NovelToon NovelToon

RTB 2: Ku Ingin Kau Kembali

01.

. Sepeninggal Syifa, Aldian merasakan kehampaan yang teramat hampa. Bagaimana tidak, Aldi harus mengurus anak semata wayangnya yang masih kecil seorang diri. Meskipun ia masih memiliki seorang ibu, namun Reifan adalah tanggung jawab Aldi sepenuhnya.

. Aldian Mahendra. Duda muda anak satu dengan pesona yang menarik perhatian setiap perempuan. Parasnya yang menawan membuat Aldi menjadi idola dan banyak para orang tua yang ingin menjodohkan Aldi dengan putrinya. Beberapa kali Aldi mendapat permintaan dari Dewi untuk menemui beberapa anak temannya yang ingin menjadi pendamping Aldi. Meskipun Dewi tahu bagaimana Aldi pada perempuan selain Syifa dan Avril, namun Dewi menyuruhnya karena ingin menghormati dan tak ingin menyinggung perasaan mereka.

Namun, setiap Aldi menjalani kencan buta, ia selalu terang-terangan menolak karena berbagai alasan. Termasuk putranya, Reifan.

Aldi menabur bunga diatas tumpukan tanah yang terdapat batu nisan bertuliskan nama sang istri tercinta. Hari ini, tepat 3 tahun Syifa berpulang, dan tepat Reifan berulang tahun pula. Entah Aldian harus bahagia atau bersedih. Setiap ulang tahun putranya, ia merasa sangat terpuruk. Aldi selalu berandai-andai bahwa jika saja Syifa masih ada, mungkin kebahagiaannya akan sempurna. Dan ia semakin depresi setiap ia melihat keharmonisan keluarga kecil sang mantan kekasih.

Aldi beranjak dan menyusuri setiap gundukan tanah yang berjejer di samping jalur kecil yang ia lewati.

"Kau akan ke rumah Avril?" Tanya Bagas yang selalu berada di samping Aldi.

"Tidak. Aku ingin--"

"Ayolah Al... mau sampai kapan kau terlarut dalam kesedihanmu?" Bagas menyela cepat menyipitkan mata Aldi yang mungkin mendadak kesal karenanya.

"Tinggalkan saja aku sendiri." Cetusnya berlalu menuju kursi kemudi. Bagas dengan cepat memasuki mobil sebelum Aldi benar-benar marah padanya.

. Di rumah Avril, terlihat beberapa anak kecil berlarian kesana-kemari dengan riang di ruang tengah berhiaskan balon dan beberapa hiasan khas ulang tahun dilengkapi sebuah kue yang berbagai berbentuk.

"Ayah.... mimi...." teriaknya menghampiri Alvi dan meminta gelas yang sedang Alvi pegang.

"Tak boleh. Ini dingin." Jawab Alvi menjauhkan tangannya dari Reifan yang terus berusaha meraih gelas.

"Hayoooo nangis..." ejek Reno kemudian menggendong Reifan dengan gemas.

"Papa... Eifan ausss...." rengeknya lagi masih mencoba meraih gelas dari Alvi. Melihat Reifan yang berusaha keras meminta darinya, Alvi beranjak dan mengambilkan air putih untuk Reifan.

"Sini ayah minumkan." Ucap Alvi merentangkan tangannya hendak mengambil Reifan dari Reno. Namun Reifan malah merentangkan tangannya pada Avril yang baru duduk di sofa.

"Mommy..." teriaknya membuat Avril kembali beranjak.

"Apa sayang?"

"Mommy... mau mimi." Mendengar itu, Avril mengambil air dari Alvi dan hendak memberikan pada Reifan.

"Minum sendiri." Ucap Avril membiarkan Reifan meminumnya sendiri. Reno termangu karena Reifan menghabiskan seisi gelas dengan cepat. Alvi termangu menatap Avril yang bersikap tegas mendidik Reifan yang bahkan bukan anak kandungnya.

"Apa kau begitu haus?" Tanya Reno dengan serius. Namun Reifan meminta untuk di turunkan dan kembali bermain dengan Ravendra.

