“Ayo, Kak Kikan. Kakak tidak makan siang?” tanya Arin. Junior yang dekat dengannya.

 

“Ya. Sebentar lagi. Kamu bisa ikut mereka makan siang. Jangan menungguku,” kata Kikan pada Arin yang berumur lebih muda darinya.

 

“Oh, baiklah. Apa kakak mau titip beli?” tawar Arin.

 

“Tidak usah. Aku akan keluar sendiri nanti."

 

“Oh, baiklah. Aku makan siang dulu, ya ...”

 

“Oke," sahut Kikan. Arin melambaikan tangan dan pergi dengan dua orang anggota tim lainnya.

 

Setelah seluruh anggota pergi, Kikan menunduk melihat ponselnya. Tangannya bergerak mengetikkan sesuatu di layarnya.

 

“Oke. Aku bersiap,” balas Kikan. Seulas senyum terlihat di bibirnya. Sepertinya pesan tadi begitu menggembirakan.

 

***

 

Kikan turun lewat tangga. Dia tidak menggunakan lift untuk turun. Dengan mengandalkan pegangan tangga, Kikan turun melewati anak tangga satu persatu dengan hati-hati. Sekarang ia sedang memakai heels.

 

“Aku datang ...,” ujar Kikan seraya berbisik. Kepalanya celingukan seraya sesekali menunduk karena takut salah pijak anak tangga. “Halo ....” Karena tak kunjung muncul, Kikan kembali bersuara. “Hall ... Aah!” Mulut Kikan di bekap oleh seseorang dari belakang.

 

“Ssst ... Tenang Kikan. Ini aku ...” Seseorang memeluk tubuh Kikan dari belakang seraya berbisik dengan lembut di dekat telinganya. Itu suara seorang pria. Setelah yakin bahwa Kikan sudah tenang, pria itu melepaskan bekapan pada mulut perempuan itu, juga pelukan di tubuhnya.

 

Tubuh Kikan langsung berbalik.

 

“Ih, kamu ini. Bikin kaget saja, Astra,” ujar Kikan seraya memukul dada pria itu pelan karena geregetan. Ia benar-benar terkejut tadi.

 

Pria itu tertawa renyah.

 

“Wajahmu sungguh manis saat terkejut,” goda Astra seraya menowel dagu Kikan. Perempuan ini menipiskan bibir.

 

“Kamu memang pandai menggoda," tuding Kikan seraya menunjuk wajah Astra dengan jenaka. Lalu ia tersipu juga akhirnya. Astra melebarkan lengannya. Kikan pun kembali mendekatkan tubuhnya agar bisa di peluk pria ini. Mereka berpelukan manja.

 

Ya. Kikan tidak perlu seperti rekan-rekan perempuan satu tim atau dari tim lainnya. Ia sudah bisa memiliki hati pria ini. Jadi Kikan tidak perlu mencari perhatian Astra. Mereka sudah menjadi sepasang kekasih hampir satu tahun.

 

Tidak ada yang tahu soal hubungan ini karena mereka memang merahasiakannya. Karena ada larangan ada hubungan asmara dalam satu kantor. Kalaupun ada, mereka akan meminta salah satu dari mereka untuk keluar dari perusahaan. Astra dan Kikan akan mempublikasikan hubungan mereka setelah menikah nanti.

 

Ada pasal-pasal yang tidak mengijinkan hubungan asmara berada di perusahaan demi kelancaran bekerja.

 

***

 

Langkah Kikan di percepat. Sesuai perjanjian, setelah pulang bekerja, Astra menunggunya di belokan jalan utama. Tidak terlalu jauh dari perusahaan, tapi tetap aman karena jarang yang lewat sana.

 

“Kak Kikan!” panggil Arin mengejutkan. Kikan terpaksa berhenti karena Arin mengejarnya dan berdiri tepat di depannya.

 

“Ah, Arin. Ada apa?” tanya Kikan menyembunyikan kegugupannya dengan cepat.

 

“Ternyata benar Kak Kikan. Kakak mau kemana?” tanya Arin yang masih ingin bicara dengannya.

