NovelToon NovelToon

NadirArtha [Sequel MWY]

Prolog

Hay teman-teman onlineku❤️‍🔥

Aku balik lagi bawa sequel Married With You atau MWY. Disini kalian bakal baca kisah anak Zelia Marvel dan Jordan Dara.

Tapi sebelumnya aku mau ngasih tau, nama anak zelia aku ubah ya. Karena aku lebih nyaman dengan nama yang baru ini, kalo Dira cuma nama panggilannya yang di ubah.

Selamat membaca guys!

Semoga suka❤️‍🔥

Jangan lupa dilike dan komen ya. Follow juga akun Noveltoon aku😍

🌼🌼🌼🌼🌼

“WHAT?!”

“Maksud Ibu sama Ayah Dira di titipin di rumah Tante Dara gitu?”Tanya seorang gadis yang sedang duduk di atas sofa—ingin memastikan bahwa apa yang bari saja Ibunya katakan benar.

Zelia mengangguk, menatap anak semata wayangnya dengan serius.”Ayah ada urusan pekerjaan di London, dan Ibu harus ikut. Kita gak bisa mastiin kapan akan pulang, karena takut terlalu lama disana kita mutusin buat nitipin kamu di rumah Tante Dara.”Zelia menjelaskan dengan rinci, agar sang anak tidak bingung dengan keputusannya.

Karenina Nadira Perlita, gadis itu memberengut kesal.”Tapi, Bu. Kan Ibu sama Ayah udah tau kalo Tante Dara juga sering keluar negri.”

“Kan ada Artha, Nadira.”Marvel ikut menimpali, karena sang anak yang terus melakukan protesan.

Mata Nadira langsung melotot, seperti ingin lepas dari tempatnya.”Artha? Maksudnya Artha yang jadi dosen aku di kampus?”Tanya Nadira tak percaya.

Zelia maupun Marvel mengangguk bersamaan. Dan itu mampu membuat Nadira tercengang.

“Ayah sama Ibu serius? Kalo pas Tante Dara pergi, terus Dira di apa-apain sama Artha gimana?”Nadira terus mencari cara agar Ayah dan Ibunya menggagalkan rencana gila untuk menitipkan dirinya ke rumah Tantenya.

Zelia terkekeh pelan, dia mengusap surai pendek anaknya.”Gak akan, Sayang. Artha itu orang yang baik, dan Ibu tau persis gimana sifatnya.”

“Lagian dia gak mungkin tertarik sama kamu.”Ucap Marvel ingin menggoda anaknya.

Nadira berdecak kesal menatap Ayahnya.”Tetep aja Dira gak mau, Bu. Kenapa Dira gak ikut kalian aja? Kan bisa pindah kampus.”Pintanya mencoba untuk bernegoisasi.

Marvel menggeleng kuat, tak setuju dengan penuturan anaknya.”Gak bisa, Dira. Kamu tau sendiri, Ayah itu sering pindah-pindah kota bahkan negara. Jadi kalo kamu terus ngikutin Ayah, yang ada kuliah kamu kacau.”

“Aaaa…. Dira gak mau, Yah.”Rengek gadis itu dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

“Ish, masa nangis. Umur kamu udah 20 tahun, Dira. Masa cuma di tinggal Ayah Ibu nangis.”Ledek Zelia.

“Kenapa gak dirumah aja? Dira berani kok dirumah sendiri.”Lagi, Nadira masih berusaha untuk membujuk orang tuanya.

“Gak bisa. Ayah gak akan biarin kamu melakukan sesuatu sesukanya. Ayah tau betul watak kamu, kalo kita tinggal sendiri di rumah. Kamu pasti bakal pulang pergi larut malam, bahkan bisa aja kamu ke club. Ngikut temen-temen mu yang sesat itu.”

“Tau ah! Kesel Dira sama Ayah Ibu. Terserah kalian! Dira mau tidur.”Putus Nadira merajuk. Dengan kaki yang sengaja di hentak-hentakkan Nadira berjalan meninggalkan ruang keluarga menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar, dia langsung menghempaskan tubuhnya ke ranjang dengan kasar. Rasanya Nadira ingin menangis sekencang-kencangnya untuk meluapkan kekesalannya.