"Aldi tidak kesini?" Tanya Dea disela lamunan Avril yang kebetulan memikirkan dimana Aldi sekarang.

"Entahlah De... aku tak tahu." Jawab Avril tak bersemangat.

"Hai... Avil...." sapa Demira setengah berteriak ketika memasuki rumah.

"Hei. Dem...." Avril tak kalah keras menyapa Demira.

"Mana si Noah?" Tanya Alvi dengan cetus.

"Ada tuh..." jawab Demira menunjuk keluar. Alvi menyernyit menatap Noah yang baru saja masuk, tapi sudah di kerumuni anak-anak.

"Cih... aku juga tampan dan berwibawa. Tapi kenapa anak-anak itu takut padaku?" Batin Alvi berdecih sambil memalingkan wajahnya.

"Avril... kau sangat pucat. Apa kau sakit?" Tanya Reno yang sedari tadi menatap lekat wajah Avril yang memang terlihat berbeda.

"Tidak... mungkin kelelahan saja. Dan memang sedikit pusing." Jawab Avril melempar senyum manisnya.

"Jika lelah, istirahat saja." Ucap Alvi menyentuh dahi, pipi dan leher Avril yang memang terasa hangat. "Kau demam. Sudah ku bilang jangan begadang. Reifan biar aku yang jaga." Lanjut Alvi menghela nafas berat.

"Kalian baru menikah beberapa bulan, tapi sudah seperti 3 tahun saja. Punya anak sebelum menikah itu memang bagus untukmu Alvi. Kau bisa belajar menjadi ayah yang baik." Ejek Noah menatap Reifan dengan lekat lalu beralih menatap Alvi yang menatapnya sangat tajam.

"Jadi kau bilang aku jahat? Hei wajar saja aku jahat, aku ayah tiri disini." Balas Alvi memangku tangan lalu beranjak pergi ke ruang kerja dan mengambil obat untuk Avril.

"Kau tahu obat demam tuan dingin?" Ejek Noah lagi. Alvi hanya mendelik menanggapi ejekan Noah.

"Mommy? Cakit?" Tanya Reifan yang berlari menghampiri Avril dan menatapnya dengan tatapan yang sangat menggemaskan. Kepolosannya membuat Avril merasa semakin menyayangi Reifan, dan seakan ia tak ingin berpisah sedetikpun dengannya.

"Tidak... mommy tidak sakit." Jawab Avril meraih Reifan lalu mencium pipinya dengan gemas.

"Mommy... daddy?" Tanyanya kemudian. Reifan menoleh ke arah pintu lalu berlari dan menatap dengan tatapan kosong ke halaman rumah. Terlihat raut kecewa Reifan saat ia menolehkan wajahnya kepada Avril dan kemudian kembali menatap keluar. Avril benar-benar tak bisa membujuk Aldi untuk ada disamping Reifan saat Reifan berulang tahun. Aldi akan merasa semakin kehilangan Syifa jika merayakan ulang tahun Reifan dihari yang sama.

. Setelah lama berselang, terdengar suara mobil memasuki pekarangan kediaman Alvi. Reifan dengan antusias berlari menuju teras dan memanggil Aldian dengan riang.

"Daddy.... daddy....." ucapnya dengan begitu senang. Namun Reifan terdiam saat melihat Bagas saja yang datang dengan sebuah kado.

"Daddy...." rengek Reifan berubah menjadi tangis yang keras. Segera Avril menghampiri Reifan dan menenangkannya agar berhenti menangis.

"Mommy... daddy.... mau daddy...." rengeknya lagi memeluk Avril dan tangisnya yang semakin keras.

"Iya daddy lagi sibuk sayang." Lirih Avril mengusap lembut punggung Reifan yang tak henti menangis.

"Gas.. mana Aldi?" Avril beralih menatap tajam pada Bagas.

"Aldi...." Bagas menoleh ke belakang lalu membalas tatapan Avril dengan gugup karena tak tahu harus menjawab apa.

"Bagas..." delik Avril yang mulai kesal dengan sikap Bagas.

"Aldi pulang Avil...." jawab Bagas tak kalah kesal.