 

“Tentu pulang. Kamunya enggak pulang?” tanya Kikan balik. Ingin gadis ini segera pergi karena ada Astra yang sebentar lagi datang.

 

“Iya. Hei, itu Pak Astra.” Arin kegirangan. Kikan menipiskan bibir dengan cemas. Astra rupanya tidak melihat keberadaan Arin karena berada di dekat pohon.

 

Kikan sudah mengirimkan pesan pada Astra, tapi pria itu sudah muncul dan menyapanya.

 

“Ayo naik, Kikan," panggil Astra membuat Arin melongok terkejut.

 

"Pak Astra?" Arin terkejut saat tahu itu adalah pria idola di tempat mereka bekerja. Astra juga terhenyak kaget melihat ada karyawan lain selain kekasihnya.

 

"Ah, Arin. Halo." Astra pun menyapanya dengan ramah. Selain ketampanannya, Astra juga terkenal dengan keramahannya. Pria ini sungguh komplit dan sempurna sebagai seorang idola.

 

"Bapak ... mengajak Kak Kikan?" selidik Arin seraya melihat Kikan dan Astra bergantian. Menurutnya ada yang ganjil di sini. Astra tersenyum. Tidak segera menjawab karena perlu memikirkan jawaban apa yang akan di lontarkan.

 

"Bagaimana ini?" tanya Kikan tanpa suara. Hanya bibirnya saja yang bergerak-gerak. Astra tahu itu.

 

"Ya. Aku memang mengajak Kikan karena ada yang harus kita bicarakan soal proyek iklan terbaru yang kita garap," kata Astra menemukan jawaban.

 

Astra adalah ketua tim perencanaan 1. Dia punya alasan untuk itu. Sementara Kikan adalah Account Executive (AE). Dia yang bertanggung jawab untuk mengelola hubungan bisnis dengan klien. AE juga berperan dalam menghubungkan vendor dengan kliennya. Tugas dari AE adalah mencari tahu mengenai keinginan klien.

 

"Oh, ya. Saya mengerti, Pak." Arin tersenyum. Dia sempat salah sangka tadi. Namun akhirnya mengerti bahwa itu adalah masalah pekerjaan.

 

"Ayo Kikan," ajak Astra.

 

"Ya, baik. Arin, aku pergi dulu ya ... Pak Astra sudah menunggu," kata Kikan yang maju mendekat pada Arin untuk berpamitan.

 

"Oke, oke. Lain kali kakak pulang bareng aku, ya ... Kita akan bersenang-senang." Arin memang mengatakan ingin mengajak Kikan untuk makan-makan sepulang kerja. Kikan pikir itu bercanda. Makanya dia tidak ingat soal itu.

 

"Oke." Kikan menowel pipi juniornya itu. Lalu melambai tangan dan masuk ke dalam mobil Astra.

..._____...

...Novel Baru...

 

Bab. 2 Ulang tahun yang sepi

Langit sudah berwarna merah saat rapat sudah tim perencanaan 1 berakhir.

 

“Sekian rapat kali ini, silakan kalian bersenang-senang. Bukannya ini malam minggu?” kata Astra yang mengakhiri rapat dengan senyuman manis di bibirnya. Ini membuat karyawan wanita mleyot tidak karuan.

 

“Pak Astra. Ini kan malam Minggu, Bapak tidak ada dating malam ini?” tanya Mirna iseng. Perempuan pertama yang jadi anggota fans club Astra forever_ begitu nama fandom yang di sebut bibir-bibir di kantor.

 

Suara bergemuruh dari tiga karyawan wanita di tim satu terdengar. Kecuali Kikan tentunya. Meskipun begitu, dia tidak terganggu akan adanya keributan oleh penggemar Astra. Para pria menipiskan bibir mendengar itu. Mereka merasa terasingkan jika itu menyangkut ketua tim perencanaan, Astra.

 

“Tidak. Aku hanya ada acara keluarga saja,” kata Astra melirik ke arah Kikan yang masih mengerjakan sesuatu di laptopnya samar. Perempuan ini tersenyum di dalam hati. Sepertinya mereka merencanakan kencan malam ini.

