Hari itu, aku terbangun dari tidurku. Dalam tidur lelap aku masih bermimpi melihat dunia dimana aku dapat merasakan sesuatu yang berbeda.
Hanya ada suara-suara angin yang berhembus menerpa ke penjuru arah.
Sunyi sepi merayap ke seluruh tubuhku, jiwaku serasa berada di tempat yang berbeda.
"Huh!?"
Aku terbangun setelah mimpi itu berubah menjadi gelap gulita lalu aku terlempar masuk kedalam lorong hitam.
"Tempat ini, bukan rumahku?" aku pun terjaga seraya menatap sekitarku yang asing.
Mungkin saja aku masih bermimpi atau mala sebaliknya aku sedang mengalami Lucy dream, fase mimpi yang terjadi secara mendadak.
"Grrr... dingin banget."
Untungnya hawa dingin itu memberitahuku kalau aku ini tidak sedang dalam bermimpi.
Kurasa bagi sebagian orang mungkin akan terkejut melihat sekitaran tempatnya berubah drastis menjadi tempat yang mengerikan.
Tapi itu berbeda denganku, meski aku dikejutkan dengan hal ini tapi aku tidak menyangka aku bisa berada disini.
Sebelumnya aku hanya mengingat tentang mimpi dan ingatanku masih samar-samar.
"Berantakan sekali, pasti yang empunya jarang bersih-bersih," aku beranjak bangun sambil mendengus mengomentari tempat di sekitarku.
Terlalu kotor untuk disebut tempat yang layak dihuni.
Semua ruangan di tempat ini kosong tidak berpenghuni yang ada hanyalah angin yang berhembus masuk ke dalam lalu pamit untuk pergi.
Note: Anita melihat dan mendengar suara jendela yang terkena angin, ketika ia jalan-jalan di tempat itu.
Kruyuk.. kruyuk.. kruyuk..
"Sepertinya perutku berbunyi."
Kukira diriku bakal ketakutan dan gelisah berada di tempat seperti ini. Yang sangat asing dan bahkan tidak aku ingat terakhir kali.
Namun entah mengapa yang aku pikirkan saat ini hanyalah "bagaimana caranya agar aku dapat mengganjal perut lapar ku ini"
Kedengarannya tidak masuk akal tapi itulah yang sedang aku pikirkan.
Malahan aku tidak tahu dimana aku sekarang ini. Dan tempat ini sungguh aneh.
Berjalan menyusuri semua ruangan di tempat ini memang sangat melelahkan, yang ada hanyalah perabotan usang dan barang-barang yang berceceran di lantai.
Bila digambarkan tempat ini seperti sebuah bangunan kosong yang telah lama di tinggalkan oleh pemiliknya. Kotor dan sudah menjadi sarang hewan serta menjadi tempat tumbuhan menetap.
Bahkan tumbuhan merambat sudah menjulang tinggi kearah atap loteng yang sudah berlubang. Aku melihatnya dari ruang tamu.
Bahkan dindingnya pun ada yang berlubang dan berlumut.
"Aaa, aku benci tempat ini. Meski ada perasaan familiar tentang diriku tapi aku tidak suka disini."
Namaku Anita Hara aku seorang pelajar SMA yang masuk dengan mengambil jalur beasiswa. Aku ini seorang yatim piatu. Dahulu karena sebuah insiden kedua orang tuaku meninggal karena mengalami kecelakaan.
Saat ini aku terbangun dan berada di tempat asing yang lebih tepatnya di rumah seseorang, tetapi aku masih belum bisa memastikannya dan aku tidak tahu dimana aku sekarang ini.
Apalagi kondisi rumah ini sudah sangat kacau balau dengan benda-benda yang berserakan dimana-mana.
Ketika aku berpikir saat ini aku sedang di culik lalu dibawa ketempat seperti ini dan akan dimintai tebusan, rasanya itu mustahil.
Pertama aku tidak punya siapa-siapa untuk dimintai bantuan. Lagipula aku ini sangat miskin.
Kedua mungkin ini seperti omongan belaka yang aku ucapkan hanya saja... Aku harus mengatakannya.
Di dalam ruangan paling atas sebut saja tingkat ketiga bangunan ini, ada hal mengejutkan yang terlihat sejauh mata memandang.
Seluruh bangunan kota sudah menjadi sarang tumbuhan dimana-dimana lebih persis seperti lapangan hijau dan hampir saja menutupi semuannya.
Melihat hal demikian aku simpulkan jika aku ini berada di tempat yang sudah dilanda kiamat.
Bersambung...
Makasih ya yang udah baca sampai sini. Happy reading buat yang pertama baca.