"Ishh... sampai kapan dia begitu? Dia lupa pada Reifan? Bagaimana pun Reifan ini anaknya. Meskipun ada Alvi yang menyayangi Reifan. Tetap saja kasih sayang ayah kandung yang paling Reifan butuhkan."

"Dan kenapa kau malah memarahiku Avil?" Gerutu Bagas yang mengikuti langkah Avril memasuki rumah.

"Aku suka heran. Apa yang dia pikirkan? Ayah macam apa dia? Anak butuh kasih sayang darinya, tapi dia malah mengabaikannya. Dia pikir anak sekecil ini sudah bisa mengerti kenapa dia seperti itu? Aku juga sama kehilangan ibu, dan harusnya seorang ayah ada untuk menguatkan. Bukan meninggalkan tanpa alasan. Dia kehilangan Syifa. Sama Gas aku juga. Dia pikir hanya dia yang merasa kehilangan?" Avril terus mengoceh dan tak terasa bulir bening perlahan mengalir di pipinya.

"Reifan ini masih kecil... harusnya dia mengerti. Apa dia pernah berpikir jika Syifa pergi karena cintanya pada Aldi itu lebih besar. Dia rela menukar nyawanya untuk membiarkan seorang malaikat kecil yang dia inginkan setelah pernikahannya untuk tetap hidup? Kapan dia dewasanya?"

"Avril hentikan." Tegur Alvi dengan suara pelan.

"Tapi Al..."

"Ku bilang hentikan!" Tegasnya dengan suara tinggi mendiamkan Avril seketika.

-bersambung

02

. "Rei..." teriak Aldi dari ambang pintu dengan nafas terengah. Sontak semua yang ada didalam menoleh pada Aldi bersamaan, namun tidak dengan Avril. Avril semakin erat memeluk Reifan dan terlihat matanya masih berembun.

"Daddy...." Reifan merentangkan tangannya saat Aldi berlari lalu meraih Reifan dan memeluknya begitu erat. Reifan kembali menangis memeluk leher Aldi.

"Mau daddy...."

"Iya.. daddy disini sayang." Ucap Aldi mengusap kepala dan punggung Reifan dengan lembut.

"Bunda..... mau bunda...." rengeknya lagi membuat Aldi menatap rambut Avril yang masih membelakanginya. Aldi merasa terkejut mengapa Reifan menginginkan Syifa? Tidak mungkin anak sekecil ini akan mengerti jika memang benar Avril bercerita tentang Syifa.

Namun mengingat Reifan yang mungkin sudah mengenali Syifa dari poto yang ia pajang di rumahnya, tak menutup kemungkinan Reifan merasa ada yang hilang.

Avril berbalik dan memperlihatkan wajahnya yang sudah berderai air mata.

"Avil..." lirih Aldi menatap dalam wajah Avril.

"Jangan abaikan Rei lagi. Aku tak tega melihatnya tersiksa karena keegoisanmu Al. Aku juga merasakan bagaimana kehilangan sosok ibu. Apa lagi Rei masih kecil. Yang bisa menguatkannya hanya kau. Aku hanya ibu pengganti. Alvi juga hanya ayah pengganti saat kau tak ada. Mama Dewi sudah terlalu berumur jika kau terus merepotkannya. Bukan aku tak mau lagi mengurus Rei, tapi jika terus menerus aku dan Alvi yang merawatnya, kau tak takut jika Rei nanti akan lebih dekat dengan Alvi?" Aldi terdiam dan menunduk mendengar penuturan Avril. Alvi meraih Avril dan merangkulnya dari samping. Ia pun merasa bersalah karena membentak Avril yang mungkin sedang melawan emosinya yang tak stabil.

"Aldi... jangan anggap Avril tak tulus merawat Rei. Kau juga tahu Avril tak bisa jauh dari Rei. Tapi ini bukan berarti kau mengabaikan Rei." Ucap Alvi menimpali perbincangan membuat Aldi menunduk lesu.