 

“Yah ... Masa’ Pak Astra yang ganteng ini hanya mengikuti acara keluarga saja, sih. Kan malam Minggu di habiskan sama kekasih. Pak Astra pasti punya kekasih, kan?” Si paling bontot Arin berceloteh.

 

Cintya dan Mirna ikut tersenyum mendengarkan pertanyaan itu. Mereka juga penasaran soal itu.

 

“Kenapa ngurusi orang sih? Biarpun Pak Astra menghabiskan malam minggu sama adiknya juga kenapa kalian yang ribet?” dengus Rangga. “Enggak perlu di dengerin si Arin ini, Pak. Jadi orang kok kepo banget.”

 

Arin mencebikkan bibirnya.

 

“Ih, Rangga jutek,” tuding Cintya membela Arin. Rangga menggeram.

 

“Sudah. Enggak apa-apa. Iya saya memang hanya berkumpul dengan keluarga,” kata Astra sambil tersenyum jenaka.

 

Suara laptop di tutup terdengar dari kursi Kikan. Perempuan itu beres-beres untuk pulang. “Aku pulang dulu ya, semuanya!” pamit Kikan setelah semua dikemasi.

 

“Lagi ada janji dengan kekasih, Ki?” tanya Cintya.

 

“Enggak,” sahut Kikan sembari tersenyum. “Sudah ya. Daahhh ...” Semua melambaikan tangan membalas Kikan.

 

Pandangan Astra tertuju pada Kikan yang menjauh. Ia pun ingin menyusul perempuan itu.

 

“Aku juga pulang dulu. Kalau kalian, masih ingin berkumpul di sini?” tanya Astra memandangi satu persatu anggota timnya.

 

“Ya enggaklah, Pak. Kita juga malam mingguan,” kata Rangga. Astra tersenyum.

 

“Bukannya kamu jomblo, ya?” Telunjuk Mirna menunjuk ke Rangga dengan sombong. Dia sengaja melakukan itu.

 

“Meskipun gitu, emangnya aku harus di rumah saja?” kilah Rangga lalu segera menjauh dari mereka.

 

Astra pun menjauh dari mereka yang masih berdebat soal jomlo.

 

**

 

“Apa saya sudah bisa menghidangkan makanan yang sudah di pesan, nona?” tanya pelayan resto kepada Kikan yang duduk sendirian di meja.

 

“Dia belum datang. Bisa tunggu sebentar lagi?” pinta Kikan dengan wajah dibuat tenang.

 

“Oh, baiklah. Anda bisa memanggil kami jika teman Anda sudah datang.” Pelayan itu undur diri untuk menjauh.

 

Ini sudah sembilan kalinya Kikan melihat jam di arlojinya. Ini juga sudah kesekian kalinya ia menghubungi ponsel Astra, tapi pria itu belum muncul. Bahkan tidak mengangkat panggilan ponsel darinya.

 

Terakhir mereka berpisah dengan melempar kode untuk bertemu di tempat ini. Bahkan Astra juga sudah memesan makanan dan minuman untuk makan malam mereka berdua. Namun sampai saat ini, pria itu tidak muncul.

 

Drrt, drrt. Ponsel bergetar. Ada pesan dari Astra.

 

“Maafkan aku, Kikan. Adikku demam. Jadi aku tidak bisa kesana karena mengantar adikku ke klinik. Maaf tidak bisa menemani malam ulang tahunmu. Ku harap kamu tidak kecewa.”

 

Kikan langsung menekan tombol panggil pada nomor kontak Astra. Tidak langsung di angkat. Namun beberapa menit kemudian, Astra menerimanya.

 

“Ya, Kikan," sahut Astra di seberang.

 

“Astra. Lebih baik aku berangkat ke klinik tempat adikmu di rawat. Aku bisa menemani kamu di sana sekarang. Aku ...” Kikan berdiri seraya bersiap berangkat. Dia tidak peduli dengan ulangtahunya.

 

“Tidak. Tidak apa-apa. Aku bisa menemani adikku sendiri. Kamu tidak perlu ke sini,” kata Astra.

 

“Tapi Astra ... Aku cemas.” Kikan bersikeras untuk mendatangi tempat Astra.