“Huaaa! Kesel! Kesel! Kesel! Kbl, kbl, kbl, kesel bangetttt lohhhhhh!”

🌼🌼🌼🌼🌼

Aku kasih prolognya dulu tipis-tipis🫢

Gimana guys? Apa kalian sudah tertarik setelah baca prolognya?

Komen disini kalo mau update part selanjutnya🫶🏻

Kalo suka masukin cerita ini ke tempat bacaan kalian, supaya dapet notif kalo update.

Satu

Hay teman-teman onlineku❤️‍🔥

Disini aku cuma mau ngingetin ke kalian semua yang baca karya-karya aku. Aku tegasin ke kalian! Kalo semua cerita yang aku buat itu hanya karangan fiksi, hanya imajinasi aku yang di jadikan sebuah cerita. Jadi, kalian harus memaklumi jika banyak adegan atau hal-hal yang sekiranya gak masuk akal. SEKALI LAGI AKU TEKANIN! KALO SEMUA KARYA AKU HANYA CERITA FIKSI!

Aku juga cuma penulis amatir yang masih banyak kekurangan dalam merangkai sebuah cerita. Jadi harap di maafkan jika alur atau jalan ceritanya tidak memuaskan, dan tidak sesuai ekspetasi kalian.

Jika kalian suka dengan karya-karya saya, silahkan lanjutkan baca. Tetapi! Jika kalian tidak suka, kalian bisa meninggalkan lapak saya! Jangan malah ngehujat karya-karya saya dengan komentar-komentar buruk, karena itu bisa bikin rasa kepercayaan diri yang udah saya bangun susah payah menjadi hancur.

Mohon kerja samanya teman-teman, untuk saling menghargai sesama manusia. Hargai saya sebagai penulis, jangan kasih komen yang bikin saya gak semangat buat lanjutin nulis cerita🙏🏻

🌼🌼🌼🌼🌼

Dengan wajah lesunya Nadira berjalan melewati lorong-lorong kampusnya. Begitu memasuki kelasnya, dia langsung duduk dikursi miliknya.

“Lemes amat, Neng.”Goda Dinda, sahabat Nadira.

“Hm.”Hanya gumaman malas yang keluar dari mulut Nadira. Nanti sore Ayah dan Ibunya akan berangkat, yang artinya dirinya juga akan dibawa ke rumah Tantenya. Hal itu jelas saja membuat Nadira tak bersemangat melakukan kegiatan apapun hari ini.

Dosen yang mengajar mulai memasuki kelasnya. Nadira terus menatap seorang laki-laki dengan wajah datar namun tampan, yang dikenal dengan sikap dingin dan tak berperikemahasiswian, tubuh tegap tinggi. Sejauh ini itulah yang dia tau tentang sosok Artha, namun apakah dirinya akan benar-benar aman saat berada dalam satu atap dengan laki-laki itu?

“Karenina Nadira Perlita.”

Suara berat yang terkesan dingin dan tegas milik seorang Artha Dirgantara itu mampu membuyarkan lamunan Nadira. Begitu membawa pandangannya kedepan, Nadira langsung disambut tatapan tajam milik Artha.

“Ha-hadir, Pak.”

“Kamu gak dengerin saya daritadi?”

Semua mahasiswa dan mahasiswi menatap Nadira dengan iba. Dosen yang satu ini terkenal dengan sikap dingin dan kejamnya. Dan kini Nadira untuk yang pertama kalinya mendapat masalah, dengan mengabaikan panggilan Artha sejak tadi.

“Oke, setelah selesai jam saya. Kamu ke ruangan saya.”

Artha langsung memulai tugasnya untuk mengajar dikelasnya. Meskipun sesekali pandangannya jatuh pada Nadira yang terlihat tak fokus hari ini.

Hampir tiga jam Nadira menghabiskan waktunya di dalam kelas. Begitu jam belajarnya habis, dia memutuskan untuk langsung pulang.

“Dir! Bukannya lo disuruh ke ruangan Pak Arta, ya?”Tanya Dinda.

Nadira menepuk keningnya pelan.”Oh iya, gue sampe lupa.”

Dinda memutar bola matanya malas.”Kebiasaan lo.”

“Hehe. Gue ke ruangan Pak Artha dulu, bay!”Akhirnya Nadira memilih pergi menuju ruangan dosennya.