"Apa selama ini kalian hanya berpikir aku mengabaikan Rei? Apa kalian pernah berpikir bahwa aku sedang berusaha melupakan Syifa agar aku tenang hidup berdua dengan Rei? Kalian mungkin tak bisa membayangkan jika berada di posisiku karena orang yang kalian cintai masih ada di samping kalian. Sedangkan aku?" Tuturnya bertanya dengan memalingkan wajahnya ke arah lain

"Masih ada aku dan yang lain. Kau jangan memikul beban itu sendirian. Kau mau menikah lagi? Aku bantu carikan." Ucap Reno menepuk bahu Aldi dan melempar senyum ejeknya.

"Diam kau." Delik Aldi membuat Bagas tertawa sendiri.

"Apanya yang lucu?" Reno menepuk keras lengan Bagas yang berhenti tertawa karenanya.

"Apa adegan sedihnya bisa kita singkirkan lulu? Bukankah ini hari bahagia?" Tanya Bagas berubah serius menatap satu persatu wajah-wajah temannya. Lalu ia membawa Reifan bermain dengan beberapa anak lain di sana. Memang pesta yang sederhana, hanya orang terdekat saja yang di undang hadir. Suasana kembali menjadi menyenangkan karena kehadiran Galih yang mungkin sudah tahu cara menghibur anak kecil. Meskipun diluar sikapnya dingin, namun tidak didepan anak kecil. Pernah ada seorang wanita dengan terang-terangan menginginkan Galih menikahinya dan ia rela menjadi istri kedua. Hal itu di karenakan si wanita melihat sisi lembut Galih yang jauh dari yang di gosipkan.

"Bapak-bapak meresahkan." Cetus Avril memijit kepalanya ketika mengingat tentang itu.

"Itu juga kakakmu." Jawab Alvi menimpali.

"Iya memang."

"Jadi? Kapan kita punya mainan yang seperti itu?" Bisik Alvi menunjuk Reifan dan Ravendra yang tengah berlari.

"Kau mau?" Sontak Alvi mengangguk antusias mendengar pertanyaan Avril.

"Rei... sini." Panggil Avril ditanggapi oleh Reifan dengan menghampirinya.

"Iya mommy?" Tanyanya menggemaskan.

"Ayah mau peluk." Ucapnya membuat Alvi menatapnya heran.

"Tidak mau." Jawab Reifan menolak mentah-mentah semakin membuat Alvi menyernyit menahan kesal.

"Tapi ayah mau peluk Rei..." ucap Avril lagi yang ditanggapi gelengan kepala oleh Reifan.

"Kalau Rei tidak mau dipeluk ayah, ayah akan peluk Mommy dan ayah tak akan berikan mommy pada Rey." Mendengar ancaman Alvi, Reifan langsung memeluk Avril dengan erat dan menatap tajam pada Alvi.

"Jangan. Mommy punya Eifan.... ayah jangan bawa mommy." Ucapnya membuat Avril gemas.

"Ya sudah... ayah peluk kalian saja..." Alvi lalu memeluk keduanya membuat Reifan berontak dan mendorong Alvi agar tak memeluk Avril.

"Jangan peluk mommy..." teriaknya menatap begitu tajam pada Alvi.

"Ehhh mommy kan punya ayah... kalau Rei tidak berikan mommy pada ayah, ayah akan makan Rei... haaammmmm" ucapnya memasang ekspresi seperti ingin menerkam. Reifan berlari menghindari Alvi yang mengejarnya dengan gemas. Avril dan Dea hanya tertawa melihat kekonyolan Alvi bersama para anak-anak.

"De... kau akan menjadi ibu sepenuhnya." Ucap Avril yang mengusap lembut perut Dea yang sudah membesar.

"Iya. Semoga kau juga secepatnya diberi kepercayaan." Avril hanya mengangguk menanggapi ucapan Dea. Yang tidak mereka tahu, Avril berniat menunda kehamilannya karena masih khawatir pada Reifan. Jika ia mempunyai anak, mungkin perhatiannya akan beralih pada anak kandungnya. Dan Reifan akan kesepian karena tak mendapati perhatiannya lagi.