Jangan lupa pula ya tinggalin jejak dengan like sama komen nya.
Banyak bangunan di sekitar yang terlihat sudah setengah rusak dan ditumbuhi oleh rerumputan, tak tanggung-tanggung aku melihat tanaman besar dengan dahan panjang serta pohonnya yang menjulang tinggi. Yang masuk kedalam rumah salah satu penduduk.
"Kurasa tempat ini memang nggak ada tanda-tanda kehidupan manusia. Hmm, sebenarnya... tempat ini dimana ya?"
Aku berhenti sejenak sambil berpikir, kebetulan sekali jika sebelumnya aku menemukan sebuah ponsel.
Ku coba tuk hidupkan daya powernya, hingga beberapa menit akhirnya ponsel yang aku temukan menyala. Aku harap dapat berfungsi dengan baik.
Terbilang cukup jadul untuk ponsel di era modern seperti ini. Namun temuan ponsel ini sangat berarti bagiku.
Aneh jika aku memang benar-benar sendirian disini, bukanya tadi aku melihat lampu yang berkedip.
"Mungkin cuma perasaanku saja."
Dan betapa berharganya bagi sebagian kecil orang yang berada di tempat seperti ini lalu menemukan sebuah ponsel dan mendapatinya dalam keadaan masih berfungsi.
Sinyal yang tertera ternyata menunjukkan satu garis. Yang berarti jaringan di kota ini masih berfungsi.
"Huh.. syukurlah, aku masih mempunyai kesempatan. Aku harap aku dapat bertemu dengan penduduk kota ini dan mereka adalah orang-orang yang baik," gumam ku dengan perasaan lega sambil berjalan.
Ku lanjutkan dengan menghubungi salah satu teman baikku yang selama ini aku percayai.
Tik! tik! tik! tik! tik! . . .
"Maaf nomor yang anda tuju tidak terdaftar, harap periksa nomor sekali lagi!"
"Huh!? Kok nggak ke daftar sih?"
Kucoba ulangi sekali lagi.
Namun tetap saja nomor tersebut tidak bisa aku hubungi sama sekali.
Tidak menyerah dengan satu nomor saja aku langsung mencoba untuk menghubungi pihak kepolisian. Menggunakan nomor darurat yang sewaktu-waktu bisa aku hubungi kapan saja.
Tik! tik! tik! tik! tik! . . .
"Maaf nomor yang anda tuju tidak terdaftar, harap periksa nomor sekali lagi!"
"Aah, sama saja. Kenapa aku selalu sial hum. Padahal aku hanya ingin hidup dengan tenang."
Hingga pada akhirnya aku tidak dapat menghubungi satu nomor pun, bahkan yang tertera di ponsel ini juga sangat sulit untuk dihubungi.
Melihat awan yang sudah hampir berwarna keemasan aku bergegas mencari tempat untuk tinggal. Serta sekalian mencari tahu informasi yang berkaitan dengan kota ini.
Itu karena aku masih penasaran bagaimana kota ini bisa menjadi tempat dalam kehancuran yang sangat besar.
Ingatanku juga masih samar-samar. Mungkin saja ingatanku adalah kuncinya.
Tempat-tempat yang aku lalui juga terkesan angker jika aku amati. Bagiku tempat seperti ini benar-benar sangat cocok untuk orang yang suka kesendirian sepertiku, rasanya sungguh nyaman.
Maksudku aku bisa bebas melakukan sesuatu disini tanpa khawatir ada yang melihat atau diawasi oleh seseorang. Dan bukan berarti sekarang ini aku sendirian disini.
"Di sana! Di sana ada supermarket!"
Aku terkejut ketika melihat ada supermarket yang tak jauh dari tempatku dalam keadaan utuh meski beberapa tanaman telah menutupinya.
"Akhirnya... Aku bisa makan,"ucapku seraya berlarian menuju ke sana.
"Senang sekali rasanya bisa menemukan supermarket di tempat seperti ini."
"Uhuk! uhuk! Gagang pintu supermarket ini sangat berdebu sekali."
"Uuh, beratnya!"
Mungkin karena sudah sangat lama supermarket ini tidak dikunjungi dan terawat sehingga untuk membukanya saja membutuhkan tenaga yang ekstra.
"Persis seperti yang aku duga, kondisi di dalam masih terlihat baik-baik saja. Berarti bencana di kota ini tidak separah yang aku duga, tapi masih belum bisa aku simpulkan bencana apa yang melanda kota ini."
Aku pun mengambil salah satu makanan ringan yang ada disana dan membukanya dengan sekali sobek.