Begitu sampai didepan ruangan dosennya, dia langsung mengetuk pintu berkali-kali. Hingga suara dari dalam yang menyuruhnya masuk membuat Nadira segera masuk.

“Duduk.”Titah Artha yang kini sedang duduk di kursi kebesarannya, dia menatap gadis di depannya datar.

“Baik, Pak.”Tanpa berlama-lama Nadira langsung duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Artha.

Artha hanya diam menatap wajah gadis di hadapannya, gadis yang sedang menunduk. Lalu detik selanjutnya dia membereskan barang-barang miliknya yang akan di bawa pulang.

Nadira mendongak, menatap Artha yang sedang memainkan ponsel dengan mata membulat.”Ada urusan apa ya Bapak nyuruh saya kesini?”

“Gak ada.”Artha beranjak dari kursinya lalu berjalan mendahului Nadira.”Kamu pulang bareng saya,”lanjutnya final tanpa mau di bantah.

Baru saja Nadira membuka mulut hendak protes, namun sebelum suaranya keluar Artha sudah mendahuluinya.

“Saya gak butuh protesan maupun penolakan.”

“Buruan Nadira!”Geram Artha saat sudah sampai di depan pintu, tetapi Nadira masih duduk di kursinya.

Dengan perasaan kesal, Nadira beranjak dari kursinya lalu berjalan keluar ruangan Artha. Dia menatap laki-laki itu sinis. Karena enggan berdekatan dengan manusia paling menyebalkan didalam hidupnya itu, akhirnya Nadira memilih untuk mendahului Artha.

Artha yang berjalan di belakang Nadira menyunggingkan sudut bibirnya, tingkah gadis itu sangat menggemaskan dimatanya.

Sesampainya di mobil Artha langsung duduk di kursi kemudi, namun matanya menajam saat melihat Nadira duduk di kursi belakang.

“Siapa yang nyuruh kamu duduk disitu?”

“Bapak diem aja, deh! Saya lagi kesel, loh. Mau, saya gulingin mobil ini?!”Sarkas Nadira dengan wajah semakin kesal.

“Pindah depan.”

“Gak mau!”

“Nadira,”geram Artha dengan tatapan semakin tajam.”Kamu pindah ke depan atau saya ak—“

“Oke!”Sela Nadira sebelum Artha menyelesaikan ancamannya. Nadira sudah sangat hapal dengan ancaman keramat Artha yang selalu di berikan kepadanya, jika dirinya tak menuruti perintah laki-laki itu.

Artha tersenyum melihat Nadira sudah duduk di sampingnya. Dia mencondongkan tubuhnya kepada gadis itu, lalu memasangkan sealt-beat Nadira.

“Good girl,”pujinya sembari mengacak-acak rambut Nadira.

Nadira hanya diam, memutar bola matanya malas. Hingga akhirnya mobil yang dia tumpangi berjalan meninggalkan parkiran kampus.

“Kamu tau, selama kamu tinggal di rumah saya. Saya yang akan menentukkan apa saja yang kamu lakukan.”

“Hah?! Pak Artha gila, ya?! Siapa Bapak, sampai berani-berani mau ngatur saya?!”Protes Nadira tak terima dengan ucapan Artha.

Artha menghela nafas kasar.”Artha, Sayang. Berapa kali saya harus bilang ke kamu? Kamu cuma boleh panggil saya bapak kalo lagi di area kampus.”Ujar Artha menegaskan kepada Nadira.

“Sayang sayang, enak aja main panggil sayang sayang. Tipe-tipe buaya darat gini, ni.”Gerutu Nadira.

“Saya jadi buaya kalo lagi sama kamu doang.”

Nadira memperagakan mukanya seolah ingin mutah.”Siyi jidi biiyi cimi kili ligi simi kimi diing.”Nyinyir Nadira mengejek ucapan Artha barusan.

Artha hanya geleng-geleng kepala, gadis di sampingnya memang sangat-sangat tak tau diri dan menyebalkan. Dari kecil Artha sudah tau jika Nadira adalah gadis bar-bar yang hiperaktif, dan tak punya rasa takut pada siapapun.

“Kamu mau makan?”Tawar Artha, saat melihat ada restoran didepan sana.

“Gak!”Tolak Nadira galak.