. Malamnya, Aldi masih menitipkan Reifan pada Avril karena ia dan Bagas harus menjalani perjalanan bisnis ke luar kota. Sesuai perjanjian, Reifan selalu bersama Avril saat Aldi tak ada. Karena tak enak badan, Avril langsung berbaring dan membiarkan Siska yang mengurus Reifan.

"Kau sakit? Mau dipanggilkan Noah?" Tanya Alvi yang meraih dahi Avril. "Tapi tidak panas." Ucapnya kemudian.

"Aku hanya kelelahan saja Al..." jawab Avril yang beranjak dan duduk berhadapan dengan Alvi.

"Hemmm?"

"Apa?" Tanya Avril menyernyit saat Alvi menatapnya penuh arti. Ia memang mengerti, namun Avril sengaja berpura-pura tidak mengerti. Dengan begitu, Avril membiarkan Alvi semakin dekat, dan saat Alvi hendak meraih bibir Avril, tiba-tiba pintu di ketuk keras.

"Mommy...." teriak Reifan beberapa kali. Karena khawatir, Avril segera beranjak dan membuka pintu dan mendapati Reifan yang langsung meraih kakinya. Satu pertanyaan di benaknya sekarang, dimana Siska?.

"Nona... ma-maafkan saya." Ucap Siska yang sedikit terengah karena berlari mengejar Reifan.

"Kenapa Rei?" Tanya Avril beralih menatap Reifan.

"Mau mommy...." rengek Reifan yang masih memeluk kaki Avril.

"Rei... sama mbak Siska aja ya... mommy nya mau tidur sayang." Bujuk Siska dengan lembut.

"Tidak mau... mau mommy..." teriak Reifan menepis tangan Siska yang hendak meraihnya. Tak biasanya Reifan seperti ini. Biasanya Reifan selalu menurut pada Siska. Avril menoleh pada Alvi yang kini sedang memainkan ponselnya dengan bersandar dan menutup bagian kakinya dengan selimut. Avril tahu mungkin Alvi kecewa padanya malam ini, tapi Reifan juga butuh dirinya untuk tidur.

"Al... aku menidurkan Rei dulu ya..." ucap Avril ditanggapi anggukan oleh Alvi. Saat Avril berlalu dan menutup pintu, Alvi berbaring dan menghembuskan nafas kasar lalu menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Kapan aku jadi ayah sungguhannya?" Ucapnya kembali membuka selimut dengan kesal.

Di kamar Reifan, Avril menimang Reifan yang ia gendong. Terlihat mata Reifan sudah semakin sayu dengan botol susu ditangannya. Di waktu yang sama, Avril pun merasa dirinya mengantuk, dan ia memutuskan untuk duduk bersandar di kasur Reifan dengan masih membawa Reifan. Karena tak kunjung kembali, Alvi menyusul Avril ke kamar Reifan. Ia menatap nanar wajah Avril yang tertidur.

"Kau memang ibu yang baik." Ucapnya mengecup kening Avril.

-bersambung

03

. Tengah malam, terdengar rengekan Reifan yang memeluk lengan Alvi dan menggesekan wajahnya pada Alvi.

"Da-ddy....mau daddy...." rengek Reifan dengan tangis kecil sambil terus mengganggu tidur Alvi. Alvi terbangun dan melihat Reifan masih menutup matanya namun terus merengek karena tak nyaman tidur.

"Da-ddy....." Reifan terus merengek membuat Alvi beranjak dari tidurnya dan meraih Reifan. Niat hati ingin menenangkan, namun ia malah terkejut dan panik saat menyentuh tubuh Reifan yang begitu panas. Pantas saja Reifan ingin dengan Avril terus, mungkin ia sudah merasa tak enak badan dari siang.

"Rei.... ya ampun tubuhmu panas." Ucap Alvi yang panik sendiri dan tak tahu harus berbuat apa. Ia melirik pada Avril yang masih terlelap karena mungkin kelelahan dari pagi Avril yang mengurus semua keperluan acara. Alvi semakin bingung karena tak tega jika harus membangunkan Avril sekarang. Tapi ia juga tak bisa mengurus Reifan jika sendirian. Dengan ragu, Alvi meraih tangan Avril dan menepuknya pelan.