 

“Aku tahu. Besok aku akan ke rumahmu. Jadi kamu telepon saja teman-teman kantor atau siapa saja untuk bisa menghabiskan makanan yang sudah aku pesan."

 

“Astra ...,” mohon Kikan agar Astra menyetujui dirinya mendatangi pria itu.

 

“Tidak apa-apa, Kikan.” Kaki Kikan berhenti melangkah. Ia duduk kembali dan mendengarkan Astra bicara. “Selamat ulang tahun, sayang ... Semoga kamu selalu sehat. Ke depannya karirmu juga makin sukses. Bahkan melebihi aku,” ucap Astra lembut.

 

Kikan tersenyum haru mendengar ucapan pertambahan usianya yang ke 21 tahun ini dari sang kekasih.

 

“Jangan lupa juga doain kita selalu langgeng, Astra,” rengek Kikan.

 

“Oh, iya. Aku lupa itu.” Astra tergelak ringan. “Semoga ...”

 

“Kak Astra ...,” suara adik perempuan Astra terdengar memanggil.

 

“Sudah ya. Adikku memanggil. Dia pasti butuh bantuanku. Kalau sudah selesai makan dengan teman-teman, cepat pulang. Bye. Mmuaah ...”

 

Setelah kecupan barusan, sambungan telepon terputus.

 

“Hh ... “ Kikan menghela napas. Dia tidak bisa melakukan apa-apa selain menikmati malam bertambah usianya dengan sendirian. Sedih tapi Astra tidak bisa di salahkan. Ia harus maklum.

 

Ponselnya berdering lagi. Kikan sudah berharap itu Astra, tapi ternyata Arin. Kikan punya ide untuk mengajak perempuan itu makan bersamanya.

 

“Ya, Arin. Kamu bisa datang ke tempatku?” tanya Kikan langsung. Arin terkejut.

 

“Dimana?” tanya Arin yang lupa tujuan dia menelepon Kikan.

 

“Resto Dcost. Kamu bisa datang dengan temanmu.”

 

“Tapi aku tidak punya uang untuk makan di sana, Kak,” ungkap Arin jujur.

 

“Tidak. Kamu tidak perlu mengeluarkan uang. Cukup kamu datang dan menghabiskan makanan.”

 

“Benarkah?” tanya Arin terdengar bahagia.

 

“Aku tidak akan bohong,” sahut Kikan yakin. "Cepat datang, aku tunggu ya ..."

Bab. 3 Ketahuan

 

“Kak Kikan?” Sebuah suara membuat Kikan yang tadinya menatap jalanan menoleh.

 

“Rangga?” Kikan terkejut. Arin ternyata tidak sendirian. Ia muncul dengan Rangga. Pasangan yang sering sekali bertengkar.

 

“Kan sudah aku bilang, aku bukan mau bertemu seorang pria, tapi sama Kak Kikan,” sembur Arin membuat Rangga garuk-garuk kepala. Padahal kepalanya tidak gatal.

 

“Kalian ... “ Kikan menunjuk mereka berdua satu persatu. Rangga membungkuk sedikit untuk memberi salam. Lalu tersenyum canggung. Kikan mengerti. Mereka sepasang kekasih sepertinya.

 

Arin duduk tanpa di persilakan. Rangga mengikutinya. Kikan pun menurunkan telunjuknya dan mendehem.

 

“Jadi pertengkaran di kantor itu sandiwara? Akting?” ledek Kikan.

 

Arin dan Rangga sama-sama meringis karena tertangkap basah kalau mereka berdua punya hubungan asmara. Kikan tergelak. Menemukan rahasia orang itu ternyata sungguh menyenangkan. Dia tidak bisa membayangkan ada orang lain yang tahu soal rahasianya.

 

“Santai. Aku tidak akan bilang pada siapa-siapa,” kata Kikan seraya mengerlingkan bola mata. Membuat kedua manusia di depannya sumringah.

 

“Benar Kikan?” tanya Rangga tidak percaya.

 

“Iyaaa. Aku akan tutup mulut,” imbuh Kikan. Ia menggeser jarinya di atas bibir menyerupai menutup resleting.