Namun Artha justru menghentikan mobilnya di depan restoran yang terlihat ramai itu membuat Nadira langsung menatap laki-laki itu penuh protes.

“Saya gak mau makan loh, Pak!”

Artha yang sedang melepaskan sealth-beatnya langsung menoleh.”Siapa yang bilang kalo kamu yang mau makan? Saya yang mau makan, karena saya lapar.”

“Dan kamu, terserah mau makan atau tidak.”Setelah mengatakan itu Artha langsung turun dari mobilnya.

Nadira membuka mulutnya tak percaya.”Terus apa faedahnya dia nanya gitu tadi ke gue?”

🌼🌼🌼

“Sayang, Jangan cemberut gitu, dong. Ibu sama Ayah gak bakal lama kok disana.”Ujar Zelia sembari mengusap puncak kepala anaknya dengan lembut.

Marvel menghela nafas pelan, anaknya itu tak pernah sadar umur. Sudah berkepala dua pun tingkahnya masih kaya anak-anak.”Jangan banyak drama Nadira. Kalo kamu kaya gitu bisa-bisa Ayah sama Ibu ketinggalan pesawat.”

Nadira menatap Ayahnya dengan bibir di tekuk meskipun matanya berkaca-kaca.”Yauda iya iya! Tapi janji ya kalo pulang jangan bawa adek buat Dira.”

Dara yang mendengar penuturan keponakannya itu hanya mampu tertawa pelan. Sedangkan Artha masih dengan ekpresi datarnya, menatap Nadira jengah.

Zelia tertawa pelan lalu memeluk tubuh putrinya itu.”Ibu gak bisa janji, Sayang. Ayah kamu suka khilaf kalau udah di atas ranjang.”Bisiknya dengan frontal membuat mata Nadira membulat sempurna.

“Ibu….”Rengek Nadira semakin kesal.

“Udahlah. Baik-baik kamu di rumah Tante Dara, jangan banyak tingkah, jangan berulah. Nurut sama Artha, dia yang bakal ngawasin kamu selama Ayah pergi.”Ujar Marvel sembari memeluk tubuh Nadira.

Nadira hanya bergumam malas. Dia menatap Ayah dan Ibunya yang sudah memasuki mobil dengan hidung kembang-kempis bersiap untuk menangis.

“Bay, Sayang. Ibu sama Ayah berangkat dulu.”Pamit Zelia sembari melambaikan tangannya bersamaan dengan mobil yang mulai berjalan.

Huft!

Nadira membalikkan tubuhnya, dan hanya ada Artha yang masih berdiri di belakangnya dengan tatapan mengerikan dimata Nadira.

“Selamat bersenang-senang, Sayang.”Ucap Artha dengan tatapan mencurigakan.

Bulu kuduk Nadira langsung berdiri. Dia merasa dirinya sedang di ancam bahaya. Karena mendengar ucapan Artha barusan. Hanya Nadira yang tau bagaimana sifat asli seorang Artha, hanya Nadira yang tau sebusuk dan semesum apa seorang Artha Dirgantara.

Dua

Selamat membaca yagesya❤️‍🔥

🌼🌼🌼

“Gimana kuliah kamu, Sayang?”

Pertanyaan Dara memecahkan keheningan yang sejak beberapa waktu lalu terjadi di ruang makan. Nadira maupun Artha yang juga sedang makan malam langsung menatap Dara yang duduk disebrang mereka berdua, Artha dan Nadira duduk di kursi yang bersebelahan.

Nadira menelan makanannya, lalu tersenyum ke arah Dara.”Ya begitulah, Tan. Bikin pusing, apalagi kadang ada dosen yang kalo ngasih tugas gak ngira-ngira,”jawab Nadira. Di akhir kalimatnya sengaja dia tekankan dengan mata melirik Artha yang sedang menatapnya.

“Aduh, kesel banget tuh kalo sama dosen yang modelan gitu. Dulu waktu Tante kuliah juga sering sampe nyumpah serapahi tuh dosen, abis emang ngeselin banget kalo ngasih tugas,”sambung Dara. Dia tertawa pelan mengingat masa-masa mudanya dulu waktu kuliah.

“Bener banget tu, Tan. Coba Tante Dara bilangin ke anak Tante, biar kalo ngasih tugas ngira-ngira.”

Uhuk!