"Yang... bangun. Sayang!" Alvi semakin keras membangunkan Avril membuat Avril terkejut dan seketika membuka matanya.

"Eh apa? Sudah pagi?" Tanya Avril polos yang langsung terbangun dan melihat kearah jendela.

"Ini jam berapa Al? Kenapa masih gelap?" Tanya Avril lagi dengan polos dan belum menyadari bahwa ini masih malam.

"Ini masih malam." Jawab Alvi sedikit kesal dan kembali meraih Reifan.

"Lalu kenapa kau membangunkanku? Al aku lelah, untuk saat ini maaf aku masih mengantuk tak bisa melayanimu. Kumohon maafkan aku ya!" Bujuk Avril yang langsung berpikir kesana, karena seingatnya sebelum ia ke kamar Reifan, Avril melihat raut wajah Alvi yang mungkin marah karena kehadiran Reifan dan keduanya tak bisa berhubungan.

"Apa yang kau pikirkan? Aku tidak memintamu untuk itu." Ucap Alvi berdecak kesal dan mendelik sambil menahan kesal pada Avril.

"Eh? Terus? Dan kenapa kau membawa Rei? Jika kau marah padaku, jangan melampiaskannya pada Rei." Ucap Avril mendadak panik takut jika Alvi memang marah dan membenci Reifan karena alasan itu. Namun seketika Avril terdiam dan meraba seluruh tubuh Reifan yang panas dan ia tersadar sepenuhnya ketika Reifan terus bergumam memanggil Aldi dan dirinya.

"Rei... ka-kamu sakit?..." kini Avril yang mendadak panik dan sibuk tak karuan mencari obat yang tersimpan di lemari Reifan.

"Yah... habis..." ucapnya polos lalu melirik kearah Alvi yang tengah menenangkan Reifan.

"Telpon Noah." Ucap Alvi yang ikut menjadi panik.

"Kita ke rumah sakit saja. Jika Noah tak ada harapan di jam ini Al." Ucap Avril masih panik tak karuan. Ia menoleh pada jam dinding yang masih menunjukan pukul 2 malam. Alvi memutuskan untuk membawa Reifan ke rumah sakit karena khawatir jika terjadi apa-apa padanya.

Di perjalanan, Avril terus berdoa sambil menciumi wajah Reifan yang terlelap dan sesekali bergumam pelan memanggil ayahnya. Saat Avril menghubungi Aldi dan Bagas, keduanya tak kunjung menjawab panggilan Avril hingga ia berdecak kesal dan memaki kedua temannya yang sedang di luar kota.

"Avril. Tenangkan dirimu." Ucap Alvi di sampingnya. Sesekali ia mengusap air mata Avril yang terjatuh tanpa izin karena takut ada apa-apa pada anak asuhnya. Meski bukan anak kandung, tetap saja Avril sudah merawatnya dari bayi.

Sampai di rumah sakit, keduanya bergegas mengikuti petugas yang menjemputnya di depan. Avril menatap pintu dengan penuh harapan akan kesehatan Reifan.

"Al...." lirih Avril menoleh dan menatap Alvi dengan begitu sayu menunjukan ia tak kuat menahan diri untuk tidak khawatir.

"Berdoa saja." Ucapnya memeluk Avril dari samping dan mengusap kepalanya dengan lembut.

Avril beranjak cepat saat dokter keluar dari ruangan dan menatap pada Alvi dengan tatapan yang penuh arti.

"Bagaimana dengan putra saya dok?" Tanya Alvi menatap harap pada kedua mata dokter.

"Putra anda baik-baik saja tuan. Dia hanya demam dan saya sudah memberi obat penurun panas dan vitamin agar kondisinya membaik."

"Baiklah terima kasih dok." Ucap Alvi kemudian memasuki ruangan dan langsung meraih Reifan kedalam pelukannya.

"Ayah cakit..." rengek Reifan menunjuk pada jarum infus yang menancap di tangannya. Hati Alvi terasa terhenyak melihat jarum yang sebesar itu menancap di tangan mungil putra angkatnya itu.