 

“Kikan emang keren,” kata Rangga seraya memberi jempolnya pada Kikan. Arin menepis jempol itu dan mendelik. Rangga mengangguk patuh. Sejenak rasa sedih karena sendirian di hari ulang tahun ini terobati oleh keberadaan mereka berdua.

 

Kikan memberi kode pada pelayan untuk menyiapkan makanan yang sudah di pesan oleh Astra.

 

“Kita benar-benar, makan besar nih?” tanya Rangga senang. Arin mendelik lagi. Tidak suka Rangga terlalu santai saat bicara dengan AE mereka.

 

“Tidak apa-apa, Arin. Silakan kalian makan yang banyak. Habiskan,” kata Kikan dengan senyum mengembang.

 

“Soal menghabiskan makanan, aku jago,” kata Rangga yang membuat Arin malu karena kekasihnya begitu tidak tahu diri.

 

"Kak Rangga ...," desis Arin untuk membuat Rangga bersikap sopan pada Kikan.

 

“Aku sudah tahu Rangga seperti itu. Jadi biarkan saja dia menjadi seperti itu. Aku tidak masalah,” ujar Kikan yang tahu kekhawatiran Arin.

 

"Syukurlah kalau Kak Kikan mengerti," kata Arin lega.

 

Mereka terkejut saat muncul kue tart di urutan terakhir makanan yang di antar pelayan resto.

 

“Kok ada kue tart? Kak Kikan ulang tahun?” tanya Arin terkejut. Rangga ikut surprise melihat kue tart cantik itu. Dia melihat kue dan Kikan bergantian.

 

"Kamu lagi ulang tahun, Ki?" tanya Rangga.

 

“Ya,” bisik Kikan sambil menganggukkan kepala. Tidak mungkin ia mengelak. Tulisan di atas kue tart sudah mengungkap ini kue tart apa. Mengelak pun percuma.

 

“Jadi kita tamu yang tidak di undang ya?” tebak Rangga tidak enak. "Pasti ada orang yang sebenarnya di undang olehmu kan?" selidik Rangga. Kepalanya mencari ke sekitar resto.

 

“Aku tadi mengundang Arin. Bukan mengundangmu,” kata Kikan dengan jenaka.

 

"Iya, tahu ... Aku memang tidak di undang. Aku datang karena di ajak Arin kesini." Rangga pun mengakui itu.

 

"Kak Rangga yang ikutin aku. Padahal akunya enggak ngajak," ralat Arin.

 

Kikan tergelak lagi. Mendatangkan mereka membawa suasana ceria.

 

“Ini tamunya sedang ada keperluan mendadak, jadi pergi sebelum makan. Karena sepertinya kalian senggang. Silakan di makan," jelas Kikan tidak sepenuhnya bohong.

 

“Terima kasih Kak Kikan. Eh, tunggu.” Arin berbisik pada Rangga. Kikan hanya memperhatikan tingkah mereka.

 

“Selamat ulang tahun ...,” kata mereka hampir bersamaan. “Semoga tambah cantik dan segera dapat jodoh.”

 

Kikan tergelak. Mengundang mereka adalah tindakan tepat.

 

“Terima kasih.”

 

***

 

Minggu malam.

 

Astra muncul di rumah Kikan sesuai janjinya. Namun pria itu tidak masuk. Dia hanya berdiri di luar menunggu Kikan selesai bersiap. Karena itu Kikan bergegas keluar setelah selesai.

 

“Kenapa enggak masuk?” tanya Kikan heran.

 

“Iya. Lagipula kamu dandannya cepat, jadi aku tidak capek saat nunggu. Kita berangkat?” tanya Astra.

 

“Ya. Sebentar, kamu enggak pamit ibu dulu?”

 

“Oh, ya.”

 

“Aku panggilin ibu dulu ya ... Bu! Kita mau pergi,” ujar Kikan seraya masuk ke dalam rumah. Namun ibu tidak muncul. Di dalam juga ternyata kosong.

 

“Sepertinya ibu juga keluar. Sudah, ayo pergi. Ibu tahukan aku datang menjemput kamu,” kata Astra. Kikan mengangguk.

 

"Ya. Aku juga tadi sudah bilang mau pergi dengan kamu."