Artha yang tersedak buru-buru mengambil gelas minumnya, lalu menenggak air putih di gelas dengan cepat. Setelah selesai dengan acara tersedaknya, dia langsung menatap Nadira tajam. Yang sialnya gadis di sampingnya itu memasang wajah acuh, seakan-akan tak takut dengan Artha.

Dara langsung menatap anaknya dengan tatapan aneh.”Emangnya kamu gitu ya, Ar?”

Artha berdecak malas.”Artha kalo ngasih tugas masih wajar kok, Ma. Nana aja yang kalo ngomong berlebihan,”kesal Artha.

Mata Nadira langsung membulat. Dengan kesal dia menginjak kaki Artha kuat membuat sang empu meringis. Mampus! Batinnya.

“Arghhh,”ringis Artha dengan wajah menahan sakit.

“Kenapa, Ar?”bingung Dara.

“Gak papa, Ma. Ini kena meja kaki Artha,”alibinya.

Dara hanya geleng-geleng kepala.”Oh ya, Na. Tante besok mau ke Medan, biasalah ada pekerjaan. Jadi kamu Tante tinggal sama Artha, ya?”

“Gak papa, Tan.”

“Tante tidur duluan, ya. Abisin makanannya, Sayang.”Sebelum pergi Dara menyempatkan untuk mengusap puncak kepala Nadira.

Hingga kini di ruang makan hanya menyisakan Nadira dan Artha, karena Dara sudah berlalu ke lantai dua dimana kamarnya berada. Sedangkan selama tinggal disini, Nadira tidur di lantai tiga di kamar yang bersampingan dengan kamar Artha.

Nadira dengan acuh kembali melanjutkan makannya, mengabaikan Artha yang terus memandangnya.

“Siap-siap nerima hukuman dari saya.”

Artha semakin dibuat kesal saat melihat respon Nadira yang tak menggubrisnya. Dia menarik piring makan Nadira dengan kasar, membuat gadis itu langsung menatapnya kesal.

“Pak Artha diem, deh! Aku lagi makan, loh!”marah Nadira.

Artha mengambil alih sendok di tangan Nadira.”Saya suapin.”

“Jangan protes!”Larang Artha saat melihat Nadira hendak membuka suara.

“Buka mulutnya,”titah Artha yang sudah menyodorkan satu sendok nasi beserta lauk didepan mulut Nadira.

Dengan wajah terpaksa, Nadira membuka mulutnya menerima suapan dari Artha. Dia mengunyah makanannya dengan ogah-ogahan. Dan Artha terus menyuapi dirinya dengan telaten.

“Udah, kenyang.”Tolak Nadira saat Artha hendak kembali menyuapi dirinya. Dia mengambil gelas berisi air minum lalu menenggaknya.

Artha meletakkan sendok di tangannya ke atas piring. Dia menggunakan tangannya untuk menahan dagu Nadira sehingga kini tatapan keduanya saling bertemu. Artha menundukkan wajahnya membuat jarak wajah mereka semakin tipis, hingga akhirnya bibir Artha menyentuh sudut bibir Nadira. Laki-laki itu membersihkan sisa makanan di sudut bibir Nadira menggunakan bibirnya.

Saat sadar dengan apa yang Artha lakukan, Nadira langsung mendorong dada Artha. Dengan wajah memerah menahan malu dan gugup, Nadira beranjak dari kursinya.”Ak-aku mau ke kamar dulu.”

Dengan langkah tergesa-gesa Nadira meninggalkan ruang makan. Dia berlari kecil menaiki tangga, menuju lantai tiga untuk sampai di kamar yang dia tempati. Sedangkan Artha kini sedang terkekeh pelan, lalu menyentuh bibirnya yang baru saja di gunakan untuk menyosor bibir Nadira.

“Nadira,”gumamnya dengan senyum lebar di bibirnya.

🌼🌼🌼

Nadira yang sedang terlelap menggeliat pelan saat merasakan sebuah tangan kekar melingkari pinggangnya. Dengan mata yang masih terpejam, dia terus berperang dengan pikirannya sendiri. Siapa yang memeluknya? Dikamar ini dia hanya sendirian. Artha? Laki-laki itu tak mungkin masuk karena pintu kamarnya sudah dia kunci sebelum tidur tadi.