Tidak peduli dengan apapun aku langsung saja melahapnya. Baru setelah itu, terlintas dipikiran ku " mungkin saja kota ini di tinggalkan, karena ada sebuah zat beracun atau bisa saja bekas uji coba senjata biologis dahulu sebelum kota ini hancur"
"Ini. Tidak mungkin kan, kota ini...?" tubuhku merasakan sesuatu yang berbeda. Hawa dingin dan semakin dingin.
Perasaan yang membuatku bertanya-tanya apakah aku menikmatinya atau mala sebaliknya. Harusnya aku panik dalam keadaan tertekan seperti ini karena merasa seperti terisolasi.
Demi menghilangkan rasa penasaran aku mencoba mencari kalender di sekitar kasir. Sementara makanan yang telah aku telan tadi sudah ku muntah kan begitu saja.
Di sana didekat rak depan ada kalender yang terpasang dengan kondisinya yang sudah lapuk dan berdebu.
Serta pencahayaan yang minim disekitarnya, membuatku jadi kesulitan untuk melihatnya dari tempatku sekarang.
Kalender menunjukkan tahun 2012 itulah yang aku lihat.
"Jadi aku ada di tahun 2012, hmm."
Terus terang saja aku sangat terkejut mengetahui tahun di kalender ini. Sekaligus bingung, mengapa tahun ini terjadi kiamat seperti ini?
Dalam sejarah yang aku tahu dan aku hidup di tahun 2020 tidak pernah sekalipun aku mendengar tentang bencana sebesar ini.
Yang mencakup keseluruhan kota hingga ke penjuru-penjuru nya.
"Apa aku luput tentang bencana besar ini?"
Diriku bahkan masih bertanya-tanya apa aku pernah luput tentang kabar bencana ini sebelumnya. Kalau aku ingat-ingat lagi itu sangat mustahil.
"Intinya, sekarang ini aku kembali di tahun 2012. Dimana telah terjadi bencana kiamat di kota ini. Ku rasa aku akan menetap disini untuk sementara."
"Anggap saja seperti sarana liburan dari rutinitas harian yang melelehkan."
Ku usahakan aku tidak akan berlama-lama disini meski vibes nya menenangkan untuk seseorang yang suka kesendirian sepertiku.
Sudah ku pastikan aku akan tinggal sementara sampai aku menemukan cara kembali ke tempat asal ku di tahun 2020.
Tak lama kemudian, aku mengumpulkan beberapa peralatan penting yang aku temukan di supermarket ini seperti senter, tas, dan peralatan kecil untuk jaga-jaga.
Tas yang aku temukan lumayan besar yaitu tas ransel yang mudah untuk dibawa kemana-mana, sementara senter aku ambil yang ukurannya sedang tidak terlalu besar dan kecil.
Makanan dan minuman aku masukkan kedalam ransel.
Dan terakhir perbekalan yang tak kalah penting yang selalu aku bawa saat berpergian, semacam semprotan cabai.
Dan itu adalah senjata favoritku, karena jujur saja tingkat kriminalitas di tahunku sungguh marak.
Tek!
"Saklar lampunya tidak berfungsi."
Aku pun keluar meninggalkan supermarket yang telah aku tandai, itu karena aku membuat denah dadakan sebelumnya.
Sore hari pun kian sempurna sebagian hewan nokturnal mulai keluar menunjukkan jati diri mereka. Menandakan sebentar lagi hari yang akan mulai gelap.
Rasa kesendirian yang melekat dalam diriku rasanya sudah menjadi, aku bahkan tidak merasakan emosi apa-apa seperti semacam rasa takut atau khawatir.
Yang ada hanyalah perasaan bebas yang menyelimuti diriku.
Semisal saja aku benar-benar sendirian seorang diri itupun tidak akan mempengaruhiku maupun mengangguku.
"Hewan-hewan buas kelihatannya tidak akan melakukan aksi malam ini, karena tempat-tempat disini tidak meninggalkan bekas hewan buas sama sekali."
Tidak ada cakaran dan bekas hewan buas yang berkeliaran disini kelihatannya.
Aku yakin kalau saja kota ini tidak mengalami bencana mengerikan pasti kota ini akan sangat ramai sekali. Dilihat dari beraneka ragam toko maupun kedai yang aku lihat.
Gedung-gedung nya pun lumayan mirip sama dengan tahun asal ku.
Pemandangan yang familiar ini mungkin peralihan era ke modern yang akan terjadi.
Berjalan terus berjalan mencari tanda-tanda kehidupan manusia diantara bangunan yang telah usang.
Sekitaran yang asing dan didominasi oleh warna hijau dari tumbuhan yang hidup tentram dan bebas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!