 

 ***

 

Karena kemarin sudah makan malam meski gagal. Kali ini Kikan hanya ingin berjalan-jalan berdua. Karena takut ketahuan orang lain, mereka jalannya agak jauh dari pusat keramaian orang-orang berkumpul biasanya.

 

Susah memang menjalin hubungan saat ada pasal-pasal yang melarang pacaran satu kantor.

 

“Kita jajan buah, yuk," ajak Kikan.

 

Perempuan ini sangat suka buah. Apalagi buah yang banyak airnya. Menurutnya itu sangat segar. Buah itu di pilih dan di potong langsung di tempat. Lalu di masukkan ke dalam cup medium. Di beri garpu kecil untuk memudahkan memakannya.

 

"Adik kamu gimana?" tanya Kikan ingat.

 

"Sudah lumayan."

 

“Gimana kalau sebentar lagi kita jenguk adik kamu?” usul Kikan.

 

“Tidak perlu. Dia sebentar sudah sembuh,” tolak Astra.

 

“Kenapa dingin begitu? Meskipun adikmu itu bawel, tapi dia tetap adikmu.” Kikan tahu, gadis yang masih duduk di bangku SMA itu sangat bawel.

 

“Dia sudah sembuh,” pungkas Astra yang sepertinya tidak suka Kikan memaksa untuk menjenguk adiknya. Dan Kikan mengerti itu. Akhirnya ia berhenti meminta menjenguk.

 

“Oke. Tapi nanti pulangnya aku titip oleh-oleh untuk dia, ya?” Tetap saja Kikan tidak ingin mengabaikan begitu saja.

 

“Baiklah.” Astra setuju.

 

“Nanti pulangnya, antar aku ke J.co. Ada donat kesukaannya,” kata Kikan seraya memeluk lengan Astra dengan senyuman.

 

"Oke."

 

Di tempat yang sama, ada pasangan lain yang sedang kencan dengan bersembunyi. Tentu saja itu Arin dan Rangga.

 

"Eh, itu bukannya Kikan?" tunjuk Rangga. Arin ikut melihat ke arah yang di tunjuk Rangga.

 

"Iya. Aku mau menyapanya dulu," kata Arin senang. Namun saat baru beberapa langkah, Rangga menarik tangannya. "Kenapa tarik-tarik tangan Arin?" tegur Arin tidak setuju.

 

"Jangan ke sana," kata Rangga horor.

 

"Kenapa?" tanya Arin yang langsung mendekat ke kekasihnya. Ia jadi ikut berwajah horor.

 

"Itu," tunjuk Rangga pada orang yang ada di sebelah Kikan.

 

"Pak Astra?" tanya Arin terkejut. "Mereka sepasang kekasih?" Arin butuh jawaban.

 

"Kalau menurutmu?" tanya Rangga balik.

 

"Sepertinya sih memang mereka sepasang kekasih," jawab Arin.

 

"Benar. Lagipula pemikiran mereka sama dengan kita. Kencannya agak jauh agar tidak ketahuan yang lain," jelas Rangga. Arin menjentikkan jari setuju.

 

"Hihihi ..." Tiba-tiba Arin cekikikan.

 

"Kenapa?" tanya Rangga heran.

 

"Arin merasa senang," sahut Arin sambil menggandeng lengan Rangga. Raut wajah Rangga masih menunjukkan ketidakmengertian. "Itu berarti tidak hanya kita saja yang punya kisah seperti ini. Kak Kikan juga punya cerita yang sama denganku. Hmmm ... Arin dan Kak Kikan memang sehati."

 

Rangga menipiskan bibir.

 

"Jadi soulmate kamu itu Kikan? Bukan aku?" tanya Rangga kesal.

 

"Ih, Kak Rangga. Ya jelas Kak Rangga dong ... Hanya saja melihat Kak Kikan yang Arin kagumi juga sama denganku, punya kekasih di dalam kantor, Arin sangat senang." Arin memamerkan deretan gigi putihnya. Manis. Rangga jadi gemas.

“Ayo sembunyi. Mereka lewat sini,” ajak Rangga menarik tangan Arin.

 

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!