Hembusan hangat nafas seseorang yang mengenai lehernya membuat Nadira merinding. Apalagi saat merasakan sebuah tangan yang menelusup masuk ke dalam piyamanya. Yang lebih gila lagi, tangan itu terus bergerak semakin ke atas.

Hap!

Nadira menahan tangan yang hampir saja menyentuh dua gunung berharga miliknya yang terbungkus bra. Nadira memberanikan diri untuk membalikkan tubuhnya, dan betapa terkejutnya dia saat melihat sosok setan yang sedang memeluknya kini.

“Pak Art—mphhh!”

Sebelum Nadira menyelesaikan teriakannya, Artha lebih dulu membungkam mulut gadis itu menggunakan tangannya.

“Jangan teriak. Udah malem.”

Masih dengan mata melotot Nadira menatap Artha.”Pak Artha kok bisa masuk? Tadi pintunya udah aku kunci, loh.”

Artha menunjuk sebuah pintu yang terlihat seperti hiasan di ujung kamar.”Kamu lupa kalo dikamar kita ada pintu ajaib?”

“Jangan dilepas, atau saya bakal nekat bobol kamu sekarang juga.”Ancam Artha saat Nadira berusaha melepaskan lilitan tangannya di pinggang gadis itu.

Rasanya Nadira ingin menangis, dia takut berada di dalam satu kamar seperti ini hanya berdua dengan setan seperti sosok Artha yang sangat mesum.”Tangan Bapak suka grep-grep gajelas.”

Artha terkekeh pelan.”Kenapa? Kamu suka, hm?”

“Gak! Enak aja! Awas aja kalo Bapak sampai macem-macem, aku bakal teriak. Biar Tante Dara denger, dan tau sikap asli anaknya yang kelewat mesum.”

“Coba kalo berani.”Artha menantang.

“Oke! Jangan nangis kalo aku beneran ter—Akh Mas Artha!”pekik Nadira terkejut saat tiba-tiba Artha menggigit lehernya.

Artha tersenyum, mendengar panggilan Nadira barusan membuat hati Artha berbunga-bunga. Dari kecil, dia sangat menyukai panggilan Nadira kepadanya. Mas Artha, itu panggilan Nadira kepadanya sejak kecil yang di ajarkan oleh kedua orang tua gadis itu. Tetapi beberapa tahun lalu saat Artha pindah keluar negri untuk mengejar cita-citanya, dan saat kembali ke tempat kelahirannya ini. Semuanya sudah berubah, termasuk panggilan Nadira kepadanya yang berganti jadi Pak Artha.

“Saya suka kamu panggil nama saya kaya tadi.”

“Gila kamu, ya! Sakit tau.”Keluh Nadira sembari mengusap-usap lehernya yang tadi bekas di gigit Artha.

“Mana yang sakit, hm?”

“Yang kamu gigit!”Ketus Nadira.

Artha langsung mengusap leher Nadira yang dia gigit dengan lembut. Tetapi tatapan matanya terus tertuju kebola mata hitam cerah milik Nadira. Setelah dirasa cukup, Artha langsung mengeratkan pelukannya. Menyembunyikan wajah Nadira di dada bidangnya, lalu satu tangannya mengusap surai hitam gadis itu sedangkan yang satu memeluk pinggang Nadira.

“Tidur.”

“Jangan gini. Kalo Tante Dara tau gimana?”

“Gak akan. Kamar kamu kan dikunci.”

“Tapi ini gak boleh. Kita gak boleh tidur satu ranjang, apalagi dengan posisi seintim ini.”

“Tapi dulu kamu selalu minta tidur bareng aku. Terus minta di peluk kaya gini.”Goda Artha mengingatkan masa-masa kecil mereka berdua.

“Ck. Itu kan dulu, kita masih kecil. Kalo sekarang gak boleh.”

“Boleh.”

“Enggak.”

“Boleh, Nana.”

“Enggak boleh, Pak Artha.”

“Mas Artha, Sayang. Bukan Pak Artha.”

“Aku maunya Pak Artha.”

“Gak boleh. Kamu cuma boleh panggil saya Pak Artha kalo lagi di kampus.”Ujar Artha tanpa mau di bantah.

“Kalo di rumah, kamu panggil Mas Artha. Sayang juga boleh.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!