"Tahan ya... sebentar lagi di lepas." Balas Alvi mencium pipi Reifan dengan gemas dan meyakinkan agar Reifan tidak terlalu takut pada infusan.

"Ayah... bobo." Ucapnya memejamkan mata membuat Avril merasa sedikit lebih tenang.

"Tuan dan Nona sangat beruntung mempunyai putra sepertinya. Saya lihat, tuan muda ini sangat mengerti dan sudah memahami kondisi disekitarnya." Ucap dokter yang masih memantau didalam ruangan. Avril hanya tersenyum tak tahu harus menjawab apa. Karena ia pun tak menyadari apapun dari Reifan. Ia hanya mengajarkan apa yang ia tahu dan apa yang bisa lakukan untuk mendidik Reifan menjadi pribadi yang baik dan bisa dibanggakan.

"Apa ini waktunya aku melepas kontrasepsiku agar Reifan ada adik untuk menemaninya? Dan sepertinya Alvi juga sudah menginginkan kehadiran seorang anak." Gumam Avril menatap kosong pada Alvi yang sedang menimang Reifan agar tertidur.

"Kenapa?" Tanya Alvi membuyarkan lamunan Avril. Avril seketika menggeleng kasar menanggapi pertanyaan Alvi.

"Biar aku saja yang menidurkannya. Kau pasti lelah." Ucap Avril menghampiri Alvi lalu bersiap meraih Reifan dari pangkuan Alvi.

"Tidak... kau istirahat saja. Reifan biar aku yang jaga."

"Tapi kau besok harus bekerja Al."

"Tak apa... aku bisa tidur di ruangan belakang kantor ku."

"Tapi..."

"Sudah.... tidur sana!"

"Kau mengusirku?" Avril menatap tajam dan memangku tangan dengan kesal pada Alvi.

"Tidak." Elak Alvi tersenyum ejek.

"Terus?"

"Hanya menyuruh pergi."

"Ihhhhh dasar kau." Avril memukul lengan Alvi sambil menahan tawa karena Alvi.

. Paginya, setelah cairan infus habis, Reifan bisa pulang dan di rawat di rumah saja. Avril dan Alvi berpisah di rumah sakit karena berbeda tujuan.

"Hati-hati. Kabari aku jika ada apa-apa." Avril mengangguk dan memasuki mobil bersamaan dengan Alvi yang melaju berlawanan arah dengannya.

"Mau ikut ayah." Ucap Reifan menunjuk ke belakang dan menatap harap pada Avril.

"Kamu kan sakit sayang. Pulang saja ya..." Reifan menggeleng kasar tanda menolak ajakan Avril.

"Eifan mau ayah." Rengeknya setengah berteriak membuat Avril mendesah kesal.

"Tapi ayahnya sibuk sayang. Nanti tidak fokus bekerja." Bujuk Avril agar Reifan bisa di ajak pulang. Tapi, Reifan tetap menggeleng kasar menolak untuk pulang dan kekeuh ingin menyusul Alvi. Dengan berat hati, Avril berbalik haluan menuju perusahaan D. Reifan semula berlari dari mobil menuju loby, namun Avril memarahinya membuat Reifan terdiam seketika.

"Pegang tangan Mommy.!" Titah Avril tegas, dan Reifan mengangguk menuruti perintah Avril. Reifan menggandeng tangan Avril menuju ruangan Alvi. Jelas disana terdengar kembali para netizen yang membicarakan Avril dengan bisik-bisik. Namun, Avril sudah terbiasa dengan gosip apapun tentangnya yang dianggap sudah memiliki anak dari Aldi dan ia sering di anggap berselingkuh dengan Aldi di belakang suaminya.

"Ayah...." teriak Reifan saat Ray membukakan pintu. Terlihat Alvi sedang tertidur lelap di sofa membuat Avril semakin merasa bersalah karena membawa Reifan padanya dan mungkin akan mengganggu tidur Alvi sekarang.

"Ayah...." ucapnya pelan menyentuh pipi Alvi dengan rasa takut.

-bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!